Kenali Golden Hour Penanganan Strok untuk Cegah Tingkat Keparahan

Kenali Golden Hour Penanganan Strok untuk Cegah Tingkat Keparahan

Tangerang, Beritasatu.com – Strok masih menjadi salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di Indonesia. Namun, peluang pemulihan pasien dapat meningkat signifikan jika dilakukan deteksi dini dan tindakan medis segera.

Keterlambatan penanganan, bahkan hanya beberapa menit, dapat menyebabkan kerusakan jutaan sel otak yang berdampak pada gangguan fungsi tubuh permanen.

Dokter spesialis saraf dr Pricilla Yani Gunawan Siloam Hospital Lippo Village (SHLV) mengatakan, penanganan strok harus dilakukan secara cepat dan di fasilitas kesehatan yang memiliki peralatan lengkap, bukan dengan cara-cara tradisional yang tidak berdasar ilmiah.

“Masih banyak mitos yang beredar luas di masyarakat. Misalnya, jika seseorang mengalami gejala strok, jarinya ditusuk agar darah keluar supaya sumbatannya hilang. Itu sama sekali tidak benar dan tidak berdasarkan data ilmiah,” tegas dr Pricilla saat memperingati World Stroke Day 2025 di SHLV, Tangerang, Banten pada Rabu (29/10/2025).

Ia menjelaskan, strok merupakan kondisi darurat medis yang membutuhkan penanganan segera di rumah sakit, terutama yang telah berstatus stroke ready hospital.

“Kalau seseorang mulai menunjukkan gejala seperti bibir mencong atau tangan melemah, jangan menunggu. Segera bawa ke rumah sakit yang siap menangani strok,” ujarnya.

Menurut dr Pricilla, rumah sakit yang memiliki fasilitas penunjang seperti CT Scan sangat penting dalam menentukan tindakan medis yang tepat.

Sebaliknya, jika pasien dibawa terlebih dahulu ke klinik kecil, proses penanganan bisa tertunda karena pasien harus dirujuk kembali ke rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap.

“Kalau pasien harus berhenti di dua atau tiga tempat, waktu berharga bisa terbuang. Padahal ada masa emas penanganan strok, yaitu 4,5 jam pertama sejak serangan. Dalam waktu itu, kita masih bisa memberikan obat penghancur sumbatan darah agar otak tidak mengalami kerusakan lebih lanjut,” jelasnya.

Namun, lanjut dia bahwa pemberian obat tersebut hanya bisa dilakukan setelah dokter memastikan waktu pasti terjadinya serangan dan hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan pasien memenuhi kriteria.

“Kadang pasien atau keluarga tidak bisa memastikan kapan serangan terjadi, misalnya saat pasien bangun tidur dan tiba-tiba wajahnya sudah mencong. Dalam kasus seperti ini, kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut menggunakan MRI, karena hasilnya bisa memberikan gambaran yang lebih jelas dibandingkan CT Scan,” tuturnya.

dr Pricilla juga menambahkan bahwa banyak praktik yang justru dapat memperburuk kondisi pasien karena tidak memiliki dasar ilmiah.

“Ada yang menyarankan pasien dipijat, ditarik-tarik, atau dikompres dengan daun tertentu. Semua itu tidak membantu, malah bisa berbahaya. Penanganan terbaik tetap di rumah sakit yang memiliki tim dan peralatan lengkap,” tegasnya.

Sementara, Hospital Director SHLV dr Erick Prawira Suhardhi mengatakan, edukasi, deteksi dini, dan respons cepat merupakan kunci untuk menekan angka kematian serta kecacatan akibat strok.

“Kami tidak hanya berfokus pada penyembuhan, tetapi juga pada pencegahan dan peningkatan kualitas hidup pasien,” ucapnya.

SHVL merupakan salah satu layanan kesehatan yang sudah mendapat pengakuan stroke ready hospital. Jaringan rumah sakit tersebut memiliki layanan terpadu dengan teknologi modern untuk menangani kasus strok secara cepat dan efisien.

“Proses diagnosis dan tindakan medis dilakukan dalam waktu kurang dari 45 menit setelah pasien tiba di instalasi gawat darurat (IGD), mulai dari pemeriksaan CT Scan otak hingga pemberian obat trombolitik, bila pasien memenuhi kriteria,” ucapnya.

Komitmen itu telah mengantarkan rumah sakit di wilayah Tangerang tersebut penghargaan Diamond Award dari Angels Initiative, penghargaan internasional bergengsi bagi rumah sakit dengan standar penanganan strok terbaik di dunia.