Kementrian Lembaga: TNI

  • 4
                    
                        Mengenal Marsinah, Aktivis Buruh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
                        Nasional

    4 Mengenal Marsinah, Aktivis Buruh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional Nasional

    Mengenal Marsinah, Aktivis Buruh yang Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada aktivis buruh, Marsinah.
    Penganugerahan dilakukan dalam upacara penganugerahan gelar
    pahlawan nasional
    2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
    “Tiga, almarhumah
    Marsinah
    tokoh dari Provinsi Jawa Timur,” ujar Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana saat membacakan penganugerahan
    gelar pahlawan nasional
    , Senin (10/11/2025).
    Gelar pahlawan nasional pun diberikan langsung oleh
    Prabowo Subianto
    kepada ahli waris dari Marsinah yang diusulkan dari Jawa Timur.
    Marsinah adalah buruh wanita asal Nganjuk, Jawa Timur. Dia bekerja sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
    Diberitakan Harian
    Kompas
    , 28 Juni 2000, Marsinah lahir pada 10 April 1969. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya.
    Marsinah merupakan anak dari pasangan Astin dan Sumini di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk.
    Dia pertama kali bekerja di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut. Tetapi, gajinya jauh dari cukup sehingga untuk memperoleh tambahan penghasilan, Marsinah juga berjualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharga Rp 150 per bungkus.
    Upacara penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025).
    Kasus pembunuhan Marsinah berawal pada 3-4 Mei 1993, saat buruh pabrik pembuatan arloji, PT Catur Putra Surya (CPS), menuntut pemenuhan hak mereka.
    Setelah aksi mogok kerja tersebut, 11 dari 12 tuntutan tersebut dikabulkan, kecuali pembubaran Unit Kerja SPSI di PT CPS. Terkabulnya hasil perundingan tersebut tertuang dalam Surat Persetujuan Bersama.
    Namun, pada 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil oleh Kodim 0816 Sidoarjo dan mereka dipaksa untuk mengundurkan diri dari PT CPS, dengan alasan sudah tidak dibutuhkan lagi oleh perusahaan. Mereka yang menolak mendapatkan intimidasi dan tindakan represif.
    Mendengar adanya pemanggilan Kodim 0816 Sidoarjo terhadap 13 rekan kerjanya, Marsinah menulis sepucuk surat untuk teman-teman buruhnya tersebut yang berisi petunjuk menjawab interogasi.
    Perempuan kelahiran 10 April 1969 itu juga berikrar di hadapan rekan-rekannya, “Kalau mereka diancam akan dimejahijaukan oleh Kodim, saya akan bawa persoalan ini kepada paman saya di Kejaksaan Surabaya.”
    Pada hari yang sama, 5 Mei 1994, Marsinah bersama seorang rekannya melayangkan surat protes kepada PT CPS yang diterima oleh pihak keamanan pabrik.
    Setelah itu, pada malam harinya, mereka pulang dan menyempatkan untuk berkunjung ke kediaman temannya.
    Namun, usai pertemuan di malam itu, pukul 22.00, Marsinah pergi entah ke mana dan menjadi yang terakhir kali bagi rekan-rekannya untuk melihat sosok perempuan itu.
    Pada 8 Mei 1993, segerombolan anak-anak menemukan jasad Marsinah terbujur kaku di sebuah gubuk di kawasan hutan Desa Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.
    Tubuhnya dipenuhi luka dan bersimbah darah, yang mengindikasikan bahwa Marsinah mengalami kekerasan dan penyiksaan sebelum dibunuh.
    Tewasnya Marsinah mendapatkan perhatian publik dan Presiden Soeharto saat itu. Satu bulan pertama pengusutan kasusnya, kepolisian sudah memeriksa sebanyak 142 orang.
    Namun, puncaknya terjadi pada 1 November 1993 dini hari, saat satuan intelijen menculik delapan orang yang diduga sebagai pelaku pembunuhan Marsinah.
    Kedelapan orang tersebut merupakan orang-orang dari PT CPS, di mana salah satu yang diculik adalah pemilik pabrik, Judi Susanto.
    Judi Susanto dan tujuh orang lainnya diketahui mengalami siksaan berat untuk dipaksa mengakui bahwa mereka adalah dalang pembunuhan Marsinah.
    Selama penyelidikan dan penyidikan oleh Tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur, disebutkan bahwa Suprapto, seorang pekerja di bagian kontrol PT CPS, menjemput Marsinah dengan sepeda motornya.
    Marsinah kemudian disebut dibawa ke rumah Judi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari disekap, Marsinah disebut dibunuh oleh Suwono, seorang satpam di PT CPS.
    Akhirnya, Judi Susanto dijatuhi vonis 17 tahun penjara. Sementara itu, beberapa staf PT CPS dijatuhi hukuman sekitar empat tahun hingga 12 tahun penjara.
    Namun, saat itu Judi Susanto bersikeras menyatakan tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Ia mengaku hanya dijadikan sebagai kambing hitam. Judi Susanto kemudian naik banding ke Pengadilan tinggi dan dinyatakan bebas.
    Hal serupa juga dilakukan para staf PT CPS yang dijatuhi hukuman. Mereka naik banding hingga dibebaskan dari segala dakwaan atau bebas murni oleh Mahkamah Agung.
    Setelah itu, kasus pembunuhan Marsinah tidak menemui titik terang dan menjadi salah satu catatan pelanggaran HAM di Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Marsinah Diberi Gelar Pahlawan Nasional, Sang Adik Tak Kuasa Tahan Tangis

