Penyebab Mahasiswa Umhaka Tewas Saat Diksar Mapala di Gunung Joglo Bogor
Tim Redaksi
BOGOR, KOMPAS.com
–
Mohamad Rohadi
(21), mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta, meninggal saat mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dasar mahasiswa pecinta alam (
Diksar Mapala
) di
Gunung Joglo
, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/2/2025) siang.
Diduga, ia meninggal karena terjatuh ke jurang.
Rohadi adalah salah satu ketua tim Mapala Uhamka.
Kegiatan Diksar Mapala itu digelar di Puncak Gunung Joglo, Cisarua, sejak Senin (27/1/2025) lalu.
Saat dalam perjalanan turun, Rohadi diduga terjatuh karena terpeleset saat terpisah dari rombongan, dan sejak itu ia dilaporkan hilang.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor menyatakan, korban ditemukan tewas setelah sebelumnya hilang selama 4 hari, yaitu pada Rabu (29/1/2025) petang.
“Terpeleset, dugaan jatuh ke bawah (jurang), titik lokasi penemuan agak maju bergeser dari titik semula dia hilang. Korban ditemukan tadi pukul 09.41 WIB,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor, Adam Hamdani, saat dihubungi
Kompas.com
, Sabtu.
Saat ditemukan, kata Adam, korban berada di aliran Curug Pariuk atau di ketinggian 1.313 Mdpl.
Posisi korban dalam keadaan telungkup.
Adam menyebut, titik lokasi penemuan tidak jauh dari posisi awal korban dinyatakan hilang.
Kondisi medan yang banyak jurang dan lembah, ditambah cuaca ekstrem, diduga menjadi penyebab korban tersesat dan akhirnya terjatuh.
“Korban kemungkinan jatuh atau tersesat dikarenakan jalur yang tertutupi kabut dan hujan. Rohadi berpisah dari Rabu jam 1 siang dan menjelang Maghrib sudah dinyatakan hilang,” ungkapnya.
Setelah ditemukan, jenazah Rohadi dievakuasi menuju rumah duka yang ada di Cengkareng, Jakarta Barat.
Diberitakan sebelumnya, seorang mahasiswa bernama Mohamad Rohadi (21) meninggal saat mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan dasar mahasiswa pecinta alam (Diksar Mapala) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Jakarta.
Rohadi adalah salah satu ketua tim Mapala Uhamka.
Kegiatan tersebut digelar di Puncak Gunung Joglo, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sejak Senin (27/1/2025).
Saat itu, ia menjadi salah satu ketua tim kelompok dalam kegiatan Diksar Mapala di atas Gunung Joglo, yang berada di kawasan Puncak Bogor.
“Korban ini ketua tim himapala dan saat kejadian sekaligus
sweeper
membantu tim (Diksar) yang dibagi 2 kelompok. Ketua tim lainnya bernama Akbar, jadi ketua tim itu ada 2, sekaligus mereka
sweeper
-nya,” kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor, Adam Hamdani, saat dihubungi
Kompas.com
, Sabtu (1/2/2025).
Semua bermula ketika dua kelompok yang terdiri dari 14 peserta ini baru menyelesaikan kegiatan Diksar Mapala pada Rabu siang.
Rohadi dan Akbar, yang bertugas sebagai sweeper, kemudian memimpin peserta Diksar untuk turun dari Gunung Joglo.
Saat itu, Rohadi berada di barisan paling belakang.
Sweeper adalah istilah pendaki yang berada di barisan paling belakang, yang bertugas memastikan keselamatan anggota pendaki.
Namun, ketika di tengah perjalanan, Rohadi justru terpisah pada Rabu pukul 13.00 WIB.
Rekannya, bernama Akbar, itu langsung mengecek ke belakang rombongan.
Benar saja, Rohadi sudah tidak ada.
Sebelum dinyatakan menghilang, Rohadi sempat diminta untuk menunggu sebentar.
“Dibagi 2 kelompok, korban di kelompok pertama di posisi belakang. Nah itu janjian, jangan kemana-mana di sini saja, kata rekannya. Jadi Rohadi disuruh menunggu, ‘tunggu saya’. Ternyata, pas balik ke titik dituju, korban sudah tidak ada, jam 1 siang,” ungkapnya.
Setelah itu, Akbar memutuskan untuk melanjutkan karena mengira Rohadi juga melanjutkan perjalanan atau turun duluan ke bawah (posko).
Setibanya di posko menjelang magrib, seluruh rombongan sudah ada, kecuali Rohadi.
Rombongan menunggu, namun Rohadi tak kunjung datang.
Sehingga, kata Adam, Rohadi dinyatakan hilang.
