Kementrian Lembaga: Tim SAR

  • Prakiraan Cuaca di Provinsi Bali Hari Ini, 29 Juni 2025

    Prakiraan Cuaca di Provinsi Bali Hari Ini, 29 Juni 2025

    Liputan6.com, Bandung – Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal sebagai destinasi wisata unggulan tidak hanya bagi wisatawan domestik tetapi juga internasional. Keindahan alamnya yang beragam menjadi daya tarik utama.

    Mulai dari pantai berpasir putih seperti Kuta dan Nusa Dua hingga kawasan pegunungan sejuk seperti Kintamani dan Danau Batur yang memikat hati banyak pelancong. Para wisatawan seringkali datang ke Bali untuk menikmati berbagai kegiatan luar ruangan.

    Kegiatan seperti berselancar di laut, menyelam, menjelajahi alam, hingga sekadar menikmati suasana santai di tengah pemandangan alam menjadi kegiatan yang rutin dilakukan di pulau ini.

    Namun tentunya aktivitas-aktivitas tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca harian. Agar pengalaman berwisata tetap optimal dan bebas gangguan, sangat penting bagi wisatawan untuk mengetahui prakiraan cuaca sebelum melakukan aktivitas di alam terbuka.

    Terlebih lagi, saat musim hujan tiba curah hujan dapat menghambat berbagai rencana kegiatan luar ruangan yang telah disusun sebelumnya. Itulah sebabnya, wisatawan sangat disarankan untuk selalu memperhatikan informasi prakiraan cuaca.

    Di Indonesia, informasi cuaca secara resmi dapat diakses melalui BMKG maupun aplikasi prakiraan cuaca yang terpercaya. Dengan bantuan informasi ini, pengunjung dapat menghindari risiko yang mungkin muncul akibat kondisi cuaca ekstrem.

    Melansir dari situs resminya, pada hari Minggu, 29 Juni 2025 wilayah Bali diprediksi mengalami hujan ringan di beberapa daerah. Oleh karena itu, para wisatawan diharapkan tetap waspada dan menyiapkan perlengkapan seperti jas hujan atau payung.

     

    Penyebab Tim SAR Gabungan Kesulitan Evakuasi 8 Pekerja Terjebak di Lubang Tambang Emas di Banyumas

  • Bubur Suran dan Jejak Nabi Nuh, Tradisi 1 Suro yang Tetap Hidup di Pekalongan

    Bubur Suran dan Jejak Nabi Nuh, Tradisi 1 Suro yang Tetap Hidup di Pekalongan

    Liputan6.com, Pekalongan – Asap mengepul dari dapur salah satu rumah di Gang 4, Kelurahan Jenggot, Kecamatan Pekalongan Selatan, Pekalongan, Jawa Tengah. Lalita Suryani tampak sibuk mengaduk satu panci besar berisi bubur dengan aroma santan dan kunyit yang harum. Di tangannya, tradisi in bernama Bubur Suran, bahkan setiap tahun keluarga Lalita selalu membuat sajian ini sebagai wujud syukur dan doa khusus bagi dirinya yang lahir di bulan Suro.

    “Ini untuk saya dan adik saya, dulu setiap tahun selalu dibuatkan oleh ibu saya. Sudah turun-temurun. Kami percaya ini bukan cuma makanan, tapi doa keselamatan,” kata Lalita.

    Bubur Suran yang disajikan melambangkan kesucian dan ketulusan, sementara warna kuning dimasak dengan santan dan air kunyit, melambangkan harapan akan keselamatan, kemuliaan, dan keberkahan hidup.

    Di atasnya, bubur ditaburi urap sayur, sambal goreng tempe, telur rebus, tahu bacem, dan kerupuk. Dalam beberapa keluarga, lauk pelengkap bisa berbeda, tapi makna utamanya tetap menyatukan doa dan kebersamaan.

    Lalita menambahkan bahwa setelah semua selesai disiapkan, bubur tidak hanya disantap sendiri. Sebagian dibagikan kepada tetangga dan kerabat. “Itu yang paling penting, biar sama-sama mendoakan, dan mempererat hubungan di awal tahun,” ucapnya.

    Di dalam rumah, sang ibu, Triniatun, duduk sambil menyiapkan urap sayur dan kerupuk pelengkap. Ia yang selama ini menjaga tradisi ini di keluarganya, menjelaskan makna dan sejarah panjang di balik semangkuk bubur tersebut.

    “Ini adalah tradisi. Dulu, katanya dari kisah Nabi Nuh,” ujar Triniatun.