    Marsinah Diberi Gelar Pahlawan Nasional, Sang Adik Tak Kuasa Tahan Tangis

    Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, Tanda Kehormatan Fadli Zon menyampaikan usulan tokoh penerima gelar Pahlawan Nasional bertambah dari 40 menjadi 49 nama. Adapun 40 tokoh dianggap telah memenuhi syarat mendapat gelar Pahlawan Nasional, sementara 9 nama lainnya usulan dari tahun sebelumnya.

    “Ada 40 nama calon pahlawan nasional yang dianggap telah memenuhi syarat dan ada sembilan nama yang merupakan bawaan, carry over, dari yang sebelumnya. Jadi totalnya ada 49 nama,” kata Fadli Zon usai menghadap Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).

    Dari 49 nama itu, Fadli Zon menyampaikan kepada Prabowo bahwa ada 24 tokoh yang masuk daftar prioritas untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional tahun ini. Dia tak menjelaskan secara rinci siapa saja 24 nama tersebut.

    “Karena kita juga mendekati Hari Pahlawan, kita telah menyampaikan ada 24 nama dari 49 itu yang menurut, Dewan Gelar Tanda Kehormatan memerlukan, telah diseleksi mungkin bisa menjadi prioritas,” ujarnya.

    Berikat daftar tokoh penerima Gelar Pahlawan Nasional:

    1. Abdurachman Wahid – Jawa Timur

    2. Jenderal Besar TNI Soeharto – Jawa Tengah

    3. Marsinah – Jawa Timur

    4. Mochtar Kusumaatmaja – Jawa Barat

    5. Hajjah Rahma El Yunusiyyah – Sumatera Barat

    6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo – Jawa Tengah

    7. Sultan Muhammad Salahuddin – NTB

    8. Syaikhona Muhammad Kholil – Jawa Timur

    9. Tuan Rondahaim Saragih – Sumatera Utara

    10. Zainal Abidin Syah – Maluku Utara

  • Soeharto resmi pahlawan, Prabowo serahkan gelar ke Tutut Soeharto

    Soeharto resmi pahlawan, Prabowo serahkan gelar ke Tutut Soeharto

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Prabowo Subianto menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia Soeharto, di mana plakat dan dokumen gelar pahlawan diserahkan kepada putri sulung Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto selaku ahli waris, di Istana Negara, Jakarta, Senin.

    Berdasarkan tayangan langsung kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin, dalam prosesi penyerahan gelar pahlawan tersebut, Tutut didampingi oleh sang adik yaitu Bambang Trihatmodjo.

    Penganugerahan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional. Soeharto menerima gelar sebagai pahlawan di bidang Perjuangan Bersenjata dan Politik, atas jasa dan peran menonjolnya sejak masa kemerdekaan.

    Sebagai wakil komandan BKR Yogyakarta, Jenderal Soeharto tercatat memimpin pelucutan senjata pasukan Jepang di Kota Baru pada tahun 1945.

    Selain Soeharto, terdapat sembilan tokoh lain yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan 2025.

    Sembilan tokoh tersebut yaitu:

    1. Almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Bidang Perjuangan Politik dan Pendidikan Islam).

    2. Almarhumah Marsinah (Bidang Perjuangan Sosial dan Kemanusiaan).

    3. Almarhum Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (Bidang Perjuangan Hukum dan Politik).

    4. Almarhumah Hajjah Rahmah El Yunusiyyah (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam).

    5. ⁠Almarhum Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo (Bidang Perjuangan Bersenjata).