Rombongan akhirnya berupaya melakukan pencarian secara mandiri.
“Karena korban tidak kunjung datang, mereka akhirnya mencari secara mandiri selama tiga hari, dari Rabu sampai Jumat. Karena sudah menyerah, akhirnya mereka melaporkan korban hilang,” ungkapnya.
Menurut Adam, pihaknya menerima laporan orang hilang itu di puncak Gunung Joglo, Cisarua, pada Jumat (31/1/2025) sekitar pukul 15.30 WIB.
Tim SAR gabungan langsung dikerahkan untuk melakukan pencarian dengan mendirikan tenda sekitar lokasi.
Operasi pencarian hari pertama berlangsung sampai tengah malam atau pukul 23.30 WIB.
Namun, korban juga tak kunjung ditemukan.
Tim gabungan terus berupaya mencari dengan melewati medan terjal yang harus menggunakan
vertical rescue
.
Upaya pencarian itu akhirnya membuahkan hasil;
korban ditemukan tak jauh dari titik lokasi dia menghilang.
Setelah menghilang selama empat hari, sambung Adam, korban ditemukan meninggal di aliran Curug Pariuk dalam keadaan telungkup, Sabtu (1/2/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Tim SAR
-

Anaknya Tewas Tenggelam setelah Outing, Yosep Robek Surat Damai dari Sekolah, Kepsek Diperiksa
TRIBUNJATIM.COM – Sikap SMPN 7 Mojokerto membuat orang tua murid yang tewas tenggelam di Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta, emosi.
Ayah korban Malvin (13) yang bernama Yosep Tri Andreas sangat marah ketika pihak sekolah menyodorkan surat damai.
Disebutkan, isi surat yakni agar keluarga korban tidak menuntut pihak sekolah ke ranah hukum.
Dalam surat tersebut, pihak sekolah berjanji memberikan uang santunan.
Malvin sangat marah setelah melihat surat tersebut.
Putranya tewas memilukan, Yosep kesal dengan sikap dari pihak sekolah sang anak.
Yosep geram lantaran tidak diberitahukan soal fakta di lapangan oleh pihak SMPN 7 Mojokerto
Bahkan diakui Yosep, ia baru tahu kabar putranya meninggal dari media sosial setelah viral.
“Pihak sekolah tidak ada yang memberi kabar dari pagi sampai sore. Saya tahu kabar ini dari media sosial,” ucap Yosep dilansir dari tayangan di kanal YouTube tvOneNews pada Sabtu (1/2/2025).
“Saya lihat di internet ada peristiwa tenggelamnya anak SMP 7 Mojokerto, saya browsing, saya cari korban yang meninggal tiga itu, apakah ada anak saya,” tutur Yosep.
“Saya menemukan tertera nama anak saya. Baru saya bergerak ke SMP 7. Dan di SMP 7 gerbangnya sudah ditutup, di sekolah tidak ada guru satupun,” lanjut Yosep.
Terkait dengan kegiatan putranya yang diajak outing oleh pihak sekolah, Yosep mengaku sempat tak mengizinkannya.
Hal itu lantaran Yosep terkendala masalah dana.
Namun belakangan, paman korban yang ingin membuat keponakannya bahagia pun memberikan uang kepada Malvin agar bisa ikut outing sekolah.
Tangkapan layar orang tua dari siswa yang tewas tenggelam di Pantai Drini saat diwawancarai televisi, Sabtu (1/2/2025). (YouTube/tvOneNews)
“Sebenarnya saya tidak mengizinkan (korban ikut outing) dikarenakan kendala dana,” kata Yosep, melansir TribunnewsBogor.com.
“Ada pakdenya Malvin itu yang membiayai dananya, karena dia pengin keponakannya ikut senang-senang sama teman-temannya. Enggak tahunya terjadi peristiwa kayak gini,”
Atas kejadian malang yang menimpa putranya, Yosep begitu terpukul.
Terlebih setelah insiden, Yosep semakin tersentak dengan sikap yang diambil pihak sekolah.
“Waktu pihak sekolah ke rumah, kan saya bertanya, kronologinya gimana?”
“Enggak ada yang bisa menjawab kenapa anak saya dari pagi enggak ada kabar. Saya hubungi ibu itu (guru) tidak aktif nomornya,” ungkap Yosep.
Hingga akhirnya emosi Yosep memuncak beberapa hari lalu, saat pihak sekolah kembali mendatanginya di rumah.
Masih dalam suasana berduka, Yosep kesal lantaran pihak sekolah memberikan sebuah kertas berisi perjanjian mengejutkan.
Dalam surat tersebut, Yosep diminta untuk berdamai dan tidak menuntut pihak sekolah.
