Kementrian Lembaga: TNI

  • Ferry Irwandi Disentil Jangan Jadikan Bencana Ladang Sensasi dan Fitnah

    Ferry Irwandi Disentil Jangan Jadikan Bencana Ladang Sensasi dan Fitnah

    GELORA.CO -Koordinator Nasional Kawan Indonesia, Arif Darmawan, melontarkan kecaman keras terhadap konten yang disebarkan oleh konten kreator Ferry Irwandi terkait bencana di sejumlah wilayah Sumatera. 

    Pernyataan Ferry yang menyebut adanya dugaan pemerkosaan di lokasi bencana serta tudingan bahwa negara tidak hadir dinilai sebagai bentuk provokasi berbahaya, tidak bertanggung jawab, dan berpotensi merusak stabilitas sosial masyarakat terdampak.

    Arif menegaskan, narasi yang disampaikan Ferry bukan hanya menyesatkan, tetapi juga memperlihatkan sikap tidak berperikemanusiaan karena mengeksploitasi penderitaan korban demi kepentingan konten.

    “Apa yang dinyatakan Ferry Irwandi ini sudah keterlaluan. Mengangkat isu pemerkosaan tanpa data resmi, lalu menyebarkannya ke publik di tengah situasi darurat bencana, itu bukan empati, itu adalah kebiadaban moral. Ini bisa memicu kepanikan, trauma baru, bahkan stigma terhadap korban,” tegas Arif dalam pesan elektronik kepada RMOL di Jakarta, Minggu, 7 Desember 2025.

    Ia menilai, informasi yang hanya bersumber dari cerita sepihak atau voice note tidak terverifikasi adalah bentuk pembodohan publik dan mencederai etika bermedia.

    “Kalau benar ada tindak kejahatan, laporkan ke aparat penegak hukum. Bukan malah digoreng di media sosial untuk membangun drama dan sensasi. Ini menyangkut harkat dan martabat korban, bukan bahan konten murahan,” katanya.

    Arif juga mengecam keras tudingan Ferry yang menyebut negara tidak hadir dalam penanganan bencana. Menurutnya, pernyataan tersebut adalah fitnah yang mengabaikan kerja nyata negara di lapangan.

    “Ini tuduhan keji. Negara hadir melalui BNPB, TNI, Polri, BGN, pemerintah daerah, tenaga medis, dan ribuan relawan. Menutup mata dari kerja-kerja kemanusiaan itu lalu menyebar narasi ‘negara absen’ menunjukkan ada agenda lain di balik konten tersebut,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Arif menilai narasi Ferry sarat dengan muatan politisasi dan diduga kuat bertujuan menggiring opini publik di tengah situasi duka.

    “Bencana bukan panggung politik, bukan pula alat pencitraan. Jika tragedi kemanusiaan terus dieksploitasi seperti ini, maka yang dihancurkan bukan hanya psikologis korban, tetapi juga kepercayaan publik terhadap negara,” tegasnya.

    Arif pun meminta agar aparat penegak hukum tidak tinggal diam terhadap penyebaran informasi yang berpotensi menimbulkan kegaduhan nasional.

    “Jika pernyataan Ferry terbukti tidak berbasis fakta, kami mendorong aparat bertindak tegas. Kebebasan berekspresi tidak boleh dijadikan tameng untuk menyebar fitnah, kepanikan, dan kebencian,” pungkasnya. 

  • Sentilan Prabowo untuk Bupati Aceh Selatan yang Umrah di Tengah Bencana

    Sentilan Prabowo untuk Bupati Aceh Selatan yang Umrah di Tengah Bencana

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto menyentil Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang pergi umrah tanpa izin saat wilayahnya terdampak bencana. Tak tanggung-tanggung, Prabowo meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memproses Mirwan.

    Dirangkum detikcom, Senin (8/12/2025), Mirwan MS berangkat umrah bersama keluarga di tengah bencana melanda daerahnya. Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem pun marah besar.

    “Sudah tidak saya teken, walaupun Mendagri yang teken ya sudah itu terserah sama dia. Kami tidak teken untuk sementara waktu jangan pergi, dia pergi juga, terserah,” katanya dengan nada tinggi di Lanud Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, dilansir detikSumut, Jumat (5/12).

    Mirwan Dipecat dari Ketua DPC Gerindra

    Tak lama kemudian, Gerindra mengambil langkah terhadap Mirwan yang merupakan kadernya. Sekjen Gerindra Sugiono menegaskan partai memecat Mirwan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan.

    “Tadi saya dilaporkan mengenai bupati Aceh Selatan yang juga merupakan Ketua DPC Gerindra Kabupaten Aceh Selatan. Sangat disayangkan sikap dan kepemimpinan yang bersangkutan,” kata Sugiono kepada wartawan, Jumat (5/12).

    “Oleh karena itu DPP Gerindra memutuskan untuk memberhentikan yang bersangkutan sebagai Ketua DPC Gerindra Aceh Selatan,” ujarnya.

    Prabowo Sentil Mirwan

    Perihal itu pun ternyata menuai reaksi Prabowo. Prabowo menyentil Mirwan berangkat umrah saat wilayah tengah dilanda banjir.

    Hal tersebut disampaikan Prabowo dalam ratas percepatan penanganan bencana di Sumatera, Minggu (7/12). Dalam ratas ini hadir menteri di jajaran Kabinet Merah Putih.

    Menteri yang hadir itu di antaranya Menko PMK Pratikno, Mensesneg Prasetyo Hadi, Menlu Sugiono, Menhan Sjafrie Sjamsoeddin, Mensos Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri PKP Maruarar Sirait, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri PU Dody Hanggodo, Mendagri Tito Karnavian, Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Seskab Teddy Indra Wijaya.