    Ia menceritakan kisah awal mula Bubur Suran menjadi tradisi, bahwa setelah selamat dari banjir besar, Nabi Nuh AS memerintahkan para pengikutnya untuk mengumpulkan sisa perbekalan di kapal, lalu memasaknya menjadi bubur.

    “Itu tanda rasa syukur karena sudah diselamatkan Allah dari banjir bah yang terjadi kala itu,” jelasnya.

    Kisah itu, Triniatun menyebut, terus hidup dan menyebar hingga sampai ke tanah Jawa dan beradaptasi dengan masyarakat. Bubur Suran menjadi bagian dari ritual menyambut Tahun Baru Jawa 1 Suro yang juga bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Islam.

    Lebih lanjut, Saat Sultan Agung memadukan penanggalan Jawa dengan Hijriyah, bubur ini bahkan dijadikan bagian dari upacara adat resmi di lingkungan Kerajaan Mataram. Kalau zaman dulu, di kampung ini semua orang bikin bubur Suro sebagai adat tradisi.

    “Bukan cuma untuk keluarga yang lahir bulan Suro, tapi juga buat sedekah, tolak bala,” jelas Triniatun.

    Bagi Triniatun dan keluarga, menjaga tradisi ini adalah bentuk menjaga identitas dan spiritualitas. Ia berharap generasi muda Pekalongan dan Jawa pada umumnya tidak hanya melihat Bubur Suran sebagai makanan tradisional semata, tetapi juga sebagai warisan penuh makna yang patut dirawat.

    “Anak muda sekarang harus tahu, tradisi seperti ini bukan cuma soal budaya, tapi juga tentang rasa syukur dan doa yang sederhana tapi dalam,” Pungkas Triniatun.

     

    Perjuangan Tim SAR Gabungan Sedot Air dari Sumur Tambang Emas yang Jebak 8 Pekerja di Banyumas

  • Agam Rinjani Akui Ada Donasi Usai Evakuasi Juliana Marins: Orang Brasil Memaksa
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        28 Juni 2025

    Agam Rinjani Akui Ada Donasi Usai Evakuasi Juliana Marins: Orang Brasil Memaksa Megapolitan 28 Juni 2025

    Agam Rinjani Akui Ada Donasi Usai Evakuasi Juliana Marins: Orang Brasil Memaksa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Agam Rinjani
    , pemandu di
    Gunung Rinjani
    membenarkan perihal adanya pembukaan uang donasi setelah insiden tewasnya pendaki asal Brasil,
    Juliana Marins
    , beberapa waktu lalu.
    Tetapi, ia menekankan donasi itu bukan atas inisiatif dari dirinya, melainkan dari warganet Brasil.
    “Orang-orang Brasil yang meminta. Mereka memaksa untuk memberikan apresiasi,” ungkap Agam dalam sebuah diskusi di Jakarta Selaran, Sabtu (28/6/2025).
    Warganet Brasil disebut ingin memberikan apresiasi terhadap dirinya beserta tim SAR yang membantu mengevakuasi jasad Juliana dari tebing jurang dengan kedalaman 600 meter.
    Atas niat baik warganet Brasil itu pula, Agam yang merupakan warga keturunan Sulawesi itu memastikan, uang donasi akan digunakan untuk dua hal.
    Pertama, uang donasi akan digunakan untuk peningkatan perlengkapan evakuasi pendakian di Gunung Rinjani. Ini sesuai dengan permintaan warganet Brasil.
    “Karena dia orang (orang Brasil) menyuruh uang yang nanti dikirim, nanti kamu belikan alat, untuk bisa lebih safety dan lain-lain, belikan perlengkapan,” kata Agam.
    Menurut dia, tim relawan yang ikut terlibat dalam proses evakuasi juga akan dilibatkan dalam pemanfaatan dana itu guna memperkuat sarana dan prosedur keselamatan di jalur pendakian.
    “Kemudian, ya, kami peserta tim akan memperbaiki itu semua supaya lebih bagus lagi rescue, khususnya di Gunung Rinjani,” ujar dia.
    Kedua, apabila masih terdapat sisa dana, akan dialokasikan untuk kegiatan penanaman pohon sebagai kontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
    Ia menegaskan sekali lagi bahwa penggunaan uang donasi bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan demi mewujudkan pendakian yang lebih aman dan nyaman.
    “Untuk kebutuhan Rinjani, bagaimana supaya orang bisa mendaki aman dan nyaman,” tambah dia.
    Diketahui, Agam Rinjani, seorang pemandu gunung di Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), dijuluki “pahlawan” oleh warganet dan media Brasil.
    Julukan itu diberikan setelah aksinya mengevakuasi jenazah pendaki asal Brasil, Juliana Marins, dari dasar jurang sedalam lebih dari 600 meter.
    Aksi heroik Agam viral di media sosial setelah ia mengunggah video dan melakukan siaran langsung proses evakuasi jenazah Juliana pada Rabu (25/6/2025).
    Dalam salah satu unggahan di akun Instagram-nya, @agam_rinjani, Agam menceritakan bagaimana ia dan tim harus bermalam di tebing curam karena kondisi medan yang ekstrem dan hari yang sudah gelap.
    “Kami menginap di pinggir tebing yang curam 590 meter bersama Juliana satu malam, dengan memasang ancor supaya tidak ikut meluncur lagi 300 meter,” tulis Agam.
    Agam juga menyatakan bahwa sejak awal ia menawarkan diri untuk mengevakuasi jenazah, ia tidak akan meninggalkan lokasi sebelum jasad Juliana berhasil dibawa naik ke atas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Patah Tulang Picu Kerusakan Organ