“Tidak ada sama sekali (tanggung jawab pihak sekolah), itu hari kedua, pihak sekolah datang lagi dan menyodorkan satu lampir surat pernyataan bahwa untuk perdamaian, harus damai.”
“Saya disuruh tanda tangan dan tidak ada kata untuk menuntut ke ranah hukum. Isi surat itu tadi,” papar Yosep.
Membaca isi kertas yang dibawa pihak sekolah, amarah Yosep meledak-ledak.
Sembari berteriak, Yosep langsung merobek-robek surat tersebut di depan pihak sekolah.
“(Saya) tidak terima lah, ya marah, sempat saya sobek itu lampiran itu, saya sempat emosi.”
“Bukannya ke rumah saya ini masih berduka, bukan silaturahmi memohon maaf, malah memberikan surat tadi,” jelas Yosep.
Tim SAR saat proses pencarian pelajar SMPN 7 Kota Mojokerto yang tenggelam terseret arus di Pantai Drini, Gunungkidul, pada Selasa (28/1/2025). (Istimewa via Tribun Jogja)
Terlebih di momen tersebut, pihak sekolah mengurai pernyataan yang kembali memancing emosi Yosep.
Kata Yosep, pihak sekolah mengiming-imingi keluarganya dengan uang jika mau menandatangani surat perdamaian.
“Yang paling saya marah itu, (pihak sekolah) menjanjikan kalau saya sudah tanda tangan, akan ada uang santunan, dari situ saya marah.”
“Ini bukan masalah uang, ini masalah nyawa, ini anak kesayangan saya, kok bisa enggak ada tanggung jawabnya,” ucap Yosep.
Langsung marah, Yosep mengaku, hingga kini pihak sekolah belum berani lagi datang ke rumahnya.
“(Pihak sekolah) langsung kabur, saya sempat emosi, saya usir semua orang-orang itu, belum ada ke sini lagi,” kata Yosep.
“Saya minta keadilan dan pertanggungjawaban sekolah SMP 7, gitu aja,” tegas Yosep.
Sementara itu, pihak kepolisian diketahui telah memeriksa kepala sekolah SMPN 7 Mojokerto terkait kasus tenggelamnya belasan siswa di Pantai Drini, Gunungkidul.
Kepala sekolah SMPN 7 Mojokerto, Evi Poespito Hany, diperiksa oleh Polres Gunungkidul pada Selasa (28/1/2025) lalu.
Fakta tersebut diungkap oleh Kasat Reskrim Polres Gunungkidul, AKP Ahmad Mirza.
“Akan kami informasikan lebih lanjut terkait hal ini,” ungkap AKP Ahmad Mirza, Jumat (31/1/2025), dilansir dari Kompas.com.
Mirza membantah kabar Kepala SMPN 7 Mojokerto ditahan imbas tragedi tenggelamnya siswa di Pantai Drini.
Mirza menegaskan, kabar soal penahanan Kepala Sekolah SMPN 7 Mojokerto ini tidaklah benar.
Ia mengatakan, polisi tidak melakukan penahanan ke kepala sekolah, baik di Polda maupun di Polres.
“Informasi yang beredar tidak benar. Posisi kepala sekolah tidak ditahan, baik Polda maupun Polres,” jelas Mirza.
Belasan siswa terseret ombak di Pantai Drini, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Selasa (28/1/2025). (Dok Tribun Jateng – Kompas.com/Markus Yuwono)
Lebih lanjut Mirza menyebut, pada Jumat ia telah mengirimkan surat undangan ke pihak sekolah dan travel agen.
Undangan ini diberikan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terkait tragedi tenggelamnya siswa SMPN 7 Mojokerto di Pantai Drini tersebut.
“Hari ini kita mengirim surat undangan kepada pihak sekolah dan travel agent,” ungkap Mirza.
Sebelumnya, pihak kepolisian juga telah melakukan klarifikasi kepada beberapa pihak terkait kasus ini.
Di antaranya klarifikasi kepada kepala sekolah, travel agen, hingga Tim SAR yang ada saat kejadian untuk menyelidiki apakah ada kelalaian yang terjadi di balik tragedi Pantai Drini.
“Masih didalami terkait unsur kelalaiannya,” imbuh Mirza.
Sementara usai diperiksa penyidik, sang kepala sekolah, Evi, ogah diwawancarai awak media.
Terkait dengan aksi orang tua emosi saat didatangi pihak sekolah, pihak SMPN 7 Mojokerto pun belum angkat bicara.
Diwartakan sebelumnya, 13 siswa SMPN 7 Mojokerto terseret arus rip current di Pantai Drini pada Selasa (28/1/2025), saat sedang mengikuti kegiatan outing sekolah.
