Kementrian Lembaga: SKK Migas

  • Bahlil Tegaskan Minyak Mentah RI Bakal Diserap Untuk Dalam Negeri

    Bahlil Tegaskan Minyak Mentah RI Bakal Diserap Untuk Dalam Negeri

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mendorong agar hasil produksi minyak mentah dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam negeri, dapat diprioritaskan untuk kebutuhan domestik.

    Ia menegaskan bahwa pihaknya akan mengalihkan seluruh minyak mentah yang merupakan bagian negara, yang sebelumnya direncanakan untuk diekspor, agar dapat diproses di kilang dalam negeri.

    “Sebagian kan minyak kita yang bagus itu kan dikirim ke luar negeri. Padahal kita itu import crude. Saya katakan, saya laporan kepada Pak Presiden. Kalau ada minyak yang bagus kemudian kita kirim ke luar negeri baru kita beli lagi dari luar negeri masuk ke dalam. Ya ngapain? Olah aja dalam negeri,” ujar Bahlil ditemui di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

    Di sisi lain, ia menyebut bahwa Pertamina saat ini juga telah bersedia untuk menyerap minyak mentah tersebut dengan menyesuaikan desain kilangnya. Terutama agar dapat mengolah minyak mentah yang selama ini diekspor.

    “Jadi kebetulan sekarang Pertamina sudah mau membeli itu dengan mendesain pabriknya. Jadi apa namanya, refinery nya sudah didesain untuk kemudian bisa membeli crude yang selama ini kita ekspor,” katanya.

    Meski begitu, Bahlil belum dapat memastikan seberapa besar proporsi minyak mentah yang akan dialokasikan untuk domestik. Pasalnya, pihaknya masih akan melakukan pengecekan lebih lanjut. “Saya nanti cek. Yang jelas beli semua,” ujarnya.

    Sebelumnya, Bahlil mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya meningkatkan kapasitas dan fleksibilitas teknologi kilang dalam negeri.

    Adapun, kilang-kilang utama seperti Balikpapan, Cilacap, dan Dumai kini mampu mengolah minyak mentah dengan spesifikasi beragam, termasuk jenis minyak mentah yang sebelumnya dianggap tidak memenuhi standar.

    Pemerintah juga terus mendorong percepatan pembangunan kilang baru seperti Kilang Tuban dan Balongan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan dalam beberapa tahun ke depan.

    Perkiraan ekspor minyak mentah tahun ini sekitar 28 juta barel. Sekitar 12-13 juta barel ditargetkan dapat dioptimalkan untuk menambah pasokan kilang minyak dalam negeri.

    Untuk itu, Kementerian ESDM meminta Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), maupun PT Pertamina (Persero) untuk mengimplementasikan hal tersebut. “Kami dorong SKK Migas, KKKS, dan Pertamina agar minyak mentah domestik memberikan nilai tambah dalam negeri sehingga turut mengurangi impor,” kata Bahlil.

    (pgr/pgr)

  • Masela Terkatung-Katung, dari Era Habibie hingga Prabowo

    Masela Terkatung-Katung, dari Era Habibie hingga Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengultimatum operator Blok Masela, Inpex Masela Ltd. untuk segera melakukan persiapan produksi lapangan gas di Laut Arafura itu.

    Bahlil mewanti-wanti bahwa pemerintah tak segan untuk mengevaluasi hak konsesi atas Blok Masela, bila produksi gas tak juga segera dilakukan. Pasalnya, proyek strategis nasional (PSN) itu mangkrak selama 26 tahun terakhir. Sejak diberikan hak konsesi pada 1998, Inpex tak kunjung melakukan produksi Blok Masela.

    “Barang ini sudah dipegang konsesinya, nggak dijalankan. Aku sudah bilang, sudah bikin surat, ‘Kamu [operator] tahun ini nggak melakukan pekerjaan untuk produksi, ya mohon maaf atas nama undang-undang tidak menutup kemungkinan kita akan evaluasi untuk kebaikan inevstor, rakyat, bangsa, dan negara’,” kata Bahlil di Jakarta, Kamis (30/1/2025).