    Patah Tulang Picu Kerusakan Organ

    PIKIRAN RAKYAT – Kabar duka pendaki asal Brasil, Juliana Marins, yang tewas di jalur ekstrem Gunung Rinjani, NTB, menorehkan catatan panjang kontroversi, mulai dari kondisi jatuh, hasil autopsi, hingga polemik lambatnya proses evakuasi yang menuai kritik publik, terutama warga Brasil.

    Autopsi: Luka Parah Akibat Benturan Tumpul

    Tim dokter forensik Rumah Sakit Bali Mandara (RSBM) membeberkan hasil autopsi jenazah Juliana Marins yang jatuh di Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Rinjani, pada Sabtu (21/6).

    Dokter Spesialis Forensik Ida Bagus Putu Alit mengungkap bahwa tubuh Juliana Marins dipenuhi luka benturan tumpul di hampir seluruh bagian, disertai patah tulang di dada, tulang belakang, punggung, hingga paha.

    “Penyebab kematian karena kekerasan tumpul yang menyebabkan kerusakan,” ucap Alit di Denpasar, Jumat 27 Juni 2025.

    Bagian punggung Juliana Marins mengalami luka terparah, memicu kerusakan organ dalam hingga pendarahan masif di rongga dada.

    “Dari patah-patah tulang inilah terjadi kerusakan organ dalam dan pendarahan,” kata Alit.

    Meninggal Singkat Usai Jatuh

    Berdasarkan pemeriksaan medis, dokter forensik meyakini Juliana Marins meninggal hanya dalam rentang waktu sangat singkat usai terjatuh. Luka di kepala tidak menimbulkan herniasi otak, namun pendarahan di dada dan perut cukup besar.

    “Kami tidak menemukan bukti-bukti bahwa kematian itu terjadi dalam jangka waktu yang lama dari luka terjadi,” tutur Alit.

    Meski demikian, pihak forensik masih menunggu hasil uji toksikologi untuk melengkapi kesimpulan final.

    Keluarga Tuding Evakuasi Terlambat

    Di Brasil, kabar duka ini memicu reaksi keras. Akun Instagram @resgatejulianamarins yang mengklaim mewakili keluarga menuduh tim penyelamat lalai.

    “Juliana mengalami kelalaian yang sangat besar dari tim penyelamat. Jika tim penyelamat berhasil menyelamatkannya dalam tujuh jam, Juliana pasti masih hidup,” ucap akun tersebut.

    Ribuan komentar membanjiri akun Basarnas hingga akun resmi Presiden Prabowo Subianto, mempertanyakan mengapa helikopter lambat dikerahkan dan kenapa proses evakuasi memakan waktu tiga hari.

    Fakta di Lapangan: Medan Sulit, Cuaca Buruk

    Juliana Marins dilaporkan jatuh ke jurang sedalam ratusan meter menuju Danau Segara Anak sekira pukul 6.30 WITA. Kendati demikian, rekaman drone menunjukkan korban sempat masih hidup pada Sabtu itu.

    Tim SAR baru mendekati lokasi pada Selasa 24 Juni 2025 karena terhambat medan ekstrem dan cuaca buruk.

    Pendaki senior Ang Asep Sherpa menyoroti keterbatasan peralatan penyelamatan di titik rawan Rinjani.

    “Kasusnya sama, jatuh ke jurang. Itu sudah berkali-kali. Kita perlu alat mountaineering yang lengkap di titik rawan. Kalau ambil alat dulu ke bawah, memakan waktu,” kata Asep.

    Mustaal, operator trekking Rinjani, mengakui peralatan penyelamatan terbatas.

