Kementrian Lembaga: PTUN

  • Dosen ASN Ancam Mogok Massal jika Tukinnya Tak Segera Dibayar Pemerintah

    Dosen ASN Ancam Mogok Massal jika Tukinnya Tak Segera Dibayar Pemerintah

    loading…

    Koordinator Aksi Tuntut Tukin ADAKSI, Anggun Gunawan memberikan keterangan kepada media di sela unjuk rasa di Patung Kuda Kawasan Monas, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2025). FOTO/DANAN DAYA ARYA PUTRA

    JAKARTA – Aliansi Dosen ASN Kemendiktisainstek Seluruh Indonesia (Adaksi) mengancam melakukan mogok massal jika tunjangan kinerja (tukin) tak kunjung dibayarkan oleh pemerintah. Ancaman itu disampaikan di sela demonstrasi di Patung Kuda Kawasan Monas, Jakarta Pusat, Senin (3/2/2025).

    Koordinator Aksi Tuntut Tukin ADAKSI, Anggun Gunawan menyampaikan para dosen nantinya berhenti mengajar dan memberikan pelayanan kepada mahasiswa hingga pemerintah komitmen membayarkan tukin.

    “Kami akan mengambil langkah yang lebih tinggi lagi levelnya, yaitu teman-teman sudah menyuarakan untuk aksi mogok nasional,” kata Anggun di lokasi aksi.

    Dia berharap dalam aksi hari ini, Presiden Prabowo Subianto tersentuh hatinya memperhatikan kesejahteraan para dosen dengan mencairkan tukin. Agar pihaknya juga tak melakukan aksi mogok massal.

    “Banyak kawan-kawan kami di daerah itu kan ya, itu mereka harus mencari pekerjaan yang lain untuk bisa survive. Kita, walaupun statusnya sebagai dosen, tapi kami mengalami dilematis, ini antara bayar, apa namanya itu, beli buku gitu kan ya, atau kami harus bisa makan gitu,” katanya.

    “Oleh karena itu, kami berharap dengan aksi kali ini sudah bisa menyentuh hati Presiden Prabowo untuk mengalokasikan tukin buat kami, untuk semuanya, tukin for all,” katanya.

    Selain mogok massal, pihaknya higa akan membawa permasalahan ini ke ranah hukum. Pasalnya Tukin yang merupakan hak para dosen ini tak pernah dibayarkan sejak 2020.

    “Kami akan tetap berjuang untuk pemerintah membayarkan tukin dari tahun 2020. Dan kalau misalnya tidak ada iktikad baik dari pemerintah, kami akan maju ke PTUN,” ujarnya.

    (abd)

  • Djohermansyah Djohan: Dugaan Pelanggaran Demokrasi dalam Mutasi Jabatan Bisa Berujung Diskualifikasi – Halaman all

    Djohermansyah Djohan: Dugaan Pelanggaran Demokrasi dalam Mutasi Jabatan Bisa Berujung Diskualifikasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Pemerintahan, Profesor Djohermansyah Djohan menegaskan, mutasi jabatan yang dilakukan oleh petahana dalam Pilkada 2024 dapat berakibat pada diskualifikasi pencalonannya. 

    Ia menilai mutasi yang dilakukan untuk kepentingan politik petahana merusak asas keadilan dalam demokrasi dan berpotensi merusak integritas Pilkada.

    “Petahana yang melakukan mutasi jabatan menjelang Pilkada harusnya bisa dibatalkan pencalonannya dan dikenakan sanksi pemberhentian sebagai kepala daerah. Ini adalah pelanggaran yang merusak demokrasi,” ujar Djohermansyah dalam keterangan tertulis, Minggu (2/2/2025).

    Ia menambahkan bahwa mutasi pejabat oleh kepala daerah petahana bisa diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika terbukti melanggar hukum. 

    “Jika ada pihak yang merasa bahwa mutasi jabatan itu melanggar undang-undang, mereka bisa membawa kasus tersebut ke PTUN,” kata Djohermansyah.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian saat Rapat Dengar Pendapat dengan DPR RI juga menegaskan bahwa Kemendagri siap menjadi saksi ahli di MK dan mendukung diskualifikasi petahana yang melanggar aturan rolling pejabat. 

    Tito menegaskan bahwa pelanggaran aturan mutasi pejabat harus mendapat sanksi tegas demi terciptanya demokrasi yang sehat.

    “Diskualifikasi itu harus ditempatkan dalam konteks penegakan hukum dan upaya membangun demokrasi yang sehat,” ujar Tito.

    Pelanggaran terkait mutasi jabatan oleh kepala daerah menjadi sorotan dalam sidang sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi.

    MK, melalui beberapa pernyataan hakim dalam sidang yang disiarkan secara langsung, mengingatkan pentingnya menjaga integritas dalam pemilihan umum.

    Salah satu contohnya pelantikan pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Tomohon, Sulawesi Utara, pada 22 Maret 2024.

