Kementrian Lembaga: TNI

  • Belasan WNA China Serang 5 Anggota TNI Pakai Sajam dan Air Soft Gun, TNI Mundur Kalah Jumlah

    Belasan WNA China Serang 5 Anggota TNI Pakai Sajam dan Air Soft Gun, TNI Mundur Kalah Jumlah

    GELORA.CO – Sebuah insiden keamanan dilaporkan terjadi di kawasan pertambangan emas milik PT Sultan Rafli Mandiri (PT SRM) di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, pada Minggu (14/12/2025) sore.

    Sebanyak 15 warga negara asing (WNA) asal China diduga terlibat dalam aksi penyerangan yang menyebabkan sejumlah aparat TNI menjadi sasaran dan menimbulkan kerusakan fasilitas perusahaan.

    Kapolres Ketapang AKBP Muhammad Harris menyampaikan bahwa peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 15.40 WIB.

    Akibat insiden itu, lima anggota TNI dilaporkan mengalami serangan, sementara dua unit kendaraan operasional perusahaan mengalami kerusakan cukup parah.

    Harris menjelaskan, hingga kini pihak kepolisian masih melakukan pendalaman dengan mengklarifikasi sejumlah pihak yang berkaitan dengan kejadian tersebut.

    Selain itu, koordinasi juga dilakukan bersama pihak Imigrasi guna menindaklanjuti pendataan terhadap para WNA yang diduga terlibat.

    “Sementara kami masih melakukan proses klarifikasi dengan pihak-pihak terkait.

    Selain itu, kami juga berkoordinasi dengan pihak Imigrasi untuk menindaklanjuti pendataan terhadap WNA yang diduga melakukan penyerangan,” ujar Harris saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/12/2025). 

    Ia menambahkan, personel Polsek Tumbang Titi telah melakukan langkah awal pengamanan dan penanganan di lokasi kejadian.

    Hingga saat ini, tidak terdapat laporan korban jiwa dan situasi di sekitar area tambang dinyatakan dalam kondisi aman dan terkendali.

    “Sampai saat ini tidak ada korban jiwa dan situasi tetap aman serta kondusif,” tegasnya.

    Sementara itu, Chief Security PT SRM, Imran Kurniawan, mengungkapkan bahwa kejadian bermula saat petugas keamanan perusahaan mendeteksi adanya aktivitas penerbangan drone di sekitar area tambang sekitar pukul 15.30 WIB.

    ima anggota TNI dari Batalyon Zeni Tempur 6/Satya Digdaya (Yonzipur 6/SD) Anjungan yang tengah melaksanakan Latihan Dasar Satuan (LDS) di lokasi tersebut kemudian turut membantu melakukan pengejaran terhadap operator drone.

    “Total ada enam orang yang mengejar pilot drone, satu dari pengamanan sipil dan lima anggota TNI,” jelas Imran.

    Sekitar 300 meter dari pintu masuk PT SRM, petugas menemukan empat WNA yang menerbangkan drone.

    Namun, situasi mendadak memanas ketika sebelas WNA lainnya datang dan langsung melakukan penyerangan.

    “Para WN China itu membawa empat bilah senjata tajam, air gun, serta alat setrum, lalu menyerang anggota kami,” kata Imran. 

    Karena kalah jumlah dan untuk menghindari bentrokan lebih besar, petugas pengamanan dan anggota TNI akhirnya mundur ke dalam area perusahaan.

    Akibat kejadian tersebut, satu unit mobil dan satu sepeda motor milik PT SRM mengalami kerusakan parah.

    Pihak perusahaan telah mengamankan satu bilah senjata tajam sebagai barang bukti dan berkoordinasi dengan Polsek Tumbang Titi untuk langkah selanjutnya.

  • Mata Elang dan Privatisasi Kekerasan di Jalanan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        15 Desember 2025