    “Talinya kurang panjang, harus ambil ke Mataram. Itu membuat evakuasi lambat,” ujarnya.

    Pemerintah Membela Diri

    Yarman Wasur, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, membantah anggapan lamban.

    “Kita langsung membentuk tim. Ini harus tim profesional karena menyangkut keselamatan tim evakuasi juga. Lokasi ekstrem, cuaca bisa berubah mendadak,” ujarnya.

    Basarnas pun menyebut helikopter yang disiapkan tidak bisa dioperasikan maksimal karena kondisi medan. Gerry Soejatman, pengamat penerbangan, menjelaskan helikopter AW139 dan AS365 milik Basarnas tidak sanggup hover di ketinggian lereng jatuhnya Juliana Marins.

    Perbaikan Jalur Rinjani Mendesak

    Tragedi ini memicu dorongan evaluasi total jalur pendakian Rinjani. Galih Donikara, pegiat alam senior, menyebut perlunya pagar pengaman, jalur tali, dan SOP penyelamatan darurat.

    “Kalau itu jurang membahayakan, mestinya ada pagar atau pembatas kokoh. Petugas juga harus ada di pos-pos rawan, bukan hanya di registrasi,” kata Galih.

    Ang Asep Sherpa pun mengingatkan banyak pendaki pemula kerap meremehkan medan Gunung Rinjani.

    “Yang mereka lihat keindahannya di media sosial. Tanpa persiapan fisik dan alat memadai, itu bikin celaka,” ucapnya.

    Jalur Sulit, Pendaki Pemula Harus Siap

    Gunung Rinjani memiliki jalur Letter E, terkenal curam, berpasir, dan diapit jurang dengan angin kencang. Menurut Mustaal, pendaki mesti didampingi guide lokal dan porter.

    “Kalau fisik tidak siap, sedikit lengah bisa fatal,” ucapnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC Indonesia.***

  • Juliana Marins Tak Alami Hipotermia, Meninggal Akibat Jatuh dan Luka Parah di Gunung Rinjani
                
                    
                        
                            Denpasar
                        
                        28 Juni 2025

    Juliana Marins Tak Alami Hipotermia, Meninggal Akibat Jatuh dan Luka Parah di Gunung Rinjani Denpasar 28 Juni 2025

    Juliana Marins Tak Alami Hipotermia, Meninggal Akibat Jatuh dan Luka Parah di Gunung Rinjani
    Editor
    KOMPAS.com –
    Dokter Spesialis Forensik RS Bali Mandara, Ida Bagus Putu Alit, menegaskan bahwa
    hipotermia
    bukan menjadi penyebab kematian pendaki asal Brasil,
    Juliana Marins
    , yang ditemukan meninggal dunia usai jatuh ke jurang di kawasan
    Gunung Rinjani
    , Nusa Tenggara Barat.
    Pernyataan tersebut disampaikan setelah tim forensik melakukan proses autopsi terhadap jenazah Juliana.
    “Kalau dilihat dari luka-luka yang ada dan pendarahan yang banyak, (penyebab) hipotermia bisa kita singkirkan ya. Jadi penyebabnya adalah kekerasan tumpul,” ujar Ida Bagus dalam keterangan yang dilansir Kompas TV, Jumat (27/6/2025).
    Menurutnya, hasil autopsi menunjukkan bahwa Juliana Marins mengalami luka parah akibat kekerasan benda tumpul yang diduga terjadi saat ia jatuh ke jurang sedalam ratusan meter.
    Luka tersebut menyebabkan patah tulang, kerusakan organ dalam, dan pendarahan hebat.
    “Untuk sementara ya, itu adalah kekerasan tumpul yang menyebabkan patah tulang dan kerusakan organ dalam serta pendarahan,” tegasnya.
    Dokter Ida Bagus menjelaskan, seandainya seseorang meninggal karena hipotermia, maka proses meninggalnya tidak bisa berlangsung cepat.
    “Kalau seandainya hipotermia itu memang memerlukan waktu yang lama sampai orang itu meninggal ya, karena di otak kita ada yang mengatur suhu tubuh,” jelasnya.
    Namun, pada jenazah Juliana tidak ditemukan tanda-tanda fisik yang biasa muncul pada kasus hipotermia.
    Luka-luka khas akibat suhu ekstrem, seperti pada ujung jari yang berubah warna menjadi kehitaman, tidak ditemukan.
    “Mungkin saya dapat jelaskan bahwa untuk hipotermia, tanda-tanda adanya hipotermia itu luka-luka yang ditimbulkan tidak ada. Jadi lukanya berwarna kehitaman, ini tidak ditemukan berarti bisa kita katakan bahwa tidak ada hipotermia ya,” tambahnya.
    Proses evakuasi jenazah Juliana juga menjadi perhatian publik. Relawan pendakian Gunung Rinjani, Agam Rinjani, membagikan kisah perjuangannya bersama tim SAR saat melakukan vertical evacuation dari jurang berkedalaman 590 meter.
    “Kami menginap di pinggir tebing yang curam 590 meter bersama Juliana satu malam dengan memasang anchor supaya tidak ikut meluncur lagi 300 meter,” tulis Agam melalui Instagram @agam_rinjani.
    Kisah heroik tersebut viral di media sosial, baik di Indonesia maupun Brasil, namun Agam tetap merasa bersalah karena tidak dapat menyelamatkan Juliana dalam kondisi hidup.
    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Juliana Tak Alami Hipotermia, Dipastikan Meninggal karena Benda Tumpul usai Jatuh ke Jurang Rinjani
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penjelasan Ilmiah Mengapa Kita Terjatuh di Gunung