    Pelantikan tersebut dianggap melanggar ketentuan hukum terkait batas waktu penggantian pejabat menjelang Pilkada, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024. 

    Pemohon, melalui kuasa hukumnya Denny Indrayana, menegaskan bahwa tindakan pelantikan tersebut seharusnya berujung pada diskualifikasi pasangan calon yang diuntungkan, yakni Caroll Joram Azarias Senduk sebagai petahana.

    Namun, KPU dan Bawaslu dianggap membiarkan pelanggaran ini tanpa sanksi yang semestinya, sehingga dugaan kecurangan terus berlanjut selama proses Pilkada.

    “Sengketa Pilkada Kota Tomohon hanyalah salah satu dari puluhan kasus serupa yang tengah ditangani MK di berbagai provinsi, mulai dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua,” katanya. (Eko Sutriyanto)

  • Plt Bupati Situbondo Pecat Kades Sumberanyar yang Korupsi Dana Desa
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        2 Februari 2025

    Plt Bupati Situbondo Pecat Kades Sumberanyar yang Korupsi Dana Desa Surabaya 2 Februari 2025

    Plt Bupati Situbondo Pecat Kades Sumberanyar yang Korupsi Dana Desa
    Tim Redaksi
    SITUBONDO, KOMPAS.com
    – Pelaksana Tugas Bupati Situbondo Provinsi Jawa Timur, Khoirani memecat
    Kepala Desa Sumberanyar
    Kecamatan Mlandingan, yakni
    Suhardi
    , pada Kamis, 30 Januari 2025.
    Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Situbondo, Sutiyatno menyatakan bahwa pemberhentian Kepala Desa Sumberanyar sesuai dengan keputusan Bupati Situbondo nomor 100.3.3.2/49/431.013/.
    “Keputusan pemberhentian tersebut sesuai dengan Perda Nomor 9 Tahun 2025 yang mengatur tentang pemberhentian kepala desa yang ditetapkan tersangka,” katanya, Sabtu (1/2/2025).
    Sebelumnya, Suhardi menjalani masa tahanan selama 2 tahun 4  bulan akibat terbukti melakukan
    korupsi dana desa
    (DD) tahun 2015 sampai 2016. Ia kini telah bebas.
    “Untuk sekarang,
    Plt Bupati Situbondo
    menunjuk pejabat sementara, Fifin, sebagai Pj Kades Sumberanyar,” katanya.
    Atas pemecatannya, Suhardi menyatakan berencana melakukan gugatan terhadap Plt Bupati Situbondo ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
    “Masyarakat Desa Sumberanyar tetap menginginkan saya sebagai kades, saya akan gugat Plt Bupati Situbondo ke PTUN,” katanya.
    Dia merasa keputusan Plt Bupati Situbondo yang memberhentikannya melanggar aturan.
    Menurutnya, pejabat sementara tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan surat tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Pengertian Putusan "Dismissal" MK yang Buat Pemerintah Tunda Pelantikan Kepala Daerah
                        Nasional

    10 Pengertian Putusan "Dismissal" MK yang Buat Pemerintah Tunda Pelantikan Kepala Daerah Nasional

    Pengertian Putusan “Dismissal” MK yang Buat Pemerintah Tunda Pelantikan Kepala Daerah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah melalui
    Kementerian Dalam Negeri
    (Kemendagri RI) memutuskan untuk menunda
    pelantikan kepala daerah

    non-sengketa
    yang sebelumnya dijadwalkan pada 6 Februari 2025.
    Penundaan ini diambil untuk melantik secara bersamaan kepala daerah yang tengah bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
    Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan bahwa keputusan ini diambil seiring dengan adanya
    putusan Dismissal
    yang akan disampaikan oleh MK pada 4-5 Februari 2025, sehari sebelum pelantikan kepala daerah non-sengketa.
    Tito mengatakan, Presiden Prabowo Subianto meminta, jika berdekatan dengan
    putusan dismissal
    , maka pelantikan sebaiknya dilakukan serentak.
    Alasan efisiensi juga menjadi pertimbangan penting dalam penundaan ini.
    “Beliau berprinsip bahwa, kalau memang jaraknya enggak terlalu jauh, untuk efisiensi sebaiknya satukan saja antara yang non-sengketa dengan yang dismissal. Kalau jumlahnya diperkirakan ya sebagian (dari perkara) mungkin ya, dari situ. Itu untuk efisiensi,” kata Tito, di Kantor MK, Jakarta, pada Jumat (31/1/2025).
    Sementara itu, pengertian dismissal dalam konteks ini merujuk pada istilah yang sering digunakan dalam Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang diatur dalam Undang-Undang PTUN Nomor 9 Tahun 2004.
    Dismissal dapat diartikan sebagai pertimbangan rapat permusyawaratan hakim untuk memutuskan apakah gugatan yang diajukan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar.
    Proses dismissal ini penting dilakukan karena pengadilan pada prinsipnya tidak boleh menolak perkara yang diajukan, meskipun sejak awal terdapat kecacatan dalam pengajuannya.
    Dengan demikian, putusan dismissal akan menentukan apakah suatu perkara layak dilanjutkan ke persidangan pembuktian atau dihentikan.
    Menurut laman Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, dismissal merupakan upaya hakim konstitusi dalam memilah gugatan yang akan dilanjutkan atau yang tidak layak untuk diteruskan, mengingat pengadilan dan hakim tidak diperbolehkan menolak suatu perkara meskipun tidak memenuhi syarat formal maupun materil sejak awal.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kanwil BPN Sebut Pesisir Pantai di Sumenep yang Ber-SHM Sesuai Prosedur