    6. Almarhum Sultan Muhammad Salahuddin (Bidang Perjuangan Pendidikan dan Diplomasi).

    7. Almarhum Syaikhona Muhammad Kholil (Bidang Perjuangan Pendidikan Islam).

    8. Almarhum Tuan Rondahaim Saragih (Bidang Perjuangan Bersenjata).

    9. Almarhum Zainal Abidin Syah (Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi).

    Pewarta: Fathur Rochman/Andi Firdaus
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Presiden Prabowo anugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh

    Presiden Prabowo anugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh

    Jakarta (ANTARA) – Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh yang dinilai berjasa besar bagi bangsa dan negara.

    Upacara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional berlangsung di Istana Jakarta, Senin, diawali dengan prosesi mengheningkan cipta untuk arwah para pahlawan yang dipimpin langsung Presiden.

    Penganugerahan Pahlawan Nasional ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan negara atas kontribusi para tokoh dalam bidang kepemimpinan, demokrasi, HAM, dan keberpihakan kepada rakyat.

    Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116.TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional ditetapkan di Jakarta 6 November 2025.

    Dalam upacara tersebut, pemerintah menetapkan sepuluh tokoh sebagai Pahlawan Nasional, yakni:

    1. K.H. Abdurachman Wahid (Gus Dur) – Jawa Timur.
    2. Jenderal Besar TNI H.M. Soeharto – Jawa Tengah.
    3. Marsinah – Jawa Timur
    4. Mochtar Kusumaatmaja – Jawa Barat.
    5. Hj. Rahma El Yunusiyyah – Sumatera Barat.
    6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo – Jawa Tengah.
    7. Sultan Muhammad Salahuddin – Nusa Tenggara Barat.
    8. Syaikhona Muhammad Kholil – Jawa Timur.
    9. Tuan Rondahaim Saragih – Sumatera Utara.
    10. Zainal Abidin Syah – Maluku Utara.

    Agenda tersebut turut dihadiri Wakil Presiden Gibran Rakabuming beserta jajaran anggota Kabinet Merah Putih beserta perwakilan keluarga Pahlawan Nasional yang namanya diumumkan hari ini.

    Upacara diakhiri dengan penyerahan plakat dan dokumen gelar kepada keluarga ahli waris. Pemerintah berharap penganugerahan ini menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus berkontribusi bagi bangsa.

    Pengumuman ini merupakan yang terbaru setelah penetapan pahlawan nasional pada 8 November 2023 oleh Presiden Ke-7 RI Joko Widodo.

    Pewarta: Andi Firdaus
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sah! Prabowo Beri Gelar Pahlawan Nasional ke 10 Tokoh, Termasuk Soeharto

    Sah! Prabowo Beri Gelar Pahlawan Nasional ke 10 Tokoh, Termasuk Soeharto

    Bisnis.com, JAKARTA — Dalam rangka peringatan Hari Pahlawan, Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh bangsa di Istana Negara, Senin (10/11/2025).

    Penganugerahan ini menjadi bentuk penghormatan negara atas jasa-jasa besar para tokoh yang dinilai berjasa luar biasa bagi perjuangan, kemerdekaan, dan pembangunan Republik Indonesia.

    Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional tertuang 10 nama yang mendapatkan gelar pahlawan nasional.

    Dalam sambutannya, Presiden Ke-8 RI itu menyampaikan bahwa pemberian gelar ini merupakan bentuk penghormatan kepada para pejuang yang telah memberikan dedikasi, pengorbanan, dan keteladanan bagi bangsa.

    “Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban untuk kemerdekaan kedaulatan dan kehormatan bangsa Indonesia yang telah memberi segala-galanya agar kita bisa hidup merdeka dan kita bisa hidup dalam alam yang sejahtera,” pungkas Prabowo.

    Upacara penganugerahan turut dihadiri oleh Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming, para menteri kabinet merah putih, serta keluarga ahli waris dari para tokoh yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

    Berikut daftar 10 tokoh penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2025:

    1. Abdurachman Wahid (Gus Dur) – Jawa Timur

    2. Jenderal Besar TNI Soeharto – Jawa Tengah

    3. Marsinah – Jawa Timur

    4. Mochtar Kusumaatmaja – Jawa Barat

    5. Hajjah Rahma El Yunusiyyah – Sumatra Barat

    6. Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo – Jawa Tengah

    7. Sultan Muhammad Salahuddin – Nusa Tenggara Barat

    8. Syaikhona Muhammad Kholil – Jawa Timur

    9. Tuan Rondahaim Saragih – Sumatra Utara

    10. Zainal Abisin Syah – Maluku Utara

  • Penyelidikan Ledakan SMAN 72 Didorong Transparan, Cegah Simpang Siur Informasi

    Penyelidikan Ledakan SMAN 72 Didorong Transparan, Cegah Simpang Siur Informasi

    Penyelidikan Ledakan SMAN 72 Didorong Transparan, Cegah Simpang Siur Informasi
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi X DPR Ratih Megasari Singkarru mendorong penyelidikan peristiwa ledakan di SMAN 72, Kelapa Gading, Jakarta, dilakukan dengan transparan dan terbuka.
    Menurutnya, keterbukaan dari setiap perkembangan hasil penyelidikan menjadi penting untuk mencegah kesimpangsiuran berita.
    “Transparansi penting untuk menghindari kesimpangsiuran berita dan berkembangnya hoaks di masyarakat, namun tentu saja harus dilakukan dengan tetap menghormati privasi peserta didik yang terlibat,” ujar Ratih dalam keterangannya, dikutip Senin (10/11/2025).
    Ratih menjelaskan, saat ini sudah muncul banyak simpang siur informasi terkait ledakan di
    SMAN 72
    Jakarta yang terjadi pada Jumat (7/11/2025).
    Salah satunya soal perundungan atau
    bullying
    yang disebut menjadi motif pelaku melakukan peledakan di lingkungan sekolah tersebut.
    “Jika dalam penyelidikan nanti terbukti benar bahwa ada unsur perundungan yang melatarbelakangi insiden mengerikan ini, maka ini adalah alarm darurat bagi dunia pendidikan kita,” tegas Ratih.
    Selain peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta, dugaan kasus perundungan itu juga harus ditelusuri oleh pihak berwajib.
    Menurutnya, perundungan bukan lagi kenakalan remaja yang bisa dikompromi lagi, karena perbuatan tersebut dapat memicu tragedi kemanusiaan.
    Ratih mengajak seluruh pemangku kepentingan pendidikan untuk aktif mengawasi, mencegah, serta menindak tegas segala bentuk perundungan.
    “Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan suportif bagi setiap anak,” ujar politikus Partai Nasdem itu.
    Diketahui, ledakan terjadi di lingkungan SMAN 72 Jakarta yang berada di kompleks Kodamar TNI Angkatan Laut, Kelapa Gading, pada Jumat (7/11/2025) sekitar pukul 12.15 WIB.
    Dari hasil penyelidikan awal, pelaku diduga merupakan salah satu siswa sekolah tersebut. Siswa itu dikabarkan mengalami perundungan (
    bullying
    ) yang diduga menjadi salah satu motif di balik aksi itu.
    Polisi juga menemukan sejumlah barang bukti di lokasi, termasuk benda yang mirip senjata airsoft gun dan revolver. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, senjata tersebut dipastikan hanyalah mainan.
    Polda Metro Jaya bersama instansi terkait masih melakukan investigasi lanjutan untuk memastikan motif dan penyebab pasti ledakan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1
                    
                        Densus 88: Terduga Pelaku Ledakan di SMAN 72 Bawa 7 Peledak, 4 Meledak di Lokasi
                        Nasional

    1 Densus 88: Terduga Pelaku Ledakan di SMAN 72 Bawa 7 Peledak, 4 Meledak di Lokasi Nasional

    Densus 88: Terduga Pelaku Ledakan di SMAN 72 Bawa 7 Peledak, 4 Meledak di Lokasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Juru Bicara Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, mengungkapkan bahwa terduga pelaku peledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara, membawa tujuh peledak.
    “Benar bahwa ditemukan tujuh peledak,” kata Mayndra kepada Kompas.com, Senin (10/11/2025).
    Dari tujuh peledak yang dibawa terduga pelaku, empat di antaranya meledak di dua lokasi.
    Sementara, tiga peledak lainnya tidak meledak.
    “TKP 1 (Masjid) dua bom meledak, TKP 2 Taman Baca dan Bank Sampah terdapat dua bom meledak. Tiga yang tidak meledak,” jelasnya.
    Mayndra juga menyebut bahwa pihaknya telah mengetahui jenis peledak yang dibawa itu.
    Namun, ia enggan memerinci detail jenis peledak tersebut.
    “Untuk jenisnya telah diketahui, dan bisa ditanyakan kepada otoritas Brimob Gegana atau Polda Metro Jaya,” terang Mayndra.
    Sebelumnya diberitakan, ledakan terjadi pada Jumat (7/11/2025) sekitar pukul 12.15 WIB di lingkungan SMAN 72 Jakarta yang berada di kompleks Kodamar TNI Angkatan Laut, Kelapa Gading.
    Berdasarkan keterangan saksi, letusan pertama terdengar saat khotbah Jumat sedang berlangsung, disusul ledakan kedua dari arah berbeda.
    Peristiwa tersebut menyebabkan puluhan korban mengalami luka bakar dan luka akibat serpihan, serta menimbulkan kepanikan di lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar.
    Dari hasil penyelidikan awal, pelaku diduga merupakan salah satu siswa sekolah tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Peringatan Hari Pahlawan, Prabowo: Jangan Sekali-sekali Melupakan Jasa Mereka