    Hadir pula Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, KSAD TNI Jenderal Maruli Simanjuntak, KSAL TNI Laksamana Muhammad Ali, KSAU TNI Marsekal Tonny Harjono, Kepala BNPB Letjen Suharyanto, Dirut PLN Darmawan Prasodjo.

    Prabowo mulanya menyapa para bupati di daerah yang terdampak bencana di Sumatera. Prabowo menyemangati para kepala daerah untuk terus berjuang demi rakyat.

    “Hadir semua bupati, terima kasih ya para bupati kalian yang terus berjuang untuk rakyat memang kalian dipilih untuk menghadapi kesulitan,” kata Prabowo saat menyapa para bupati yang hadir secara virtual.

    Prabowo lalu menyinggung Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang ‘lari’ saat bencana melanda wilayah Aceh Selatan. Prabowo meminta Tito Karnavian memproses Mirwan.

    “Kalau yang mau lari lari aja nggak apa-apa , dicopot Mendagri bisa ya diproses,” ujar Prabowo.

    “Itu kalau tentara namanya desersi itu dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah aduh itu tidak bisa tuh sorry tuh, saya nggak mau tanya partai mana,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/zap)

  • TNI Kirim 10 Mobil Pemurni Air untuk Bantu Penuhi Kebutuhan Air Bersih Warga di Pengungsian
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Desember 2025

    TNI Kirim 10 Mobil Pemurni Air untuk Bantu Penuhi Kebutuhan Air Bersih Warga di Pengungsian Nasional 8 Desember 2025

    TNI Kirim 10 Mobil Pemurni Air untuk Bantu Penuhi Kebutuhan Air Bersih Warga di Pengungsian
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – TNI mengerahkan 10 kendaraan reverse osmosis (RO) untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga di terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
    “Di tiga provinsi ini, kami melihat sangat dibutuhkan air bersih. Sehingga dalam hal ini
    TNI
    telah mengerahkan 10 unit mobil RO yang tergelar di tiga provinsi,” kata Wakil Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen TNI Osmar Silalahi, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (7/12/2025), melansir
    Antara
    .
    Ia menjelaskan, tujuh unit mobil RO ditempatkan di Aceh, sementara dua lainnya di Sumatera Barat, dan satu di Sumatera Utara.
    Pengerahan ini dilakukan setelah pimpinan TNI mengecek langsung lokasi bencana dan mendengarkan kebutuhan masyarakat di tempat pengungsian.
    “Kami melihat secara langsung bahwasannya kehadiran mobil RO ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Mereka dapat mengambil air minum di mobil RO tersebut, kemudian dapat mengonsumsinya secara langsung, ini sangat membantu,” ujarnya.

    Selain mobil RO, para
    pengungsi
    juga membutuhkan makanan siap santap. Oleh karenanya, TNI membangun dapur umum dan mengoperasikan 30 dapur lapangan di lokasi pengungsian.
    Dapur lapangan ini tidak hanya bermanfaat bagi masyarakat terdampak bencana, namun juga turut membantu kebutuhan makanan siap santap bagi petugas dan relawan dari berbagai instansi yang melakukan operasi kemanusiaan di lokasi bencana.
    “(Dapur lapangan ini) sangat membantu masyarakat maupun petugas-petugas yang melaksanakan operasi kemanusiaan ini,” tutur dia.
    Ia menambahkan pos kesehatan juga mendapat perhatian khusus dari jajaran pimpinan TNI yang memerintahkan didirikannya 6 pos kesehatan di Aceh, 11 pos kesehatan di Sumatera Utara, dan 16 pos kesehatan di Sumatera Barat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • TNI AL kerahkan 14 KRI dan ribuan prajurit dalam operasi penanganan serta bantuan bencana alam di Sumatera

    TNI AL kerahkan 14 KRI dan ribuan prajurit dalam operasi penanganan serta bantuan bencana alam di Sumatera

    Minggu, 7 Desember 2025 16:49 WIB

    Prajurit Marinir TNI AL mengeluarkan perahu karet dari KRI dr Soeharso-990 saat tiba di Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara, Aceh, Minggu (7/12/2025). KRI dr Soeharso tiba di Aceh setelah berlayar selama tujuh hari dan merupakan bagian dari pengerahan TNI AL dalam operasi pendistribusian, penanganan, dan bantuan bencana alam di Sumatera yang melibatkan 14 KRI, 3.752 prajurit, lima helikopter, dan dua pesawat cassa. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.

    KRI dr Soeharso-990 TNI AL bersandar di Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara, Aceh, Minggu (7/12/2025). KRI dr Soeharso tiba di Aceh setelah berlayar selama tujuh hari dan merupakan bagian dari pengerahan TNI AL dalam operasi pendistribusian, penanganan, dan bantuan bencana alam di Sumatera yang melibatkan 14 KRI, 3.752 prajurit, lima helikopter, dan dua pesawat cassa. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.

    Prajurit Yonkes 1 Marinir TNI AL menyiapkan kasur dan alat medis di KRI dr Soeharso-990 saat tiba di Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara, Aceh, Minggu (7/12/2025). KRI dr Soeharso tiba di Aceh setelah berlayar selama tujuh hari dan merupakan bagian dari pengerahan TNI AL dalam operasi pendistribusian, penanganan, dan bantuan bencana alam di Sumatera yang melibatkan 14 KRI, 3.752 prajurit, lima helikopter, dan dua pesawat cassa. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Prabowo dan Makna 2 Kali Kunjungi Rakyat Aceh

    Prabowo dan Makna 2 Kali Kunjungi Rakyat Aceh

    Jakarta, Beritasatu.com – Dalam dua pekan terakhir, Presiden Prabowo Subianto sudah menginjakkan kakinya dua kali di Aceh. Kunjungan pertama Prabowo di Serambi Makkah itu terjadi pada Selasa (25/12/2025) dan kedua pada Minggu (7/12/2025).