    Kanwil BPN Sebut Pesisir Pantai di Sumenep yang Ber-SHM Sesuai Prosedur

    Kanwil BPN Sebut Pesisir Pantai di Sumenep yang Ber-SHM Sesuai Prosedur
    Tim Redaksi
    SUMENEP, KOMPAS.com
    – Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten
    Sumenep
    , Jawa Timur, bersikukuh bahwa penerbitan Sertifikat Hak Milik (
    SHM
    ) untuk 20 hektar pesisir pantai di Dusun Tapakerbau, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, sudah sesuai prosedur.
    Kepala Kanwil BPN Kabupaten Sumenep, Mateus Joko Slamito, mengklaim timnya telah selesai melakukan inventarisasi data digital dan warkat wilayah di area pesisir yang saat ini menjadi sumber konflik tersebut.
    Hasilnya, setelah dilakukan identifikasi dan analisis dalam sepekan terakhir, data yang terkumpul diklaim sama persis dengan data penerbitan SHM tahun 2009.
    Namun demikian, saat turun lapangan, tim inventarisasi
    Kanwil BPN Sumenep
    menemukan area yang memiliki SHM tersebut sudah menjadi laut.
    “Saya juga sudah meminta tim untuk turun lapangan. Dan memang sudah menjadi laut, Pak, kata mereka,” jelasnya.
    Kanwil BPN Sumenep berdalih bahwa saat proses pengukuran lahan, wilayah pesisir yang saat ini menjadi sumber konflik tersebut masih berupa daratan.
    Hal ini merujuk pada data hasil inventarisasi yang dilakukan Kanwil BPN Sumenep semuanya sama dengan data penerbitan SHM tahun 2009.
    “Hasil inventarisasi yang kami lakukan, semuanya sama dengan penerbitan SHM tahun 2009, keabsahannya terjamin,” terangnya.
    Mateus menduga, pesisir pantai yang kini jadi polemik tersebut sudah mengalami abrasi dan menjadi laut.
    “SHM-nya terbit 2009 silam, Pak. Sudah 16 tahun lalu kan,” katanya.
    Saat ini, hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Kanwil BPN Sumenep sudah rampung. Bahkan, data tersebut sudah diserahkan ke Kanwil BPN Jawa Timur.
    Mateus melanjutkan, jika ada masyarakat yang ragu, pihaknya mempersilakan melalui prosedur yang ada, seperti menguji di PTUN.
    Sementara itu, Ahmad Sidik, ketua RT Dusun Tapakerbau, sangat menyayangkan hasil inventarisasi yang dilakukan Kanwil BPN Sumenep.
    Dia meminta agar Kanwil BPN Sumenep mengkaji ulang atas hasil identifikasi dan analisis yang mereka lakukan.
    “Jika tidak, berarti mereka menyetujui perusakan laut,” kata Sidik.
    Sebelumnya, area pesisir pantai dan laut yang telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) juga ditemukan di Dusun Tapakerbau, Desa Gersik Putih, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
    Dari penelusuran
    Kompas.com
    , kasus ini sudah terjadi jauh sebelum ramainya temuan SHM Pagar Laut di Tangerang, Banten, dan juga temuan Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan Sidoarjo.
    Sebab, SHM di wilayah pesisir tersebut sudah diterbitkan sejak tahun 2009 atau 16 tahun lalu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Investree Gugat OJK di PTUN Jakarta Usai Izin Usaha Dicabut

    Investree Gugat OJK di PTUN Jakarta Usai Izin Usaha Dicabut

    Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan rintisan di bidang teknologi finansial atau financial technology (fintech), PT Investree Radika Jaya atau Investree menggugat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. 

    Gugatan Investree terdaftar di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta No.17/G/2025/PTUN.JKT pada 17 Januari 2024. Informasi yang dilansir dari laman resmi PTUN Jakarta mengungkap bahwa gugatan Investree terkait dengan perkara perizinan.

    “Klasifikasi perkara: perizinan,” demikian bunyi keterangan di Sistem Informasi Penelusuran Perkara PTUN Jakarta dikutip, Senin (27/1/2025).