    Peringatan Hari Pahlawan, Prabowo: Jangan Sekali-sekali Melupakan Jasa Mereka

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto memimpin Upacara Ziarah Nasional dan Renungan Suci dalam rangka memperingati Hari Pahlawan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Nasional Kalibata, Jakarta, Senin dini hari, (10/11/2025).

    Prabowo tiba pada pukul 23.44 WIB sebelumnya Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tiba di lokasi upacara sekitar pukul 23.40 WIB, Minggu, 9 November 2025.

    Setelah upacara dimulai, Presiden Ke-8 RI itu melakukan peletakan karangan bunga sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan yang telah gugur membela bangsa.

    Karangan bunga yang diletakkan Prabowo bertulis Pahlawan Teladanku, Terus Bergerak, Melanjutkan Perjuangan.

    Selanjutnya, Presiden memimpin prosesi mengheningkan cipta. Dalam suasana hening yang khidmat, Prabowo menyampaikan pesan renungan yang menegaskan kembali makna perjuangan dan pengorbanan para pahlawan.

    “Kita mengenang arwah dan jasa para pahlawan yang telah gugur membela kemerdekaan kedaulatan dan kehormatan bangsa Indonesia. khususnya mereka-mereka yang gugur dalam perlawanan terhadap kekuatan asing yang mendukung penjajahan kembali bangsa Indonesia oleh bangsa asing,” ucap Prabowo saat memimpin renungan suci.

    Prosesi renungan suci berlangsung tenang dan penuh penghormatan. Para peserta, termasuk pejabat negara anggota kabinet merah putih, perwira tinggi TNI-Polri, menundukkan kepala dalam keheningan, mengenang perjuangan yang menjadi fondasi kemerdekaan Indonesia.

    Dia kemudian menegaskan kembali nilai historis Hari Pahlawan yang bersumber dari keberanian rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1945.

    “Pada tahun 1945, 10 November, para pahlawan telah dengan berani melawan kekuatan asing yang begitu besar, terutama kekuatan Inggris, pemenang Perang Dunia II. Mereka dengan perlawanan pengorbanan yang begitu besar, mereka telah mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia. Janganlah kita sekali-sekali melupakan jasa mereka, kepahlawan mereka. Mengheningkan cipta mulai,” tandas Prabowo.

  • Gibran dampingi Prabowo pada peringatan Hari Pahlawan 2025

    Gibran dampingi Prabowo pada peringatan Hari Pahlawan 2025

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka mendampingi Presiden Prabowo Subianto dalam Upacara Ziarah Nasional dan Renungan Suci Peringatan Hari Pahlawan 2025, di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta Selatan, Senin dini hari.

    Sebagaimana keterangan yang diterima, Senin, upacara yang dipimpin oleh Komandan Upacara Kolonel Laut (P) Martinus tersebut mengusung tema “Pahlawanku Teladanku, Terus Bergerak, Melanjutkan Perjuangan.”

    Dalam suasana hening dan penuh penghormatan, Presiden Prabowo memimpin langsung prosesi renungan suci.

    Kepala Negara mengajak seluruh peserta upacara untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berkorban demi merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa.

    “Marilah kita mengenang arwah dan jasa para pahlawan yang telah gugur membela kemerdekaan, kedaulatan, dan kehormatan bangsa Indonesia, khususnya mereka-mereka yang gugur dalam perlawanan terhadap kekuatan asing yang mendukung penjajahan kembali bangsa Indonesia oleh bangsa asing,” ujar Presiden.

    Prabowo kemudian mengingatkan kembali makna perjuangan 10 November 1945 di Surabaya yang menjadi simbol keberanian bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.

