Kementrian Lembaga: TVRI

  • Komisi VII DPR dorong ANTARA-RRI tingkatkan kreativitas pemberitaan

    Komisi VII DPR dorong ANTARA-RRI tingkatkan kreativitas pemberitaan

    Jakarta (ANTARA) – Komisi VII DPR RI mendorong agar lembaga penyiaran dan kantor berita, mulai dari LKBN ANTARA, LPP TVRI, dan LPP RRI, untuk meningkatkan kreativitas produk pemberitaan.

    Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia Chalim berharap lembaga milik negara itu mampu bersaing dengan lembaga pemberitaan lainnya dengan produk pemberitaan dan program yang kreatif dan diminati masyarakat.

    “Mengoptimalkan penggunaan anggaran tahun 2025 sesuai dengan program yang telah ditetapkan dalam rangka peningkatan kinerja lembaga dalam menjalankan tugas dan fungsinya,” kata Chusnunia saat membacakan kesimpulan rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

    Dia mengatakan ketiga lembaga tersebut juga perlu menyusun tantangan dan hambatan terkait pengembangan program dan peningkatan kualitas baik secara regulasi, birokrasi, maupun anggaran yang hasilnya diserahkan kepada Komisi VII DPR RI.

    Di samping itu, dia meminta agar ANTARA, TVRI, dan RRI untuk menindaklanjuti seluruh masukan dan saran yang disampaikan dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI tersebut.

    Adapun sejumlah masukan dari para legislator itu mulai dari usulan agar ketiga lembaga itu digabung menjadi satu guna menghindari program yang serupa. Selain itu, ada juga usulan agar lembaga-lembaga penyiaran itu bisa mencari pendapatan mandiri tanpa mengandalkan APBN.

    Menurut dia, Komisi VII DPR RI juga menerima penjelasan mengenai alokasi pagu anggaran LKBN ANTARA Tahun Anggaran 2025 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan, di mana target pendapatannya pada tahun 2025 sebesar Rp547,99 miliar.

    “Komisi VII DPR RI meminta LPP TVRI, LPP RRI, dan Perum LKBN ANTARA Untuk memberikan jawaban tertulis atas pertanyaan Pimpinan dan Anggota Komisi VII DPR RI dalam waktu paling lama lima hari,” kata dia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Guido Merung
    Copyright © ANTARA 2024

  • DPR minta ANTARA, TVRI, dan RRI tak memikirkan kompetisi dengan swasta

    DPR minta ANTARA, TVRI, dan RRI tak memikirkan kompetisi dengan swasta

    Rasanya kurang pas kalau memosisikan diri atau berkompetisi dengan tv swasta, radio swasta, ataupun dengan media ‘online’ (dalam jaringan), karena menurut saya tidak ‘apple to apple’ (sama, red.)

    Jakarta (ANTARA) – Komisi VII DPR RI meminta Perusahaan Umum Lembaga Kantor Berita Nasional (Perum LKBN) ANTARA, Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI), dan LPP Radio Republik Indonesia (RRI) untuk tidak memikirkan kompetisi dengan swasta dalam menjalankan tugasnya.

    “Rasanya kurang pas kalau memosisikan diri atau berkompetisi dengan tv swasta, radio swasta, ataupun dengan media online (dalam jaringan), karena menurut saya tidak apple to apple (sama, red.),” kata Anggota Komisi VII DPR RI Putra Nababan dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Menurut Putra, baik ANTARA, TVRI, dan RRI lebih baik berfokus pada tugas dan tanggung jawab masing-masing, yakni dampak dan pengaruh kontennya terhadap masyarakat Indonesia.

    “Saya tidak ingin mendengar rating, share-nya, programnya, tetapi apa yang sudah dibuat, ini ada tiga shaf (ANTARA, TVRI, dan RRI), terhadap masyarakat, konstituen, kesejahteraan, literasi, menekan tayangan pornografi, judi online, dan sebagainya. Itu lebih ke sana sebenarnya,” tuturnya.