    Investree adalah perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending yang izinnya sudah dicabut oleh OJK setelah berkasus pada 2023 silam. Pencabutan izin usaha Investree dilakukan melalui pengumuman resmi dengan nomor surat PENG-37/PL.02/2024 tertanggal 21 Oktober 2024 terkait Pencabutan Izin Usaha (CIU) dan pembubaran organisasi.

    Dengan telah dicabutnya izin usaha dimaksud, Investree dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi dan diwajibkan untuk menyelesaikan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

    Maka, seluruh proses operasional akan dihentikan setelah RUPS terakhir PT Investree Radhika Jaya, dan kegiatan selanjutnya akan dialihkan kepada Tim Likuidasi yang ditunjuk oleh PT Investree Radhika Jaya (Investree) dalam RUPS terakhirnya.

    Dilansir dari situs resminya, pihak Investree mengumumkan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan informasi akun lenders (pemberi pinjaman) dan borrowers (penerima pinjaman) yang terdaftar pada aplikasi Investree dan dashboard website Investree.id, saat ini sudah tidak dapat diakses. 

    Sehingga untuk mengetahui informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi email [email protected] atau mengirimkan pesan pada WhatsApp 0877-3008-1631.

    “Kami mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang sudah mempercayakan investasinya kepada para peminjam melalui platform Investree dan kami menghaturkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan yang sudah dialami dan terjadi,” dikutip dari laman resmi Investree. 

    Pihak Investree menyatakan telah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan penyelesaian kepada semua pihak yang terdampak, baik penerima pinjaman maupun pemberi pinjaman. 

    “Kami berharap hal yang sama akan dilanjutkan terus bahkan dengan lebih baik lagi oleh Tim Likuidasi,” demikian bunyi keterangan perusahaan. 

  • Soroti Kasus Impor Gula Tom Lembong, Pakar Pidana: Terlalu Dipaksakan Ditetapkan Sebagai Korupsi – Halaman all

    Soroti Kasus Impor Gula Tom Lembong, Pakar Pidana: Terlalu Dipaksakan Ditetapkan Sebagai Korupsi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Junaedi Saibih turut menyoroti kasus dugaan korupsi importasi gula yang menyeret Menteri Perdagangan 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

    Junaedi beranggapan, bahwa penetapan korupsi dalam perkara importasi gula di Kementerian Perdagangan 2015-2016 era Tom Lembong dinilai terlalu tergesa-gesa.

    Pasalnya menurut dia, kebijakan impor gula yang dilakukan Tom Lembong semestinya dilakukan pemeriksaan di internal pemerintah terlebih dulu guna dicari tahu apakah terdapat unsur korupsi dalam pelaksanaannya atau tidak.

    “Saya lihat dalam kebijakan itu ada aspek perdatanya. Ada perjanjian antara BUMN dengan perusahaan swasta. Kalau tidak ada konflik dalam aspek perdata, lalu masyarakat juga diuntungkan karena bisa memperoleh gula, maka aneh jika ditarik ke pidana. Terlalu dipaksakan,” jelas Junaedi dalam keteranganya, Minggu (26/1/2025).

    Selain itu lanjut Junaedi, dalam kebijakan publik itu berlaku asas presumptio iustae causa yang di mana kebijakan itu benar dan sah, kecuali terdapat perubahan atau putusan yang menyatakan sebaliknya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

    Sebab pasca adanya UU Adminsitrasi Pemerintahan Nomor 30 tahun 2014, semua perbuatan yg berdimensi kebijakan termasuk perbuatan faktual harus terlebih dahulu melalui pemeriksaan tata usaha negara sebagai premium remedium.

    “Kebijakan publik itu butuh inovasi dan kreativitas. Jika review inspektorat pemeriksaan internal dilompati maka pejabat tidak akan berani mengambil kebijakan. Semuanya dihantui ketakutan,” kata dia.

    Sementara itu senada dengan Junaedi, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Shakyakirti Palembang, Edward Juliartha menjelaskan bahwa kebijakan publik itu harus dinilai pada saat kebijakan itu dilaksanakan, karena setiap kebijakan itu ada konteksnya.

    Sebab menurut dia, setiap kebijakan juga tidak bisa dikaji setelah bertahun-tahun lamannya dan harus melihat dari sisi alasan atau latarbelakang dalam pengambilan kebijakan tersebut.

    “Apakah pernah dilaksanakan pemeriksaan atau belum. Jika sudah hasilnya bagaimana? Ada penyimpangan atau tidak. Tugas pejabat publik itu adalah problem solving. Tidak bisa dikurun waktu yang jauh berbeda,” pungkasnya.

  • Curhatan Kholid Menderita Sebelum Pagar Laut, 2005 Ramai Penambangan Pasir, Singgung Anies dan Ahok

    Curhatan Kholid Menderita Sebelum Pagar Laut, 2005 Ramai Penambangan Pasir, Singgung Anies dan Ahok

    TRIBUNJATIM.COM – Nelayan Kholid mengaku sudah menderita sebelum pagar laut di perairan Tangerang, Banten, viral di media sosial.

