TNI AD: Serka SM Gugur Saat Hendak Antarkan Obat Anggota yang Sakit
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– TNI Angkatan Darat (AD) menyampaikan duka mendalam atas gugurnya salah satu prajurit berpangkat Sersan Kepala (Serka) SM, yang bertugas sebagai Bintara Kesehatan di Kodim 1715/Yahukimo,
Papua
Pegunungan.
Serka SM
gugur dalam tugas pada Senin (16/6/2025), setelah menjadi korban penembakan oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka (
OPM
) di Jembatan Kali Biru, Serada, Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana membenarkan peristiwa tersebut dan menegaskan bahwa Serka SM tengah menjalankan misi kemanusiaan saat insiden terjadi.
“Peristiwa penembakan ini terjadi saat Almarhum dalam perjalanan kembali dari RSUD Dekai menuju Makodim 1715/Yahukimo untuk mengantarkan obat bagi anggota yang sedang sakit, namun di jalan Almarhum secara tiba-tiba dihadang oleh anggota OPM,” kata Kadispenad kepada wartawan, Senin.
TNI AD
mengecam keras aksi kekerasan tersebut. Mereka menganggap hal itu sebagai bentuk teror brutal yang terus dilakukan kelompok bersenjata di Papua.
Peristiwa ini, lanjut Wahyu, semakin menambah panjang daftar kekejaman yang dilakukan oleh OPM.
“Di mana target korbannya bukan hanya aparat keamanan, tetapi juga masyarakat sipil,” imbuh dia.
Ia menambahkan, aparat keamanan kini tengah memburu para pelaku dan menegaskan bahwa TNI tidak akan memberi ruang sedikit pun bagi aksi kekerasan serupa di masa mendatang.
“Tindakan seperti ini adalah bentuk nyata dari ancaman terhadap keamanan dan kehidupan damai masyarakat di Papua,” tegasnya.
Wahyu memastikan bahwa pengabdian TNI AD tidak akan surut meski menghadapi tantangan berat di lapangan.
Dia menyebut prajurit TNI akan terus menjalankan tugas pertahanan negara, sekaligus mendukung upaya kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat di Papua.
“TNI Angkatan Darat akan terus bersama-sama rakyat Papua, menjalankan tugas-tugas pertahanan negara sekaligus mendukung upaya-upaya kemanusiaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di tanah Papua,” ungkapnya.
“Kejadian ini tidak akan menyurutkan semangat pengabdian terbaik kami untuk negara dan masyarakat,” tambah dia.
Hingga kini, belum ada informasi lebih lanjut mengenai identitas pelaku maupun perkembangan proses pengejaran.
Sebelumnya diberitakan, seorang anggota TNI dari Komando Distrik (Kodim) 1715/Yahukimo bernama Serka Segar Maulama gugur diduga ditembak oleh Kelompok Kriminal Bersenjata di Jembatan Kali Biru, Seradala, Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, Senin sekitar pukul 10.45 WIT.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Candra Kurniawan, membenarkan peristiwa penembakan tersebut.
“Ya benar. Saat itu korban sedang dalam perjalanan pulang dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dekai, Kabupaten Yahukimo, menuju ke Markas Kodim 1715/Yahukimo,” jelasnya dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Senin sore.
Menurut Candra, saat dalam perjalanan Serka Maulama tiba-tiba diserang oleh KKB. Korban diduga ditembak dan dibacok, hingga akhirnya dinyatakan gugur di lokasi kejadian.
“Saat ini aparat gabungan TNI terus melakukan pengejaran terhadap para pelaku,” ungkapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: TNI AD
-
/data/photo/2025/06/11/684962c1e1f93.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
TNI AD: Serka SM Gugur Saat Hendak Antarkan Obat Anggota yang Sakit
-

Serka Seger sempat periksa kesehatan prajurit sebelum dibunuh OPM
“Sekitar pukul 09.50 WIT, Serka Seger bersama tiga anggota lainnya menuju RSUD Dekai untuk berkoordinasi mengenai pengadaan obat bagi anggota yang memerlukan perawatan,”
Jakarta (ANTARA) – Anggota Kodim 1715/ Yahikumo, Serka Seger Mulyana tewas diserang kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) Kodap XVI Yahukimo pimpinan Elkius Kobak usai memeriksa kesehatan anggota dan membawa obat-obatan untuk personel yang sedang sakit, Senin.
