TRIBUNNEWS.COM – Kepergian Juwita, seorang jurnalis muda asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dalam sebuah kasus tragis menyisakan duka mendalam bagi banyak pihak, termasuk mantan dosennya, MS Shiddiq.
Juwita tewas diduga dibunuh oknum TNI AL berinisial Kelasi Satu J.
Perempuan muda, yang dikenal sebagai sosok pemalu namun cerdas, tewas dalam insiden yang kini menjadi sorotan publik.
Sebagai akademisi yang pernah mengajar Juwita di Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin (Uniska MAB) sebelum berpindah ke Universitas Al Azhar Indonesia, Shiddiq mengenang mahasiswinya itu sebagai individu yang berdedikasi dan penuh empati.
“Juwita mungkin tampak pemalu di kelas, tapi ia memiliki kecerdasan dan ketekunan luar biasa. Ia juga tak ragu membantu teman-temannya yang kesulitan memahami materi kuliah,” ujar Shiddiq, Kamis (27/3/2025).
Juwita tidak hanya berprestasi di bidang akademik, tetapi juga menunjukkan bakatnya dalam dunia jurnalistik.
Sejak masih kuliah, ia aktif meliput berita dan beberapa kali meminta izin kepada dosennya untuk melakukan tugas liputan.
“Ia pernah meminta saran kepada saya tentang bagaimana menjadi wartawan yang baik. Dari berita-berita yang ia tulis, terlihat jelas bahwa ia punya passion di bidang ini,” tambahnya.
Namun, masa depan Juwita terhenti secara tragis.
Ia yang berencana menikah pada Mei dengan seorang anggota TNI AL justru kehilangan nyawanya dalam kasus yang kini memunculkan pertanyaan besar tentang perlindungan jurnalis di tengah risiko kekerasan yang semakin nyata.
Shiddiq menegaskan pentingnya transparansi dari TNI dalam menangani kasus ini.
“Tindakan kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman bagi kebebasan pers dan demokrasi. TNI harus memberikan respons yang tegas.”
“Memastikan investigasi berjalan menyeluruh, dan menghukum pelaku tanpa pandang bulu,” tegasnya.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).