    Kunjungan kedua itu bukan sekadar meninjau kerusakan wilayah yang terdampak banjir bandang dan longsor, khususnya di Bireuen, Aceh, tetapi melihat secara langsung progres penanganan bencana.

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan alasan Prabowo dua kali mengunjungi Aceh. Ia mengaku, Aceh merupakan salah satu provinsi dengan kabupaten yang paling banyak terdampak bencana banjir Sumatera.

    Menurut Pras, panggilan akrab Prasetyo, presiden juga memimpin langsung rapat koordinasi di Posko Terpadu Penanganan Bencana Alam Aceh, Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh, Minggu malam. 

    “Setelah 10 hari, beberapa daerah di Aceh memang kondisinya belum (sebaik, red.) sebagaimana kabupaten-kabupaten (di dua provinsi, red.) yang lain,” kata Prasetyo Hadi.

    Hapus Utang KUR

    Salah satu keputusan terbesar yang diumumkan Prabowo adalah penghapusan utang kredit usaha rakyat (KUR) untuk petani yang sawahnya rusak. Ia menegaskan keadaan tersebut sepenuhnya merupakan bencana alam, bukan kelalaian atau kesalahan petani. Terkait hal itu, pemerintah mengambil alih seluruh dampak ekonomi yang ditimbulkan.

    “Ini keadaan terpaksa, force majeure. Utang-utang KUR akan kita hapus. Petani tidak perlu khawatir,” ujarnya saat meninjau Jembatan Bailey Teupin Mane yang menjadi salah satu akses vital di kawasan tersebut.

    Keputusan ini disambut hangat para petani yang selama berminggu-minggu dihantui kecemasan akibat kerusakan lahan dan tanggung jawab kredit yang masih berjalan. Prabowo menegaskan, negara hadir untuk mengurangi beban rakyat di tengah kondisi sulit.

    Rehabilitasi Sawah dan Bendungan

    Selain urusan kredit, presiden juga memastikan pemerintah akan mempercepat pemulihan lahan pertanian. Banyak bendungan dan irigasi yang jebol akibat derasnya arus banjir. Tanpa perbaikan cepat, proses tanam padi bisa terhenti dan berdampak pada ketahanan pangan daerah.

    Prabowo mengatakan Kementerian PUPR akan bergerak segera memperbaiki sarana pertanian yang rusak. Rehabilitasi sawah yang terdampak turut diprioritaskan agar petani dapat kembali berproduksi dalam waktu dekat. “Kalau sawahnya rusak, kita bantu perbaiki. Petani tidak usah cemas, semua akan kita tangani,” tegasnya.

    Di tengah kerusakan lahan pertanian, Prabowo memastikan akses pangan untuk masyarakat Aceh tetap aman. Selama produksi lokal belum kembali normal, pemerintah akan mengirim suplai dari daerah-daerah yang tidak terdampak bencana.

    “Kita punya cadangan pangan yang cukup. Kita kirimkan sampai kondisi kembali pulih,” ucapnya.

    Listrik Aceh Menyala 93%

    Selain infrastruktur pertanian, pemulihan aliran listrik juga menjadi fokus utama Prabowo. Ia mendapatkan laporan langsung dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang menyebutkan hingga Minggu malam, 93% wilayah Aceh sudah siap kembali dialiri listrik.

    Dalam percakapan singkat yang terekam media, Prabowo menanyakan kondisi listrik dengan nada penuh perhatian. “Lampu menyala sudah cepat?” tanya Prabowo.
    “Malam ini nyala, Pak, semua,” jawab Bahlil.

    Perbaikan 477 Kerusakan

    Sementara itu, Kementerian PU menegaskan pemulihan konektivitas jalan dan jembatan di Aceh menjadi prioritas utama. Dari 477 lokasi bencana, kerusakan terbesar terjadi pada tanggul kritis dan jalan nasional. Sebanyak 30 ruas jalan nasional dan 15 jembatan nasional mengalami kerusakan berat.

    “Kami memastikan pemulihan akses utama di Aceh menjadi prioritas. Tim di lapangan bergerak maksimal, termasuk pemasangan jembatan bailey dan pembersihan material longsoran,” ujar Menteri PU Dody Hanggodo dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (7/12/2025).

    Hingga kini, penanganan darurat telah mencapai 48,34%. Sejumlah jalan strategis sudah kembali bisa dilalui, seperti Banda Aceh-Meureudu, Lhokseumawe-Langsa, dan Kuala Simpang-Perbatasan Sumut.

    Untuk percepatan, jembatan bailey sedang dipasang di Teupin Mane, Alue Kulus, Enang-enang, Weihni Rongka, hingga Timang Gajah. Sebagian material sudah tiba di lokasi, sisanya dalam proses mobilisasi.

    Kerusakan juga menghantam infrastruktur air minum dan permukiman. Sebanyak 20 SPAM di 10 kabupaten/kota terdampak, termasuk instalasi pengolahan air di Kota Langsa, mengalami kerusakan. Fasilitas sanitasi masyarakat seperti TPS3R dan Sanimas pun tak luput dari dampak.

    Kementerian PU mengerahkan alat berat seperti 41 ekskavator dan 25 dump truck, serta berbagai logistik darurat untuk mendukung percepatan penanganan.

    Apresiasi Semua Pihak

    Di tengah berbagai tantangan, Prabowo menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah bekerja keras, mulai dari pemda, relawan, hingga aparat TNI-Polri. Menurutnya, kolaborasi semacam ini menjadi kunci mempercepat pemulihan Aceh.

    “Saya lihat semua instansi bekerja dengan baik. Ini contoh kolaborasi yang harus kita jaga,” ungkapnya.

