Keracunan MBG di Sleman Positif Akibat Bakteri, Dinkes Usul Perombakan Sistem Dapur Yogyakarta 1 Oktober 2025

Keracunan MBG di Sleman Positif Akibat Bakteri, Dinkes Usul Perombakan Sistem Dapur
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        1 Oktober 2025

Keracunan MBG di Sleman Positif Akibat Bakteri, Dinkes Usul Perombakan Sistem Dapur
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com –
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sleman memastikan penyebab keracunan massal yang dialami sejumlah siswa di Kapanewon Mlati dan Kapanewon Berbah adalah akibat cemaran bakteri.
Merespons temuan ini, Dinkes Sleman langsung mengusulkan sejumlah perbaikan sistem keamanan pangan, termasuk penambahan tenaga ahli sanitasi di setiap dapur penyedia Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Belajar dari rentetan kasus tersebut, Dinkes Sleman kini mengambil langkah proaktif dengan mengusulkan sejumlah perbaikan sistem kepada pemerintah pusat.
Status Sleman sebagai kabupaten dengan kasus keracunan MBG terbanyak di DIY menjadikannya sebagai sampel evaluasi nasional.

“Kami hari Sabtu ada zoom dengan pusat, terus yang jadi sampel memang Sleman karena kasus keracunanya paling banyak diantara kabupaten/kota di DIY. Nah kemarin kami menyampaikan beberapa usulan,” ujar Khamidah.
Usulan utama yang paling ditekankan adalah penambahan tenaga ahli kesehatan lingkungan atau sanitarian di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Menurutnya, tenaga yang ada saat ini, yakni ahli gizi dan akuntan, belum cukup untuk menjamin keamanan pangan dari sisi kebersihan lingkungan.
“Kan petugasnya baru ada ahli gizi sama akuntan. Kami mengusulkan tambah satu lagi, sanitarian,” ungkapnya.
Khamidah menjelaskan, peran sanitarian sangat krusial untuk melakukan tindakan preventif. Mereka bertugas memeriksa seluruh aspek kebersihan dan kelayakan dapur sebelum beroperasi.
“Sebelum dapur itu berjalan itu air segala macam itu dicek laboratorium. Kesiapan dapurnya, lingkunganya di situ, itu harus dicek sama sanitarianya itu. Minimal airnya secara periodik dicek laboratorium,” urainya.
Sejalan dengan usulan tersebut, Dinkes juga merekomendasikan agar kualitas air di setiap dapur wajib diperiksa terlebih dahulu sebelum digunakan untuk memasak.
“Sebelum dapur beroperasi kami juga mengusulkan sebaiknya air diperiksa dulu. Supaya kalau misalnya dicroscek oh ternyata airnya baik, kalau misalnya sudah dipakai ini kan memakai air yang sudah diperiksakan,” ucapnya.
Terakhir, Dinkes Sleman kembali menyarankan agar seluruh SPPG segera memproses Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) untuk memiliki standar yang jelas dan terukur.
“Bahayanya kan dia belum punya layak sehatnya, kalau misalnya Kita mau menilai dia layak sehat atau tidak kan jadi nggak tahu. Ya kami menyarankan untuk itu (SLHS) diproses,” pungkasnya.
Kepastian penyebab keracunan didapat setelah hasil uji laboratorium terhadap sampel sisa makanan dan peralatan keluar.
“Hasil lab untuk yang (keracunan makanan di) Mlati dan Berbah hampir sama. Ada cemaran bakteri,” ujar dr. Khamidah Yuliati saat ditemui Kompas.com, Selasa (30/9/2025).
Untuk insiden di Kapanewon Berbah, hasil laboratorium menunjukkan adanya tiga jenis bakteri.
“(Hasil laboratorium) Ada
E. coli, Staphylococcus
sama
Bacillus
,” ungkapnya.
Sementara itu, hasil uji sampel dari kejadian di Kapanewon Mlati sebelumnya juga menunjukkan adanya cemaran bakteri
Escherichia coli, Clostridium species,
dan
Staphylococcus
.
Menurut Khamidah, jenis bakteri ini mengindikasikan sumber kontaminasi yang spesifik.
“Biasanya cemaran di air itu banyaknya itu,” tuturnya.
Dugaan bahwa air menjadi biang keladi semakin kuat setelah petugas juga memeriksa ompreng atau kotak makan yang digunakan siswa di Mlati.
Hasilnya, ditemukan bakteri
Escherichia coli
pada wadah tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.