    Oleh sebab itu, dia meminta ANTARA, TVRI, dan RRI untuk menjelaskan pengaruh konten yang sudah diproduksi terhadap masyarakat kepada Komisi VII DPR RI.

    “Terutama agar kami bisa memonitor di dapil (daerah pemilihan, red.) kami. Contohnya Jakarta Timur, tolong dong kasih, kirim ke saya kalau diizinkan oleh pimpinan, apa dampak dan pengaruh yang sudah dibikin di Jakarta Timur, Barat, Utara, dan Kepulauan Seribu,” ujarnya.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • Komisi VII DPR dorong ANTARA-RRI tingkatkan kreativitas pemberitaan

    Komisi VII DPR usulkan diskusi dengan Komisi I DPR bahas isu penyiaran

    Ini sangat berkaitan dengan TVRI, RRI, dan ANTARA

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengusulkan untuk berdiskusi dengan Komisi I DPR RI untuk membahas isu tentang penyiaran karena sejumlah lembaga penyiaran dan lembaga kantor berita merupakan mitra Komisi VII DPR RI.

    Jangan sampai, kata dia, isu-isu terkait penyiaran yang diputuskan oleh Komisi I DPR RI justru menimbulkan efek terhadap mitra kerja Komisi VII DPR. Adapun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran menjadi RUU Prioritas 2024 yang diusulkan oleh Komisi I DPR.

    “Ini sangat berkaitan dengan TVRI, RRI, dan ANTARA,” kata Rahayu saat rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

    Selain membahas RUU tentang Penyiaran, menurut dia, DPR juga perlu membahas RUU tentang Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI). Jika tidak, maka isu penyiaran tidak ada mengalami terobosan apa pun.

    “Saya rasa dari situ kita bisa melihat efisiensi dan memastikan adanya hasil kinerja yang baik, dan sikap kita ke depan,” ucap dia.

    Dia mengatakan bahwa lembaga penyiaran milik pemerintah Indonesia perlu melihat BBC (British Broadcasting Corporation) sebagai patokan model lembaga penyiaran nasional di Inggris.

    Untuk itu, menurut dia, keberadaan lembaga penyiaran harus tetap diunggulkan karena menjadi mampu menjadi brand atau jenama bagi sebuah negara.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • Komisi VII DPR usul ANTARA, TVRI dan RRI digabung jadi satu lembaga

    Komisi VII DPR usul ANTARA, TVRI dan RRI digabung jadi satu lembaga

    “Ketiga ini perlu digabung sehingga tidak ada redundant program. Apa yang dilakukan RRI tidak dilakukan TVRI, tapi sepanjang tak digabung maka akan ada redundant (pengulangan) program,”

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga mengusulkan agar Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI, dan LPP RRI, digabung menjadi satu lembaga.

    Menurut dia ketiga lembaga itu perlu digabung dan difungsikan menjadi satu fungsi sebagai lembaga penyiaran yang bisa mempunyai daya saing dengan lembaga penyiaran swasta.

    “Ketiga ini perlu digabung sehingga tidak ada redundant program. Apa yang dilakukan RRI tidak dilakukan TVRI, tapi sepanjang tak digabung maka akan ada redundansi (pengulangan) program,” kata Lamhot saat rapat dengar pendapat dengan ANTARA, TVRI, RRI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

    Dia menilai bahwa penggabungan tersebut perlu dibahas secara detil dalam rapat dengar pendapat selanjutnya. Menurut dia, portofolio ketiga lembaga tersebut juga perlu dikaji karena terdiri dari satu lembaga BUMN dan dua non BUMN.

    Jika berbicara mengenai pemberitaan soal kebangsaan, menurut dia, lembaga penyiaran swasta juga melakukannya. Bahkan dalam kunjungan-kunjungan Presiden, sering kali media yang dicari adalah media nonpemerintah.

    Maka dari itu, menurut dia, lembaga penyiaran milik pemerintah itu harus bisa kompetitif seperti yang dimiliki negara lain. Selain itu, dia mengusulkan lembaga penyiaran itu perlu diberi porsi untuk beroperasi secara komersil.