    Mata Elang dan Privatisasi Kekerasan di Jalanan Megapolitan 15 Desember 2025

    Mata Elang dan Privatisasi Kekerasan di Jalanan
    Polisi Militer TNI Angkatan Darat
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    ISTILAH
    “Mata Elang” kini tidak lagi sekadar julukan bagi ketajaman visual, melainkan telah menjadi sinyal teror di ruang publik.
    Di sudut-sudut jalan kota besar, kelompok penagih utang (
    debt collector
    ) ini beroperasi dengan modus operandi yang kian canggih: berbekal aplikasi pelacak pelat nomor yang terhubung basis data debitur secara
    real-time.
    Namun, fenomena ini bukan sekadar urusan kredit macet; ini adalah manifestasi dari transformasi penagihan utang menjadi aksi kepolisian swasta (
    private policing
    ) yang koersif dan berbahaya.
    Secara yuridis, keberadaan jasa penagihan pihak ketiga memang diakui legalitasnya. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35 Tahun 2018 memperbolehkan perusahaan pembiayaan bekerja sama dengan pihak lain untuk fungsi penagihan, asalkan berbadan hukum dan bersertifikasi.
    Namun, ada jurang menganga (gap) antara norma hukum (
    das sollen
    ) dan realitas jalanan (
    das sein
    ). Regulasi mensyaratkan penagihan dilakukan tanpa ancaman, kekerasan, atau tindakan yang mempermalukan.
    Faktanya, yang terjadi adalah intersepsi paksa di jalan raya, perampasan kunci kontak, hingga intimidasi fisik.
    Tindakan mencegat dan merampas kendaraan di jalan raya jelas merupakan anomali dalam negara hukum.
    Ketika seorang penagih utang mengambil paksa barang milik debitur dengan kekerasan atau ancaman, tindakan tersebut telah bergeser dari ranah perdata ke ranah pidana.
    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 368 tentang pemerasan dan Pasal 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan secara tegas melarang praktik ini.
    Yurisprudensi pun telah ada; pengadilan negeri pernah memvonis
    debt collector
    dengan hukuman penjara karena terbukti melakukan perampasan motor di jalan dengan dalih penunggakan.
    Di Medan, misalnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menjatuhkan vonis 18 bulan penjara kepada empat
    debt collector
    yang merampas mobil korban di Jalan Stadion, tepatnya di depan Kantor Polsek Medan Kota (
    Antaranews.com
    , 5 November 2025).
    Dari kacamata kriminologi, fenomena
    Mata Elang
    menunjukkan gejala erosi otoritas negara. Ketika negara kewalahan memonopoli penggunaan upaya paksa, ruang kosong tersebut diisi oleh aktor non-negara.
    Akibatnya, muncul “pengadilan jalanan”: penagih menghukum debitur dengan perampasan sepihak, dan masyarakat merespons balik dengan vigilantisme atau main hakim sendiri.
    Insiden berdarah di Kalibata beberapa waktu lalu, adalah bukti nyata bagaimana konflik privat ini dapat bereskalasi menjadi gangguan keamanan publik yang fatal.
    Dua Mata Elang tewas dikeroyok saat hendak mengambil paksa motor di jalan. Enam polisi yang melakukan pengeroyokan sudah ditangkap dan dijadikan tersangka.
    Untuk mengakhiri normalisasi premanisme berkedok penagihan ini, diperlukan solusi yang menyentuh akar masalah.
    Pertama, penegakan hukum harus bersifat represif dan tanpa kompromi. Kepolisian tidak boleh sekadar menunggu laporan viral.
    Setiap aksi perampasan paksa di jalan raya harus diproses sebagai tindak pidana murni—baik itu pemerasan maupun pencurian dengan kekerasan—demi memberikan efek jera.
    Perlindungan hukum harus hadir nyata, di mana korban didorong untuk melapor dan laporan tersebut diproses hingga tuntas.
    Kedua, regulator perlu mempertegas aturan main. Tidak cukup hanya dengan POJK; diperlukan payung hukum setingkat Undang-Undang yang mengatur profesi penagihan secara spesifik.
    Aturan ini harus memuat larangan mutlak terhadap eksekusi jaminan fidusia di jalan raya tanpa adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) dan pendampingan aparat resmi.
    Ketiga, akuntabilitas korporasi. Perusahaan pembiayaan tidak bisa lepas tangan dengan dalih
    outsourcing.
    Jika pihak ketiga yang mereka sewa melakukan kekerasan, perusahaan pemberi kuasa harus turut dimintai pertanggungjawaban hukum.
    Membiarkan “Mata Elang” beroperasi dengan cara-cara premanisme sama halnya dengan membiarkan hukum rimba berlaku di jalanan kita.
    Sudah saatnya negara mengambil alih kembali otoritasnya dan memastikan bahwa eksekusi jaminan dikembalikan ke jalur hukum yang bermartabat, bukan diselesaikan lewat adu otot di aspal panas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Aturan Baru Kapolri Picu Polemik Putusan MK Larangan Polisi Isi Jabatan Sipil

    Aturan Baru Kapolri Picu Polemik Putusan MK Larangan Polisi Isi Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menutup celah hukum penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, tetapi dalam penerapannya menuai perdebatan karena bersinggungan dengan aturan sektoral dan kebijakan internal Polri.