Dalam siaran pers resmi Mabes TNI, dijelaskan bahwa peristiwa naas itu bermula ketika Serka Seger mengikuti apel pagi di Kodim Yahikumo pukul 08.00 WIT.
Usai menjalani apel pagi, Serka Seger memeriksa kondisi anggota Makodim 1715/Yahikumo yang sedang sakit.
“Sekitar pukul 09.50 WIT, Serka Seger bersama tiga anggota lainnya menuju RSUD Dekai untuk berkoordinasi mengenai pengadaan obat bagi anggota yang memerlukan perawatan,” kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Kristomei Sianturi dalam siaran pers yang diterima Antara, Senin.
Ketika dalam perjalanan kembali ke markas dari rumah sakit, tepatnya pukul 10.45 WIT, Serka Seger disergap dan ditembak oleh sekelompok anggota OPM tersebut.
Akibatnya, korban mengalami luka tembak dan kekerasan benda tajam di sekujur tubuh.
Mendengar adanya suara tembakan, personel kodim langsung mendatangi lokasi untuk memeriksa. Di lokasi, Serka Seger sudah ditemukan tergeletak berlumuran darah dengan sepeda motornya.
Korban pun sempat dilarikan ke RSUD Dekai namun pada akhirnya dinyatakan gugur pada pukul 11.10 WIT.
“TNI sangat berduka atas gugurnya Serka Seger, prajurit yang menjalankan tugas kemanusiaan dengan penuh tanggung jawab. Kepada keluarga besar almarhum, kami turut berbelasungkawa sedalam-dalamnya,” kata Kristomei.
Dia juga mengecam tindakan OPM atas peristiwa bengis ini. Pihaknya memastikan menyerahkan pada penegak hukum agar para pelaku diproses sesuai undang-undang yang berlaku.
Disamping itu, Kristomei memastikan pelayanan TNI AD kepada masyarakat di Yahikumo tidak akan terhenti hanya karena adanya peristiwa ini.
“TNI akan terus hadir dengan langkah-langkah terukur dan proporsional terhadap setiap pelaku kekerasan bersenjata yang mengganggu stabilitas dan keamanan di Papua, serta memastikan aktivitas masyarakat tetap berjalan aman dan kondusif,” jelas Kristomei.
Pewarta: Walda Marison
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

AD dukung upaya pengejaran OPM yang tewaskan anggota Kodim Yahukimo
“Saat ini aparat keamanan masih terus melakukan pengejaran terhadap pelaku agar bisa diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,”
Jakarta (ANTARA) – Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigadir Jenderal TNI Wahyu Yudhayana mengatakan pihaknya mendukung upaya pengejaran anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang telah membunuh satu anggota Kodim 1715/Yahukimo, Papua, Senin
“Saat ini aparat keamanan masih terus melakukan pengejaran terhadap pelaku agar bisa diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” kata Wahyu kepada Antara.
Menurut Wahyu, peristiwa ini menambah deretan panjang kasus kekerasan yang dilakukan OPM di tanah Papua.
Korbannya, kata Wahyu, tidak hanya menyasar kepada aparat saja melainkan warga sipil pun kerap menjadi sasaran.
Untuk itu, Wahyu mengecam keras peristiwa pembunuhan yang menimpa anggotanya itu.
“Kami mengecam keras tindakan biadab ini. Kami juga menegaskan bahwa tidak ada ruang dan toleransi bagi setiap aksi kekerasan oleh OPM,” kata Wahyu.
Di sini lain, Wahyu memastikan pelayanan TNI AD untuk warga yang berada di wilayah Yahikumo tetap berjalan.
“Kejadian ini tidak akan menyurutkan semangat pengabdian terbaik kami untuk negara dan masyarakat,” tutup Wahyu.
Untuk diketahui, Serka Seger Mulyana tewas dianiaya kelompok OPM saat sedang mengendarai sepeda motor di Jembatan Kali Biru, Serada, Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, pada Senin, pagi ini.