    “Porsinya harus diberi lebih besar ke arah lebih komersil, sehingga bisa lebih adaptif, diberi ruang komersil, sehingga bisa menutup operasional,” kata dia.

    Sementara itu, Direktur Perum LKBN ANTARA Akhmad Munir mengaku bakal mengikuti apapun yang nantinya bakal menjadi keputusan pemerintah, khususnya terkait penggabungan tiga lembaga itu.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Dirut ANTARA usul ke DPR agar koresponden luar negeri diperkuat lagi

    Dirut ANTARA usul ke DPR agar koresponden luar negeri diperkuat lagi

    “Selebihnya kami punya rencana tapi belum mampu secara korporasi membiayai sendiri, harapan kami pemerintah bisa mencari model bagaimana kami bisa memperkuat koresponden kami di luar negeri, seperti sebelum era Reformasi,”

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Akhmad Munir saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, mengusulkan agar koresponden luar negeri bisa kembali diperkuat seperti sebelum era reformasi, karena pengaruhnya saat itu sudah diakui.

    Ketika masih berada di bawah koordinasi Sekretariat Negara (Setneg) dan belum menjadi korporasi, dia mengatakan ANTARA memiliki 15 perwakilan di luar negeri. Namun sejak menjadi Perum (perusahaan umum), Kantor ANTARA untuk biro luar negeri menjadi “drop”.

    “Selebihnya kami punya rencana tapi belum mampu secara korporasi membiayai sendiri, harapan kami pemerintah bisa mencari model bagaimana kami bisa memperkuat koresponden kami di luar negeri, seperti sebelum era Reformasi,” kata Munir ketika memaparkan program kerja.

    Saat itu, dia mengatakan ANTARA memiliki koresponden atau perwakilan di negara-negara besar, mulai dari Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Portugal, Inggris, Australia, hingga Mesir. Namun saat ini, kata dia, hanya ada tiga perwakilan ANTARA di luar negeri, yaitu Malaysia, China, dan Jepang.

    Dia menjelaskan bahwa sejak berdiri pada tahun 1937, Kantor Berita ANTARA memproduksi berita teks, foto, video, hingga terus mengembangkan produk-produk jurnalistik kekinian untuk menyesuaikan kebutuhan publik di jaman yang sedang berkembang.

    Menurut dia, pewarta ANTARA tersebar di sekitar tiga per empat kabupaten/kota di Indonesia. Setiap tahunnya, ANTARA pun memproduksi sebanyak 250 ribu berita yang terdistribusi ke kanal-kanal kekinian.

    “Kami masuk ke lini-lini yang memang menjadi perilaku masyarakat dalam mengonsumsi informasi. Mungkin bapak-bapak sering melihat media digital kami, media robot kami, serta videotron kami di jalan, di Bogor, Jawa Barat, di rumah sakit, bandara, stasiun, itu bagian kanal kami kepada publik,” kata dia.

    Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI guna membahas program kerja Tahun Anggaran (TA) 2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

    Wakil Ketua Komisi VII DPR Chusnunia Chalim mengatakan bahwa Komisi VII DPR RI memiliki ruang lingkup yang membidangi perindustrian, UMKM, ekonomi kreatif, pariwisata, dan sarana publikasi.

    Selain dengan LKBN ANTARA, RDP tersebut juga mengundang Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan LPP Radio Republik Indonesia.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2024

  • Tantangan dan Peluang Pengembangan Teknologi AI di Indonesia, Seperti Apa? – Page 3

    Tantangan dan Peluang Pengembangan Teknologi AI di Indonesia, Seperti Apa? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Teknologi kecerdasan buatan atau akrab disebut AI semakin menjadi katalisator utama dalam transformasi digital di berbagai sektor, termasuk penyiaran dan ekonomi kreatif. 

    Dalam seminar bertajuk  “Transformasi Digital Indonesia Menuju Visi Besar Indonesia Emas 2045”, berbagai peluang dan tantangan AI di Indonesia dibahas secara mendalam oleh para ahli dan praktisi industri, Kamis (28/11/2024).

    Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno menyoroti bagaimana AI membantu dunia penyiaran, khususnya dalam proses rekontruksi konten sejarah. 

    “Kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang berpengaruh di masa lalu, tetapi tidak memiliki dokumentasi, kini bisa diilustrasikan kembali dengan bantuan AI. TVRI bahkan sudah menggunakan teknologi ini untuk membuat video dokumenter dan reka ulang” ungkapnya.

    Kendati demikian, Iman juga mencatat tantangan besar bagi Indonesia dalam memahami dan mengadopsi teknologi AI.

    “Pemahaman teknologi AI dari negara luar tentang negara Timur sangat terbatas, karena data yang mereka miliki tidak komplit.” Jelas Iman Brotoseno.

    Indonesia sampai saat ini juga masih berperan sebagai konsumen dari teknologi AI yang dikembangkan negara maju.

    AI kini juga dianggap sebagai tolok ukur dominasi global di dunia. Dalam konteks ini, Indonesia harus siap bersaing di tengah dinamika ekonomi digital, yang diperkirakan akan mengalami perlambatan pada 20230.

    “Kita tidak bisa menolak kemajuan zaman, AI harus disikapi dengan bijak dan dinikmati sebagai bagian dari kemajuan teknologi. Bagi industri kreatif, terutama konten, ini menjadi peluang besar, meski ada tantangan monopoli di industri besar,” tuturnya menambahkan. 

    Seminar ini juga menampilkan peluncuran buku ‘Memahami AI Sebuah Panduan Etik’ karya Agus Sudibyo, yang membahas pentingnya etika dalam pengembangan dan pemanfaatan teknologi AI.

    Buku ini diharapkan menjadi panduan bagi masyarakat serta industri dalam memahami sisi etis dari kemajuan teknologi, terutama kecerdasan buatan.

    Selain Iman Brotoseno, acara ini dihadiri oleh sejumlah pembicara, termasuk Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria, Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko, serta Ketua Kagama AI Ajar Edi.

    Diskusi ini menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat untuk memastikan AI benar-benar menjadi pendorong transformasi digital menuju Indonesia Emas 2045.

  • Global Berlomba Kembangkan AI, Wamenkomdigi: Seperti Persaingan Bikin Nuklir

    Global Berlomba Kembangkan AI, Wamenkomdigi: Seperti Persaingan Bikin Nuklir

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyebut negara-negara global tengah berlomba mengembangkan kecerdasan buatan (AI). Mirip dengan perlombaan pembuatan senjata nuklir saat perang dingin atau Cold War

    Cold War sendiri adalah periode ketegangan politik dan militer yang terjadi antara Dunia Barat dan Dunia Komunis setelah Perang Dunia II. Pada saat itu, negara-negara global membangun nuklir untuk memperkuat posisi.

    “Sekarang AI itu mirip kayak perlombaan menciptakan senjata nuklir pada waktu cold war. Hampir mirip,” kata Nezar dalam Seminar dan Launching Buku Kagama AI di Jakarta, Kamis (28/11/2024).

    Tidak hanya soal perlombaan senjata nuklir, Nezar menjelaskan perkembangan AI juga berkesinambungan dengan regulasi yang ada di sebuah negara.

    Nezar menyebut jika terdapat regulasi tentang AI sudah diadopsi oleh masyarakat global, maka pembuat regulasi tersebut akan menjadi pemain dominan yang besar.

    “Itu yang terjadi pada waktu penyusunan undang-undang soal nuklir misalnya,” ujarnya.

    Nezar menuturkan hal tersebut pernah terjadi dengan undang-undang ruang angkasa. Dimana dalam undang-undang tersebut terdapat beberapa syarat untuk meluncurkan sesuatu ke ruang angkasa.

    Salah satunya adalah soal teknologi yang digunakan dan sejumlah aturan-aturan yang dibuat secara global sebelum meluncurkan sesuatu ke ruang angkasa.