    Saat itu, penambangan pasir tengah marak.

    Hal itu ternyata mengganggu aktivitas nelayan, sama seperti pagar laut misterius.

    Saat bercerita, Kholid menyinggung mana Anies Baswedan dan Ahok.

    Seperti diketahui, pagar laut misterius membentang 30 kilometer di perairan Tangerang, Banten.

    Ternyata nelayan di sekitar perairan itu tak sekali mengalami hal serupa.

    Penambangan pasir turut menjajah para nelayan pada 2005.

    Informasi berita menarik lainnya di Google News TribunJatim.com

    Kala itu, ia dan sesama rekan nelayan, memperjuangkan supaya penambangan pasir laut di wilayah pesisir Banten dibatalkan.

    Kholid mengungkapkan, di tahun 2005, ramai kasus penambangan pasir laut untuk reklamasi di Teluk Jakarta, yang kini menjadi Pantai Indah Kapuk 1 (PIK 1).

    “Saya merasa dijajah sejak tahun 2005, yaitu kasus penambangan pasir laut. Penambangan pasir laut itu, wilayah pesisir Banten yang materialnya dibawa ke reklamasi, Teluk Jakarta.”

    “Itu (kemudian jadi) PIK 1. (Saya) sudah menderita (sejak PIK 1 dibangun)” kisah Kholid dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP yang tayang pada Sabtu (18/1/2025).

    Kholid kemudian mengungkapkan, ia dan sesama rekan nelayan sempat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

    Pada 2016, gugatan Kholid dan kawan-kawan dikabulkan.

    Ia menyebut gugatan itu dikabulkan saat pergantian Gubernur DKI Jakarta, dari Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Anies.

    Kholid mengaku saat pergantian gubernur itu, ia dan rekan-rekannya hidup sedikit lebih tenang.

    Ia bisa kembali mencari ikan tanpa terganggu kegiatan korporasi.

    “(Kasus PIK) sempat berhenti tahun 2016, alhamdulillah menang (gugatan).”

    “Itu juga menang karena pergantian Gubernur Jakarta, dari Ahok ke Anies. Dari situ agak tenang, tuh! Saya bisa nangkap ikan lagi,” ungkap Kholid.

    Meski demikian, Kholid mengaku ketenangan itu tidak berlangsung lama.

    Sebab, ia merasa dibatasi ruang geraknya dalam mencari ikan setelah muncul pagar laut di perairan Tangerang.

    “Kok ruang lingkup saya mencari ikan dibatasi. Jadi ketika saya mau menjaring ke wilayah Tangerang, di Tangerang banyak pagar,” kata Kholid.

    Ia lantas menegaskan, pagar laut itu bukan dibangun secara swadaya oleh masyarakat.

    Pasalnya, hanya dilihat dari struktur pagarnya saja, kata Kholid, tidak mungkin dilakukan oleh pihak tak berduir.

    “Kalau ngeliat bangunan pagar itu, itu tidak mungkin dilakukan oleh orang tidak punya duit.”

    “Nggak mungkin (warga lokal yang membuat). Jika ada orang yang percaya, saya pikir harus dibawa ke psikiater. Pasti bohong. Iya (butuh biaya besar)” tegas dia.

    Ucapan Kholid mengenai pagar laut didukung oleh eks Kabareskrim Polri, Komjen Purn Susno Duadji.

    Ia meragukan bahwa pagar laut yang membentang sepanjang 30 KM di perairan Tangerang diklaim sebagai hasil swadaya nelayan. 

    Susno menilai justru klaim tersebut patut dipertanyakan. 

    Ia sangsi jika para nelayan mampu merogoh kocek untuk pemasangan bambu-bambu di laut. 

    Sebab, pemasangan bambu menggelontorkan uang yang besar. 

    “Itu berpikirnya terbalik (kalau) swadaya nelayan. Nelayan itu kan sama dengan kita-kita ini, ekonominya enggak terlalu kuat,” katanya seperti dikutip dari YouTube channel-nya yang tayang pada Jumat (17/1/2025). 

    Ia mengandaikan bahwa harga per satu bambu tak lebih dari Rp 25 ribu sementara yang dibutuhkan sangat banyak. 

    Dana yang dihabiskan untuk pemasangan bambu pun diperkirakan bisa mencapai miliaran rupiah. 

    “Mungkin bisa sampai 100 Miliar (rupiah). Kalau dikerjakan sendiri berarti sekian tahun nelayan ini tidak kerja cari makan, tidak melaut. Ada duit dibelikan bambu untuk masang pagar, tidak cari ikan tapi kerjanya masang pagar yang tidak dibayar karena swadaya,” jelasnya. 

    “Yang ngomong ini kan botol,” tambahnya. 

    Menurut Susno, botol diartikan orang yang asal berbicara tanpa dasar.