Pewarta: Walda Marison
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Presiden Prabowo ambil alih persoalan sengketa empat pulau
Presiden Prabowo Subianto. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nym/aa.
DPR: Presiden Prabowo ambil alih persoalan sengketa empat pulau
Dalam Negeri
Editor: Widodo
Sabtu, 14 Juni 2025 – 22:01 WIBElshinta.com – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan mengambil alih persoalan sengketa empat pulau yang melibatkan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh.
Pengambilalihan persoalan sengketa empat pulau tersebut diputuskan setelah Sufmi Dasco berkomunikasi langsung dengan Prabowo beberapa waktu lalu.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatra Utara,” kata Dasco dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Tidak hanya itu, berdasarkan komunikasi tersebut, Dasco mengatakan bahwa Presiden Prabowo akan memberikan keputusan soal polemik perebutan empat pulau pada pekan depan.
“Pada pekan depan akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal Zakaria Ali mengatakan status administrasi empat pulau yang menjadi diskursus antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara diputuskan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.
Safrizal menjelaskan penetapan status administrasi Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai wilayah Sumut telah melalui proses panjang.
Ia menjelaskan kedua wilayah tersebut bersepakat untuk menyerahkan keputusan kepada Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi setelah kedua daerah belum menemukan titik terang atas polemik yang terjadi selama lebih kurang 20 tahun.
“Setelah (polemik) berulang-ulang, diajukan dan ada kesepakatannya bahwa (keputusan mengenai wilayah administrasi empat pulau) diserahkan kepada tim pusat pembakuan dengan satu klausa patuh terhadap keputusan Tim Pembakuan Nama Rupabumi, maka diputuskan,” kata Safrizal di Gedung Direktorat Jenderal Bina Adwil Kemendagri, Jakarta, Rabu (11/6).
Ia menyambut baik apabila Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dapat bertemu untuk membahas solusi terbaik atas polemik empat pulau tersebut.
Menurutnya, tim dari pemerintah pusat akan terus berupaya mendorong penyelesaian polemik itu dengan mempertemukan pihak terkait. Harapannya, keputusan terbaik dapat dihasilkan dan diterima oleh para pihak.
“Kalau ketemu, oh sepakat berdua gubernur, sudah kita tinggal administratif mengesahkan,” ujar Safrizal.
Safrizal mengatakan peralihan status kewilayahan empat pulau tersebut berawal pada tahun 2008 saat Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri atas sejumlah kementerian dan instansi pemerintah melakukan verifikasi terhadap pulau-pulau yang ada di Indonesia.
“Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, kemudian memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,” kata Safrizal .
Hasil verifikasi tersebut pada 4 November 2009 mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Aceh saat itu, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri di 260 pulau.
Pada lampiran surat tersebut, tercantum perubahan nama pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, semula bernama Pulau Rangit Besar, Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil, Pulau Lipan sebelumnya Pulau Malelo. Pergantian nama tersebut juga dilakukan dengan menyertakan pergantian koordinat pulau.
“Jadi, setelah konfirmasi tahun 2008, pada tahun 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat,” ujarnya.
Selanjutnya, saat melakukan identifikasi dan verifikasi di Sumatera Utara pada tahun 2008, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melaporkan sebanyak 213 pulau, termasuk empat pulau yang saat ini menjadi sengketa.
“Pemda Sumatera Utara memverifikasi, membakukan sebanyak 213 pulau di Sumatera Utara, termasuk empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, koordinat sekian, Pulau Mangkir Kecil, koordinat sekian, Pulau Lipan, koordinat sekian, dan Pulau Panjang, koordinat di sekian,” ujar Syafrizal.
Kemudian, pada tahun 2009, hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi di Sumut mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara saat itu yang menyatakan bahwa provinsi Sumatera terdiri di 213 pulau, termasuk empat pulau tersebut di atas.
Berdasarkan proses di atas Kemendagri menerbitkan Ketetapan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 telah menetapkan bahwa empat pulau, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang masuk wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil.
Namun, ketetapan tersebut menuai reaksi dari masyarakat Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang meminta keempat pulau tersebut dikembalikan menjadi bagian dari Provinsi Aceh.
Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tersebut terdiri dari antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Pusat Hidrografi dan Oseanologi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten.
Sumber : Antara
-

Prabowo Ambil Alih Masalah Sengketa 4 Pulau Aceh-Sumut
Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan Presiden Prabowo Subianto akan mengambil alih persoalan sengketa empat pulau yang melibatkan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh.
Pengambilalihan persoalan sengketa empat pulau tersebut diputuskan setelah Sufmi Dasco berkomunikasi langsung dengan Prabowo beberapa waktu lalu.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan presiden bahwa presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” kata Dasco di Jakarta, Sabtu (14/6/2025).
Tidak hanya itu, berdasarkan komunikasi tersebut, Dasco mengatakan Presiden Prabowo akan memberikan keputusan soal polemik perebutan empat pulau pada pekan depan.
“Pada pekan depan akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” kata Dasco dikutip dari Antara.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal Zakaria Ali mengatakan status administrasi empat pulau yang menjadi diskursus antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara diputuskan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi.
Safrizal menjelaskan penetapan status administrasi Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang sebagai wilayah Sumut telah melalui proses panjang.
Ia menjelaskan kedua wilayah tersebut bersepakat untuk menyerahkan keputusan kepada Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi setelah kedua daerah belum menemukan titik terang atas polemik yang terjadi selama lebih kurang 20 tahun.
“Setelah (polemik) berulang-ulang, diajukan dan ada kesepakatannya bahwa (keputusan mengenai wilayah administrasi empat pulau) diserahkan kepada tim pusat pembakuan dengan satu klausa patuh terhadap keputusan Tim Pembakuan Nama Rupabumi, maka diputuskan,” kata Safrizal di Gedung Direktorat Jenderal Bina Adwil Kemendagri, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Ia menyambut baik apabila Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dapat bertemu untuk membahas solusi terbaik atas polemik empat pulau tersebut.
Menurutnya, tim dari pemerintah pusat akan terus berupaya mendorong penyelesaian polemik itu dengan mempertemukan pihak terkait. Harapannya, keputusan terbaik dapat dihasilkan dan diterima oleh para pihak.
“Kalau ketemu, oh sepakat berdua gubernur, sudah kita tinggal administratif mengesahkan,” ujar Safrizal.
Safrizal mengatakan peralihan status kewilayahan empat pulau tersebut berawal pada tahun 2008 saat Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi yang terdiri atas sejumlah kementerian dan instansi pemerintah melakukan verifikasi terhadap pulau-pulau yang ada di Indonesia.
“Di Banda Aceh, tahun 2008, Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi, kemudian memverifikasi dan membakukan sebanyak 260 pulau di Aceh, namun tidak terdapat empat pulau, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, Pulau Panjang,” kata Safrizal .
Hasil verifikasi tersebut pada 4 November 2009 mendapatkan konfirmasi dari Gubernur Aceh saat itu, yang menyampaikan bahwa Provinsi Aceh terdiri di 260 pulau.
Pada lampiran surat tersebut, tercantum perubahan nama pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, semula bernama Pulau Rangit Besar, Pulau Mangkir Kecil yang semula Pulau Rangit Kecil, Pulau Lipan sebelumnya Pulau Malelo. Pergantian nama tersebut juga dilakukan dengan menyertakan pergantian koordinat pulau.
“Jadi, setelah konfirmasi tahun 2008, pada tahun 2009 dikonfirmasi terjadi perubahan nama dan perpindahan koordinat,” ujarnya.
Selanjutnya, saat melakukan identifikasi dan verifikasi di Sumatera Utara pada tahun 2008, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melaporkan sebanyak 213 pulau, termasuk empat pulau yang saat ini menjadi sengketa.
“Pemda Sumatera Utara memverifikasi, membakukan sebanyak 213 pulau di Sumatera Utara, termasuk empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Besar, koordinat sekian, Pulau Mangkir Kecil, koordinat sekian, Pulau Lipan, koordinat sekian, dan Pulau Panjang, koordinat di sekian,” ujar Syafrizal.
Kemudian, pada tahun 2009, hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi di Sumut mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara saat itu yang menyatakan bahwa provinsi Sumatera terdiri di 213 pulau, termasuk empat pulau tersebut di atas.