    “Pada tahun 1945, 10 November, para pahlawan telah dengan berani melawan kekuatan asing yang begitu besar, terutama kekuatan Inggris pemenang perang dunia kedua,” ungkap Presiden.

    “Dengan perlawanan dan pengorbanan yang begitu besar, mereka telah mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia,” sambungnya.

    Menutup amanatnya, Presiden Prabowo mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk terus meneladani nilai-nilai perjuangan para pahlawan dan tidak melupakan jasa mereka.

    “Janganlah kita sekali-sekali melupakan jasa mereka, kepahlawanan mereka,” ujarnya.

    Turut hadir dalam upacara tersebut jajaran Menteri Kabinet Merah Putih, para veteran, serta unsur TNI dan Polri.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Imam Budilaksono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Polemik dan Warisannya di Mata Publik

    Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Polemik dan Warisannya di Mata Publik

    Bisnis.com, JAKARTA — Setelah melalui tiga rezim pemerintahan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto akhirnya mewujudkan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. 

    Keputusan tersebut akan diumumkan bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, Senin (10/11/2025) yang kabarnya akan dilaksanakan di Istana Kepresidenan, Jakarta.

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan hal itu usai menghadiri rapat terbatas di kediaman Presiden, Jalan Kertanegara IV, Jakarta, Minggu (9/11/2025) malam.

    “Iya,” ujar Prasetyo saat dikonfirmasi apakah rapat tersebut berkaitan dengan Hari Pahlawan.

    Dia menjelaskan, rapat malam itu membahas proses finalisasi daftar tokoh yang akan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional tahun ini. 

    “Bapak Presiden juga mendapatkan masukan dari Ketua MPR, kemudian juga dari Wakil Ketua DPR. Karena memang cara bekerja beliau, menugaskan beberapa untuk berkomunikasi dengan para tokoh, mendapatkan masukan dari berbagai pihak sehingga diharapkan apa yang nanti diputuskan Presiden, oleh pemerintah, sudah melalui berbagai masukan,” jelasnya.

    Ketika ditanya apakah pengumuman itu akan disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo, Prasetyo membenarkan hal tersebut.

    Menurutnya, bahkan ada sekitar sepuluh nama tokoh yang akan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional tahun ini.

    Saat ditanya apakah di antara nama-nama tersebut termasuk Soeharto, Prasetyo menegaskan bahwa nama Bapak Pembangunan itu masuk dalam daftar.

    “Ya, masuk, masuk [dari 10 nama yang akan dapat gelar pahlawan],” ucapnya.

    Dia menambahkan, keputusan ini merupakan bentuk penghormatan negara terhadap jasa para pendahulu bangsa. 

    “Itu kan bagian dari bagaimana kita menghormati para pendahulu, terutama para pemimpin kita, yang apa pun sudah pasti memiliki jasa yang luar biasa terhadap bangsa dan negara,” tuturnya.

    Langkah ini menandai pertama kalinya pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, setelah wacana tersebut sempat muncul sejak era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono hingga Joko Widodo, tetapi tak pernah terealisasi.

    Dinamika Panjang Menuju Gelar Pahlawan Nasional Soeharto

    Perjalanan untuk menjadikan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, sebagai Pahlawan Nasional bukanlah proses yang singkat. Wacana ini telah bergulir lebih dari dua dekade, melewati tiga rezim pemerintahan berbeda—Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo (Jokowi), hingga akhirnya terealisasi di era Presiden Prabowo Subianto.

    Setelah lengser pada 1998 di tengah krisis multidimensi dan gelombang reformasi, figur Soeharto kerap menimbulkan perdebatan di ruang publik. Di satu sisi, banyak kalangan menilai Soeharto sebagai tokoh pembangunan yang berhasil membawa Indonesia pada masa stabilitas ekonomi dan pertumbuhan pesat selama tiga dasawarsa kepemimpinannya. Namun di sisi lain, warisan pelanggaran hak asasi manusia, pembungkaman politik, dan praktik korupsi yang melekat pada rezim Orde Baru membuat wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional selalu menjadi isu sensitif.

    Pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, sejumlah organisasi masyarakat dan tokoh politik pernah mengusulkan agar Soeharto mendapat pengakuan sebagai pahlawan. Namun, pemerintah kala itu memilih bersikap hati-hati, dengan alasan perlu menyeimbangkan pandangan publik dan memastikan proses seleksi tetap sesuai dengan prinsip keadilan sejarah.

