Kementrian Lembaga: PTUN

  • Terseret Kasus Sengketa Lahan, Smansa Bandung Minta Atensi dari Seluruh Pemangku Kepentingan

    Terseret Kasus Sengketa Lahan, Smansa Bandung Minta Atensi dari Seluruh Pemangku Kepentingan

    JABAR EKSPRES – Usai terserat kasus sengketa lahan yang dilakukan oleh Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) dengan nomor perkara 164/G/2024/PTUN.BDG sejak 4 November 2024. SMA Negeri 1 (Smansa) Bandung minta atensi dari seluruh pihak pemangku kepentingan guna penyelesaian permasalahan tersebut.

    “Mudah-mudahan, Kang Dedi juga sebagai Gubernur Jawa Barat, peduli. Kami juga sampaikan di itu tag ya. Tag Dedi, kemudian Presiden Pak Prabowo. Semua yang menginginkan SMA Negeri 1 Bandung itu tetap ada,” kata Kardiana, Wakasek Humas Smansa Bandung, Jumat (7/3)

    Diketahui, PLK melayangkan gugatan agar Sertifikat Hak Milik Pakai Nomor 00011/Kel. Lebak Siliwangi yang diterbitkan pada 19 Agustus 1999, dengan luas 8.450 meter persegi, yang kini digunakan SMAN 1 Bandung untuk dibatalkan.

    Adapun tergugat dalam perkara ada dua pihak. Tergugat 1 ialah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandung dan Tergugat 2 Intervensi ialah Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

    BACA JUGA:DPRD Sumedang Soroti Konflik Sengketa Lahan SDN Pasirhuni

    Kardiana mempertanyakan gugatan yang diajukan oleh PLK yang menyebut sebagai penerus Het Christelijk Lyceum (HCL), yang memiliki 7 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), salah satunya yakni tanah yang ditempati oleh smansa Bandung.

    “Jadi PLK itu jadi penerus yang mengklaim bahwa SMAN 1 termasuk tanah yang mereka punya. Kalau tidak salah sertifikat HGB. Hak Guna Bangunan itu,” ujarnya.

    “Ini sertifikat ingin dibatalkan gitu. Kemudian nggak tahu dan tujuannya apa saya juga nggak paham. Kenapa terjadi pada saat di awal-awal tahun 2025 ini, kenapa gak dari zaman dulu,” tambahnya.

    Sebab, kata dia, semenjak berdiri pada 1950 dan menduduki lahan saat ini pada 1958, pihaknya tidak pernah mendapatkan informasi apapun tentang sengketa itu.

    BACA JUGA:Persidangan Sengketa Lahan Dago Elos Ketiga, JPU Sorot Sejumlah Poin Penting

    Selain itu, lewat penelurusan Jabar Ekspres, HCL nyatanya sebuah perkumpulan masyarakat Belanda yang keberadaannya telah dilarang lewat Putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 228/Pdt.G/2022/PN.Bdg tanggal 9 Mei 2023 jo.

    “Padahal sebenarnya semansa ini baik-baik saja. Tidak ada yang pernah menggugat dari tahun 1958 sampai kemarin 2024 kan. Pas masuk 2025, nah mulai muncul kami harus ikut sidang ini-ininya. Bingung lah,” ungkapnya.

  • Sengkarut Persoalan Rotmut JPTP di KBB, Mulai dari Cacat Kewenangan hingga Saksi Tergugat Statusnya Dicecar Hakim

    Sengkarut Persoalan Rotmut JPTP di KBB, Mulai dari Cacat Kewenangan hingga Saksi Tergugat Statusnya Dicecar Hakim

    JABAR EKSPRES – Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung mencecar saksi yang dihadirkan tergugat, pada sidang lanjutan pembuktian rotasi mutasi pejabat di lingkungan Pemkab Bandung Barat (KBB).

    Saksi tergugat yang dihadirkan Pemkab Bandung Barat, yakni Kepala Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Kepegawaian BKN, Halim, dicecar Ketua Hakim PTUN Bandung, Yudi Rinaldi Surachman perihal status dirinya dihadirkan dalam sidang pembuktian terkait gugatan dengan nomor perkara 180/G/2024/PTUN.BDG per tanggal 26 November 2024, di Gedung PTUN Bandung, Rabu (5/3/2025).

    Halim hanya memperkenalkan diri sebagai Kepala Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara, tanpa menyampaikan status dirinya sebagai saksi ahli atau saksi fakta.

    Mendengar pernyataan Halim, Majelis yang hadir terdiri dari Hakim Ketua Yudi Rinaldi Surachman, hakim anggota Muhammad Ferry Irawan, dan Jimmy Riyant Natareza tampak terlihat agak kesal, dan sedikit meninggikan nada suaranya ketika merespon balik keterangan Halim.

    “Dihadirkan tergugat statusnya sebagai apa? Saksi ahli atau saksi fakta? Ini dari BKN? Harus jelas dihadirkan disini sebagai apa,” kata Yudi Rinaldi saat menggelar sidang di PTUN Bandung, Rabu.