    Dengan beragam langkah cepat ini, pemerintah menegaskan komitmen penuh untuk memulihkan Aceh secara menyeluruh. Mulai dari ekonomi petani, listrik, pangan, jalan nasional, hingga layanan dasar, semuanya dipastikan bergerak secara paralel. Harapannya, masyarakat Aceh dapat segera bangkit dan kembali menjalani kehidupan yang aman serta produktif.

  • Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Desember 2025

    Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh Nasional 8 Desember 2025

    Banjir Sumatera: Pesan Penting di Balik Menyerahnya Empat Bupati Aceh
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    PERISTIWA
    menyerahnya empat bupati di Aceh yang tidak sanggup menangani bencana banjir dan longsor cukup menarik perhatian publik.
    Bisa saja ada pesan tersembunyi yang ingin disampaikan para kepala daerah yang wilayahnya terdampak banjir dan longsor ini, apakah benar demikian adanya atau sekadar sindiran, kalau tidak mau disebut tamparan, terhadap pemerintah pusat.
    Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh merupakan bencana kedua terbesar di Aceh setelah tsunami 26 Desember 2004.
    Hingga tulisan ini selesai disusun, bencana telah merenggut 940 nyawa, 329 jiwa lainnya hilang dan 5.000 korban terluka.
    Bencana juga mengisolasi puluhan desa di berbagai kabupaten. Namun, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menepis anggapan bahwa empat kepala daerah itu menyerah.
    Keempat kepala daerah tersebut, yaitu Bupati Aceh Utara Ismail A. Jalil, Bupati Pidie Jaya Sibral Malasyi, Bupati Aceh Selatan Mirwan MS, dan Bupati Aceh Tengah Haili Yoga.
    Mereka secara terbuka menyatakan ketidaksanggupan menangani darurat bencana ini melalui surat resmi yang ditujukan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto.
    Dari kacamata adminstrasi publik, pernyataan para kepala daerah ini bukan sekadar keluhan administratif, melainkan jeritan dari garis depan yang mengungkap celah struktural dalam sistem penanggulangan bencana nasional.
    Tito Karnavian merespons dengan menegaskan bahwa para bupati bukan menyerah total, melainkan tetap berupaya semampu mereka di tengah keterbatasan.
    Muncul pertanyaan, mengapa mereka sampai pada titik bernada putus asa ini? Apakah ini sindiran halus terhadap pemerintah pusat atau murni ketidakberdayaan? Apa implikasinya bagi tata kelola bencana di Indonesia?
    Ketidakberdayaan yang diungkapkan para bupati ini bukanlah fenomena baru dalam sejarah bencana Indonesia. Namun, dalam kasus Aceh, ia mencapai puncak yang mengkhawatirkan.
    Bupati Aceh Utara, misalnya, membandingkan banjir ini dengan tsunami 2004 yang legendaris, di mana kerusakan kali ini menjangkau 27 kecamatan, jauh lebih luas daripada wilayah pesisir yang terdampak dulu.
    Jalan terputus, jembatan ambruk, dan material longsor menumpuk mengakibatkan akses darat lumpuh total.
    Sementara itu, tiga bupati lainnya menghadapi situasi serupa, yakni longsor yang mengunci akses dari utara dan selatan, membuat distribusi bantuan justru menjadi mimpi buruk logistik.
    Fenomena “ketidakberdayaan” para kepala daerah ini mengingatkan “absurditas” Albert Camus dalam mitos Sisyphus yang sangat terkenal itu.
    Para bupati seperti Sisyphus yang mendorong batu ke puncak bukit, hanya untuk melihatnya berguling kembali.
    Mereka berjuang dengan sumber daya lokal yang terbatas, antara lain anggaran daerah yang tipis, minimnya peralatan darurat, dan tim SAR yang sudah kelelahan, di hadapan bencana yang skalanya melampaui kapasitas manusiawi.
    Menyerah memang bukan kekalahan, melainkan pengakuan atas absurditas situasi, mengapa harus mati-matian berpura-pura ketika realitas alam begitu nyata?
    Tentu saja ini bukan nihilisme, tetapi panggilan untuk solidaritas lebih besar, di mana individu (daerah) mengakui keterbatasan untuk membuka jalan bagi intervensi kolektif.
    Merujuk pada teori “ketergantungan”, dalam sistem dunia modern, Aceh sebagai periferi dalam struktur ekonomi-politik Indonesia, bergantung pada pusat (Jakarta) untuk sumber daya krusial seperti dana darurat, alat berat, dan koordinasi nasional.
    Ketidakberdayaan ini mencerminkan ketidakseimbangan struktural di mana daerah otonom dijanjikan kemandirian, tetapi dalam bencana, mereka tetap menjadi subordinate, bahkan terkesan dibiarkan seorang diri dan menderita.
    Apakah langkah keempat bupati Aceh ini semacam sindiran? Mungkin benar secara halus.
    Surat-surat yang mereka tulis dan ditujukan langsung kepada Presiden bisa dibaca sebagai kritik terhadap Undang-Undang Penanggulangan Bencana yang masih sentralistik.
    BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) memegang kendali utama, sementara daerah hanya pelaksana lapangan.
    Atau, ini murni ketidakberdayaan akibat ketiadaan anggaran dan faktor eksternal seperti perubahan iklim yang memperburuk curah hujan, deforestasi hutan lindung di Aceh yang tak terkendali, dan lambannya respons pemerintah pusat.
    Dari perspektif sosiologi, para bupati kehilangan “modal simbolik”, yakni kemampuan untuk tampil sebagai pemimpin kuat karena struktur sosial yang menempatkan mereka di posisi lemah.
    Harus digarisbawahi bahwa mereka menyerah bukan karena malas, tetapi karena sistem yang gagal memberi mereka alat untuk bertahan.
    Bupati Aceh Utara secara eksplisit memohon intervensi Presiden Prabowo Subianto, menyoroti bahwa banjir ini telah “melebihi tsunami 2004.”
    Ini adalah seruan untuk deklarasi status darurat nasional, yang akan membuka akses ke dana cadangan negara, dukungan militer (seperti evakuasi udara TNI), dan bantuan internasional jika diperlukan.
