Surabaya (beritajatim.com) – Sempat menyebut tragedi Al Khoziny sebagai takdir yang sudah digariskan oleh Tuhan YME, Kiai ponpes yang berada di Buduran, Sidoarjo, itu kini dimintai pertanggungjawaban oleh keluarga korban.
Informasi yang dihimpun Beritajatim, sejumlah keluarga sebenarnya ingin bersuara untuk menuntut pertanggungjawaban pengurus pondok. Namun, mereka mengaku takut dengan reaksi yang akan diterima selanjutnya.
Salah satu keluarga korban yang berani bersuara menuntut pertanggungjawaban dari pihak ponpes Al Khoziny adalah Hamida Soetadji, warga Sedati, Sidoarjo. Wanita yang akrab dipanggil Mimid ini mendesak agar pihak kepolisian mengusut tuntas tragedi ponpes Al Khoziny.
Menurut Mimid, runtuhnya bangunan pondok pesantren Al Khoziny tersebut bukan takdir. Tetapi merupakan kelalaian dan sudah memenuhi unsur pidana.
“Keluarga berharap, mendorong dan mendesak pihak kepolisian khususnya Polda Jatim untuk melakukan pemeriksaan, karena tragedi ini sudah ada unsur pidananya. Tetap harus ada yang bertanggung jawab atas tragedi bencana non alam ini karena bangunan itu tidak ambruk secara alami,” ujarnya, Selasa (7/10/2025).
Mimid menjelaskan, hingga hari kesembilan pada Selasa (7/10/2025) sore, dirinya belum menerima informasi keberadaan seorang santri bernama Mochammad Muhfi Alfian yang juga anggota keluarga Mimid. Ia mengaku, dalam proses setelah tragedi tidak ada pendampingan dari pihak ponpes kepada keluarga korban.
“Korban yang masih berusia 16 tahun itu dan duduk di bangku kelas 1 SMA sedang menimba ilmu agama di Ponpes Al Khoziny itu belum diketahui dimana. Kemungkinan belum bisa diidentifikasi oleh tim DVI,” jelas Mimid.
Evakuasi Korban Runtuhan Ponpes Al Khoziny Sidoarjo (dok. Tim SAR)
Selain mempermasalahkan pendampingan, Mimid juga kecewa karena kyai ponpes Al Khoziny hingga hari kesembilan tidak menemui wali santri. Mimid menyebut jika hanya pengurus ponpes yang menghubungi ayah Muhfi.
“Hanya pengurus ponpes yang menghubungi bapak korban Muhfi, bukan pak kiai langsung. Bahkan pengurus ponpes langsung melakukan pendekatan kepada wali santri dan mendoktrin. Sedangkan Pak kiai Inti masih takut bertemu dengan wali santri,” jelasnya.
Sementara itu, atas runtuhnya bangunan pondok pesantren Al Khoziny, pihak Polda Jatim sudah melakukan penyelidikan dan meminta keterangan pada satu santri. Santri atas nama Shaka Nabil itu dimintai keterangan sebagai saksi pada Jumat (3/10/2025) kemarin.
Penyidik Unit II Subdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Jatim AKP Edi Iskandar mengatakan satu saksi yang dipanggil ialah Shaka Nabil Ichsani. Pemanggilan tersebut berdasarkan pada laporan polisi dengan nomor registrasi LP/A/4/IX/2025/SPKT.UNITRESKRIM/POLSEK BUDURAN POLRESTA SIDOARJO/POLDA JAWA TIMUR tertanggal 29 September 2025.
“Iya (undangan pemanggilan untuk Shaka Nabil Ichsani), untuk panggilan saksi,” kata Edi, Selasa (7/10/2025). (ang/but)


/data/photo/2019/11/22/5dd7a93a65d38.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/10/04/68e0989e0ffb7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/10/07/68e4998e5fc33.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/10/07/68e4423ddd4e3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