    BACA JUGA:Mantan Kepala DBMSAP KBB Soroti Sengkarut Rotmut yang Berujung pada Gugatan

    Hakim juga mempertanyakan perihal persoalan yang tengah terjadi di antara pihak termohon atau penggugat dan tergugat, terutama perihal Perpanjangan Surat pertimbangan teknis (pertek) Badan Kepegawaian Negara (BKN).

    Ketua Hakim PTUN Bandung sekaligus pimpinan sidang, Yudi menegaskan akan mencatat seluruh pernyataan saksi ahli yang dihadirkan dari kedua belah pihak.

    “Jangan sampai dihadirkan di sini tapi belum tau permasalahan apa. Ini kan biar nyambung. Nanti kami yang akan menilainya,” tegas Yudi.

    Sementara itu, Kepala Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara, Halim menyebut dirinya dihadirkan di sidang pembuktian sebagai saksi ahli dari pihak tergugat, yakni Sekretaris Daerah (Sekda) Bandung Barat, Ade Zakir.

    “Saya saksi ahli dari BKN,” singkat Halim.

    Dalam persidangan, Halim mengaku, bahwa persoalan rotasi dan mutasi pejabat tinggi pratama yang berujung pada gugatan merupakan kasus pertama di Indonesia, dan ini baru terjadi di Kabupaten Bandung Barat.

  • FGD KPU Kota Malang kebanjiran kritikan dan masukan 

    FGD KPU Kota Malang kebanjiran kritikan dan masukan 

    Foto: A Haris Sugiharto/Radio Elshinta

    FGD KPU Kota Malang kebanjiran kritikan dan masukan 
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 25 Februari 2025 – 15:35 WIB

    Elshinta.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang menggelar Forum Group Discussion (FGD) dalam rangka penyusunan laporan evaluasi pelaksanaan Pemilu tahun 2024. Kegiatan tersebut berlangsung di hotel Grand Mercure dengan menghadirkan sejumlah narasumber berkompeten di bidangnya, Selasa (25/2). FGD ini menghadirkan sejumlah mantan Komisioner KPU Kota Malang, Denny Rachmat Bactiar, Zaini Wika Utomo dan Komisioner KPU, Nur El Fatih.

    Komisioner KPU Nur El Fatih mengungkapkan FGD yang digelar KPU kota Malang diharapkan dapat menerima masukan.

    “Dan masukan dari Tim Sukses; Media serta pihak terkait dalam pilkada akan jadi masukan ke KPU pusat guna disusun pelaksanaan pilkada 2029 mendatang,” ungkapnya, seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, A Haris Sugiharto.

    Sementara itu Fasilitator FGD, Denny Rachmat Bactiar lebih menekankan pada tahapan pilkada  sementara Zaini Wika Utomo lebih pada fasilitas penggunaan alat, partisipasi masyarakat atau Parmas terkait kerja sama.

    Ketua Komisioner KPU kota Malang, M.Toyip mengungkapkan FGD yang digelar secara serentak di Indonesia digelar Dika sung maksud guna memberikan catatan terkait pelaksanaan pemilu di masing-masing daerah.

    “Dari FGD ini hasilnya baik itu berupa penilaian maupun masukan dan catatan dari peserta akan di kumpulan ke KPU Pusat yang nantinya akan jadi.  rumusan penting dalam menentukan kebijakan pemilu 2030 mendatang yang lebih baik meskipun masih ada persoalan hukum baik di Mahkamah konstitusi atau MK maupun PTUN,” ringkas Totop.

    Pada FGD yang berlangsung selama dua hari mulai 24 -25 Febuari 2025 dan puncaknya adalah peluncuran buku Dinamika Pilkada Kota Malang serta video dokumenter pilkada Kota Malang.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Mbak Ita dan Suami Tambah Daftar Panjang Pasutri Ditahan KPK di Kasus Korupsi

    Mbak Ita dan Suami Tambah Daftar Panjang Pasutri Ditahan KPK di Kasus Korupsi

    Jakarta

    Wali Kota Semarang Hevearit Gunaryanti Rahayu (HGR) alias Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, telah ditahan KPK. Keduanya menambah daftar panjang pasangan suami istri (pasutri) yang mendekam di Rutan KPK.

    Mbak Ita dan Alwin ditahan KPK sejak Rabu (19/2). Keduanya merupakan tersangka kasus korupsi di Pemkot Semarang.

    Penahanan Mbak Ita juga dilakukan dengan melalui sejumlah drama. KPK harus menunggu hingga panggilan keempat sebelum menahan Mbak Ita. Kader PDIP itu akhirnya hadir memenuhi panggilan pemeriksaan KPK di hari terakhir menjabat sebagai Wali Kota Semarang.

    Dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (19/2), peran Mbak Ita dan Alwin diungkap KPK. Keduanya berperan dalam kasus suap proyek kursi SD, memotong tunjangan ASN dan gratifiksi.