    Lebih dalam, pesan ini adalah kritik terhadap desentralisasi yang setengah hati dengan jargon terkenal, “dilepas kepalanya tetapi dipegang ekornya”.
    Dengan kata lain, otonomi daerah memberikan tanggung jawab besar, tetapi tanpa dukungan finansial dan teknis yang memadai.
    Mereka, keempat kepala daerah itu, ingin menyuarakan dengan lantang bahwa bencana seperti ini adalah isu nasional, bukan regional apalagi lokal, terutama di Aceh yang masih trauma pasca-konflik dan rekonstruksi tsunami.
    Mendagri Tito merespons saat
    zoom meeting
    nasional, meminta daerah lain bahu membahu, tetapi ini terasa seperti pengalihan dengan satu pertanyaan besar; mengapa pusat tidak langsung turun tangan dengan skala penuh?
    Padahal, respons ideal pemerintah pusat harus mengikuti prinsip
    golden hour
    dalam penanggulangan bencana, yaitu aksi cepat dalam 72 jam pertama untuk meminimalkan korban yang notabene rakyat sendiri.
    Pertama, deklarasikan status darurat nasional sejak hari pertama, seperti yang dilakukan pada tsunami 2004, untuk memobilisasi BNPB, TNI, Polri, dan relawan secara masif.
    Kedua, prioritaskan evakuasi dan distribusi bantuan melalui jalur udara dan laut, mengingat akses darat lumpuh, gunakan helikopter untuk men-
    drop
    logistik dan tim medis.
    Ketiga, alokasikan dana darurat secara transparan, termasuk rekonstruksi infrastruktur seperti jembatan dan jalan, sambil mengintegrasikan pendekatan mitigasi jangka panjang seperti reboisasi dan sistem peringatan dini.
    Keempat, libatkan komunitas lokal dan NGO internasional untuk membangun resiliensi, bukan hanya sekadar respons reaktif.
    Apakah ada indikasi pemerintah pusat kewalahan dalam melakukan penangangan bencana Aceh, juga Sumatera Utara dan Sumatera Barat?
    Meski tidak diakui secara terbuka, jawabannya mungkin saja “ya”. Konferensi pers Tito Karnavian di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, misalnya, menunjukkan koordinasi sedang berjalan, tetapi jelas lambat.
    Hingga 6 Desember 2025, desa-desa masih terisolasi, dan korban hilang belum juga ditemukan.
    Pemerintah pusat tampak seolah-olah bergantung pada
    zoom meeting
    dan seruan solidaritas daerah lain, alih-alih intervensi langsung seperti
    deployment
    pasukan besar-besaran.
    Ini bisa jadi karena beban multi-bencana, yaitu banjir yang juga melanda Sumatera Utara dan Sumatera Barat, meski fokus pada Aceh.
    Atau keterbatasan anggaran di tengah prioritas lain seperti pembangunan IKN atau program andalan yang diusung pemerintahan saat ini?
    Namun, kewalahan ini bukan alasan. Ia adalah panggilan untuk reformasi sistem, di mana pusat tidak lagi menjadi pahlawan terakhir, melainkan mitra proaktif bagi daerah.
    Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani mengatakan, fenomena siklon tropis “Senyar” yang membawa hujan bulanan dalam tiga hari menjadi pemicu utama terjadinya bencana.
    Namun, seperti yang diungkap Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), akar masalahnya lebih dalam lagi, yakni deforestasi masif dan hilangnya fungsi hidrologis hulu sungai akibat eksploitasi hutan untuk lahan perkebunan sawit dan proyek PLTA.
    Pengamat menyebut bencana ini sebagai “dosa ekologis” yang membuat lahan tidak lagi mampu menahan air, memperparah banjir bandang. Bencana akibat ulah manusia sendiri.
    Manajemen BNPB seolah-olah tidak berfungsi karena terlambat bertindak dan tidak terkoordinasi.
    Penyebabnya bisa saja pengurangan anggaran BNPB, efisiensi ala pemerintahan baru, yang membuat sumber daya mengecil.
    Hasilnya? Akses jalan putus total di Tapanuli Tengah (50 km longsor), jembatan ambruk di Aceh Tamiang, dan desa-desa terisolasi seperti di Bener Meriah, yang hanya bisa dijangkau helikopter.
    Benar, manajemen seperti amburadul. Bukan karena alam semata, tetapi karena persiapan yang terkesan setengah hati.
    Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyebut situasi “mencekam”
    banjir Sumatera
    “hanya berseliweran di media sosial.”
    Pernyataan yang terlontar pada 28 November 2025, terdengar seperti mengecilkan duka, saat warga menderita terisolasi, listrik padam, telekomunikasi lumpuh serta melalui siang dan malam dikepung air yang meluap.
    Dalam situasi
    chaos
    seperti ini pemerintah seharusnya lebih meningkatkan komunikasi positif, bukan defensif.
    Komunikasi antarpejabat seperti
    zoom meeting
    nasional ala Mendagri Tito Karnavian terasa seperti formalitas, sementara bupati-bupati Aceh “menyerah” via surat karena tidak ada respons cepat.
    Namun di sisi lain, daerah juga sebaiknya transparan dan menyederhanakan birokrasi terkait pendistribusian aneka bantuan, baik yang berasal dari domestik maupun luar negeri yang diperuntukkan bagi masyarakat korban banjir.
    Dalam kondisi bencana luar biasa yang terjadi saat ini, ego sektoral dan kekakuan administratif, apalagi masih adanya niat ‘memainkan’ aneka bantuan tersebut justru hanya akan menambah penderitaan rakyat dan akhirnya akan merusak reputasi daerah itu sendiri ke depannya.
    Bencana Aceh 2025 bukan hanya tragedi alam, tetapi cermin kegagalan kolektif. Jika tidak diatasi dengan serius, “menyerah” akan menjadi norma baru bagi daerah-daerah pinggiran.
    Saatnya pemerintah pusat mendengar jeritan itu bukan sebagai keluhan, tetapi sebagai mandat untuk segera melakukan perubahan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BPBD Catat Korban Meninggal Banjir Bandang di Agam Capai 180 orang

    BPBD Catat Korban Meninggal Banjir Bandang di Agam Capai 180 orang

    JAKARTA – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar), mencatat korban meninggal dunia akibat bencana hidrometeorologi di daerah itu mencapai 180 orang.