    Menurut Bahlil, ketegasan pemerintah diperlukan agar kepentingan negara dapat tercapai. Apalagi, Indonesia tengah berupaya untuk meningkatkan produksi migas nasional.

    “Jangan pengusaha mengendalikan negara. Tapi negara yang harus mengendalikan pengusaha, dengan catatan negara juga gak boleh zalim untuk pengusaha, harus equal treatment,” tuturnya.

    Lika-liku Blok Masela Era Habibie hingga Prabowo

    Inpex, perusahaan energi asal Jepang, mengantongi hak pengelolaan Blok Masela di era pemerintahan Presiden BJ Habibie atau tepatnya pada 16 November 1998 untuk jangka waktu 30 tahun dan telah mendapatkan kompensasi waktu 7 tahun, serta perpanjangan 20 tahun belakangan. Dengan demikian, kontrak blok migas tersebut bakal berakhir pada 15 November 2055.

    Persetujuan rencana pengembangan (plan of development/PoD) I Blok Masela diperoleh 12 tahun kemudian, yakni pada 6 Desember 2010.

    Berbagai dinamika mengiringi pengembangan Blok Masela selama lebih dari 2 dekade ini, membuat target produksi proyek ini terus molor.

    Awalnya pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pengembangan kilang gas alam cair (LNG) Blok Masela direncanakan di laut (offshore) atau dengan skema floating LNG (terapung). Seiring penemuan cadangan gas baru, Inpex kemudian mengajukan rencana peningkatan kapasitas kilang dari 2,5 metrik ton menjadi 7,5 metrik ton LNG per tahun sehingga mengharuskan adanya revisi rencana pengembangan atau PoD.

    Revisi PoD itu belum selesai hingga akhir masa pemerintahan SBY, yang kemudian diajukan lagi saat pemerintahan Presiden Jokowi. Namun, revisi tersebut malah memunculkan perdebatan panjang. Kala itu, Menko Kemaritiman Rizal Ramli mempersoalkan rencana pembangunan kilang LNG terapung (FLNG). Menurutnya, lebih baik membangun kilang LNG darat di Pulau Aru, Kepulauan Maluku. Investasi kilang LNG onshore diklaim lebih murah dibanding FLNG, yakni US$19,3 miliar dibanding US$14,6 miliar-15 miliar.

    Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said saat itu berpandangan bahwa proyek Blok Masela lebih efisien apabila digarap dengan FLNG. SKK Migas pun cenderung sependapat tentang penggunaan FLNG.

  • Menteri Bahlil Mau Setop Ekspor Minyak Mentah Jatah Negara, Ini Kata Pengamat – Halaman all

    Menteri Bahlil Mau Setop Ekspor Minyak Mentah Jatah Negara, Ini Kata Pengamat – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pemerintah akan mengalihkan seluruh minyak mentah bagian negara yang sebelumnya direncanakan diekspor agar diolah di kilang dalam negeri.

    Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menyambut baik kebijakan tersebut.

    Langkah ini dinilai sebagai strategi tepat untuk menekan neraca transaksi berjalan dan mewujudkan kemandirian energi nasional.

    Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut dapat menjamin pasokan minyak mentah dalam negeri, khususnya bagi kilang Pertamina.

    Ia turut menekankan kesepakatan Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, untuk meninjau ulang Pedoman Tata Kerja (PTK) Nomor 065/SKKMA0000/2017/SO, agar pasokan bagi kilang Pertamina semakin aman.

    “Kami menilai kebijakan Menteri ESDM sejalan dengan upaya kemandirian energi nasional. Selain itu, Kepala SKK Migas Djoko Siswanto juga sudah sepakat dengan usulan kami untuk mengevaluasi PTK 065-2017, kami apresiasi,” ujar Yusri, Kamis (30/1/2025),

    CERI turut mempertanyakan dasar hukum PTK 065/2017 yang dianggap lemah. Aturan itu berpotensi bertentangan dengan Surat Menteri ESDM Nomor 5543/13/MEN.M/2014 yang menetapkan PT Pertamina (Persero) sebagai pengelola minyak mentah/kondensat bagian negara, juga SK Kepala SKK Migas Nomor KEP-0131/SKKO0000/2015/S2 yang menunjuk Pertamina sebagai penjual minyak mentah/kondensat bagian negara.

