Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Keputusan Polri Pecat Dirnarkoba Kombes Donald Simanjuntak Dinilai Tepat, Didukung Banyak Bukti – Halaman all

Keputusan Polri Pecat Dirnarkoba Kombes Donald Simanjuntak Dinilai Tepat, Didukung Banyak Bukti – Halaman all

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komisi III Fraksi PKB DPR RI Abdullah menyambut baik pemecatan Dirnarkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Donald Parlaungan Simanjuntak, yang terbukti melakukan pemerasan terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. 

Gus Abduh, sapaan akrabnya menilai putusan tersebut sudah tepat.

Ia mengapresiasi langkah tegas Polri dalam menangani kasus pemerasan terhadap penonton DWP yang berasal dari Malaysia. 

Sejak awal, dia mendesak Polri untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Menurut dia, pemecatan terhadap Donald sudah tepat, karena sudah didukung dengan sejumlah bukti. 

Sidang KKEP itu menghadirkan belasan saksi, baik yang meringankan maupun yang memberatkan.

“Jadi, pemecatan itu sudah didukung dengan banyak bukti. Itu merupakan langkah yang tepat,” kata Gus Abduh, kepada wartawan Kamis (2/1/2025).

Menurut legislator asal Dapil Jawa Tengah VI itu, Polri tidak mungkin sembarangan dalam memutuskan pemecatan kepada anggotanya. 

Keputusan itu pasti didasari pada bukti yang sangat kuat.

Apalagi, kata Gus Abduh, Donald merupakan atasan dari para polisi yang diduga melakukan pemerasan terhadap penonton DWP, dengan modus pemeriksaan tes narkoba. 

Tes narkoba sebenarnya merupakan hal yang baik, tapi akan menjadi tidak baik ketika disalahgunakan.

Gus Abduh menegaskan, setelah ini sidang etik harus dilanjutkan kepada para pelaku yang lain. 

Sidang tersebut juga harus dilakukan secara transparan. 

Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi, sehingga semua masyarakat mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi.

“Tidak timbul kecurigaan di tengah masyarakat. Sidang etik harus transparan. Masyarakat kita semakin cerdas dan kritis,” ucap Gus Abduh.

Selain itu, kata Gus Abduh, pelaksanaan sidang etik tidak boleh tebang pilih. 

Tidak boleh ada perlakukan berbeda atau istimewa terhadap para pelaku. 

Mereka harus mendapatkan perlakuan yang sama dalam sidang etik. 

Bekas Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald P. Simanjuntak dan ilustrasi sejumlah penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) asal Malaysia di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, (kolase)

Mereka yang terbukti melanggar etik harus dijatuhi sanksi.

Setelah sidang etik, para pelaku juga harus dijatuhi hukuman pidana. 

Tindak pindana pemerasan sudah diatur dalam Pasal 368 dan Pasal 36 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

Apalagi, uang hasil pemerasan itu cukup besar, mencapai Rp 2,5 miliar.

Gus Abduh menambahkan bahwa para pelaku bukan hanya mencoreng nama baik Polri, tapi sudah merusak citra Indonesia di mata dunia, karena yang mereka peras bukan warga Indonesia, tapi warga Malaysia.

“Masyarakat internasional akan menganggap bahwa Indonesia, khususnya polisi adalah tukang peras dan tidak bermoral. Padahal, pemerasan itu hanya dilakukan sejumlah oknum polisi, bukan Polri secara lembaga,” tandasnya.

Diberitakan sebelumnya, Direktur Reserse Narkoba (Dirresnarkoba) Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Hal ini disampaikan Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam, yang dilibatkan dalam sidang etik yang digelar Komisi Kode Etik Polri (KKEP), pada Selasa (31/12/2024) pukul 11.00 WIB siang hingga Rabu (1/1/2025) sekira pukul 04.00 WIB pagi.

Untuk diketahui, sidang etik ini digelar untuk tiga dari total 18 anggota polisi yang terlibat kasus dugaan pemerasan terhadap warga negara Malaysia, di konser musik Djakarta Warehouse Project (DWP), pada 13-15 Desember 2024.

Choirul Anam menyampaikan, tiga anggota polisi yang disidang lebih dulu, yakni Dirresnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak dan satu dari tiga Kasubdit Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, serta satu di antara beberapa Kanit Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.