    “Ini berdasarkan korban yang ditemukan meninggal dunia dampak longsor dan banjir bandang pada Sabtu (6/12) malam,” kata Kepala Pelaksana BPBD Agam Rahmat Lasmono dilansir ANTARA, Minggu, 7 Desember.

    Dia mengatakan 180 korban tersebut berasal dari Kecamatan Malalak (11 orang), Matur (satu orang), Tanjung Raya (10 orang), Palembayan (132 orang), dan Ampek Nagari (satu orang). Selain itu, kata dia, ada yang belum teridentifikasi 24 orang.

    Kemudian untuk korban belum ditemukan, lanjutnya, sebanyak 78 orang yang tersebar di Kecamatan Malalak (enam orang), Palembayan (69 orang), Lubuk Basung (satu orang), dan Tanjung Raya (dua orang).

    “Pencarian kita lanjutkan pada Minggu (hari), dengan menurunkan tim SAR gabungan dari BPBD Agam, Basarnas, TNI, Polri, PMI dan relawan,” kata Rahmat Lasmono.

    Adapun korban yang dirawat akibat mengalami luka-luka sebanyak 13 orang. Sementara untuk warga yang mengungsi sebanyak 10.167 orang dan warga yang terisolir 9.464 orang,

    Sementara rumah rusak ringan 377 unit, rusak sedang sebanyak 273 unit, dan rusak berat mencapai 728 unit

    Selain itu jembatan rusak ada di 26 titik dan telah diperbaiki sembilan  titik, jalan rusak 37 titik, fasilitas pendidikan 11 titik dan lainnya.

  • Politik-Hukum Terkini: Prabowo Rapat Darurat Banjir Sumatera

    Politik-Hukum Terkini: Prabowo Rapat Darurat Banjir Sumatera

    Jakarta, Beritasatu.com– Bencana alam hebat berupa banjir bandang dan longsor melanda tiga provinsi di Sumatera, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Tragedi ini menjadi ujian berat bagi kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang baru berjalan 1 tahun. Skala kerusakan yang masif memicu desakan dari DPR agar status bencana segera ditingkatkan menjadi bencana nasional.

    Menanggapi situasi darurat ini, Presiden Prabowo Subianto bergerak cepat dengan memimpin rapat koordinasi di Aceh. Presiden Prabowo Subianto mengumpulkan seluruh jajaran Kabinet Merah Putih. Pertemuan tingkat tinggi ini bertujuan memastikan penanganan logistik, pemulihan infrastruktur, dan keamanan berjalan terpadu. Pemerintah berkomitmen penuh mengatasi kesulitan yang dialami rakyat.

    Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga bertindak dengan mengirimkan tim inspektorat ke lokasi bencana. Pengawasan ini untuk memastikan kepala daerah bertindak sesuai prosedur dan hukum. Wamendagri bahkan mengancam akan menjatuhkan sanksi jika ditemukan pelanggaran dalam penanganan darurat di tiga wilayah terdampak tersebut.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengintensifkan penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko. Kasus ini mencakup suap, terkait mutasi jabatan, proyek pembangunan, serta gratifikasi. Proses hukum ini menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas praktik culas di tingkat pemerintahan daerah.

    Berikut lima isu politik-hukum terkini Beritasatu.com:

    Presiden Prabowo Subianto menyatakan, serangkaian bencana alam, termasuk banjir bandang dan tanah longsor yang menerjang sejumlah wilayah di Sumatera, merupakan ujian kepemimpinan yang signifikan di awal masa jabatannya.

    Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat melakukan kunjungan kerja ke Aceh, Minggu (7/12/2025). Kunjungan ini untuk memantau langsung penanganan dampak musibah yang melanda Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Di hadapan Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Bupati Bireuen Mukhlis Takabeya, Prabowo mengakui, ia dan jajaran pemerintahan daerah baru menjabat selama 1 tahun. Namun, ia menegaskan, tujuan utama mereka dipilih adalah untuk mengatasi berbagai kesulitan dan tantangan yang muncul.

    “Ini adalah musibah, tantangan yang kita hadapi bersama. Meskipun baru 1 tahun menjabat, baik presiden, gubernur, maupun bupati, kita semua dipilih oleh rakyat untuk bertugas mengatasi kesulitan-kesulitan yang ada,” kata Prabowo.

    Pemerintah pusat didesak segera menetapkan status bencana nasional atas musibah banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Provinsi Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar). Desakan tegas ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ansory Siregar.

    Menurut Ansory, perkembangan data kerusakan terbaru menunjukkan skala tragedi pada tiga provinsi tersebut telah melampaui kemampuan penanganan yang dimiliki oleh pemerintah daerah masing-masing.

    Politikus PKS tersebut menilai, bencana yang melanda kawasan Sumatera tidak lagi bisa dikategorikan sebagai masalah regional. Situasi saat ini, menurutnya, sudah memenuhi kriteria sebagai darurat kemanusiaan berskala nasional yang memerlukan intervensi dan mobilisasi sumber daya penuh dari pemerintah pusat.