    “Penerbitan PTK 065-2017 menimbulkan pertanyaan, apakah tujuannya justru menggeser peran Pertamina ke KKKS asing atau swasta?” kata Yusri.

    Ia juga menyoroti minimnya aturan tentang mekanisme tender, karena pada poin 2.2.2, dijelaskan penjualan minyak mentah dan kondensat bagian negara bisa dilakukan oleh badan usaha lain, sementara minyak milik KKKS dikelola secara internal.

    Menurut Yusri, hal ini membuka peluang transaksi tanpa tender yang transparan.

    “Jika KKKS tak mau menender, maka mereka bisa langsung menjual. Ini bisa berpotensi terjadi hengki pengki yang mengorbankan penerimaan negara dan jaminan pasokan dalam negeri,” ucapnya.

    CERI menilai istilah seperti *Election in Kind* dan *Election Not To Take in Kind* (ENTIK) dalam regulasi ini justru berpotensi membingungkan, seolah-olah kebijakan diatur dengan baik, padahal bisa merugikan kepentingan nasional.

    Oleh sebab itu, Yusri menyatakan pihaknya siap menggugat PTK 065/2017 agar disempurnakan dan benar-benar menguntungkan kemandirian energi nasional.

    Dengan adanya revisi, diharapkan seluruh pihak terkait, termasuk SKK Migas dan Pertamina, dapat bersinergi mendukung kebijakan larangan ekspor minyak mentah dan kondensat, demi memastikan pasokan stabil bagi kilang domestik dan mempercepat tercapainya kemandirian energi nasional.

    Arahan Presiden

    Menteril Bahlil Lahadalia menyatakan, pemerintah akan mengalihkan seluruh minyak mentah bagian negara yang sebelumnya direncanakan untuk diekspor agar diolah di kilang dalam negeri.

    Minyak mentah bagian kontraktor yang tidak sesuai spesifikasi juga akan diproses dan dicampur agar memenuhi standar untuk konsumsi kilang domestik.

    Bahlil mengatakan, kebijakan ini bertujuan mempercepat swasembada energi.

    Optimalisasi pengolahan di kilang lokal diharapkan dapat meningkatkan produksi bahan bakar minyak (BBM) nasional.

    “Sesuai arahan Presiden Prabowo, kami telah meminta kilang dalam negeri memanfaatkan semua crude, termasuk yang sebelumnya dianggap tidak memenuhi spesifikasi.”

    “Dengan begitu, ekspor crude akan terus menurun,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (27/1/2025).

  • Pangkas Ekspor, Bahlil Akan Kelola Minyak Mentah Dalam Negeri demi Kemandirian Energi

    Pangkas Ekspor, Bahlil Akan Kelola Minyak Mentah Dalam Negeri demi Kemandirian Energi

    Jakarta, Beritasatu.com – Untuk mewujudkan kemandirian energi nasional, pemerintah Indonesia akan terus mengoptimalkan pengolahan minyak mentah (crude oil) dalam negeri. Rencana ini bertujuan untuk memaksimalkan pemanfaatan kilang minyak dalam negeri, guna meningkatkan produksi bahan bakar minyak (BBM) nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan, pemerintah akan mengalihkan seluruh minyak mentah bagian negara yang sebelumnya direncanakan untuk diekspor, agar dapat diproses di kilang dalam negeri.

    Selain itu, minyak mentah bagian kontraktor yang tidak memenuhi spesifikasi akan dicampur dan diolah untuk memenuhi standar yang diperlukan bagi konsumsi kilang domestik.

    “Sesuai arahan Presiden Prabowo, kami telah meminta kilang-kilang dalam negeri untuk memanfaatkan semua crude, termasuk yang sebelumnya dianggap tidak memenuhi spesifikasi, sehingga ekspor crude semakin menurun,” kata Bahlil Lahadalia dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (29/1/2025).

    Bahlil menambahkan, pemerintah juga terus berupaya meningkatkan kapasitas dan fleksibilitas teknologi kilang minyak dalam negeri. Kilang-kilang utama seperti Balikpapan, Cilacap, dan Dumai kini telah mampu mengolah berbagai jenis minyak mentah, termasuk yang sebelumnya tidak memenuhi standar.