    Penjelasan Ilmiah Mengapa Kita Terjatuh di Gunung

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mendaki sebuah gunung harus disertai dengan persiapan yang matang, tak bisa dipungkiri terdapat berbagai risiko pendakian mengintai seperti terjatuh di gunung.

    Kasus terbaru, seorang pendaki asal Brasil yakni Juliana Marins tewas dalam pendakiannya di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB). Kasus Juliana tersebut memperingatkan semua orang yang akan melakukan pendakian untuk terus waspada saat mendaki gunung.

    Melansir Outside Online, terdapat sekitar 40 juta orang per tahun mengunjungi ketinggian di atas 6.500 kaki di Pegunungan Alpen setiap tahun. Sebagian besar dari mereka ada di sana untuk mendaki, beberapa dengan pengalaman yang sangat sedikit dan kondisi fisik yang buruk. Angka-angka belaka berarti bahwa meskipun hiking relatif aman, jumlah kecelakaan dengan kemungkinan rendah bertambah.

    Sebagai contoh, sebuah studi tentang kecelakaan gunung di Prancis tahun lalu menemukan bahwa hanya 4% kecelakaan pendakian di jalur di mana penyelamatan gunung disebut mengakibatkan kematian.

    Sebagai perbandingan, 15% panggilan hiking off-trail, 20% panggilan pendakian gunung salju, 35% panggilan air putih, dan 47% panggilan BASE-jumping melibatkan kematian.

    Tetapi karena perbedaan partisipasi, hiking sebenarnya adalah penyebab keseluruhan utama kematian terkait olahraga di Swiss, menyumbang 25% dari total, dibandingkan dengan 17 persen untuk pendakian gunung, 8% untuk tur ski, 2,7% untuk panjat tebing, dan hanya 1,8% untuk BASE jumping.

    Lantas bagaimana risiko terjatuh saat mendaki gunung?

    Menurun lebih berisiko. Lebih dari 75% jatuh terjadi selama penurunan, dibandingkan dengan 20% pada pendakian dan 5% pada tanah datar.

    Beberapa faktor mungkin berkontribusi terhadap hal ini: Anda bergerak lebih cepat di menuruni bukit, Anda memukul paha depan Anda dengan kontraksi otot eksentrik yang tidak dikenal, Anda mungkin telah minum bir di pondok puncak, dan Anda sudah lelah dari pendakian.

    Kondisi eksternal bukanlah faktor yang besar. Kecelakaan yang kita bicarakan di sini sebagian besar bukanlah klise dari pendaki bodoh yang berkeliaran di jalan setapak saat senja dalam kabut tebal atau badai hujan lebat. Faktanya, 90% kecelakaan terjadi saat cuaca baik, tanpa curah hujan, kabut, atau kegelapan. Selain itu, 81% kecelakaan terjadi di jalan setapak atau jalan setapak yang ditandai, meskipun jalan setapak itu melewati medan berbatu dalam 61% kasus. Untuk sebagian besar, para pendaki melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan ketika mereka jatuh.

    Kasus fatal lebih banyak terjadi pada laki-laki. Faktanya, wanita menyumbang lebih dari setengah kecelakaan secara keseluruhan-tetapi mereka cenderung tidak mengalami kecelakaan serius. Wanita memiliki 55% kecelakaan yang tidak fatal, tetapi hanya 28% yang fatal. Pria secara signifikan lebih mungkin mengalami kecelakaan hiking di luar jalur daripada wanita.