    “Laporan-laporan dari lapangan menyebutkan banyak wilayah terdampak yang masih terisolasi dan sulit dijangkau, bahkan beberapa hanya bisa diakses melalui jalur udara atau alur logistik yang sangat terbatas,” ujar Ansory dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu (7/12/2025).

    Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat koordinasi (rakor) mendesak di Aceh pada Minggu (7/12/2025) malam. Tindakan ini merupakan respons cepat pemerintah pusat untuk memastikan penanganan bencana banjir bandang dan tanah longsor di wilayah Sumatera berjalan efektif dan terpadu.

    Rapat penting tersebut diadakan di posko terpadu penanganan bencana alam Aceh yang berlokasi di Pangkalan Udara (Lanud) Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar. Rapat digelar tak lama setelah kedatangan Presiden Prabowo Subianto sekitar pukul 19.00 WIB. Pertemuan ini menunjukkan mobilisasi penuh dari jajaran eksekutif dan keamanan negara.

    Pada awal rakor, Presiden Prabowo memberikan arahan strategis kepada seluruh peserta sebelum Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyampaikan laporan mendalam mengenai situasi terkini di lapangan. Kehadiran para menteri yang dikenal sebagai Kabinet Merah Putih dalam jumlah besar menegaskan komitmen nasional terhadap pemulihan wilayah terdampak.

    Menteri-menteri kunci yang hadir, antara lain Menko PMK Pratikno, Mensesneg Prasetyo Hadi, Mendagri Tito Karnavian, dan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin. Selain itu, sektor vital seperti menteri pekerjaan umum , menteri kesehatan, menteri sosial, dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjamin penanganan infrastruktur, logistik, dan layanan publik dapat segera dilakukan.

    Aspek keamanan dan koordinasi di lapangan juga menjadi prioritas. Rapat ini dihadiri oleh pimpinan tertinggi TNI-Polri, termasuk Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, beserta seluruh kepala staf angkatan.

    Gubernur Aceh Muzakir Manaf turut hadir untuk menjembatani koordinasi antara pusat dan daerah. Konsolidasi kepemimpinan ini bertujuan untuk memastikan tidak ada hambatan dalam pengerahan sumber daya militer dan kepolisian untuk membuka akses yang terisolasi serta mendistribusikan bantuan kemanusiaan.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan telah mengintensifkan penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko. Sebanyak 80 saksi telah dimintai keterangan dalam rangkaian pemeriksaan yang berlangsung maraton sejak akhir November hingga awal Desember 2025.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan, pemeriksaan saksi dilakukan pada 29 November 2025, dan dilanjutkan secara berkesinambungan mulai 1 hingga 5 Desember 2025. Kasus yang disidik KPK meliputi dugaan suap terkait pengurusan mutasi jabatan, suap proyek pembangunan, hingga penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

    Puluhan saksi yang diperiksa KPK berasal dari spektrum yang sangat luas di internal Pemkab Ponorogo. Mereka yang dimintai keterangan meliputi pejabat eselon tinggi hingga tingkat daerah, seperti kepala dinas, kepala badan, camat, lurah, bahkan kepala desa.

    “Dalam proses pemeriksaan yang telah dilakukan penyidik mendalami, salah satunya mengenai mekanisme dan prosedur mutasi bagi para aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo,” jelas Budi Prasetyo kepada awak media, Minggu (7/12/2025).

    Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengambil langkah tegas dengan mengirimkan inspektur khusus ke wilayah Sumatera yang dilanda bencana banjir bandang dan tanah longsor. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya, yang memastikan pengawasan ketat terhadap kinerja kepala daerah di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Menurut Bima, jajaran inspektorat khusus telah diturunkan ke daerah terdampak untuk melakukan pemeriksaan mendalam terhadap penanganan darurat yang dilakukan pemerintah daerah.

    “Kemendagri sudah menurunkan inspektur khusus ke sana (wilayah terdampak bencana) untuk melakukan pemeriksaan,” tegas Bima, dilansir dari Antara, Minggu (7/12/2025).

    Lebih lanjut, Wamendagri Bima Arya tidak menutup kemungkinan adanya sanksi administratif yang akan dijatuhkan kepada kepala daerah. Sanksi ini akan diberikan apabila ditemukan bukti adanya pelanggaran prosedur atau ketidakpatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku dalam proses penanganan situasi darurat bencana.

  • Prabowo Punya Ribuan Hektar Lahan di Aceh , tapi Tidak Pernah Minta Maaf soal Sawit

    Prabowo Punya Ribuan Hektar Lahan di Aceh , tapi Tidak Pernah Minta Maaf soal Sawit

    GELORA.CO – Aktivis, Virdian Aurellio, menegaskan, negara tidak menunjukkan keseriusan dalam menyelesaikan kerusakan alam serta dampaknya terhadap masyarakat di masa mendatang.

    Dikatakan Virdian, kepercayaan publik terhadap negara semakin menurun akibat berbagai kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada masa depan generasi muda.

    “Saya pribadi sudah tidak percaya bahwa negara hari ini bisa mengatasi berbagai permasalahan lingkungan,” ujar Virdian dikutip pada Minggu (7/12/2025).

    Baginya, generasi yang saat ini masih panjang usia hidupnya justru akan menanggung seluruh dampak dari kerusakan lingkungan.

    “Saya rasa generasi muda seperti saya dan teman-teman di sini harusnya marah. Marah semua sama negara dan juga seluruh generasi tua,” ungkapnya.

    Sementara para pemangku kepentingan yang diuntungkan dari sektor ekstraktif tidak akan merasakan akibatnya kelak.

    Ia bahkan menyerukan agar generasi muda tidak lagi diam melihat situasi yang disebutnya penuh ketidakadilan.