    Selain itu, pemerintah tengah mempercepat pembangunan kilang baru, seperti Kilang Tuban dan Balongan, yang diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pengolahan minyak dalam beberapa tahun ke depan.

    Diperkirakan, ekspor minyak mentah Indonesia pada tahun ini akan mencapai sekitar 28 juta barel. Dari jumlah tersebut, sekitar 12-13 juta barel ditargetkan dapat dioptimalkan untuk memperkuat pasokan kilang minyak dalam negeri. Kementerian ESDM juga meminta Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), serta PT Pertamina (Persero) untuk mendukung implementasi kebijakan ini.

    “Kami mendorong SKK Migas, KKKS, dan Pertamina untuk memastikan minyak mentah domestik memberikan nilai tambah dalam negeri, sehingga dapat mengurangi impor,” tutup Bahlil.

    Dengan langkah ini, pemerintah berharap dapat mempercepat kemandirian energi Indonesia dan mengurangi ketergantungan pada impor energi.

  • Tekan Ekspor, Pertamina Bakal Perbarui Kilang Demi Serap Minyak Mentah

    Tekan Ekspor, Pertamina Bakal Perbarui Kilang Demi Serap Minyak Mentah

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) bakal memperbarui kapasitas dan fleksibilitas kilang demi mengolah minyak mentah atau crude oil jatah negara yang seharusnya diekspor.

    Hal ini dilakukan merespons wacana pemerintah yang bakal mengalihkan ekspor minyak mentah untuk diolah dalam negeri. Ini dilakukan demi mendorong komitmen kemandirian energi nasional.

    Selain itu, pemerintah juga menegaskan seluruh minyak mentah bagian negara yang semula akan diekspor akan dialihkan seluruhnya untuk diproses di kilang domestik.

    Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso memastikan pihaknya mendukung langkah pemerintah untuk memaksimalkan crude domestik bisa diolah di dalam negeri.

    Untuk menjaga ketahanan energi nasional, Pertamina pun akan memperbaharui kilang demi mengolah crude tersebut.

    “Kilang-kilang milik Pertamina terus di-upgrade secara kapasitas dan fleksibilitasnya agar bisa mengolah berbagai jenis crude melalui proyek Refinery Development Master Plan [RDMP],” jelas Fadjar kepada Bisnis, Selasa (28/1/2025).

    Dia mencontohkan, pembaharuan itu akan dilakukan Kilang Balikpapan. Adapun kilang tersebut ditargetkan dapat beroperasi penuh tahun ini.

    Menurutnya, kapasitas pengolahan kilang tersebut juga akan meningkat, yaitu bertambah 100 ribu barel per hari.

    “Sehingga total kapasitas pengolahan menjadi 360.000 barel per hari,” imbuh Fadjar.

    Senada, Corporate Secretary PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Hermansyah Y Nasroen mengaku pihaknya akan mendukung rencana pemerintah untuk mengolah crude pada kilang di dalam negeri.

    “Kami di kilang akan berbenah menyiapkan seluruh kilang untuk dapat menyerap minyak mentah domestik sesuai arahan pemerintah tersebut,” katanya.

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan ekspor minyak mentah akan dioptimalkan pemanfaatannya oleh kilang minyak dalam negeri sehingga meningkatkan produksi bahan bakar minyak (BBM) nasional.

    Dia pun meminta Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), maupun Pertamina untuk mengimplementasikan hal tersebut.

    “Kami dorong SKK Migas, KKKS, dan Pertamina agar minyak mentah domestik memberikan nilai tambah dalam negeri sehingga turut mengurangi impor,” ujar Bahlil melalui keterangan resmi, Senin (27/1/2025).

    Menurutnya, kebijakan ini menjadi langkah penting dalam mempercepat tercapainya tujuan swasembada energi. Oleh karena itu,  pemerintah juga tengah meningkatkan kapasitas dan fleksibilitas teknologi kilang dalam negeri.

    Dalam catatannya, kilang-kilang utama seperti Balikpapan, Cilacap, dan Dumai saat ini sudah mampu mengolah minyak mentah dengan spesifikasi beragam, termasuk jenis minyak mentah yang sebelumnya dianggap tidak memenuhi standar.  