    “Pikirannya udah sempoyongan, dianggapnya orang bodoh semua.”

    “Berapa nelayan yg swadaya? Di mana mereka mencari bambu? Mari lah kita dewasa dikit ya, jangan nge-botol gitu. Lebih celaka lagi mungkin ada orang yang bilang ‘Wah itu orang yang ngomong gitu pengkhianat itu, Belanda hitam,” pungkasnya.  

    Akhirnya Dibongkar

    Setelah menjadi polemik selama beberapa waktu terakhir, pagar laut Tangerang akhirnya dibongkar pada Sabtu (18/1/2025).

    Pembongkaran pagar laut yang terbentang sepanjang lebih dari 30 kilometer di perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, itu dilakukan oleh TNI Angkatan Laut (AL).

    Sedikitnya, 600 prajurit TNI AL dikerahkan untuk membongkar pagar laut Tangerang yang terbuat dari bambu itu.

    Selain prajurit TNI AL, warga setempat juga turut dilibatkan dalam proses pembongkaran pagar laut Tangerang.

    Nelayan Kholid dan pagar laut di perairan Tangerang. (Tribun Jakarta/Instagram.com)

    Komandan Lantamal III, Brigadir Jenderal Harry Indarto, menyatakan bahwa pembongkaran ini dilakukan sebagai bentuk sinergi dengan masyarakat setempat.

    “Pagi ini kami bersinergi bersama warga sekitar akan melaksanakan pembongkaran pagar laut yang selama ini mungkin sudah viral,” ujar Harry kepada wartawan, Sabtu (18/1/2025) pagi.

    Harry mengungkapkan bahwa langkah ini diambil karena banyaknya keluhan dari para nelayan terkait keberadaan pagar laut yang mengganggu akses mereka dalam mencari tangkapan ikan.

    “Kami meminta untuk membuka akses maupun memberikan rambu-rambu, sehingga memudahkan para nelayan pada saat keluar-masuk alur untuk menuju ke laut,” jelas Harry.

    Sebelum pembongkaran dilakukan, pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan agar perairan tersebut dapat kembali seperti semula.

    —– 

    Berita Jatim dan berita viral lainnya.

  • Tak Hanya Kholid, Nelayan Heri Juga Berani Bongkar Kasus Pagar Laut, Sama-sama Singgung Agung Sedayu

    Tak Hanya Kholid, Nelayan Heri Juga Berani Bongkar Kasus Pagar Laut, Sama-sama Singgung Agung Sedayu

    TRIBUNJATIM.COM – Tak hanya Kholid, nelayan Heri Amri Fasa juga menjadi sorotan setelah sama-sama vokal membongkar kasus pagar laut Tangerang.

    Kedua nelayan dari Banten ini sama-sama tegas membantah proyek pagar laut dibangun secara swadaya oleh nelayan setempat.

    Mereka membantah klaim yang disebutkan oleh Jaringan Rakyat Pantura (JRP).

    Lantas siapakah nelayan Heri?

    Diketahui, Heri berasal dari Kabupaten Serang, Banten.

    Sama seperti Kholid, Heri juga menggantungkan hidup dari hasil melaut.

    Dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP pada Kamis (23/1/2025), 

    Heri mengungkapkan dirinya bekerja sebagai pembudidaya rumput laut.

    “Saya berbudidaya rumput laut,” ujar dia.

    Heri juga sudah lebih dulu mengurus kasus ini sebelum pagar laut Tangerang ramai diberitakan.

    Bersama Kholid, mereka menjadi dua dari sekian nelayan yang mendampingi Ombudsman RI saat melakukan sidak pagar laut di Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, pada Desember 2024.

    Dua-duanya juga terlibat dalam audiensi bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten.

    “Karena ada pemagaran ini, (nelayan) jadi terganggu,” ujarnya saat mendampingi Ombudsman RI sidak.

    “Jadilah kita audiensi ke DKP, menanyakan, sebenarnya apa sih ini (pagar laut?)” imbuh Heri.

    Dua nelayan asal Banten, Kholid dan Heri Amri Fasa sama-sama vokal menyuarakan kasus pagar laut Tangerang, keduanya kompak menyebut pembangunan pagar laut terkait Agung Sedayu Group (perusahaan milik Sugianto Kusuma alias Aguan) (YouTube/Abraham Samad SPEAK UP – Tribunnews.com Irwan Rismawan – Dok KKP)

    “Dari DKP bilang, kita tidak punya wewenang untuk menindak.”

    “Kewenangan kita hanya melaporkan ke pusat,” jelas Heri, dikutip dari tayangan di kanal YouTube Ombudsman RI.

    Heri dan Kholid juga sama-sama menyebut pagar laut di Tangerang merupakan bagian dari proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK).

    Heri menyinggung soal Agung Sedayu saat hadir dalam siniar Abraham Samad SPEAK UP bersama Kholid.

    Ia mengaku tahu proyek pembangunan pagar laut terkait Agung Sedayu dari para pekerja.