    “Bahwa sejak saat HGR menjabat sebagai Wali Kota Semarang, HGR dan AB telah menerima sejumlah uang dari fee atas pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang TA 2023, pengaturan proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan TA 2023 dan permintaan uang ke Bapenda Kota Semarang,” kata Wakil Ketua KPK Ibnu Basuki Widodo dalam konferensi pers.

    Dalam perkara pertama, Mbak Ita dan Alwin diduga terlibat dugaan korupsi pada proyek pengadaan meja kursi fabrikasi SD pada dinas pendidikan Kota Semarang. Keduanya diduga menerima uang sebesar Rp 1,7 miliar.

    “Bahwa atas keterlibatan dari AB membantu RUD (direktur PT Deka Sari Perkasa) mendapatkan proyek tersebut, RUD telah menyiapkan uang sebesar Rp 1.750.000.000 atau sebesar 10% untuk AB,” katanya.

    Sedangkan dalam perkara kedua, Mbak Ita dan suaminya, diduga terlibat dalam pengaturan pada proyek penunjukan langsung pada tingkat kecamatan. Alwin diduga menerima uang sebesar Rp. 2 miliar.

    “Bahwa pada sekitar bulan Desember tahun 2022, M menyerahkan uang senilai Rp 2 miliar kepada AB sebagai commitment fee proyek PL Kecamatan,” jelasnya.

    Dan yang terakhir, perkara permintaan uang dari kepada Bapenda Kota Semarang. Keduanya menerima uang sebesar Rp 2,4 miliar.

    “IIN memberikan uang sekurang-kurangnya Rp.2.400.000.000 (Rp 2 miliar) kepada HGR dan AB yang dipotong dari iuran sukarela Pegawai Bapenda Kota Semarang dari TPP triwulan 1 sampai dengan 4 tahun 2023,” kata Ibnu.

    Jika dijumlahkan, Mbak Ita dan suaminya mendapat total uang sekitar Rp 6 miliar dalam 3 perkara tersebut. Keduanya dijerat pasal terkait suap hingga gratifikasi.

    Mbak Ita dan Alwin bukan pasutri pertama yang ditahan oleh KPK karena kompak melakukan korupsi. KPK sebelumnya telah menjerat dan menahan 13 pasutri akibat terlibat korupsi. Berikut rinciannya:

    1. Mantan Bendum Demokrat M Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni (April 2012)

    Menerima suap Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah, pemenang lelang proyek Wisma Atlet, serta kasus pencucian uang. Nazaruddin dipidana bui 13 tahun, sedangkan Neneng 6 tahun.

    2. Mantan Bupati Karawang Ade Swara dan Nurlatifah (Januari 2015)

    Menerima suap senilai Rp 5 miliar dari CEO PT Tatar Kertabumi, Aking Saputra, untuk penerbitan Surat Persetujuan Pemanfaatan Ruang (SPPR). Selain itu, keduanya dijerat pencucian uang. Ade kemudian dihukum penjara 6 tahun, sedangkan Nurlatifah 5 tahun.

    3. Mantan Wali Kota Palembang Romi Herton dan Masyitoh (Maret 2015)

    Romi menyuap Ketua MK Akil Mochtar saat itu senilai Rp 14,145 miliar dan USD 316.700, dibantu Masyitoh. Tujuannya mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil pilkada Kota Palembang. Pasutri itu juga dijerat dengan pasal pemberian kesaksian palsu di persidangan. Romi lalu dihukum 7 tahun penjara, sedangkan Masyitoh 5 tahun. Romi meninggal di Lapas Gunung Sindur pada September 2017.

    Pasutri ini menyuap 3 hakim dan panitera di PTUN Sumatera Utara. Uang suap senilai USD 15 ribu dan SGD 5.000 lewat pengacara OC Kaligis. Selain itu, Gatot kembali dijerat kasus korupsi dana hibah dan dana bantuan sosial (bansos). Gatot kini menjalani hukuman total 12 tahun, sedangkan Evy 2,5 tahun penjara dan telah bebas.

    Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

    4. Mantan Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan Suzanna Budi Antoni (Juli 2015)

    Menyuap Ketua MK Akil Mochtar senilai Rp 10 miliar dan USD 500 ribu agar memenangi sengketa pilkada Kabupaten Empat Lawang di MK. Pasutri ini juga memberikan keterangan tidak benar saat menjadi saksi di persidangan dengan terdakwa Akil Mochtar. Budi kemudian dihukum 4 tahun penjara, sedangkan Suzanna 2 tahun.

    5. Mantan Bupati Musi Banyuasin, Sumsel, Pahri Azhari dan Lucianty (Mei 2016)

    Menyuap anggota DPRD Musi Banyuasin untuk memuluskan pembahasan RAPBD Kabupaten Musi Banyuasin. Uang yang dibagikan ke anggota DPRD berasal dari urunan para kepala dinas. Pahri dihukum 3 tahun dan Lucianty 1,5 tahun bui.