    Di sisi lain, Bahlil juga mendorong percepatan pembangunan kilang baru seperti Kilang Tuban dan Balongan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan dalam beberapa tahun ke depan.

    “Perkiraan ekspor minyak mentah tahun ini sekitar 28 juta barel. Sekitar 12-13 juta barel ditargetkan dapat dioptimalkan untuk menambah pasokan kilang minyak dalam negeri,” katanya.

  • Bahlil Bakal Tahan Ekspor Minyak Mentah Jatah Negara

    Bahlil Bakal Tahan Ekspor Minyak Mentah Jatah Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengalihkan ekspor minyak mentah atau crude oil jatah negara untuk pengolahan dalam negeri. Hal ini sebagai upayauntuk mendorong komitmen kemandirian energi nasional. 

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan ekspor minyak mentah akan dioptimalkan pemanfaatannya oleh kilang minyak dalam negeri sehingga meningkatkan produksi bahan bakar minyak (BBM) nasional.

    “Sesuai arahan Presiden Prabowo, kami telah meminta kilang-kilang dalam negeri untuk memanfaatkan semua crude, termasuk yang sebelumnya dianggap tidak memenuhi spesifikasi. Sehingga ekspor crude semakin menurun,” ujarnya, Senin (27/1/2024).

    Bahlil menegaskan seluruh minyak mentah bagian negara yang semula akan diekspor akan dialihkan seluruhnya untuk diproses di kilang domestik. 

    Selain itu, minyak mentah bagian kontraktor yang tidak sesuai spesifikasi juga diminta untuk diolah dan dicampur sehingga memenuhi standar yang diperlukan untuk konsumsi kilang domestik. 

    Menurutnya, kebijakan ini menjadi langkah penting dalam mempercepat tercapainya tujuan swasembada energi. Oleh karena itu,  pemerintah juga tengah meningkatkan kapasitas dan fleksibilitas teknologi kilang dalam negeri. 

    Dalam catatannya, kilang-kilang utama seperti Balikpapan, Cilacap, dan Dumai saat ini sudah mampu mengolah minyak mentah dengan spesifikasi beragam, termasuk jenis minyak mentah yang sebelumnya dianggap tidak memenuhi standar. 

    Di sisi lain, Bahlil juga mendorong percepatan pembangunan kilang baru seperti Kilang Tuban dan Balongan untuk meningkatkan kapasitas pengolahan dalam beberapa tahun ke depan.

    “Perkiraan ekspor minyak mentah tahun ini sekitar 28 juta barel. Sekitar 12-13 juta barel ditargetkan dapat dioptimalkan untuk menambah pasokan kilang minyak dalam negeri,” katanya. 

    Dalam hal ini, Kementerian ESDM meminta Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), maupun PT Pertamina (Persero) diminta untuk mengimplementasikan hal tersebut. 

    “Kami dorong SKK Migas, KKKS, dan Pertamina agar minyak mentah domestik memberikan nilai tambah dalam negeri sehingga turut mengurangi impor,” tutur Bahlil. 

  • Produksi LPG Pertamina EP Prabumulih Naik, Pasokan Jelang Imlek Aman – Page 3

    Produksi LPG Pertamina EP Prabumulih Naik, Pasokan Jelang Imlek Aman – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina EP (PEP) Prabumulih Field berhasil memproduksi Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebesar 60 metrik ton per hari, atau meningkat sebesar 33% dari Desember 2024 sebesar 41 metrik ton per hari.

    Kepala Departemen Operasi SKK Migas Wilayah Sumbagsel, Bambang Dwi Djanuarto, mengatakan, jika kondisi ini bertahan, diproyeksikan PEP Prabumulih Field akan mampu memproduksi LPG sebesar 21.900 metrik ton per tahun di akhir 2025, sehingga dapat membantu pemenuhan kebutuhan energi domestik dan mengurangi impor LPG.

    PEP Prabumulih Field merupakan bagian dari Subholding Upstream Pertamina Regional Sumatra Zona 4 dan beroperasi di bawah pengawasan SKK Migas Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel).