    Kasus Juliana Marins

    Juliana diduga jatuh di Danau Segara Anak, tepatnya di sekitar titik Cemara Nunggal, pada Sabtu (21/6) pagi. Insiden nahas itu terjadi saat Juliana hendak menuju puncak Gunung Rinjani.

    Pada Senin, 23 Juni 2025, Tim SAR Gabungan terus melanjutkan proses evakuasi terhadap Juliana. Pukul 06.30 WITA, korban berhasil terpantau menggunakan drone, dalam posisi tersangkut di tebing batu pada kedalaman ±500 meter dan secara visual dalam keadaan tidak bergerak.

    “Dua personel rescue diturunkan untuk menjangkau lokasi korban dan mengecek titik pembuatan anchor kedua di kedalaman ±350 meter. Namun, setelah observasi, ditemukan dua overhang besar sebelum bisa menjangkau korban membuat pemasangan anchor tidak memungkinkan, Tim rescue harus melakukan climbing untuk bisa menjangkau korban,” tulis Balai TN Gunung Rinjani.

    Evakuasi ini menghadapi medan ekstrem dan cuaca dinamis, kondisi kabut tebal mempersempit pandangan dan meningkatkan risiko. Demi keselamatan, tim rescue ditarik kembali ke posisi aman.

    Pukul 14.30 WITA, rapat evaluasi digelar via Zoom bersama Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal. Gubernur berencana meminjam helikopter milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) untuk mempercepat proses penyelamatan.

    “Lakukan kemampuan terbaik kita, termasuk kemungkinan rescue melalui airlifting menggunakan helikopter dengan pilot spesifikasi airlifter. Supaya tidak kehilangan golden time (72 jam) penyelamatan,” ujar Iqbal dalam rapat koordinasi virtual, dikutip dari Detikcom.

    Kepala Kantor Basarnas Mataram secara teknis menjelaskan proses evakuasi mempergunakan helikopter dimungkinkan namun harus dipastikan spesifikasi helikopter paling tidak memiliki Hois untuk air lifting dan cuaca yang sangat cepat berubah juga mempengaruhi bisa tidaknya proses evakuasi mempergunakan helikopter.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Hasil Autopsi Diungkap, Juliana Marins Meninggal 20 Menit Usai Jatuh di Rinjani

    Hasil Autopsi Diungkap, Juliana Marins Meninggal 20 Menit Usai Jatuh di Rinjani

    Jakarta

    Hasil autopsi terhadap jenazah Juliana Marins menjawab sejumlah spekulasi terkait kecelakaan tragis pendaki asal Brasil tersebut. Marins disebut meninggal 20 menit usai terperosok ke dalam jurang.

    Hal itu diungkap oleh Ida Bagus Putu Alit, dokter forensik dari RSUP Prof IGNG Ngoerah, Denpasar. Menurutnya, perempuan 27 tahun tersebut mengalami luka parah akibat benturan keras di beberapa bagian tubuh.

    “Perkiraan 20 menit,” ujarnya terkait perkiraan lamanya korban bertahan hidup, seperti dikutip dari detikBali, Jumat (27/6/2025).

    Sesaat setelah terjatuh ke dalam jurang pada Sabtu (21/6), Marins tertangkap kamera drone milik sesama turis yang melintas dalam kondisi masih bergerak, mengindikasikan korban masih sempat bertahan hidup. Namun saat tim SAR mencarinya lagi dengan drone thermal, kondisi Marins sudah tidak bergerak.

    Marins akhirnya ditemukan dalam kondisi sudah meninggal dunia pada Selasa (24/6) pada kedalaman jurang 600 meter dari Last Known Position (LKP).

    “Kami tidak menemukan tanda bahwa korban itu meninggal dalam jangka waktu lama. Jadi kita perkiraan paling lama 20 menit,” kata Alit.

    NEXT: Meninggal bukan karena hipotermia

    Hasil autopsi juga mengindikasikan Marins meninggal bukan karena hipotermia, melainkan karena benturan benda keras. Benturan tersebut menyebabkan patah tulang di bagian dada belakang, tulang punggung, dan paha dan memicu perdarahan di dalam tubuh.

    “Jadi kalau kita lihat yang paling terparah, itu adalah yang berhubungan dengan pernapasan. Yaitu ada luka-luka terutama di dada-dada, terutama di dada-dada bagian belakang tubuhnya. Itu yang merusak organ-organ di dalamnya,” beber Alit dikutip dari CNN Indonesia.

    Alit mengatakan, tanda-tanda hipotermia berupa ujung jari menghitam tidak ditemukan.

    “Bahkan di dalam organ tubuh terutama organ spleen (limpa), tidak ditemukan mengkerut akibat hipotermia,” jelasnya, dikutip dari detikBali.