    “Nah jadi ada undang-undang itu. Nah AI sekarang ini menjadi satu wilayah bagaimana diperdebatkan di tingkat global. Apa itu yang disebut dengan responsibly AI,” ucapnya.

    Adapun, pada hari ini Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) melalui Komunitas Kagama Artificial Intelligence atau Kagam AI meluncurkan buku tentang AI, Kamis (28/11/2024).

    Buku tersebut berjudul Memahami AI Sebuah Panduan Etik yang ditulis langsung oleh Agus Sudibyo yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas LPP TVRI.

    Dalam sambutannya, Agus menyebut pentingnya dualitas sikap dalam menghadapi AI. Dua sikap tersebut adalah optimistis sekaligus skeptis dan bersukacita sekaligus waspada.

    “AI suatu teknologi hari ini yang disambut begitu gegap gempita. Euforia terhadap AI seharusnya dibarengi dengan sikap waspada,” ucapnya.

  • Melihat Perjalanan Televisi di Indonesia, dari Analog ke Digital

    Melihat Perjalanan Televisi di Indonesia, dari Analog ke Digital

    Liputan6.com, Yogyakarta – Televisi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak lebih dari setengah abad yang lalu. Melansir dari kemenparekraf.go.id (19/11), awal mula sejarah pertelevisian Indonesia ditandai dengan lahirnya TVRI pada 1962, bertepatan dengan persiapan Asian Games di Jakarta.

    Mengutip dari berbagai sumber, TVRI hadir sebagai pelopor siaran televisi nasional dengan misi menyebarkan informasi dan memperkenalkan kebudayaan Indonesia. Di masa-masa awal, hanya segelintir masyarakat yang beruntung memiliki pesawat televisi dan bisa menikmati siaran TVRI.

    Program televisi di era awal didominasi oleh acara berita, pendidikan, dan hiburan sederhana yang mencerminkan semangat pembangunan bangsa. Siaran televisi saat itu masih terbatas pada beberapa jam sehari, biasanya dimulai sore hari dan berakhir menjelang tengah malam.

    Tahun 1980-an menjadi titik balik dunia pertelevisian Indonesia dengan hadirnya televisi swasta pertama, RCTI. Kemunculan RCTI segera diikuti oleh stasiun televisi swasta lainnya seperti SCTV dan TPI, yang membawa angin segar dalam dunia penyiaran nasional.

    Stasiun televisi swasta membawa perubahan besar dalam ragam program yang ditayangkan ke rumah-rumah pemirsa. Acara-acara hiburan seperti sinetron, kuis, dan variety show mulai bermunculan dan mendapat sambutan hangat dari masyarakat.

    Memasuki era 1990-an, teknologi pertelevisian mengalami kemajuan pesat dengan diperkenalkannya sistem digital. Kualitas gambar dan suara menjadi jauh lebih baik, memberikan pengalaman menonton yang lebih memuaskan bagi pemirsa.

    Televisi berbayar mulai masuk ke Indonesia, menawarkan pilihan program yang lebih beragam dari seluruh dunia. Masyarakat bisa menikmati saluran-saluran internasional dan program-program eksklusif melalui berlangganan televisi kabel atau satelit.

    Era 2000-an membawa revolusi baru dengan hadirnya teknologi High Definition (HD) yang menawarkan kejernihan gambar luar biasa. Siaran langsung berbagai acara penting menjadi lebih mudah dan berkualitas berkat kemajuan teknologi digital.

    Perkembangan internet turut mempengaruhi cara masyarakat menikmati tayangan televisi di era modern. Platform streaming dan televisi berbasis internet mulai bermunculan, memberikan fleksibilitas bagi penonton untuk menikmati program favorit mereka.

     

    Penulis: Ade Yofi Faidzun

  • Sosok Reza Artamevia Terseret Penipuan Berlian Palsu, Ibu Aaliyah Massaid Tak Terima, Lapor Balik

    Sosok Reza Artamevia Terseret Penipuan Berlian Palsu, Ibu Aaliyah Massaid Tak Terima, Lapor Balik

    TRIBUNJATIM.COM – Reza Artamevia belakangan menjadi sorotan setelah dilaporkan ke polisi oleh sosok IM.