    Bambang Dwi Djanuarto sangat mengapresiasi kerja keras dan semua usaha bersama yang dilakukan oleh Pertamina Hulu Rokan Regional 1 Zona 4 khususnya Pertamina EP Prabumulih Field dengan multi stakeholders.

    “Capaian peningkatan produksi LPG ini adalah capaian yang luar biasa. Sejalan dengan Asta Cita Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk Swasembada Energi. Dengan adanya tambahan produksi LPG maka kita mampu mengurangi impor LPG untuk menjaga ketahanan energi nasional. Kami apresiasi kerja keras Pertamina EP. Keberhasilan ini adalah keberhasilan semua,” kata Bambang.

    Upaya Meningkatkan Produksi di Prabumulih Field

    Prabumulih Field terus berupaya meningkatkan produksi dengan berbagai strategi yang fokus pada optimasi dan modifikasi teknis.

    Senior Manager Prabumulih Field, Muhammad Luthfi Ferdiansyah, menyampaikan bahwa langkah utama yang dilakukan adalah optimasi produksi di sumur BRG-40 dan BRG-41, serta proyek penurunan tekanan (lowering pressure) yang sedang berjalan.

     

  • Komisi XII meminta ekspor gas ditinjau kembali sebab pasokan berkurang

    Komisi XII meminta ekspor gas ditinjau kembali sebab pasokan berkurang

    Nanti akan kami (sampaikan) kepada pemerintah, harus ada namanya DMO (Domestic Market Obligation) sekaligus DPO (Domestic Price Obligation).

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto meminta kepada Pemerintah untuk meninjau kembali kuota ekspor gas, sebab pasokan gas di dalam negeri berkurang.

    “Nanti akan kami (sampaikan) kepada pemerintah, harus ada namanya DMO (Domestic Market Obligation) sekaligus DPO (Domestic Price Obligation). Khususnya gas jatah pemerintah. Jadi itu satu jalan,” kata Sugeng, dikutip dari laman resmi DPR RI, Jakarta, Jumat.

    Ia mengatakan kekurangan pasokan gas di wilayah Provinsi Kepulauan Riau disebabkan oleh penurunan produksi karena faktor alam (natural decline).

    Lebih lanjut, Sugeng menyampaikan, jika segala upaya sudah dilakukan namun masih belum juga memenuhi kebutuhan gas, pihaknya pun mengusulkan untuk melakukan impor.

    “Maaf ujung dari segala ujung, kita buka impor juga. Kebetulan hari ini memang masih relatif mahal tapi ketika belum (terjadi) perang Ukraina, itu gas Amerika murah sekali. Karena dengan sel gasnya yang dia produksi gasnya luar biasa besar. Nah itu jalan yang akan coba kita diskusikan,” katanya pula.

    Sugeng mengungkapkan pihaknya dalam waktu dekat akan mencoba berkomunikasi dengan PGN, SKK Migas, Dirjen Migas, dan Pemerintah, menyangkut tentang kuota gas khusus untuk Batam dan sejumlah kawasan lainnya.

    “Nanti kami hitung bersama proyeksi-proyeksinya dan sebagainya. Lantas kita harus penuhi dulu itu. Karena memang betul ada potensi besar sebenarnya ke depan,” katanya lagi.

    Terkait dengan ekspor gas ke Singapura, Sugeng juga mengusulkan untuk dilakukan peninjauan kembali, termasuk bagaimana nilai keekonomiannya dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

    “Nanti kami hitung bersama bagaimana masuk nilai keekonomian yang baik. Karena gas seperti tadi, baik sebagai energi maupun sebagai feed stock untuk petrochemical industry,” ujar Sugeng.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pertamina International Shipping Pasang PLTS di SMPN 2 Cilegon – Page 3

    Pertamina International Shipping Pasang PLTS di SMPN 2 Cilegon – Page 3

    Sebelumnya, Pertamina EP dan SKK Migas mendapat kehormatan menjadi salah satu tuan rumah penyelenggaraan program Penanaman Pohon Serentak nasional yang digelar Kementerian Kehutanan di seluruh Indonesia pada Selasa (14/1/2025) kemarin.