    Simak Video “Video: Hasil Autopsi Penyebab Kematian Juliana Marins”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Benarkah Juliana Marins Ditinggal Usai Terjatuh di Jurang Jalur Rinjani? Ini Pengakuan Guide Tour
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        27 Juni 2025

    Benarkah Juliana Marins Ditinggal Usai Terjatuh di Jurang Jalur Rinjani? Ini Pengakuan Guide Tour Regional 27 Juni 2025

    Benarkah Juliana Marins Ditinggal Usai Terjatuh di Jurang Jalur Rinjani? Ini Pengakuan Guide Tour
    Editor
    LOMBOK, KOMPAS.com
    – Peristiwa meninggalnya WNA Brasil
    Juliana Marins
    (27) di lereng puncak
    Gunung Rinjani
    meninggalkan sorotan terhadap guide yang memandunya.
    Juliana dilaporkan terjatuh pada Sabtu (21/6/2025) dalam perjalanan menuju summit atau pendakian ke puncak.
    Guide Juliana yakni Ali Musthofa memberikan pengakuan kepada media Brasil,
    Oglobo.globo
    pada Jumat (27/6/2025).
    Ali memandu Juliana untuk perjalanan pendakian Gunung Rinjani dengan bayaran sebesar Rp 2,5 juta.
    Dikutip dari
    TribunBogor
    via
    Tribunnews
    , Ali membantah meninggalkan Juliana saat beristirahat.
    Ali mengungkapkan, saat Juliana beristirahat, dia bersama rombongan 5 orang lainnya melanjutkan perjalanan.
    “Saya menunggu 3 menit lebih dulu, saya tidak meninggalkannya,” kata Ali.
    Kemudian dia merasa ada kejanggalan ketika Juliana yang ditunggu tidak juga menyusul.
    Dia lalu memutuskan untuk kembali ke lokasi Juliana beristirahat 30 menit kemudian.
    “Setelah sekitar 15 atau 30 menit, Juliana tidak muncul. Saya mencarinya di tempat peristirahatan terakhir, tetapi saya tidak menemukannya,” kata dia.
    “Saya bilang saya akan menunggunya lebih dulu, saya menyuruhnya untuk beristirahat,” beber Ali melajutkan.
    Keberadaan Juliana baru diketahui ketika ada cahaya senter.
    “Saya sadar ketika saya melihat cahaya senter di jurang sedalam sekitar 150 meter dan mendengar suara Juliana meminta pertolongan. Saya bilang saya akan menolongnya,” imbuh Ali.
    Ali pun langsung menghubungi tempatnya bekerja untuk diteruskan ke Tim SAR.
    Ali mengaku tidak berdaya untuk melakukan penyelamatan sehingga pilihannya adalah menunggu Tim SAR.
    Proses evakuasi Juliana dari jurang sedalam 600 meter berlangsung pada Rabu (25/6/2025).
    Korban dinaikkan ke anchor point lereng puncak Gunung Rinjani pada 25 Juni 2025 sekira pukul 13:51 WITA.
    Juliana dibawa menuju ke Sembalun dengan cara ditandu, dan tiba sekira pukul 20:45 WITA.
    Setelah prosesi serah terima kepada keluarga, jenazah Juliana dibawa menuju Rumah Sakit Bhayangkara Mataram.
    Selanjutnya jenazah diautopsi di RS Bhayangkara Bali Mandara, Kamis (27/6/2025).
    Plt Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Mataram dr Mike Wijayanti Djohar menyampaikan bahawa pihaknya sudah mengantongi hasil visum terhadap jenazah Juliana Marins pendaki Brasil yang tewas jatuh di Gunung Rinjani.
    Tapi Mike enggan membeberkan hasil pemeriksaan luar terhadap Juliana.
    Ia mengatakan, hasil tersebut nantinya akan diserahkan ke penyidik di Polres Lombok Timur sesuai tempat kejadian perkara.
    “Kami tidak bisa sampaikan di sini karena itu permintaan penyidik, nanti kami serahkan meskipun sudah ada tapi nanti kami sampaikan ke penyidik dulu,” katanya.
    Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul
    Pengakuan Guide Soal Insiden Juliana Marins Jatuh Gunung Rinjani, Bantah Tinggalkan Korban
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dokter Forensik Tak Ada, Autopsi Jenazah Pendaki Asal Brasil di Rinjani Dialihkan ke Bali

    Dokter Forensik Tak Ada, Autopsi Jenazah Pendaki Asal Brasil di Rinjani Dialihkan ke Bali

    PIKIRAN RAKYAT – Jenazah Juliana Marins pendaki asal Brasil yang terjatuh di jalur pendakian Gunung Rinjani batal diautopsi di Rumah sakit Bhayangkara Mataram, Nusa Tenggara Barat.