    Hasil dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta kembali menjadi panggung bagi satu perdebatan lama yang tak pernah benar-benar selesai sejak Reformasi 1998 sejauh mana batas antara polisi dan jabatan sipil dalam negara demokratis.

    Ketukan palu Ketua MK Suhartoyo menandai dibacakannya Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang secara tegas menyatakan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian selama masih berstatus aktif.

    Frasa kunci yang dipersoalkan mengenai “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    Putusan ini langsung mengguncang satu praktik yang selama bertahun-tahun berlangsung nyaris tanpa perdebatan serius penempatan perwira aktif Polri di kementerian dan lembaga sipil.

    Namun, sebagaimana banyak putusan MK lainnya, palu hakim tidak otomatis mengakhiri polemik. Dia justru membuka babak baru perdebatan tafsir, benturan regulasi, dan tarik-menarik kepentingan antara supremasi sipil dan kebutuhan koordinasi negara.

    Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyebut keberadaan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sebagai sumber ketidakpastian hukum.

    Norma tersebut, menurut MK, justru memperluas makna Pasal 28 ayat (3) yang sejatinya sudah tegas bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.

    “Penambahan frasa tersebut memperluas makna norma dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum, baik bagi anggota Polri maupun bagi aparatur sipil negara di luar kepolisian,” ujar Ridwan dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    MK juga menilai frasa itu berpotensi melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan satu kalimat penjelasan, seorang polisi aktif dapat menduduki jabatan yang tertutup bagi warga sipil lain.

    Putusan ini tidak bulat. Dua hakim Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah menyampaikan dissenting opinion. Hakim Arsul Sani mengajukan concurring opinion. Namun, mayoritas hakim bersepakat bahwa norma penugasan Kapolri telah melampaui batas konstitusional.

    Gugatan Warga dan Bayang-bayang Dwifungsi

    Perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite, dua warga negara yang memandang praktik penugasan polisi aktif di jabatan sipil sebagai ancaman serius bagi netralitas aparatur negara.

    Dalam permohonannya, mereka menyinggung sederet contoh: anggota Polri aktif yang menduduki posisi strategis di KPK, BNN, BNPT, BSSN, hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan tanpa mengundurkan diri atau pensiun.

    Menurut para pemohon, praktik ini tidak hanya menciptakan ketimpangan kesempatan bagi warga sipil, tetapi juga membuka kembali bayang-bayang dwifungsi Polri sebuah konsep yang secara ideologis ingin dikubur pasca-Reformasi.

    Polisi, dalam kerangka negara demokratis, memang ditempatkan sebagai alat negara yang bersifat sipil. Namun, ketika seragam kepolisian tetap melekat di ruang-ruang birokrasi sipil, garis pembatas itu kembali kabur.

    Legislator: Hormati MK, Tapi Jangan Tergesa

    Di Senayan, putusan MK disambut dengan sikap hati-hati. Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Nasdem Rudianto Lallo menyatakan menghormati putusan MK, tetapi menilai implementasinya tidak bisa serta-merta dilakukan tanpa penyelarasan regulasi.

    “Putusan MK itu ya kita menghormati. Tapi tidak serta-merta diberlakukan begitu saja. Kita harus lihat dulu norma-norma yang ada di undang-undang lain,” ujarnya, Jumat (13/11/2025).

    Rudianto menyoroti bahwa UU Polri masih memberikan ruang penugasan perwira aktif, selama berkaitan dengan fungsi kepolisian dan dilakukan atas perintah Kapolri. Dengan pendekatan acontrario, dia menilai jabatan yang relevan dengan tugas kepolisian masih dimungkinkan diisi perwira aktif.

    Bagi Rudianto, penugasan lintas lembaga justru bagian dari penguatan sinergi antarinstitusi, sejalan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 tentang fungsi keamanan negara.

    Namun, sikap ini juga menegaskan satu hal: putusan MK belum sepenuhnya menjadi titik temu, melainkan awal dari perdebatan legislasi baru.

    Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2025

    Di tengah dinamika itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah lebih dulu menandatangani Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 tentang anggota Polri yang melaksanakan tugas di luar struktur organisasi.

    Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan bahwa peraturan tersebut masih sejalan dengan regulasi yang berlaku, bahkan setelah putusan MK.