Berdasarkan proses di atas Kemendagri menerbitkan Ketetapan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 telah menetapkan bahwa empat pulau, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang masuk wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Singkil.
Namun, ketetapan tersebut menuai reaksi dari masyarakat Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang meminta keempat pulau tersebut dikembalikan menjadi bagian dari Provinsi Aceh.
Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tersebut terdiri dari antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Pusat Hidrografi dan Oseanologi TNI AL, Direktorat Topografi TNI AD, serta pemerintah provinsi dan kabupaten.
-

Ogah Duduk Bareng Bobby, Gubernur Aceh Tempuh Langkah Ini untuk Rebut Kembali Empat Pulau
GELORA.CO – Gubernur Aceh Muzakir Manaf menolak berdialog dengan Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution. Dia menegaskan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek, adalah milik Aceh.
“Tidak kita bahas, bagaimana kita duduk bersama (Gubernur Sumut), itu kan hak kita, kepunyaan kita, milik kita, wajib kita pertahankan, itu saja,” kata pria karib disapa Mualem, usai melaksanakan rapat bersama dengan DPR Aceh, Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI asal Aceh, Bupati Aceh Singkil, ulama hingga akademisi Aceh, Jumat (13/6/2025) malam.
Dia akan menempuh tiga langkah untuk menyelesaikan persoalan sengketa pulau. Mualem bilang, Kemendagri harus mengembalikan empat pulau itu ke Aceh. “Pertama pendekatan secara kekeluargaan dan juga administratif dan politik,” ujarnya.
Polemik ini bermula dari terbitnya SK Kemendagri bernomor Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Pemprov Aceh sudah berkali-kali menegaskan punya bukti kuat bahwa Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek memang punya Aceh sejak dulu. Ia menolak dengan tegas pengalihan empat pulau itu ke Sumatera Utara (Sumut).
“Ya empat pulau itu sebenarnya itu kewenangan Aceh. Jadi kami punya alasan kuat, bukti kuat, data kuat, zaman dahulu kala, itu memang punya Aceh,” kata Mualem kepada wartawan di Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Sementara, Mendagri Tito Karnavian bersikeras, penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait. Dia mengaku proses ini sudah berlangsung lama, bahkan sebelum dirinya menjadi menteri.
“Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” kata dia di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.
Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat. Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat, sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.
“Nah, tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.
Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat.
“Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” tuturnya.
-

Kalau 4 Pulau Diklaim, Akan Picu Konflik Besar antara Aceh dan Sumut bahkan Indonesia
GELORA.CO – Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Alhaytar turut menolak kebijakan Kemendagri yang ingin mengalihkan pengelolaan empat pulau milik Aceh ke Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut).
Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Dia tak mau keputusan ini malah memicu gejolak masyarakat Aceh.
“Aceh sudah konflik 30 tahun, kita sudah berdamai. Secara teritorial, pulau itu milik Aceh,” tegas Malik Mahmud kepada wartawan, dikutip di Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Ia menegaskan, secara sejarah keempat pulau tersebut telah lama menjadi bagian wilayah Aceh sejak berabad-abad lalu, baik pada masa Kesultanan Aceh, era penjajahan Belanda, hingga era Indonesia merdeka. “Kalau ini diklaim, maka akan ada ketegangan hingga picu konflik besar antara Sumut dan Aceh, bahkan dapat melibatkan Indonesia,” ujarnya.
Ia mendesak pemerintah pusat untuk segera mengembalikan kepemilikan keempat pulau tersebut kepada Aceh. “Fokus saja pada pembangunan Aceh, hormati pada sejarah yang ada, jangan picu konflik baru,” pungkasnya.
Sebelumnya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga menegaskan pihaknya memiliki bukti kuat bahwa keempat pulau yang sedang bersengketa itu adalah milik Aceh. Dia menolak pengalihan pengelolaan.
“Ya empat pulau itu sebenarnya itu kewenangan Aceh. Jadi kami punya alasan kuat, bukti kuat, data kuat, zaman dahulu kala, itu memang punya Aceh,” katanya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (13/6/2025).