    6. Mantan Wali Kota Cimahi Atty Suharti dan Itoc Tochija (Desember 2016)

    Atty dan Itoc menerima suap Rp 500 juta terkait proyek pembangunan Pasar Atas Cimahi tahap II senilai Rp 57 miliar. Duit suap tersebut diterima mereka dari pengusaha Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi. Atty divonis 4 tahun penjara, sedangkan Itoc 7 tahun.

    7. Mantan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan Lily Martiani Maddari (Juni 2017)

    Menerima suap Rp 1 miliar dari commitment fee Rp 4,7 miliar. Suap diterima dari bos PT Statika Mitra Sarana (SMS) Jhoni Wijaya yang memenangi dua proyek peningkatan jalan di Kabupaten Rejang Lebong. Lily berperan sebagai perantara suap itu.

    8. Eks Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud dan istrinya, Hendrati (Mei 2018)

    Dirwan Mahmud dan Hebdrati ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap. Dirwan diduga menerima suap Rp 98 juta dari Juhari selaku kontraktor. KPK menyebut uang itu merupakan bagian dari 15 persen commitment fee atas lima proyek pekerjaan infrastruktur dengan nilai total Rp 750 juta.

    9. Xaveriandy Sutanto dan Memi

    Pasangan suami-istri, Xaveriandy dan Memi, dijerat KPK karena diduga menyuap eks Ketua DPD Irman Gusman. Keduanya terbukti menyuap mantan Ketua DPD Irman Gusman Rp 100 juta untuk mendapatkan kuota pembelian gula impor sebanyak 1.000 ton. Hakim telah menjatuhkan hukuman 3 tahun bui untuk Xaveriandy dan penjara 2 tahun 6 bulan kepada Memi.

    10. Sekeluarga Penyuap Pejabat Kementerian PUPR

    Selain pasangan suami-istri, KPK pernah menjerat sekeluarga sebagai tersangka kasus suap proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) Kementerian PUPR. Mereka ialah Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur Keuangan PT WKE Lily Sundarsih, Dirut PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP) Irene Irma, dan Project Manager PT TSP Yuliana Enganita Dibyo. Mereka telah divonis bersalah dan dieksekusi.

    Budi Suharto dan Lily merupakan pasangan suami-istri. Sedangkan Irene dan Yuliana adalah anak dari pasangan suami-istri itu.

    11. Ismunandar-Encek, Suami-Istri dari Kutai Timur

    Selanjutnya giliran Ismunandar dan Encek UR Firgasih, pasangan suami-istri dari Kutai Timur, yang terjerat kasus korupsi.

    Tak tanggung-tanggung, Ismunandar dan Encek merupakan orang nomor satu di eksekutif dan legislatif di kabupaten yang berada di Kalimantan Timur (Kaltim) itu. Ismunandar tercatat sebagai Bupati Kutai Timur, sedangkan istrinya, Encek, adalah Ketua DPRD Kutai Timur.

    Keduanya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis, 2 Juli 2020. Setelah itu, KPK memproses hukum keduanya dengan sangkaan suap-menyuap terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur pada 2019-2020.

    Dalam kasus ini, istri Ismunandar, Encek, juga diduga menerima uang sejumlah Rp 200 juta. Diduga uang itu diterima Encek karena Ismunandar mengamankan anggaran proyek di Pemkab Kutai Timur agar para kontraktor tidak mendapat potongan anggaran.

    12. Bupati Probolinggo dan Suami (Agustus 2021)

    KPK juga pernah menetapkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari beserta suaminya yang merupakan anggota DPR RI, Hasan Aminuddin, menjadi tersangka korupsi. Mereka diduga menerima suap terkait jabatan kepala desa (kades).

    Total, ada 22 orang yang dijerat KPK sebagai tersangka. Mayoritas adalah ASN yang hendak mengisi jabatan Kepala Desa dan memberi suap ke pasangan suami istri tersebut.

    “KPK menetapkan 22 orang tersangka dalam perkara ini,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, saat konferensi pers di Gedung KPK, Selasa (31/8/2021).

    Alexander mengungkap ada tarif jabatan kepala desa di Probolinggo yang ditetapkan oleh Puput. Menurutnya, setiap ASN yang hendak mengisi jabatan Kepala Desa dipungut upeti Rp 20 juta ditambah setoran tanah kas desa dengan tarif Rp 5juta/hektare.

    13. Bupati Kapuas dan Anggota Komisi III DPR

    Terbaru ada kasus Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan istrinya yang anggota Komisi III Fraksi NasDem DPR RI, Ary Egahni Ben Bahat. Pasangan suami istri ini telah ditetapkan sebagai tersangka KPK. Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri belum menjelaskan lebih lanjut perihal konstruksi perkara kasus yang melibatkan pasangan suami istri tersebut. Namun keduanya diduga menerima suap dari beberapa pihak.

    “Pihak penyelenggara negara dimaksud merupakan salah satu Kepala Daerah di Kalteng beserta salah seorang anggota DPR RI,” kata Ali, Selasa (28/3).