    Menurut Trunoyudo, sejumlah aturan masih membuka ruang penugasan, antara lain mulai dari UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, khususnya Pasal 28 ayat (3); UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang memungkinkan jabatan tertentu diisi anggota Polri; dan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

    Berdasarkan regulasi tersebut, Polri mencatat 17 kementerian/lembaga yang dapat diisi anggota Polri, mulai dari Kemenko Polkam hingga lembaga strategis seperti BNN, BIN, BSSN, OJK, PPATK, dan KPK.

    Untuk mencegah rangkap jabatan, Polri melakukan mutasi struktural, menjadikan perwira tersebut sebagai pati atau pamen dalam penugasan khusus.

    Namun, di titik inilah polemik kembali mengeras apakah pengalihan jabatan administratif dapat menghapus status “polisi aktif”?

    Mantan Kapolri Badrodin Haiti melihat persoalan ini secara lebih lugas. Menurutnya, implementasi putusan MK sepenuhnya berada di tangan Kapolri.

    “Kalau secara hukum, sudah banyak pakar yang bicara. Bunyinya jelas dan harus dilaksanakan. Tapi dilaksanakan atau tidak, itu tergantung Kapolri,” ujarnya.

    Badrodin mengingatkan bahwa sejak pemisahan TNI dan Polri pada 2000, polisi secara formal sudah menjadi bagian dari sipil. Namun, dalam praktik, kultur kepolisian masih belum sepenuhnya mencerminkan civilian police.

    “Budaya militernya masih kental. Ini sering menjadi problem dalam pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat,” katanya.

    Pandangan senada sebelumnya pernah disampaikan Mahfud MD, mantan Ketua MK dan mantan Menko Polhukam. Dalam berbagai kesempatan, Mahfud menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, serta harus menjadi rujukan utama dalam penataan relasi sipil-militer-polisi.

    Menurut Mahfud, penempatan aparat bersenjata aktif di jabatan sipil berpotensi melahirkan konflik kepentingan dan distorsi tata kelola demokrasi.

    “Kalau mau jabatan sipil, ya lepaskan dulu status kepolisian. Itu prinsip negara hukum,” kata Mahfud.

    Data Mabes Polri menyebutkan sekitar 300 anggota Polri aktif saat ini menduduki jabatan manajerial di kementerian dan lembaga. Angka itu berasal dari total 4.132 personel yang ditugaskan di luar struktur Polri.

    Di ruang publik, sentimen masyarakat relatif jelas. Survei big data Continuum INDEF menunjukkan 83,96 persen publik mendukung putusan MK, sementara 16,04 persen bersikap kritis.

    Menariknya, publik juga menuntut prinsip yang sama diberlakukan pada institusi lain, terutama TNI.

    Polemik polisi aktif mengisi jabatan sipil sesungguhnya bukan sekadar soal tafsir hukum. Dia adalah cermin dari ketegangan lama dalam demokrasi Indonesia: antara kebutuhan koordinasi negara dan tuntutan supremasi sipil.

    Putusan MK telah memberi garis tegas di atas kertas. Namun, bagaimana garis itu ditegakkan dalam praktik, akan menentukan arah reformasi kepolisian ke depan.

    Apakah Indonesia akan melangkah menuju polisi sipil sepenuhnya, atau tetap membiarkan ruang abu-abu tempat seragam dan jabatan sipil saling bertukar? Jawaban itu, kini, bukan lagi di tangan hakim konstitusi melainkan di ruang kebijakan, kepemimpinan, dan keberanian menegakkan prinsip negara hukum.

  • Marinir Turun Tangan Bersihkan RSUD Aceh Tamiang Pascabanjir

    Marinir Turun Tangan Bersihkan RSUD Aceh Tamiang Pascabanjir

    Jakarta, Beritasatu.com – TNI Angkatan Laut (TNI AL) melalui satuan Marinir bergerak cepat membersihkan dan memulihkan kondisi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang yang terdampak banjir. Upaya ini dilakukan agar layanan kesehatan dapat kembali beroperasi dalam waktu dekat.

    Salah satu langkah pemulihan yang difokuskan adalah membersihkan sejumlah fasilitas rumah sakit dari tumpukan lumpur sisa bencana. Pembersihan tersebut mencakup area vital rumah sakit yang terdampak cukup parah.

    Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal), Laksamana Pertama TNI Tunggul, mengatakan kegiatan pembersihan telah dilakukan sejak Jumat (12/12/2025). “Kegiatan difokuskan pada pembersihan fasilitas umum, termasuk evakuasi material lumpur di ruang ICU dan ruang laboratorium klinik,” ujarnya di Jakarta, Senin (15/12/2025).