    Dalam laporan itu, IM mencurigai penipuan berlian palsu yang dilakukan sang artis.

    Tak tanggung-tanggung, korban Reza Artamevia ini mengaku merugi hingga Rp18,5 miliar.

    Namun, di sisi lain, ibu Aaliyah Massaid ini membantah tudingan itu dan balik melaporkan IM.

    Lantas, seperti apa klarifikasi dan sosok Reza Artamevia ini?

    Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunJatim.com

    Tak lama setelah berita soal dirinya dilaporkan di Polda Metro Jaya terkait dugaan penipuan berlian senilai Rp18.5 miliar, Reza Artamevia sambangi Bareskrim Polri, Jumat (15/11/2024).

    Rupanya Reza Artamevia sudah lama bermasalah dengan pelapor berinisial IM yang membuat laporan di Polda Metro Jaya.

    Ia mengatakan bahwa dirinya sudah lebih dulu membuat aduan ke Bareskrim Mabes Polri pada 6 November 2024, dan hari ini dimintai keterangan lanjutan.

    “Saya udah melakukan pengaduan ini sejak tanggal 6 November. Panggilan untuk memberikan laporan (yang dilakukan) hari ini tadi,” ucap Reza Artamevia.

    “Harusnya saya dimintai keterangan sebagai korban, itu harusnya hari Selasa, 19 November, nanti, tapi karena kuasa hukum saya enggak bisa, jadi dipercepat,” lanjutnya.

    Reza Artamevia mengatakan, sejak awal tak mau masalah ini jadi perbincangan terlalu besar, bahkan sampai ke ranah hukum.

    Namun karena tidak ada itikad baik dari pihak terlapor terkait uang penjualan berlian, Reza Artamevia pun memilih untuk menyerahkan urusannya ke pihak berwajib.

    “Saya pribadi sebetulnya enggak mau ramai-ramai yaa, pengin menemukan titik terang yang baik,” ungkapnya.

    “Tapi karena mereka menyampaikan berita seperti itu tentang saya, tentunya saya merasa lebih baik, ya udah kita serahkan aja ke pihak yang berwajib,” lanjut Reza Artamevia.

    Ia sendiri mengakui bahwa dirinya adalah korban, bukan terduga pelaku.

    “Saya mencoba untuk menjelaskan berita yang sedang ramai. Intinya saya punya berlian senilai Rp150 miliar itu ada di pihak mereka,” kata Reza Artamevia.

    Reza Artamevia mengakui, pihak IM hanya baru mengembalikan uang penjualan berlian sebesar Rp18,5 miliar dari total yang diberikan Rp150 miliar.

    “Saya punya surat perjanjian jual beli di notaris, ini asli ya,” ucap wanita berusia 49 tahun tersebut.

    Penyanyi Reza Artamevia kembali tersandung kasus hukum, dia dilaporkan seseorang atas dugaan penipuan berlian senilai Rp 18,5 miliar (Warta Kota/Arie Puji Waluyo)

    Ibunda dari Aaliyah Massaid dan Zahwa Massaid ini mengatakan, sudah melaporkan IM lebih dulu ke Mabes Polri.

    Namun laporannya belum diteruskan, hingga akhirnya ia juga dilaporkan IM ke Polda Metro Jaya.

    “Kami sudah menyerahkan juga bukti-buktinya (ke polisi).”

    “Tanggalnya enggak usah kita bahas, sudah diperiksa bersama, kemudian mereka baru menyerahkan ke kita Rp18.5 M,” jelas dia.

    Mantan istri mendiang Adjie Massaid ini menyebut, pihak IM baru memberikan Rp 18,5 miliar beberapa bulan lalu.

    Sisanya, ia tunggu sejak Agustus 2024 sampai sekarang, tak kunjung dikembalikan.