    “Para tersangka tersebut diduga pula menerima suap dari beberapa pihak terkait dengan jabatannya sebagai penyelenggara negara,” ujar Ali.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Disebut ‘Panglima ASN’, Ema Sumarna Keberatan dengan Keterangan Ricky Gustiadi di Persidangan

    Disebut ‘Panglima ASN’, Ema Sumarna Keberatan dengan Keterangan Ricky Gustiadi di Persidangan

    JABAR EKSPRES – Terdakwa dugaan kasus tindak pidana Korupsi Program Bandung Smart City, Ema Sumarna mengaku cukup keberatan dengan keterangan Ricky Gustiadi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) dalam sidang lanjutan yang digelar hari ini, Selasa,18 Februari 2025 di Pengadilan Negri (PN) Bandung, Kota Bandung.

    Ema Sumarna yang hadir secara virtual dari rumah tahanan (Rutan) KPK, Jakarta, mengaku cukup keberatan dengan keterangan Ricky Gustiadi yang menyebut bahwa dirinya sebagai “Panglima ASN” di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.

    “Saya keberatan dari kesaksian saksi (Ricky). Saya cukup prihatin saksi yang saya cukup kenal lama, sejak saya menjadi kepala dinas. Namun, tadi saksi menyampaikan soal saya sebagai “Panglima ASN” saja itu sudah persepsi negatif. Itu tidak ada secara pemahaman luas ASN yang jumlahnya hampir 15 ribuan lebih,” kata Ema Sumarna dalam persidangan.

    Berdasarkan keterangan yang didapat, selain sebagai “Panglima ASN”, Ricky Gustiadi juga sempat menyebut Ema Sumarna merupakan “The Real Wali Kota” yang di mana pada saat itu, terdakwa menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) sekaligus Plh Wali Kota usai adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada Yana Mulyana.

    BACA JUGA: Warga Desak Sidang Gugatan Muller Bersaudara Dibuka untuk Umum, Begini Respon PTUN Bandung!

    Kemudian terkait dengan keterangan Ricky Gustiadi selanjutnya yang menyebut sempat ada pertemuan antara dirinya bersama Ema Sumarna, Anton Sunarwibiwo, dan Didi Ruswandi, yang merupakan undangan terdakawa, hal tersebut juga dibantah.

    “Perlu saya tegaskan, jadi pada saat itu saya memanggil mereka karena dinas itu selalu menganggarkan melebihi pagu (anggaran). Sedangkan, keuangan daerah tak memungkinkan. Jadi, substansinya jangan melebihi pagu, dan semua harus dikoordinasikan secara optimal,” kata Ema.

    Sehingga dengan adanya keterangan dari Ricky Gustiadi ini, Ema Sumarna mengaku cukup keberatan dengan apa yang telah disampaikan dalam persidangan.

    “Makanya tidak benar waktu saksi (Ricky Gustiadi) menyampaikan bahwa  ada komitmen fee 10 persen dan perintah pekerjaan. Jadi intinya, ini tidak benar ada perintah hal demikian,” pungkasnya.

  • Kepastian Hukum di Indonesia Dipertanyakan Imbas Lambatnya Proses Hukum Skandal Investasi Sekuritas – Halaman all

    Kepastian Hukum di Indonesia Dipertanyakan Imbas Lambatnya Proses Hukum Skandal Investasi Sekuritas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan penipuan investasi yang melibatkan PT Kresna Sekuritas kembali menjadi sorotan publik. 

    Lambatnya proses hukum serta ketidakpastian bagi ratusan investor yang menjadi korban menimbulkan pertanyaan besar mengenai keseriusan Indonesia dalam menindak kejahatan finansial berskala besar.

    Skandal ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial yang besar, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan sektor jasa keuangan di Indonesia.

    PT Kresna Sekuritas, anak usaha dari Kresna Group, diduga melakukan manipulasi dana nasabah melalui program equity link agreement serta jual beli gadai saham sejak 2017. 

    Modus ini berhasil menghimpun dana sebesar Rp337,4 miliar dari para investor. Namun, sejak 2020, investor tidak lagi menerima imbal hasil, dan dana mereka diduga digunakan tanpa sepengetahuan nasabah. Kasus ini pertama kali mencuat pada 2022, ketika Bareskrim Polri menetapkan tiga tersangka, termasuk Michael Steven, pemilik Kresna Group, sebagai tersangka pada September 2023.

    Pengamat hukum Denny Indrayana menyoroti bahwa kasus ini mencerminkan modus lama yang seharusnya dapat diantisipasi oleh otoritas terkait.

    Dia menjelaskan, dalam kasus Kresna Life, terjadi modus ultimate beneficial owner atau yang populer disebut dengan modus Ali Baba, di mana pemilik sebenarnya tidak tampak di permukaan, sementara orang lain dijadikan boneka untuk menjalankan perusahaan.