Kata Mualem, sapaan akrabnya, hak Aceh atas keempat pulau itu bukan saja terbuktikan dari segi sejarah, tetapi dari segi iklim pun keempat pulau itu mengikuti kawasan Aceh.
“Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat, bukti yang kuat seperti itu,” tuturnya.
Polemik ini bermula dari terbitnya SK Kemendagri bernomor Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait. Dia mengaku proses ini sudah berlangsung lama, bahkan sebelum dirinya menjadi menteri.
“Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” kata dia di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.
Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat. Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat, sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.
“Nah, tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.
Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat.
“Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” tuturnya.
-

Kalau 4 Pulau Diklaim, Akan Picu Konflik Besar antara Aceh dan Sumut bahkan Indonesia
GELORA.CO – Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Alhaytar turut menolak kebijakan Kemendagri yang ingin mengalihkan pengelolaan empat pulau milik Aceh ke Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara (Sumut).
Keempat pulau tersebut adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek. Dia tak mau keputusan ini malah memicu gejolak masyarakat Aceh.
“Aceh sudah konflik 30 tahun, kita sudah berdamai. Secara teritorial, pulau itu milik Aceh,” tegas Malik Mahmud kepada wartawan, dikutip di Jakarta, Jumat (13/6/2025).
Ia menegaskan, secara sejarah keempat pulau tersebut telah lama menjadi bagian wilayah Aceh sejak berabad-abad lalu, baik pada masa Kesultanan Aceh, era penjajahan Belanda, hingga era Indonesia merdeka. “Kalau ini diklaim, maka akan ada ketegangan hingga picu konflik besar antara Sumut dan Aceh, bahkan dapat melibatkan Indonesia,” ujarnya.
Ia mendesak pemerintah pusat untuk segera mengembalikan kepemilikan keempat pulau tersebut kepada Aceh. “Fokus saja pada pembangunan Aceh, hormati pada sejarah yang ada, jangan picu konflik baru,” pungkasnya.
Sebelumnya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga menegaskan pihaknya memiliki bukti kuat bahwa keempat pulau yang sedang bersengketa itu adalah milik Aceh. Dia menolak pengalihan pengelolaan.
“Ya empat pulau itu sebenarnya itu kewenangan Aceh. Jadi kami punya alasan kuat, bukti kuat, data kuat, zaman dahulu kala, itu memang punya Aceh,” katanya kepada wartawan di Jakarta, dikutip Jumat (13/6/2025).
Kata Mualem, sapaan akrabnya, hak Aceh atas keempat pulau itu bukan saja terbuktikan dari segi sejarah, tetapi dari segi iklim pun keempat pulau itu mengikuti kawasan Aceh.
“Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat, bukti yang kuat seperti itu,” tuturnya.
Polemik ini bermula dari terbitnya SK Kemendagri bernomor Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025, menyatakan bahwa empat pulau milik Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan penetapan ini sudah melalui proses panjang serta melibatkan banyak instansi terkait. Dia mengaku proses ini sudah berlangsung lama, bahkan sebelum dirinya menjadi menteri.
“Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat, selain Pemprov Aceh, Sumut, dan kabupaten-kabupatennya. Ada juga Badan Informasi Geospasial, Pus Hidros TNI AL untuk laut, dan Topografi TNI AD untuk darat,” kata dia di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Tito mengatakan, batas wilayah darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Sementara itu, batas laut dua wilayah itu belum mencapai kesepakatan.
Maka itu, lanjut Tito, penentuan perbatasan wilayah laut ini diserahkan ke pemerintah pusat. Namun, penentuan batas laut ini tidak pernah sepakat, sehingga membuat sengketa terkait empat pulau terus bergulir.
“Nah, tidak terjadi kesepakatan, aturannya diserahkan kepada pemerintah nasional, pemerintah pusat di tingkat atas,” kata Tito.
Menurut Tito, pemerintah pusat memutuskan bahwa empat pulau ini masuk ke wilayah administrasi Sumatera Utara berdasarkan tarikan batas wilayah darat.
“Nah, dari rapat tingkat pusat itu, melihat letak geografisnya, itu ada di wilayah Sumatera Utara, berdasarkan batas darat yang sudah disepakati oleh empat pemda, Aceh maupun Sumatera Utara,” tuturnya.