    Tunggul menjelaskan, personel Marinir membersihkan seluruh sisi dan ruang perawatan rumah sakit dengan menggunakan peralatan manual dan sederhana, mengingat kondisi pascabencana yang masih terbatas.

    Dalam siaran pers resmi TNI AL, Komandan Yonif 8 Marinir Letkol Marinir Laili Nugroho menyebutkan prajuritnya tidak hanya diterjunkan untuk membenahi rumah sakit, tetapi juga membantu pemulihan berbagai fasilitas umum lain yang rusak akibat banjir.

    Menurutnya, langkah tersebut merupakan bentuk tanggung jawab dan komitmen TNI Angkatan Laut dalam membantu masyarakat di wilayah rawan bencana.

    “Kami akan terus berada di lokasi hingga situasi kembali pulih. Fokus kami saat ini membantu masyarakat membersihkan fasilitas umum, membuka akses jalan, serta memastikan kebutuhan dasar warga terpenuhi,” kata Laili Nugroho.

  • TNI AU dan BNPB Bangun Posko Nasional Bencana di Sumatera

    TNI AU dan BNPB Bangun Posko Nasional Bencana di Sumatera

    Jakarta, Beritasatu.com – TNI Angkatan Udara (TNI AU) melalui Pusat Geospasial TNI AU (Pusgeosau) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendirikan Posko Nasional Crisis Center guna mendukung penanganan bencana di sejumlah wilayah di Pulau Sumatera, khususnya Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Posko nasional tersebut didirikan di Ruang Serbaguna Pusgeosau, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. Kehadiran posko ini diharapkan mampu memperkuat koordinasi antarlembaga dalam penanganan bencana, terutama pada fase tanggap darurat dan pascabencana.

    Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI I Nyoman Suadnyana menjelaskan, pendirian posko ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas distribusi logistik serta penanganan utama di wilayah terdampak bencana.

    “Posko Nasional Crisis Center dirancang sebagai pusat kendali terpadu untuk memperkuat koordinasi lintas instansi serta mempercepat pengendalian logistik dan peralatan,” kata I Nyoman, dikutip dari Antara, Senin (15/12/2025).

    Dalam operasional posko tersebut, Pusgeosau TNI AU berperan strategis dalam menyediakan data dan informasi geospasial yang akurat, cepat, dan terkini. Data tersebut mencakup peta wilayah terdampak, kondisi geografis, hingga akses transportasi yang dapat digunakan untuk mempercepat penyaluran bantuan.

    Menurut I Nyoman, informasi geospasial ini menjadi dasar pertimbangan utama bagi TNI AU dan BNPB dalam menentukan prioritas pendistribusian logistik, peralatan, serta bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang terdampak bencana.

    “Data yang disediakan Pusgeosau sangat penting untuk mendukung pengambilan keputusan di lapangan, khususnya dalam menentukan jalur distribusi dan kebutuhan mendesak di wilayah terdampak,” ujarnya.

    Dengan dukungan data yang terintegrasi dan koordinasi lintas instansi yang kuat, I Nyoman optimistis penanganan pascabencana yang dilakukan oleh TNI AU bersama BNPB akan berjalan lebih maksimal, tepat sasaran, dan efisien.

    Ia memastikan, Posko Nasional Crisis Center ini akan terus beroperasi hingga kondisi di wilayah terdampak bencana, khususnya di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara, dinyatakan kembali kondusif. Selama masa operasional, posko akan menjadi pusat koordinasi utama bagi berbagai instansi yang terlibat dalam penanganan bencana nasional.

    Keberadaan posko ini juga menjadi bentuk sinergi nyata antara unsur pertahanan dan lembaga penanggulangan bencana dalam menghadapi situasi darurat, sekaligus memperkuat kesiapsiagaan nasional terhadap potensi bencana alam di Indonesia.

  • 476 Keluarga Korban Bencana Agam Siap Direlokasi di Huntara

    476 Keluarga Korban Bencana Agam Siap Direlokasi di Huntara

    Lubuk Basung, Beritasatu.com – Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Agam, Sumatera Barat, mencatat 476 dari 539 keluarga korban bencana alam di daerah tersebut menyatakan bersedia tinggal di hunian sementara (huntara) yang akan segera dibangun oleh pemerintah.

    “Sebanyak 476 keluarga ini telah menandatangani surat pernyataan tinggal di hunian sementara,” kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Agam, Rinaldi, di Lubuk Basung, dikutip dari Antara pada Senin (15/12/2025).