    “Ada sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan yang bisa digunakan untuk menjerat pemilik manfaat sebagai pelaku kejahatan korporasi, seperti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Penerapan Tata Kelola Manajer Investasi dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 15 Tahun 2019,” ujarnya dalam sebuah diskusi daring bertema “Membongkar Kejahatan Korporasi di Sektor Keuangan”, beberapa waktu lalu.

    Meski telah ada penetapan tersangka, langkah hukum selanjutnya justru terasa lamban. Investor yang menjadi korban mengeluhkan minimnya transparansi dan kepastian mengenai pengembalian dana mereka.

    Investigasi terhadap keuangan Kresna Group juga mengungkap dugaan praktik pencucian uang dan aliran dana yang rumit, yang menyulitkan proses penyidikan.

    Ironisnya, meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, Michael Steven masih dapat memenangkan gugatan terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam tiga kasus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

    Hal ini menimbulkan keprihatinan mengenai efektivitas penegakan hukum di sektor jasa keuangan.

    Sementara itu, Fernandes Raja Saor, kuasa hukum salah satu korban, mengungkapkan pola kejahatan yang dilakukan Kresna Sekuritas bersifat sistemik dan mengeksploitasi kepercayaan nasabah.

    Menurut Fernandes, Kresna Sekuritas juga terindikasi melakukan manipulasi dokumen, seperti pemberian surat kuasa dengan tanggal mundur (backdated) dan perjanjian jual beli saham yang tidak pernah diperintahkan oleh nasabah.

    “Kepercayaan adalah kunci dalam dunia investasi. Namun, kasus ini membuktikan bahwa pengawasan terhadap praktik investasi masih perlu diperketat untuk mencegah korban-korban lainnya,” tegas Fernandes.  

    Kasus Kresna Sekuritas ini diharapkan menjadi momentum bagi regulator untuk memperbaiki tata kelola di industri jasa keuangan serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para investor.

    Kasus Kresna Sekuritas bukanlah kasus yang pertama terkait lemahnya penegakan hukum di sektor keuangan Indonesia. 

    Sejumlah skandal besar seperti Jiwasraya dan Asabri menunjukkan pola yang sama, proses hukum yang berlarut-larut, minimnya akuntabilitas, dan korban yang terus menunggu keadilan.

    Ketidakpastian hukum dalam kasus ini juga berpotensi menciptakan efek domino yang merugikan perekonomian Indonesia. Investor, baik lokal maupun asing, mungkin akan berpikir dua kali sebelum menanamkan modal mereka di Indonesia. Selain itu, kasus ini juga mengancam stabilitas sektor keuangan, yang merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional.

    Para korban dan pengamat hukum mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengambil langkah tegas. Transparansi dalam proses hukum, percepatan penyidikan, serta upaya pengembalian dana korban harus menjadi prioritas. 

    Tanpa tindakan nyata, kasus Kresna Sekuritas tidak hanya akan menjadi catatan kelam penegakan hukum, tetapi juga bukti bahwa Indonesia masih jauh dari sistem keuangan yang aman dan terpercaya.

    Skandal ini adalah ujian besar bagi Indonesia. Apakah negara ini mampu menunjukkan keseriusannya dalam melindungi investor dan menegakkan hukum, ataukah kasus ini akan menjadi satu dari sekian banyak contoh ketidakpastian hukum yang terus berulang? Hanya waktu yang akan menjawab.

  • Beda Pernyataan Nusron & PN Cikarang soal Penggusuran Rumah di Bekasi

    Beda Pernyataan Nusron & PN Cikarang soal Penggusuran Rumah di Bekasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menanggapi PN Cikarang soal penggusuran rumah warga di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. PN Cikarang membantah bahwa penggusuran tidak sesuai prosedur.

    Untuk diketahui, semula Nusron Wahid menyebut bahwa eksekusi rumah warga itu dinilai tidak sesuai prosedur lantaran pihak PN Cikarang tak melibatkan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat melakukan penggusuran.

    Akan tetapi, baru-baru ini PN Cikarang membantah hal itu dan menyebut telah menginformasikan kepada BPN sebelum melakukan penggusuran.

    “Kalau mengatakan sudah ada pemberitahuan, ya betul ada pemberitahuan, tapi, apakah pemberitahuan sifatnya itu permohonan pengukuran apa tidak, ya kan,” kata Nusron saat ditemui di Kampung Bermis, Muara Angke, Minggu (16/2/2025).

    Pasalnya, tambah Nusron, proses eksekusi bangunan di atas lahan yang bersengketa perlu dilakukan pengukuran terlebih dahulu. Hal inilah yang tak dipenuhi oleh PN Cikarang.

    Kedua, tambah Nusron amar keputusan pengadilannya itu tidak mengatakan supaya sertifikatnya dibatalkan. Sehingga, sebelum melakukan eksekusi itu harusnya dilakukan proses permohonan kepada pengadilan untuk membatalkan sertifikat yang sebelumnya.