    “Saya tunggu, mereka sudah menandatangani surat perjanjian tadi itu, bersama juga dengan saya.”

    “Kami menunggu terus sampai akhirnya di tanggal 7 Oktober, barulah berkembang berita seperti yang kalian denger, bahwa Reza ya segala macam ya,” terangnya.

    Selama dua bulan ini, Reza Artamevia sudah sering meminta kepada IM untuk membayar pelunasannya.

    Akan tetapi, menurut Reza Artamevia, pihak lawan tidak melunasinya dan kemudian lapor polisi.

    “Mereka bilang, ‘Iya nih, ada kendala urusan bank’. Nah, itu tidak juga (dibayar) jadi kita masih menunggu dan berharap.”

    “Sampai akhirnya berujung ke (berita) yang sampai ke kalian,” pungkas Reza Artamevia.

    Sosok Reza Artamevia

    Penyanyi R&B Reza Artamevia lahir di Jkarta, 29 Mei 1975 dengan nama lengkap Reza Artamevia Adriana Eka Suci.

    Reza lahir di lingkungan keluarga dengan darah seni yang kental.

    Kakeknya memiliki sanggar tari, sementara ibunya merupakan seorang penari professional yang pernah tampil di istana negara di era Presiden Soekarno hingga Presiden Soeharto.

    Ayah Reza Artamevia bernama Adang Surachman Rachmat dan ibunya adalah Endang Sri Wahyuni.

    Reza Artamevia merupakan lulusan Universitas Pancasila.

    Reza Artamevia menikah dengan Adjie Massaid pada 9 Februari 1999.

    Dari pernikahan tersebut, mereka memiliki dua orang putri bernama  Zahwa Rezi Massaid dan Aaliyah Annisa Jeffar Massaid.

    Pada tahun 2005, tepatnya 17 Januari, Reza dan Adjie resmi bercerai di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

    Selama proses perceraiannya dengan Adjie Massaid, Reza dikabarkan menghilang dan meinggalkan kedua putrinya.

    Belakangan diketahui, Reza memilih untuk mendalami agama bersama Elma Theana di padepokan Gatot Brajamusti alias Aa Gatot di Sukabumi, Jawa Barat.

    Hal tersebut semakin melebar, dan beredar kabar bahwa Reza memiliki hubungan khusus dengan Aa Gatot. 

    Bakat bernyanyi yang dimiliki oleh Reza Artamevia sudah terlihat sejak ia berusia 4 tahun.

    Ibunya pun mengasah bakat Reza dengan mengajarinya bernyanyi dengan perasaan.

    Saat duduk di bangku SD, Reza pun berhasil menjuarai berbagai kejuaraan menyanyi salah satunya Lomba Lagu Anak-anak TVRI 1985. 

    Saat duduk di bangku SMP, Reza pun mencurahkan hobi dan bakatnya ini dengan membentuk band. Bahkan hingga kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila, Reza tetap konsisten bernyanyi. Ia pun terpilih sebagai penyanyi latar grup band Dewa 19.

    Kemudian Reza diorbitkan menjadi penyanyi solo oleh Ahmad Dhani.

    Album pertamanya yang bertajuk Kaeajaiban (1997) laris dan membuat nama Reza Artamevia semakin dikenal.

    Bahkan lagu Pertama dan Satu Yang Tak Bisa Lepas, mengantarkan dirinya meraih gelar Best Female Artist di MTV Video Music Awards 1998. (2)

    Hits ‘Pertama’ menduduki posisi pertama di tangga lagu Indonesia.

    Berkat hal itu, Reza didapuk sebagai Penyanyi Penyanyi solo terbaik kategori R&B, Lagu terbaik kategori R&B, dan Pendatang Baru Terbaik Kategori Umum, dari Anugerah Musik Indonesia

    Pada tahun 2000, Reza kembali merilis album berjudul Keajaiban.

    Ia menggandeng penyanyi solo asal Jepang Masaki Ueda dalam 3 lagu,.