    “Autopsi direncanakan dilaksanakan di Bali, ucap Wakil Gubernur NTB Indah Damayanti Putri.

    Alasannya tidak dilaksanakan autopsi di Mataram adalah karena dokter forensik yang punya keahlian bidang autopsi tersebut sedang berada di Semarang.

    “Dokter autopsi di luar daerah, cuma satu di NTB. Jadi, kami cari opsi terdekat di Bali, dan Kapolda NTB sudah berkoordinasi dengan Kapolda Bali,” tambahnya.

    Lalu, ia juga mengatakan bahwa rumah sakit ini sedang menyelesaikan administrasi kebutuhan jenazah untuk dibawa ke Bali.

    Ia juga menambahkan setelah administrasi selesai jenazah akan diberangkatkan dengan ambulans dari RS Bhayangkara Mataram.

    Indah menegaskan bahwa perihal biaya penanganan jenazah selama di NTB telah masuk tanggungan pemerintah daerah.

    ia menyampaikan terkait penanganan dari korban kecelakaan di kawasan wisata NTB ini, pihak pemerintah Provini NTB sudah membangun koordinasi dengans eluruh pihak, termasuk dengan pihak keduataan Brasil.

    “Jadi, kedukaan ini bukan hanya milik keluarga, tetapi juga milik masyarakat NTB, karena korban datang sebagai wisatawan di NTB, kita semua sampaikan duka yang mendalam,” ucapnya.

    Diketahui, Juliana terjatuh di lereng Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025, pencarian pun dilakukan hingga akhirnya jenazahnya ditemukan oleh tim SAR pada Selasa 24 Juni 2025 lalu pada kedalaman 600 meter menuju Lost Know Position (LKP).

    Tim SAR gabungan berhasil melakukan evakuasi jenazah Juliana yang pada akhirnya mengurungkan niat menggunakan helikopter karena kondisi cuaca yang kurang baik.

    Akhirnya Jenazah Juliana ditandu Balai taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) yang berada di dekat pintu masuk jalur pendakian. ***

  • Sosok Agam Jadi Perbincangan Usai Evakuasi Jenazah Pendaki Brasil, Ternyata Kelahiran TPA Antang Makassar

    Sosok Agam Jadi Perbincangan Usai Evakuasi Jenazah Pendaki Brasil, Ternyata Kelahiran TPA Antang Makassar

    Fajar.co.id, Jakarta — Pendaki asal Brasil, Juliana Marins (27), dinyatakan hilang dan terjatuh di jurang sedalam 600 meter di kawasan Cemara Nunggal, Gunung Rinjani, sejak Sabtu, 21 Juni 2025.

    Butuh waktu lima hari pencarian intensif, jenazah Juliana akhirnya berhasil dievakuasi pada Rabu, 25 Juni 2025. Hal itu tidak lepas dari aksi berani tim SAR gabungan.

    Salah satu personel Tim SAR yang jadi bahan pembicaraan adalah sosok Agam. Aksi heroiknya saat mengevakuasi jenazah Juliana De Souza Pereira Marins dianggap sebagai tindakan luar biasa yang layak mendapat penghormatan.

    Informasi yang dihimpun, pria tersebut bernama asli Abdul Haris Agam. Kisah kanak-kanaknya ternyata jauh dari gagahnya pegunungan.

    Agam diketahui lahir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Antang, Makassar pada 22 Desember 1988.

    Di antara bau busuk sampah dan kerasnya kehidupan jalanan, Agam tumbuh di lingkungan yang memaksanya cepat dewasa.

    Masa-masa kecil pria pemberani ini ternyata karib dengan panggilan “Ucok”. Namun, setelah ayahnya, Agam, wafat—ia mengganti namanya. Sebuah bentuk penghormatan yang akhirnya menjadi identitas baru, Agam Rinjani.

    Agam pun kini dikenal sebagai pemandu wisata profesional yang telah lama berkecimpung di dunia pendakian dan eksplorasi alam.

    Dalam bio Instagram-nya, Agam menyebut dirinya sebagai spesialis wisata gunung dan pantai, serta pengelola usaha wisata bernama Etnoshop Adventure.

    Ia juga memiliki keahlian di bidang vertical rescue dan penelusuran gua.

    Melansir radarsolo (jawapos grup) aksi heroik Agam terekam dalam video yang ia unggah sendiri di Instagram.