    “Yang dibatalkan baru AJB-nya [para warga tergusur], dalam keputusan pengadilannya MA-nya itu, AJB-nya memang tidak sah tapi karena sudah kadung terbit sertifikat yang ini usianya lebih di atas 5 tahun, maka harus dilanjutkan berdasarkan perintah pengadilan ini. Dan keputusan MA itu, dia [perlu] mengajukan lagi ke PTUN untuk perintah kepada BPN membatalkan sertifikat,” pungkas Nusron.

    Sebagai informasi, setidaknya terdapat lima rumah yang sudah terdampak penggusuran oleh PN Cikarang. Kelima rumah itu berlokasi di Kampung Bulu RT01/RW011. 

    Nusron menjelaskan, kelima warga terdampak itu dipastikan merupakan pemilik sah lahan tersebut. Di mana, kepemilikan lahannya telah tercatat merupakan pecahan dari sertifikat induk yang diterbitkan pada 1982.  

    “Nah beliau ini ya kan, berlima ini di sini dulunya diklaim sebagai orang yang duduk di Sertifikat 706, 706 ya jadi ada sertifikat Induknya 706 itu kejadian tahun 1982,” kata Nusron.  

    Untuk itu, Nusron menegaskan para warga yang rumahnya telah tergusur itu merupakan korban. Dia juga memastikan bakal segera menyelesaikan masalah ini bersama dengan sejumlah pihak terkait lainnya. 

  • Menteri ATR Nusron buka suara terkait penggusuran rumah di Bekasi

    Menteri ATR Nusron buka suara terkait penggusuran rumah di Bekasi

    Betul, dia sudah menyurati pada tahun 2022, tapi belum melakukan permohonan pengukuran

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid membuka suara terkait penggusuran rumah dan sengketa lahan yang terjadi di Desa Setia Mekar, Tambun Selatan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    Saat ditemui di Jakarta Utara, Minggu, Nusron meyakini bahwa Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Cikarang ​​​​​​tidak memiliki surat permohonan pengukuran terkait hal tersebut.

    “Betul, dia sudah menyurati pada tahun 2022, tapi belum melakukan permohonan pengukuran,” kata Nusron.

    Namun, menurut Nusron, tidak ada surat permohonan yang menyatakan eksekusi lahan atau penggusuran lima rumah warga di Bekasi bakal dilakukan.

    “Karena syarat sebelum eksekusi pengadilan itu, bukan sekadar pemberitahuan, ya, bukan sekadar pemberitahuan. Tapi, (ada juga) permohonan pengukuran untuk memastikan objek yang akan dieksekusi itu sesuai apa tidak,” ujar Nusron.

    Nusron pun menegaskan bahwa pihak-pihak terkait harus mematuhi prosedur sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan sebelum melakukan tindakan lebih jauh.

    Terlebih, tidak ada putusan pengadilan yang memerintahkan sertifikat yang dimiliki warga untuk dibatalkan.

    “Kita ini negara hukum, aturannya adalah peraturan perundang-undangan. Nah, aturannya PP 18 Tahun 2021 itu, sebelum ada penggusuran atau eksekusi pengadilan, harus terlebih dahulu pengadilan mengajukan permohonan pengukuran,” kata Nusron.

    “Jadi, sebelum melakukan eksekusi itu harusnya terlebih dahulu melakukan proses permohonan kepada pengadilan untuk membatalkan sertifikat yang sebelumnya,” ujar dia menambahkan.

    Lebih lanjut, Nusron menilai pengajuan pembatalan sertifikat itu seharusnya disampaikan lagi kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar dapat memerintahkan kepada BPN, untuk membatalkan sertifikat yang dimiliki warga.

    Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) membantah BPN tidak dilibatkan dalam eksekusi lahan di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, oleh PN Cikarang.

    Juru Bicara MA Yanto saat konferensi pers di Media Center MA, Jakarta, Kamis (13/2), mengatakan bahwa sebelum melakukan eksekusi, PN Cikarang telah melaksanakan pencocokan (constatering) dengan memohon bantuan kepada Kantor BPN setempat.

    Berdasarkan berita acara tanggal 14 September 2022, imbuh Yanto, constatering telah dilaksanakan tanpa dihadiri oleh termohon eksekusi dan BPN.

    Selain itu, constatering juga disebut telah dilaksanakan dengan mengundang BPN, tetapi tidak hadir tanpa keterangan.

    Eksekusi yang dilakukan PN Cikarang pada 30 Januari 2025 tersebut merupakan delegasi dari PN Bekasi. Terhadap permohonan eksekusi, PN Bekasi telah melakukan teguran (aanmaning) kepada para termohon eksekusi hingga mendaftarkan sita eksekusi ke BPN Kabupaten Bekasi.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • 10
                    
                        Rugi Rp 8 M dari Penipuan Investasi BBM Oknum TNI AL, Warga di Batam Tak Rela Dengar Kabar Terdakwa Naik Pangkat
                        Regional

    10 Rugi Rp 8 M dari Penipuan Investasi BBM Oknum TNI AL, Warga di Batam Tak Rela Dengar Kabar Terdakwa Naik Pangkat Regional