    Wacana serupa muncul kembali di masa Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Beberapa menteri bahkan sempat mengonfirmasi bahwa nama Soeharto masuk dalam pembahasan Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Namun hingga akhir masa jabatan Jokowi, keputusan itu tidak pernah diambil, dengan alasan masih adanya perbedaan pandangan yang tajam di masyarakat.

    Baru di era Presiden Prabowo Subianto—mantan perwira TNI yang dikenal dekat secara personal dan ideologis dengan Soeharto—keputusan itu akhirnya terealisasi. Melalui pendekatan konsultatif dengan berbagai tokoh nasional, lembaga legislatif, dan Dewan Gelar, pemerintah menilai bahwa Soeharto layak mendapat pengakuan atas jasa-jasanya dalam menjaga keutuhan bangsa dan meletakkan dasar pembangunan nasional.

    Misalnya, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menyatakan sepakat atas usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden Ke-2 RI Soeharto, terlepas dari kontroversinya.

    Dia mengatakan bahwa Partai NasDem melihat sisi positif terhadap pemberian gelar pahlawan tersebut. Meskipun ada kekurangan, tetapi dia menilai Soeharto telah memberikan peran dan dan arti terhadap pembangunan negara.

    “Sukar juga kita menghilangkan objektivitas bahwa sosok Soeharto telah memberikan posisi, peran, dan arti, keberadaan beliau sebagai Presiden yang membawa progres pembangunan nasional kita cukup berarti, seperti apa yang kita nikmati hari ini,” kata Surya Paloh usai acara FunWalk HUT Ke-14 NasDem di Jakarta, Minggu (9/11/2025).

    Selama 32 tahun memimpin Indonesia, menurut dia, Soeharto pasti tak lepas dari kekurangan, kesalahan, dan kesilapan. Namun jika ingin membawa gerakan perubahan, dia mengatakan bahwa faktor objektif atas peran Soeharto juga harus dihargai bersama.

    “Saya pikir memang kalau sudah mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk konsekuensi pro dan kontra, polemik yang terjadi, bagi NasDem melihat sisi positifnya saja,” tuturnya.

    Senada, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menanggapi wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto yang menuai perdebatan publik.

    Dia menilai, perbedaan pendapat terkait hal tersebut merupakan hal yang wajar dalam demokrasi, tetapi bangsa Indonesia tetap harus menghargai jasa para tokoh yang telah berkontribusi besar bagi negara.

    “Bagi kami, Pak Harto adalah seorang tokoh, kemudian pemimpin bangsa 32 tahun yang mampu membawa Indonesia dari inflasi yang 100% kemudian inflasinya terjaga, menciptakan lapangan pekerjaan, kemudian juga mampu memberikan kontribusi terbaiknya dalam swasembada pangan, swasembada energi, sampai kemudian bangsa kita menjadi Macan Asia pada saat itu ya, di zaman Orde Baru,” ujarnya.

    Meski begitu, menurut Bahlil, tidak ada manusia yang sempurna, termasuk para pemimpin bangsa. Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak untuk menilai jasa para tokoh secara proporsional dan menghargai kontribusi positif yang telah mereka berikan bagi kemajuan Indonesia.

    Bahkan, Bahlil menilai bahwa apabila perlu partainya menyarankan agar seluruh tokoh-tokoh bangsa terkhusus mantan-mantan presiden agar dapat dipertimbangkan untuk meraih gelar pahlawan nasional.

    “Kalau kita mau bicara tentang manusia yang sempurna, kesempurnaan itu cuma Allah Subhanahu wa taala. Semua masih ada plus minus, sudahlah yang yang baik ya kita harus hargai semua para pendiri dan para tokoh bangsa,” imbuhnya.

    Termasuk saat ditanya mengenai usulan agar Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga diberi gelar serupa, Bahlil menegaskan bahwa Golkar bersikap terbuka terhadap penghargaan bagi seluruh mantan presiden yang telah wafat.

    Dia juga menilai Gus Dur dan BJ Habibie merupakan tokoh besar yang turut memberikan kontribusi penting bagi perjalanan bangsa.

    “Pak Gus Dur juga mempunyai kontribusi yang terbaik untuk negara ini. Ya, kami menyarankan juga harus dipertimbangkan agar bisa menjadi pahlawan nasional. Pak Habibie juga, semuanyalah ya,” pungkas Bahlil

    Pro dan Kontra di Lapangan

    Ketua Dewan Setara Institute Hendardi menilai rencana pemberian gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 Soeharto melanggar hukum. Menurutnya, Soeharto lekat dengan masalah pelanggaran HAM, korupsi, dan penyalahgunaan kewenangan.