    “Karena suatu hari mereka semua yang sekarang menikmati uang-uang tambang, sawit. Deforestasi, 2050 Indonesia tenggelam, kita yang tenggelam mereka udah nggak ada, udah mati. Jadi kami rasa kami layak marah hari ini,” sebutnya.

    Virdian juga menyinggung kebijakan donasi negara yang belakangan dipersoalkan publik. Menurutnya, langkah tersebut justru menambah kebingungan.

    “Saya perlu mengatakan bahwa ini ada langkah yang membingungkan dari negara. Contoh negara ini fomo banget, ngapain ikut-ikutan bikin donasi?,” timpalnya.

    Lanjut dia, negara seharusnya memulihkan kerugian akibat korupsi di sektor lingkungan daripada menggalang donasi terbuka.

    “Hari-hari kita donasi ke negara lewat pajak, ngapain negara bukan donasi? Kalau mau nambah duit, kalau negara memang pengen nambah duit, rampas balik itu,” Virdian menuturkan.

    “Berbagai korupsi lingkungan yang jumlahnya sampai ratusan triliun. Jangan malah bikin donasi di internal,” tambahnya.

    Bukan hanya itu, ia juga menyinggung minimnya keberpihakan pemerintah terhadap daerah-daerah yang terdampak deforestasi dan eksploitasi sumber daya alam.

    “Saya enggak pernah lihat sampai detik ini, satu, presiden (Prabowo) nyampe ke Sumatera Utara, ke Aceh, ke Sumatera Barat, mengatakan, saya minta maaf, saya pernah mengatakan bahwa sawit itu juga pohon,” terangnya.

    Eks Ketua BEM Universitas Padjadjaran (Unpad) ini menyebut, tidak ada langkah konkret dari pemerintah untuk memulihkan kerusakan lingkungan secara jangka panjang.

    “Presiden tidak pernah mengatakan bahwa akhirnya kita akan melakukan audit deforestasi. Kita akan melakukan pembenahan tata ruang, kita akan melakukan pemulihan jangka panjang yang serius,” tegasnya.

    “Kenapa? Ya karena presiden punya lahan tujuh kali Singapura, itu presiden punya lahan hektarnya. Sekarang Menhut misalnya mau mengatakan, ya kami fokus kepada pemulihan hutan,” sambung dia.

    Kata Virdian, di DPR saat rapat dengar pendapat yang melibatkan Kementerian Kehutanan, Menteri Raja Juli Antoni menyebut akan mengembangkan bisnis karbon.

    “Ya kredit karbon, orang nanam bukan jual. Gimana Menhut aja main domino sama pembalak hutan, Aziz Welang, gimana saya mau percaya?,” sesalnya.

    Ia juga menuding ada keterlibatan sejumlah institusi negara dalam praktik pembalakan liar, sehingga kepercayaan publik semakin tergerus.

    “Apa lagi? Baik Polri, TNI, semua terlibat di dalam pembalakan hutan. Jadi saya tidak bisa punya kepercayaan hari ini,” katanya.

    Sebagai bentuk kepercayaan antarwarga, Virdian membeberkan bahwa gerakan solidaritas publik justru berkembang dengan cepat, jauh lebih efektif dibanding kampanye donasi yang dilakukan negara.

    “Makanya di publik sekarang kita punya tagar warga jaga warga. Ferry Irwandi di dalam sehari bisa terkumpul 10M. Teman-teman Indonesia dengan dermawan menitipkan kepada saya dalam tiga hari Rp410 juta untuk donasi,” tandasnya.

    “Kenapa? Karena kita saling percaya. Besok-besok negara bikin donasi terbuka, kita juga nggak mau nyumbang. Orang kita nggak percaya duitnya bakal dipakai menerang,” kuncinya.

  • Prabowo Minta Bantuan ke Sumatera Tak Lagi Dilempar dari Helikopter, Pakai Kawat Seling Baja

    Prabowo Minta Bantuan ke Sumatera Tak Lagi Dilempar dari Helikopter, Pakai Kawat Seling Baja

    GELORA.CO – Presiden Prabowo Subianto menyarankan agar pendistribusian bantuan ke lokasi bencana banjir di Sumatra menggunakan sling rope atau alat angkat dari kawat tali baja yang kuat, khususnya ke daerah-daerah yang masih terisolasi.

    Prabowo menilai distribusi bantuan dengan sling rope dari helikopter dapat lebih cepat sebab bisa mengangkut barang lebih banyak.

    “Kita helikopter kita bisa pakai ini enggak ya? Sling rope? Ada sling ropenya? Mungkin sling rope lebih banyak, lebih cepat ya,” kata Prabowo saat memimpin rapat terbatas penanganan banjir Sumatra di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh, Minggu (7/12).

    Bantuan Sudah Masuk Daerah Terisolasi

    Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto melaporkan bahwa saat ini bantuan bencana banjir sudah masuk ke semua daerah terisolasi. Kendati begitu, dia mengakui bahwa jumlah bantuan masih perlu ditambah karena hanya bisa dikirim dengan helikopter.

    “Kami laporkan untuk seluruh daerah terisolir meskipun ratusan logistik semuanya sudah masuk Bapak Presiden, meskipun jumlahnya mungkin harus terus ditambah karena hanya lewat udara terbatas dari segi kapasitas,” ujar Suharyanto.

    Bantuan Dikirim Lewat Helikopter

    Dia menjelaskan bantuan tersebut dikirimkan melalui jalur udara baik mendaratkan helikopter ataupun menggunakan teknik airdrop. Suharyanto juga memastikan bahwa saat ini sudah tidak ada lagi bantuan yang di lempar dari atas.

    “Ada yang pakai payung, jadi kami tidak ada lagi yang dilempar ke bawah Bapak Presiden,” tutur Suharyanto.