    Hal itu diketahui Heri saat ia berusaha mencari informasi mengenai adanya calo-calo tanah di pesisir utara Kabupaten Serang.

    “Akhirnya kita mencoba mencari informasi (soal calo tanah), karena yang sudah terjadi itu di Kabupaten Tangerang, kalau saya kan di Kabupaten Serang, kami menemukan ada pagar-pagar.”

    “Kita tanya ke nelayan-nelayan, ini pagar apa, siapa yang pasang? Ini kata pekerjanya untuk Agung Sedayu,” jelas Heri, seperti melansir Tribunnews.com.

    Tak hanya itu, Heri dan Kholid juga sama-sama mengatakan, mereka sudah sejak lama berhadapan dengan proyek PIK.

    Bahkan, kata keduanya, mereka bersama rekan-rekan nelayan, sempat mengajukan gugatan terhadap PIK 1 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas kasus penambangan pasir laut.

    Gugatan tersebut dikabulkan pada tahun 2016 silam.

    Tetapi kini mereka kembali menghadapi masalah yang sama.

    Nama Aguan disebut nelayan Heri dan Kholid terlibat dalam kasus pagar laut di perairan Tangerang.

    Aguan adalah pendiri PT Agung Sedayu Group yang memiliki nama asli Sugianto Kusuma.

    PT Agung Sedayu Group sendiri merupakan pengembang dari PSN PIK 2.

    Namun tudingan dibantah oleh kuasa hukum PSN PIK 2, Muannas Alaidid.

    Muannas menegaskan, PSN PIK 2 tidak melakukan pembangunan pagar laut.

    Ia menyebut, justru pagar laut itu dibuat secara swadaya oleh masyarakat setempat.

    Muannas juga memastikan pembangunan pagar laut tidak termasuk lokasi PSN maupun PIK 2.

    “Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian (pagar laut)?” kata dia kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

    “Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang, karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” katanya.

    Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan (TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN)

    Lebih lanjut Muannas menyebut, pagar laut dibangun untuk melindungi lahan milik masyarakat dari abrasi.

    Abrasi adalah proses pengikisan tanah di pesisir pantai yang disebabkan oleh gelombang, arus, atau pasang surut laut.

    Hal itu dikatakan Muannas ketika menjelaskan kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) ASG di sekitar tempat pagar laut Tangerang dibangun.

    Ia menegaskan bahwa SHGB milik kliennya tidak berada di tengah lautan atau perairan seperti yang disangkakan publik.

    Muannas menyampaikan, SHGB tersebut terletak di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang.

    “Itu 30 kilometer dari enam Kecamatan, paling satu Kecamatan,” ujar Muannas dikutip dari Kompas.com, Kamis (23/1/2025).

    “Yang PANI, PIK 2 cuma di Desa Kohod, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang,” imbuhnya.

    Muannas menambahkan, ASG membeli lahan di Desa Kohod dari masyarakat, beberapa tahun yang lalu.

    Pembelian lahan dilakukan ASG ketika masyarakat mempertahankan harta bendanya dari dampak abrasi.

    Karena alasan itulah, Muannas mempertanyakan pihak-pihak yang menyalahkan ASG karena polemik pagar laut Tangerang.

    “Pagar laut itu bisa jadi pembatas warga yang tanahnya hilang. Waktu itu, pemerintah enggak ada.”

    “Mereka harus juang setengah mati buat mempertahankan harta bendanya. Giliran kita beli, kita disalahi,” beber Muannas.

    Mengutip Kompas.com, hingga saat ini, pemerintah baru mengungkap dua nama perusahaan yang berkaitan dengan pagar laut Tangerang, yakni PT IAM dan PT CIS.

    Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid mengatakan, ada 266 SHGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan pagar laut Tangerang.

    Jumlah tersebut bertambah tiga SHGB dari jumlah sebelumnya 263 bidang yang menjadi milik PT IAM sebanyak 234 bidang, PT CIS 20 bidang, dan perorangan sembilan bidang.

    Kementerian ATR/BPN juga menemukan 17 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama perorangan di kawasan pagar laut Tangerang.

    Meski begitu, Nusron tidak merinci siapa pemilik tiga bidang tambahan atas sertifikat HGB pagar laut.

    Termasuk luas area dalam di sertifikat, baik di dalam maupun luar garis pantai.

    Ia hanya menyebutkan, dari 266 HGB pagar laut yang sudah ditemukan, sertifikat ini terbit pada 2022-2023.

    “Nah, ini kan belum selesai semua. Sebanyak 266 kami baru kerja dua hari. Melototin satu-satu, cocokin peta itu kan butuh waktu,” ujar Nusron, dikutip dari Antara, Rabu (22/1/2025).