    Hendardi mengatakan, upaya mengharumkan mertua Prabowo Subianto itu sudah berjalan sistematis. Sebab, katanya, tepat sebulan sebelum pelantikan Prabowo sebagai presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) secara resmi mencabut nama Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

    Menurutnya, pencabutan TAP MPR itu mengabaikan fakta historis bahwa 32 tahun masa kepemimpinannya penuh dengan pelanggaran HAM, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Pemerintah dinilai seolah ingin melepaskan nama Soeharto dari masalah-masalah yang pernah dibuatnya.

    “Selain itu jika nantinya Soeharto ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, hal itu merupakan tindakan melawan hukum, terutama UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin (27/10/2025).

    Dia menuturkan bahwa dalam aturan tersebut, untuk memperoleh gelar tanda jasa harus memenuhi beberapa syarat sebagaimana diatur di Pasal 24, yakni WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah NKRI; memiliki integritas moral dan keteladanan, berjasa terhadap bangsa dan negara; berkelakuan baik; setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan tidak pernah dipidana, minimal 5 (lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

    “Soeharto tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional. Dugaan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang pernah terjadi pada masa pemerintahannya yang otoriter dan militeristik tidak dapat disangkal, meskipun juga tidak pernah diuji melalui proses peradilan,” ujar Ketua Dewan Setara Institute Hendardi.

    Hendardi juga menyinggung putusan Mahkamah Agung No. 140 PK/Pdt/2005 yang menyatakan Yayasan Supersemar milik Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib membayar uang sebesar US$315.002.183 dan Rp 139.438.536.678,56 kepada Pemerintah RI, atau sekitar Rp4,4 triliun dengan kurs saat itu.

    Selain itu, Soeharto turut didakwa karena mengeluarkan sejumlah peraturan dan keputusan Presiden yang menguntungkan setidaknya tujuh yayasan yang dipimpin Soeharto dan kemudian dialirkan ke 13 perusahaan afiliasi keluarga serta pihak-pihak terdekat Cendana

    “Jika hal itu tetap dilakukan oleh Presiden sebagai Kepala Negara, maka tidak salah anggapan bahwa Presiden Prabowo menerapkan absolutisme kekuasaan,” tegasnya.

    Berbeda pandangan, Lembaga Survei KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) menyebut bahwa mayoritas responden setuju pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

    Kesimpulan itu diungkapkan KedaiKOPI ketika merilis hasil survei terbarunya mengenai persepsi publik terhadap wacana pengangkatan Presiden RI ke-2, Soeharto, dan Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sebagai Pahlawan Nasional.

    Survei dilaksanakan dengan metode CASI (Computer Assisted Self Interviewing) pada 5-7 November 2025 dengan melibatkan 1.213 responden.

    Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio menyebut 80,7% publik setuju Presiden ke-2 Soeharto mendapatkan gelar pahlawan, 15,7% tidak mendukung, dan 3,6% tidak tahu.

    Dia menjelaskan alasan publik mendukung Soeharto adalah karena keberhasilannya dalam program swasembada pangan 78% dan Pembangunan Indonesia 77,9%.

    Selain itu, memori akan sekolah dan sembako murah 63,2% serta stabilitas politik yang baik 59,1% juga menjadi pertimbangan penting bagi responden yang mendukung.

    “Yang terbanyak karena berhasil membawa Indonesia swasembada pangan, kemudian berhasil melakukan pembangunan di Indonesia, karena sekolah murah dan sembako murah, karena stabilitas politik yang baik, lainnya macam-macam ada perjuangan kemerdekaan dan militer,” kata Hensa, dalam keterangan, dikutip Minggu (9/11/2025).

    Kemudian, bagi responden yang tidak mendukung, 88% beralasan bahwa Soeharto lekat dengan kasus korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), 82,7% terkait isu pembungkaman kebebasan berpendapat dan pers, dan isu pelanggaran HAM mendapatkan respon 79,6%.

    Menurutnya, alasan ini tidak bisa dihilangkan dari ingatan masyarakat sehingga pemerintah diminta mempertimbangkan kembali pemberian gelar pahlawan terhadap Soeharto.

    “Ini adalah poin krusial. Dukungan pada Soeharto didasarkan pada aspek pembangunan dan kesejahteraan ekonomi, namun penolakan didominasi oleh isu KKN, pelanggaran HAM, dan kebebasan sipil. Ini adalah hal yang harus dipertimbangkan oleh Dewan Gelar,” jelas Hendri.