    Ia juga me-recycle lagu Dewa 19 berjudul ‘Cinta Kan Membawamu Kambali’, dan lagu berjudul ‘Aku Wanita’ juga hits di pasaran.

    Pada tahun 2003, Reza merilis album ketiganya dengan proses produksi sendiri, karena Ahmad Dhani tengah sibuk.

    Album yang diberi jduul Keyakinan itu memiliki sejumlah hits andalan, yakni Cinta Kita, Berharap Tak Berpisah, Putus, dan Apapun Kau Mau.

    Tahun 2008 Reza Artamevia mendapatkan kehormatan menyanyikan theme song ajang Asian Beach Games 2008 yang bertajuk Inspire the World.

    Satu tahun setelahnya, Reza kembali merilis album baru selang 7 tahun dari album terakhirnya.

    Album yang bertajuk The Voicer itu juga berisi single-single terbaik Reza dengan dua lagu baru berjudul Ketulusan dan Tidakkah Kau Lihat. (1)

    Di tahun 2019, lagu Reza yang berudul ‘Berharap Tak Berpisah’ yang sempat hits di tahun 2003 kembali bergaung di mana-mana.

    Lagu ini awalnya kerap diputar di daerah Jakarta Selatan dengan berbagai aransemen baru mengikuti musik yang sedang tren di 2019.

    Setelahnya bahkan lahir tanda pagar #izinkanakuchallenge yang ramai di sosial media.

    Penggalan lirik “Izinkan aku untuk terakhir kalinya,” tersebut merupakan bagian dari lagu yang dinyanyikan Reza Artamevia yang dirilis pada 2002.

    Lagu tersebut ditulis oleh Denny Chasmala dan masuk dalam album ‘Keyakinan’. 

    —– 

    Berita Jatim dan berita viral lainnya.

  • Hasil Debat Pilgub Jakarta, Ini Analisis Pengamat Saidiman Ahmad

    Hasil Debat Pilgub Jakarta, Ini Analisis Pengamat Saidiman Ahmad

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Debat terakhir untuk Pilgub Jakarta telah dilaksanakan pada Minggu (17/11). Meski sudah berakhir, namun hasil debat masih menjadi perbincangan menarik terutama dari para pengamat politik.

    Salah satunya datang dari pengamat politik, Saidiman Ahmad. Dia mengaku mengikuti debat terakhir pemilihan gubernur Jakarta dari studio 2 TVRI. Rupanya, Saidiman sengaja diminta TVRI menemani Suryono Herlambang, peneliti Centropolis dan pengajar Untar, dan Monica Kumalasari, pakar gestur dan mikroekspresi, untuk membahas seputar substansi dan jalannya debat.

    “Penjelasan Monica Kumalasari mencuri perhatian saya. Dalam debat ini, menurut pengamatannya, Ridwan Kamil menunjukkan ekspresi anger (marah) yang kemudian disusul dengan ekspresi fear (takut),” kata Saidiman dikutip dari akun X miliknya.

    “Sementara Pramono Anung lebih menunjukkan ekspresi superior. Ada pun Dharma Pongrekun, dia lebih banyak menunjukkan ekspresi netral atau nothing to lose. Kesimpulan ini diambil dari pengamatan pada mikroekspresi yang ditunjukkan melalui pergerakan otot-otot wajah para calon,” tambahnya.

    Di sela-sela acara, dia mengaku bertanya apakah mungkin orang bisa menyembunyikan ekspresinya atau menunjukkan ekspresi palsu? Dia jawab tidak bisa, karena mikroekspresi justru menunjukkan sesuatu di balik yang terlihat atau coba diperlihatkan.

    Saidiman Ahmad mengaku sama sekali kosong pengetahuan tentang ilmu mikroekspresi ini. Namun yang menarik adalah bahwa kesimpulan Monica Kumalasari mirip dengan apa yang saya amati sepanjang debat. Ridwan Kamil sejak awal melancarkan kritik yang mendasar soal Jakarta. Dalam setiap kesempatan bicara, dia selalu mengulang frase “ketidakadilan,” terutama ketidakadilan tata ruang.