    Rinaldi menjelaskan, ratusan keluarga tersebut tersebar di sejumlah kecamatan terdampak bencana. Di Kecamatan Palembayan, sebanyak 225 keluarga akan direlokasi ke hunian sementara yang dibangun di SDN 05 Kayu Pasak Nagari Salareh Aia serta lapangan bola voli Batu Mandi Nagari Salareh Aia Timur.

    Sementara itu, di Kecamatan Tanjung Raya, sebanyak 183 keluarga direlokasi ke hunian sementara yang berlokasi di Linggai Park Nagari Duo Koto. Adapun di Kecamatan Ampek Koto, terdapat 54 keluarga yang akan menempati hunian sementara di lahan DOB Nagari Balingka.

    Selain itu, Kecamatan Malalak juga menjadi lokasi relokasi bagi 14 keluarga yang akan menempati hunian sementara di lapangan Lampeh Jorong Bukik Malanca, Nagari Malalak Timur.

    “Data ini merupakan hasil validasi dari pemerintah nagari. Untuk lahan telah kita tinjau bersama camat dan wali nagari,” ujar Rinaldi.

    Ia menambahkan, secara keseluruhan terdapat 539 keluarga yang rumahnya mengalami rusak berat, berada di zona merah di sepanjang aliran sungai, serta di kawasan tepi bukit yang berpotensi longsor. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 476 keluarga yang bersedia direlokasi, sementara 63 keluarga lainnya menolak relokasi.

    Dalam waktu dekat, pemerintah daerah akan melakukan survei detail ke masing-masing lokasi hunian sementara. Proses pembangunan huntara sendiri akan dilakukan bekerja sama dengan TNI, guna mempercepat penyediaan tempat tinggal layak bagi para korban bencana.

    “Sesampai di lokasi langsung dibangun hunian sementara dan ditargetkan selesai menjelang akhir Desember 2025,” katanya.

    Ia menjelaskan, hunian sementara yang dibangun bertipe 21, dilengkapi dengan dapur, akses jalan, serta fasilitas pendukung lainnya. Pendanaan pembangunan huntara tersebut bersumber dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

    Hunian sementara ini akan menjadi tempat tinggal korban bencana hingga hunian tetap selesai dibangun. Pemerintah Kabupaten Agam merencanakan pembangunan hunian tetap bagi para korban pada tahun 2026 mendatang.

  • Pesawat A400M Kedua TNI AU Rampungkan Uji Terbang di Spanyol

    Pesawat A400M Kedua TNI AU Rampungkan Uji Terbang di Spanyol

    Jakarta, Beritasatu.com – Pesawat angkut militer A400M MRTT kedua milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) telah menyelesaikan tahapan uji terbang di fasilitas Airbus San Pablo, Seville, Spanyol, pada Rabu (12/12/2025). Uji terbang ini menjadi bagian penting dari proses akhir produksi sebelum pesawat dikirim ke Indonesia.

    Pengujian tersebut dilakukan untuk memastikan kualitas dan kesiapan pesawat yang dipesan oleh Kementerian Pertahanan.

    Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama TNI I Nyoman Suadnyana, menyatakan bahwa penerbangan uji ini menandai kemajuan signifikan dalam pemenuhan alutsista strategis TNI AU.

    “Penerbangan ini merupakan tahap penting dalam proses produksi pesawat kedua yang dipesan pemerintah Indonesia untuk mendukung operasional TNI AU,” ujarnya dalam keterangan resmi TNI AU pada Senin (15/12/2025).

    Menurut I Nyoman, pesawat lepas landas pada pukul 11.45 waktu setempat dan mendarat kembali dengan aman pada pukul 16.45 waktu setempat. Selama uji terbang, pesawat dikendalikan oleh kru penguji Airbus yang terdiri atas pilot utama Jonathan Taylor, Flight Officer Julian Castaño, Flight Test Engineer Javier Moreno, Load Master Juan Carlos Rojo, serta Test Flight Engineer Jose Carlos Cañete.

    Kegiatan uji terbang tersebut turut disaksikan oleh Atase Pertahanan Republik Indonesia untuk Madrid Kolonel Pnb Agus Dwi Aryanto, bersama tim perwakilan teknis, serta pilot dan loadmaster TNI AU yang sedang menjalani program pelatihan di Spanyol.

    I Nyoman berharap keikutsertaan personel TNI AU dalam rangkaian kegiatan ini dapat memperkuat pemahaman teknis dan operasional pesawat A400M. Pesawat tersebut diharapkan siap dioperasikan secara optimal saat tiba dan mulai bertugas di Indonesia.

