Kerugian Macet di Jakarta per Tahun Bisa 6 Kali Bangun MRT Fase Pertama Megapolitan 27 Agustus 2025

Kerugian Macet di Jakarta per Tahun Bisa 6 Kali Bangun MRT Fase Pertama
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Agustus 2025

Kerugian Macet di Jakarta per Tahun Bisa 6 Kali Bangun MRT Fase Pertama
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jakarta diperkirakan mencapai Rp 100 triliun per tahun, setara dengan enam kali biaya pembangunan MRT fase pertama yang senilai Rp 16 triliun.
Angka ini diungkap Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno, saat memimpin apel kolaborasi pengendalian kemacetan bersama aparat gabungan TNI/Polri, Dinas Perhubungan, dan Satpol PP di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2025).
“Studi Bappenas dan JUTPI II pada 2019 mengungkapkan kerugian akibat kemacetan di Jabodetabek mencapai 100 triliun per tahun, setara dengan 4 persen PDB Jabodetabek,” kata Rano.
Dengan kerugian ekonomi akibat macet Jakarta per tahun mencapai Rp 100 triliun, maka nilai tersebut bisa digunakan untuk membangun MRT fase 1 sebanyak enam kali.
Rano menyoroti persoalan utama kemacetan di Ibu Kota adalah ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan baru dan kapasitas jalan.
Berdasarkan TomTom Traffic Index 2025, Jakarta berada di peringkat ke-90 dari 500 kota termacet di dunia.
“Permasalahan ini tidak lepas dari ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan dan ruas jalan,” ujarnya.
Selain itu, rendahnya penggunaan transportasi umum juga menjadi faktor utama. Dari total 20,2 juta perjalanan per hari di Jakarta, baru 22,19 persen yang menggunakan angkutan umum.
“Banyak masyarakat masih mengandalkan kendaraan pribadi. Hal inilah yang menyebabkan sektor transportasi menjadi penyumbang polusi udara terbesar,” kata Rano.
Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Komarudin, mengungkapkan bahwa sepanjang 2024, pertumbuhan kendaraan di Jakarta mencapai 850.901 unit, atau sekitar 2.500–3.000 kendaraan baru per hari.
“Kalau satu persen saja dari jumlah itu adalah mobil, maka dibutuhkan 16 kilometer hanya untuk memarkir kendaraan baru. Itulah kenapa Jakarta makin padat,” ujar Komarudin.
Namun, keterbatasan personel polisi lalu lintas membuat aparat semakin mengandalkan pemantauan real-time untuk mengarahkan petugas ke titik rawan macet.
“Sejumlah rekan-rekan gabungan TNI, Polri, Dinas Perhubungan, Satpol PP yang digelar setiap pagi sampai malam, ini akan semakin tertutup dengan pertumbuhan kendaraan. Artinya keberadaan kita boleh dikatakan hampir tidak mampu untuk menyelesaikan,” ucap Komarudin.
Untuk mengatasi persoalan, Pemprov Jakarta mengembangkan
Intelligent Traffic Control System
(ITCS) berbasis kecerdasan buatan (AI).
Sistem ini sudah diterapkan di 65 dari 321 persimpangan, dengan klaim mampu menurunkan waktu tunggu kendaraan hingga 20 persen.
ITCS juga terintegrasi dengan pengawasan pajak kendaraan dan emisi.
Selain itu, Pemprov bekerja sama dengan Polda Metro Jaya melalui program
Mandala Quick Response
, yang memanfaatkan 4.438 kamera CCTV berbasis
Geographic Information System
(GIS) untuk memantau lalu lintas secara
real-time
.
Rano menegaskan, penanganan kemacetan bukan hanya soal teknis lalu lintas, tetapi juga bagian dari strategi Jakarta menuju kota global.
(Reporter: Ruby Rachmadina | Editor: Larissa Huda)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.