    “Akan tetapi, ada beberapa dari 266 itu yang memang terbukti berada di luar garis pantai, dan itu akan ditinjau ulang,” tambahnya.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Kisah Inspiratif Wuri dan Mpok Atun Berjuang Jadi Penyandang Disabilitas

    Kisah Inspiratif Wuri dan Mpok Atun Berjuang Jadi Penyandang Disabilitas

    Liputan6.com, Yogyakarta – Suti Karno pemeran Mpok Atun bercerita soal perjuangannya menjadi penyandang disabilitas dan memberikan semangat juga inspirasi bagi seluruh penyandang disabilitas agar tetap mengejar cita-cita. Atun menceritakan usai didiagnosis menderita diabetes selama 18 tahun, Suti menjalani perawatan intensif dengan menjalani beberapa operasi.

    Proses pengobatan tersebut menyebabkan banyak jaringan kulit kakinya mati, dan dikhawatirkan akan berdampak pada bagian tubuh yang lain. Akhirnya, kaki kanan Suti diamputasi setelah melalui berbagai pertimbangan dan berkat dukungan orang terdekat, Suti mulai membiasakan diri dengan kondisi barunya itu. “Saya kan, baru menjadi disabilitas kurang lebih dua tahun. Saya mengakui ada proses untuk menerima itu semua,” ungkap Suti Jumat 10 Januari 2025.

    Mpok Atun saat ini tengah menyebarkan kesadaran mengenai inklusivitas bagi penyandang disabilitas. Melalui channel Youtube-nya usai sempat vakum, ia kembali membuat konten menyebarkan kisah inspiratif dan memberi dukungan untuk para difabel.

    Kisah lainnya datang dari Wuri Handayani, Dosen FEB UGM dan salah satu pegiat inklusivitas di lingkungan kampus yang mengaku kesulitan sejak pertama kali menjadi penyandang disabilitas. Waktu itu Wuri yang saat itu merupakan mahasiswi Farmasi, Universitas Airlangga yang gemar mendaki gunung lalu kecelakaan jatuh dari ketinggian hingga menyebabkan kelumpuhan. “Awalnya dokter tidak memberitahu kalau saya lumpuh permanen, karena untuk memberi saya waktu untuk menerima. Jadi saya kira cuma temporal,” terang Wuri.

    Usai peristiwa tersebut, pihak fakultas memintanya untuk pindah ke fakultas lain dan mengaku bingung karena ia tidak mengalami masalah di bidang intelektual dan akademik pasca kecelakaan. Tetapi pihak fakultas tidak memberi keterangan dan alasannya. Lambat laun, penolakan pihak fakultas tersebut semakin banyak datang dari lingkungan belajarnya. Setelah 4 semester ditempuh, ia mengulang pembelajaran kembali di Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi. “Dulu saya kan setiap kelas perlu dibopong karena tidak ada jalur lift atau kursi roda untuk ke lantai 1 dan 2. Tetapi di kelas juga saya merasakan penolakan, bahkan dari dosen,” tambah Wuri.

    Wuri mengatakan dasar pilihan pada akuntansi karena proses pembelajaran yang minim kegiatan fisik dan bisa dilakukan secara mobile. Lalu, Wuri berhasil lulus dengan predikat cumlaude dan meniti karier. Wuri memiliki latar belakang keluarga berprofesi guru dan sejak kecil Wuri bercita-cita menjadi pengajar, namun jalan itu begitu terjal dan sulit. Beberapa kali ia mendaftar, penolakan terus ia dapatkan bahkan dengan sejumlah prestasi akademik yang mumpuni. “Sebelumnya penolakan itu tidak pernah diberi keterangan. Tetapi pada satu waktu, ada surat keterangan yang menyatakan bahwa saya ditolak karena saya memakai kursi roda,” kata Wuri.

    Surat keterangan itulah yang menjadi modal pertamanya untuk memperjuangkan hak-hak disabilitas pada pemerintah. Wuri mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya terhadap anggapan bahwa disabilitas tidak sehat jasmani dan rohani dan pada tahun 2009 Wuri berhasil memenangkan gugatan. “Banyak yang mengira saya cuma memperjuangkan diri sendiri. Padahal saat itu saya ingin agar disabilitas diberikan ruang untuk dapat pekerjaan,” ujar Wuri.

    Diskusi Suti Karno dengan Wuri diakhiri dengan sejumlah upayanya untuk mempublikasi awareness mengenai disabilitas. Ia melanjutkan perjuangannya dengan mewujudkan inklusivitas di lingkungan kampus UGM, termasuk Unit Layanan Disabilitas (ULD) yang ia rintis.

    Meskipun baru diresmikan akhir 2024 lalu, ULD telah diinisasi sejak lama berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016. Baik difabel dari kalangan mahasiswa, tenaga kependidikan, maupun dosen, dapat mengakses pelayanan di ULD ini. Selain itu, ULD akan menjadi pusat penelitian untuk memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas di ranah yang lebih luas. “Harapannya ini bisa menjadi sarana untuk menyuarakan, dan mewujudkan kampus inklusif,” tambah Wuri.