  • 100 Becak Listrik Dibagikan untuk Pengayuh Lansia di Jember

    100 Becak Listrik Dibagikan untuk Pengayuh Lansia di Jember

    Jember (beritajatim.com) – Pemerintah membagikan seratus unit becak listrik untuk pengayuh lanjut usia (lansia) di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Pemerintah daerah akan menyiapkan tempat pengisian batere di halte-halte bus.

    Dinas Perhubungan Jember mencatat ada 989 pengayuh becak yang beroperasi di Jember. Pengayuh berusia lanjut usia (lansia) menjadi prioritas.

    “Becak ini dari kantong pribadi Pak Prabowo Subianto. Yang kami utamakan adalah lansia dulu, di atas 60 tahun,” kata Wakil Ketua Yayasan Gerakam Solidaritas Nasional (GSN) Nanik Sudarwati Deyang, usai penyerahan becak listrik, di Pendapa Wahyawibawagraha, Minggu (14/12/2025).

    Saat ini ada lima ribu unit becak listrik yang akan dibagikan di Jawa yang diprioritaskan untuk pengayuh lansia dulu. “Kata Pak Prabowo, insyaallah beliau sehat, beliau punya rezeki akan pesan lagi, karena memang keinginan beliau tidak boleh mereka yang sepuh ini ngonthel becak. Jadi insyaallah di sini juga bertahap nanti kami akan berikan,” kata Deyang.

    Menurut Deyang, tidak semua pengayuh becak, terutama lansia, bisa beralih profesi. “Kalau kita berikan modal belum tentu bisa, karena mereka rata-rata menjadi penarik becak selama 30 sampai 50 tahun,” katanya.

    Becak listrik ini, menurut Deyang, mempermudah para penarik becak mencari nafkah. “Kalau dia terus ngos-ngosan, mohon maaf, Pak Prabowo menangis melihat ini. Sangat tidak manusiawi. untuk negara yang kaya raya seperti ini, Indonesia yang merdeka sudah 80 tahun. Jadi beliau ingin meringankan beban pengayuh becak lansia,” katanya.

    Becak listrik tersebut merupakan produksi PT Pindad (Persero) atau Perindustrian TNI Angkatan Darat dengan garansi perbaikan selama satu tahun. Deyang berharap pemerintah daerah menindaklanjuti pemberian becak listrik ini dengan memfasiltasi perbaikan. “Suku cadangnya mudah dicari, di toko-toko sepeda ada,” katanya.

    Bupati Muhammad Fawait berterima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto. “(Becak listrik) ini bukan dari APBN, tapi dari murni kantong pribadi Presiden,” katanya.

    Fawait berjanji akan memikirkan cara perbaikan becak-becak listrik itu setelah masa garansi selesai. “Kami sudah sampaikan ke Dinas Perhubungan agar di halte-halt disediakan tempat untuk men-charge becak ini,” katanya. [wir]

  • Mahfud: Aturan Polri yang Bolehkan Polisi di 17 Lembaga Bertentangan dengan 2 UU