    Berlokasi di Gunung Tilu Desa Girimukti, Kecamatan Kasokandel, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, 250 pohon buah ditanam oleh Wakil Menteri Kehutanan Sulaiman Umar, yang didampingi Kepala Dinas Kehutanan, Pj Bupati Majalengka, Kepala Divisi Formalitas SKK Migas dan Direktur Utama Pertamina EP.

    Aksi penanaman pohon yang diprakarsai Kementerian Kehutanan ini bersempena dengan Hari Gerakan Sejuta Pohon Nasional yang jatuh setiap 10 Januari. Diselenggarakan di lebih dari 100 lokasi penanaman di 37 provinsi di seluruh nusantara, kegiatan di Majalengka terhubung langsung secara virtual dengan kegiatan yang dipimpin oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Nusa Tenggara Timur.

    Wakil Menteri Kehutanan Sulaiman Umar yang memimpin penanaman pohon menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari upaya bersama dalam memulihkan lahan kritis untuk mendukung program ketahanan pangan, energi dan air, serta mengurangi potensi bencana hidrometeorologi.

    “Hal ini merupakan salah satu wujud nyata Pemerintah untuk melakukan rehabilitasi masif, guna memulihkan 12,7 juta hektar hutan dan lahan yang terdegradasi,” ujar Sulaiman.

    Lebih lanjut Sulaiman Umar mengapresiasi Pertamina EP dan SKK Migas yang telah mendukung kegiatan penanaman serentak.

    “Kami terus mengingatkan bahwa langkah konkret dengan mengedepankan kolaborasi dan semangat kerja sama semua pihak, melalui kegiatan menanam dan memelihara pohon ini, adalah bagian dari kewajiban kita untuk melindungi dan merawat bumi yang lebih baik dan sehat untuk kita tinggali,” tambahnya.

  • Prabowo Yakin Indonesia Tak Impor BBM 5 Tahun Lagi – Page 3

    Prabowo Yakin Indonesia Tak Impor BBM 5 Tahun Lagi – Page 3

    Sebelumnya, Country Head Indonesia Rystad Energy, Sofwan Hadi, menyoroti terkait tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai kemandirian energi. Menurutnya, isu utama bukan sekadar soal energy security atau ketahanan energi, tetapi lebih kepada self-sustainability atau kemandirian dalam hal pemenuhan kebutuhan energi.

    “Wah itu berat, karena kalau masalah impor kan, karena saya bilang tadi sebenarnya, bukan energi security, tapi masalah self-sustain ya, kemandirian swasembada energi ya, berarti butuh infrastruktur bukan masalah resourcenya aja,” kata Sofwan dalam media briefing SKK Migas “Mewujudkan Ketahanan Energi Untuk Capai Cita-cita Indonesia Emas” di Jakarta,  Selasa (17/12).

    Sofwan menekankan bahwa, untuk mewujudkan swasembada energi, Indonesia perlu membangun infrastruktur yang memadai, bukan hanya mengandalkan cadangan energi yang ada. Sebagai contoh, negara-negara seperti Jepang dan Korea, meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, mampu mencapai swasembada energi karena mereka memiliki sistem penyimpanan energi yang baik. Mereka membeli energi, menyimpannya, dan menggunakan energi tersebut secara efisien.

    “Contoh, Jepang, Korea nggak punya resource, tapi mereka swasembada, kenapa? karena mereka simpan, jadi ngebeli bukan cuma dipakai, simpan, jadi kalau saya ngeliat, kalau kita ngomongin soal swasemada, satu yang kita ubah itu, individu sebagai bangsa,” ujarnya.

    Menurutnya, untuk Indonesia, selain diperlukan infrastruktur yang memadai untuk mewujudkan swasembada energi, masalah utamanya adalah pola pikir masyarakat dan kebijakan subsidi energi.

    Sofwan berpendapat bahwa jika subsidi energi dicabut, masyarakat akan lebih bijak dalam menggunakan energi. Saat ini, dengan adanya subsidi, penggunaan energi cenderung boros dan tidak efisien. Misalnya, penggunaan listrik di rumah-rumah sering kali tidak terkontrol, seperti lampu yang dibiarkan menyala tanpa kebutuhan.