“Sidang ini untuk tiga orang dengan putusan PTDH untuk Direktur Narkoba (Donald Parlaungan). Terus Kanit-nya juga di-PTDH,” ucap Anam, kepada Tribunnews.com, pada Rabu (1/1/2025) pagi.

Anam menjelaskan, dalam sidang etik tersebut, baik dua anggota yang divonis PTDH tersebut sempat mengajukan banding.

“Kedua orang tersebut yang di PTDH mengajukan banding,” katanya.

Namun, lanjutnya, hasil sidang etik yang ada berdasarkan keterangan dari belasan saksi yang dihadirkan, baik saksi memberatkan maupun meringankan sanksi bagi terduga pelaku dugaan pemerasan.

“Belasan saksi ini baik yang memberatkan maupun yang meringankan terduga. Dalam konteks pemeriksaan saksi, ini jadi lebih mendalam. Persitiwanya jadi lebih terang,” katanya.

“Sehingga majelis punya kesempatan untuk crosscheck ya untuk membandingkan mana yang faktual, mana yang jujur, mana yang sesuai kenyataan, mana yang tidak,” tambah Anam.

Selain itu, ia menyebut, dalam persidangan, majelis juga mendalami bukti-bukti yang ada, mulai dari alur perencanaan, pelaksanaan, dan pasca-kejadian.

Sementara itu, berbeda dengan sidang terhadap Dirresnarkoba dan Kanit Ditresnarkoba Polda Metro Jaya yang langsung diputus pada hari yang sama.

Anam mengatakan, sidang etik untuk Kasubdit Ditresnarkoba Polda Metro Jaya yang merupakan satu dari tiga anggota yang sidangkan lebih dulu ini di-skors hingga, Kamis (2/1/2025).

“Untuk Kasubdit belum, masih diskors hingga Kamis,” tutur Anam.

Sebelumnya, beredar informasi ada lebih 400 penonton DWP yang menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi dengan nilai mencapai 9 juta ringgit atau sekitar Rp32 miliar.

Penyelenggara DWP Ismaya Live membuat pernyataan terkait kabar kejadian pemalakan dan pemerasan yang terjadi.

“Kepada keluarga besar DWP kami yang luar biasa. Kami mendengar kekhawatiran Anda dan sangat menyesalkan tantangan dan frustrasi yang Anda alami,” tulis pernyataan resmi DWP di Instagram, Kamis (19/12/2024).

DWP komitmen akan bekerja sama dengan pihak berwenang dan pemerintah guna menyelidiki kasus ini secara menyeluruh.

“Kami secara aktif bekerja sama dengan pihak berwenang dan badan pemerintah untuk menyelidiki secara menyeluruh apa yang terjadi dan untuk memastikan langkah-langkah konkret diterapkan untuk mencegah insiden semacam itu terjadi lagi di masa depan,” lanjutnya.

Namun Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim meralat uang hasil pemerasan WN Malaysia oleh oknum Polisi di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.

Menurutnya dari hasil penyelidikan uang pemerasan yang dilakukan anggota Polri hanya sebesar Rp 2,5 miliar.

Perlu saya luruskan juga bahwa barang bukti yang telah kita amankan jumlahnya Rp 2,5 miliar. Jadi jangan sampai nanti seperti pemberitaan sebelumnya yang angkanya cukup besar,” ucap Abdul Karim di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).

Menurutnya, angka yang selama ini beredar tidak sesuai dengan fakta dari hasil yang didapatkan. 

“Kita melakukan investigasi ini ya selalu berkoordinasi dengan Kompolnas pihak eksternal. Jadi kita terbuka,” kata Kadiv Propam.

Pun demikian jumlah korban dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan.

Abdul Karim menyebut korban Warga Negara Malaysia dari penyelidikan dan identifikasi yang ditemukan sebanyak 45 orang. 

“Jadi jangan sampai ada yang jumlahnya cukup spektakuler. Jadi kita luruskan bahwa korban yang sudah kita datakan secara scientific dan hasil penyelidikan,” jelasnya.

Kadiv Propam menegaskan pimpinan Polri ini serius dalam penanganan apapun bentuknya terhadap terduga pelanggar yang dilakukan oleh anggota. 

Sejauh ini sudah ada dua korban yang melakukan pelaporan atau pendumasan ke Mabes Polri.

“Ya itu sudah kita terima di Divpropam Mabes Polri ini. Jadi ada dua orang pendumasnya. Tentunya pendumas ini kita jaga ya inisialnya.