Dari belasan siswa yang terseret arus, empat korban dinyatakan meninggal dunia akibat tenggelam.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
-

Imbas Insiden Tragis di Pantai Drini, Polres Gunungkidul Bakal Periksa Pihak SMPN 7 Mojokerto – Halaman all
Polres Gunungkidul bakal periksa pihak SMPN 7 Mojokerto dan travel agen terkait insiden outing class tragis di Pantai Drini.
Tayang: Sabtu, 1 Februari 2025 13:06 WIB
Kompas.com/Markus Yuwono
SISWA TERSERET OMBAK: Petugas dibantu masyarakat melakukan evakuasi terhadap siswa SMP 7 Mojokerto yang terseret ombak di Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta, Selasa (28/1/2025). Sebanyak 13 siswa terseret ombak, empat orang dinyatakan meninggal dunia. Terkini, Polres Gunungkidul bakal memeriksa pihak SMPN 7 Mojokerto terkait insiden tragis tersebut.
TRIBUNNEWS.COM – Polres Gunungkidul, Yogyakarta akan memeriksa pihak SMPN 7 Mojokerto terkait insiden tragis yang terjadi saat outing class di Pantai Drini, di mana 13 siswa terseret ombak, mengakibatkan empat pelajar meninggal dunia.
Kasat Reskrim Polres Gunungkidul, AKP Ahmad Mirza, mengungkapkan undangan pemeriksaan telah dikirimkan kepada pihak sekolah dan travel agen yang terlibat.
“Undangan pemeriksaan tersebut kami kirim hari ini. Selain ke pihak sekolah, undangan juga kami layangkan ke pihak travel agen,” ujarnya, Jumat (31/1/2025).
Pihak kepolisian telah melakukan klarifikasi terhadap kepala sekolah, travel agen, dan tim SAR yang berada di lokasi saat kejadian.
Namun, penyelidikan masih berlanjut untuk menentukan apakah terdapat unsur kelalaian.
“Masih didalami terkait unsur kelalaiannya,” jelas Mirza.
Lebih lanjut, Mirza meluruskan informasi yang beredar mengenai penahanan Kepala SMPN 7 Mojokerto.
Faktanya, pihak kepolisian tidak menahan yang bersangkutan.
“Informasi yang beredar tidak benar. Posisi kepala sekolah tidak ditahan baik polda maupun polres,” urainya.
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).
“);
$(“#latestul”).append(“”);
$(“.loading”).show();
var newlast = getLast;
$.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’9′,img:’thumb2′}, function(data) {
$.each(data.posts, function(key, val) {
if(val.title){
newlast = newlast + 1;
if(val.video) {
var vthumb = “”;
var vtitle = ” “;
}
else
{
var vthumb = “”;
var vtitle = “”;
}
if(val.thumb) {
var img = “”+vthumb+””;
var milatest = “mr140”;
}
else {
var img = “”;
var milatest = “”;
}
if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
else subtitle=””;
if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
else cat=””;$(“#latestul”).append(“”+img+””);
}
else{
$(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
$(“#test3”).val(“Done”);
return false;
}
});
$(“.loading”).remove();
});
}
else if (getLast > 150) {
if ($(“#ltldmr”).length == 0){
$(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
}
}
}
});
});function loadmore(){
if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
$(“#latestul”).append(“”);
$(“.loading”).show();
var newlast = getLast ;
if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
newlast=0;
$.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
$.each(data.posts, function(key, val) {
if(val.title){
newlast = newlast + 1;
if(val.video) {
var vthumb = “”;
var vtitle = ” “;
}
else
{
var vthumb = “”;
var vtitle = “”;
}
if(val.thumb) {
var img = “”+vthumb+””;
var milatest = “mr140”;
}
else {
var img = “”;
var milatest = “”;
}
if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
else subtitle=””;
if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
else cat=””;
$(“#latestul”).append(“”+img+””);
}else{
return false;
}
});
$(“.loading”).remove();
});
}
else{
$.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
$.each(data.posts, function(key, val) {
if(val.title){
newlast = newlast+1;
if(val.video) {
var vthumb = “”;
var vtitle = ” “;
}
else
{
var vthumb = “”;
var vtitle = “”;
}
if(val.thumb) {
var img = “”+vthumb+””;
var milatest = “mr140”;
}
else {
var img = “”;
var milatest = “”;
}
if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
else subtitle=””;$(“#latestul”).append(“”+img+””);
}else{
return false;
}
});
$(“.loading”).remove();
});
}
}Berita Terkini
/data/photo/2025/02/01/679e13addba2b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)