    Mahfud: Aturan Polri yang Bolehkan Polisi di 17 Lembaga Bertentangan dengan 2 UU

    Mahfud: Aturan Polri yang Bolehkan Polisi di 17 Lembaga Bertentangan dengan 2 UU
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menilai bahwa Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang membolehkan polisi aktif menduduki jabatan sipil 17 kementerian/lembaga bertentangan dengan dua undang-undang.
    “Perkap tersebut Perkap (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 itu bertentangan dengan dua undang-undang,” ujar Mahfud dalam kanal Youtube MahfudMD, dikutip Senin (15/12/2025).
    Pertama, Perpol tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (
    Polri
    ).
    “Di mana di dalam Pasal 28 ayat (3) (UU Polri) disebutkan bahwa yang anggota Polri yang mau masuk ke jabatan sipil itu hanya boleh apabila minta berhenti atau pensiun dari dinas Polri,” ujar Mahfud.
    Pasal 28 ayat (3) UU Polri tersebut semakin dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
    Putusan MK tersebut mengatur secara tegas bahwa anggota Polri harus mengundurkan diri atau mengajukan pensiun dari dinas kepolisian jika akan menduduki jabatan sipil.
    “Ketentuan terbatas ini sudah dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114 Tahun 2025,” ujar Mahfud.
    Perpol 10/2025 itu juga dinilainya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
    Dalam Pasal 19 ayat (3) UU ASN mengatur, jabatan-jabatan sipil di tingkat pusat dapat diduduki anggota TNI dan Polri sesuai yang diatur dalam UU TNI dan UU Polri.
    Mahfud menjelaskan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI telah mengatur bahwa anggota TNI boleh menduduki jabatan sipil di 14 kementerian/lembaga.
    Sedangkan dalam UU Polri, belum mengatur soal anggota polisi aktif boleh menduduki jabatan sipil di kementerian/lembaga mana saja.
    “Undang-Undang TNI sudah mengatur adanya 14 jabatan yang lalu diperluas menjadi 16, sudah mengatur bahwa TNI bisa ke situ. Tapi Undang-Undang Polri sama sekali tidak menyebut jabatan-jabatan yang bisa diduduki oleh Polri,” ujar Mahfud.
    “Dengan demikian ketentuan Perkap (Perpol 10/2025) itu kalau memang diperlukan itu harus dimasukkan di dalam undang-undang, tidak bisa hanya dengan perkap jabatan sipil itu diatur,” sambung mantan ketua MK itu.
    TRIBUNNEWS.com Ilustrasi polisi.
    Anggota Polri aktif kini resmi dapat menduduki jabatan sipil di 17 kementerian dan lembaga pemerintah.
    Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Polri (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri.
    Berdasarkan salinan aturan yang dilihat Kompas.com dari situs peraturan.go.id, Kamis (11/12/2025), daftar kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh personel Polri diatur dalam Pasal 3 Ayat (2) Perpol tersebut.

    Pelaksanaan Tugas Anggota Polri pada kementerian/lembaga/badan/komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan
    ,” bunyi pasal tersebut.
    Berikut 17 kementerian/lembaga yang bisa diisi polisi aktif:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Perintahkan Hunian Sementara Pengungsi Banjir Sumatra Segera Rampung

    Prabowo Perintahkan Hunian Sementara Pengungsi Banjir Sumatra Segera Rampung

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto memerintahkan jajaran menterinya untuk segera merampungkan pembangunan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) untuk para pengungsi terdampak banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya saat dihubungi di Jakarta, Senin, menjelaskan perintah itu diberikan oleh Presiden Prabowo saat rapat terbatas di kediaman pribadi Presiden di Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (14/12).

    “Pembangunan hunian sementara dan hunian tetap untuk seluruh warga terdampak bencana di Sumatera, Presiden ingin secepat mungkin segera selesai terbangun,” kata Seskab Teddy dikutip dari Antara, Senin (15/12/2025).

    Dalam rapat terbatas itu, beberapa instruksi yang diberikan para menteri merupakan hasil peninjauan Presiden Prabowo langsung ke daerah-daerah terdampak bencana, yaitu pada 1 Desember 2025 di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara; Kota Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh; dan Kabupaten Padang Pariaman di Sumatera Barat.

    Kemudian, kunjungan kedua Presiden di Provinsi Aceh pada 7 Desember 2025 tepatnya di Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Besar, dan Kota Banda Aceh, kemudian pada 12 Desember 2025 di Kabupaten Aceh Tamiang, Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Bener Meriah, serta di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada 13 Desember 2025.

    Dalam rapat koordinasi di Lanud Sultan Iskandar Muda, Minggu (7/12) lalu, Presiden Prabowo menerima laporan dari Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto ada 30.000 lebih rumah warga di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang rusak akibat banjir bandang dan longsor. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah seiring dengan pendataan yang terus dilakukan oleh BNPB bersama Kementerian Pekerjaan Umum.

    Kepala BNPB, dalam rapat tersebut, kemudian mengusulkan hunian sementara yang diperuntukkan kepada pengungsi nantinya dibangun oleh anggota TNI dan Polri yang tergabung dalam satuan tugas (satgas) penanggulangan bencana, sementara pembangunan hunian tetap untuk para pengungsi, diserahkan kepada Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.

    “Kemudian yang tidak pindah, karena mungkin banjirnya, dampaknya tidak terlalu besar bagi keluarga itu sehingga tidak harus pindah, tetapi rumahnya rusak, kami perbaiki oleh satgas BNPB,” kata Suharyanto saat memberikan laporan kepada Presiden.

    Terkait anggaran, BNPB mengajukan Rp60 juta per unit hunian tetap kepada Presiden Prabowo. Sementara itu, untuk hunian sementara, anggaran yang dialokasikan sebesar Rp30 juta per rumah.

    Hunian sementara yang dibangun itu berukuran 36 meter persegi lengkap dengan fasilitas kamar tidur, sarana MCK, dan ruangan lainnya.