    Rugi Rp 8 M dari Penipuan Investasi BBM Oknum TNI AL, Warga di Batam Tak Rela Dengar Kabar Terdakwa Naik Pangkat
    Tim Redaksi
    BATAM, KOMPAS.com
    – Dua warga Kota
    Batam
    , Kepulauan Riau mengalami kerugian hingga Rp 8 miliar dalam dugaan tindak pidana penipuan dengan modus berinvestasi pada usaha bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh oknum
    TNI AL
    berinisial ASD.
    Hal ini diketahui dari sidang percepatan perkara tindak pidana yang dilakukan
    Pengadilan Militer
    Tinggi I Medan, Sumatera Utara, yang dilaksanakan di PTUN Sekupang, Batam, Kepulauan Riau, Jumat (14/2/2025) lalu.
    Proses pengadilan kasus ini dilaksanakan di Batam karena domisili kedua korban.
    Hendri, salah satu korban, menjelaskan bahwa penipuan yang dialaminya berawal dari ajakan pelaku untuk berinvestasi. 
    Namun, hingga beberapa bulan berlalu, korban tidak dapat berkomunikasi kembali dengan pelaku yang kini berstatus terdakwa.
    “Terdakwa mengajak para korbannya untuk modal investasi usaha BBM. Namun, usaha yang dilakukan oleh terdakwa sama sekali tidak bisa membuktikan kepada korban sampai hari ini, hingga akhirnya kami melapor dugaan penipuan ini ke pihak Polisi Militer beberapa waktu lalu,” katanya saat ditemui Minggu (16/2/2025) pagi.
    Dalam prosesnya, laporan yang dilayangkan oleh kedua warga Batam ini kemudian berlanjut ke ranah sidang militer pertama sebelum dilanjutkan ke Pengadilan Militer yang terlaksana pada Senin (10/2/2025) lalu.
    Dalam sidang ini, kuasa hukum terdakwa disebut mengajukan pembelaan berdasarkan surat dakwaan oleh Oditur Militer.
    Dalam hal ini, tindakan terdakwa disebut tidak mengarah ke tindak pidana, tetapi ke arah perdata.
    Namun, pembelaan terdakwa, menurut Hendri, ditolak oleh Majelis Hakim setelah proses sidang beda pendapat antara Perwira Penyerah Perkara (papera) dengan Oditur Jenderal TNI terkait perkara tersebut.
    Dalam sidang beda pendapat tersebut, Putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan terdakwa ASD diduga merupakan tindak pidana yang harus diperiksa dan diadili di Pengadilan Militer Tinggi I Medan.
    “Papera terdakwa berpendapat bahwa perbuatan terdakwa merupakan ranah hukum perdata, sedangkan Oditur Jenderal TNI berpendapat bahwa perbuatan terdakwa diduga merupakan tindak pidana penipuan,” katanya. 
    Dalam persidangan perdana yang telah berlangsung, korban yang mengalami kerugian mencapai Rp 8 miliar meminta agar terdakwa diberikan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya.
    Hendri juga mengatakan bahwa terdakwa yang saat ini menjabat sebagai Pamen Denma Koarmada itu sedang tersandung hukum serta masih menjalani proses persidangan dengan kasus penipuan. Selain itu, terdakwa tersandung kasus hukum lain. 
    “Bahkan dari informasi yang diterima, terdakwa masih mempunyai perkara yang sama, yaitu kasus dugaan penipuan, dan saat ini masih dalam proses penyidikan oleh Puspomal,” ujarnya. 
    Saat sedang menjalani proses persidangan, terdakwa pada bulan Februari juga mendapat kehormatan naik jabatan satu tingkat perwira di lingkungan TNI.
    Para korban merasa sangat dicederai rasa keadilannya dengan kenyataan tersebut.
    Mereka berharap keadilan benar-benar dapat diwujudkan dalam persidangan Pengadilan Militer Tinggi I Medan dengan memberikan hukuman yang setimpal kepada terdakwa agar tidak terjadi kepada orang lain.
    “Kita juga mendengar kabar dari media sosial bahwa terdakwa yang sedang tersandung kasus dugaan penipuan mendapatkan kenaikan pangkat setingkat dari pangkat sebelumnya,” katanya. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Salahi Aturan, Pemberhentian 3 Kadus di Mojokerto Didaftarkan Gugatan ke PTUN

    Salahi Aturan, Pemberhentian 3 Kadus di Mojokerto Didaftarkan Gugatan ke PTUN

    Mojokerto (beritajatim.com) – Pemberhentian tiga Kepala Dusun (Kadus) di Desa Wotanmasjedong, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto didaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Mojokerto, Selasa (11/2/2025).

    Teguh Gunarko menjelaskan hal tersebut saat audiensi dengan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Mojokerto di ruang rapat Asisten Setda Kabupaten Mojokerto. Ia mengaku mengikuti proses pemberhentian tiga Kadus di Desa Watesmasjedong sejak awal.

    “Surat pemberhentian 3 orang Kadus oleh Kades Wotanmasjedong, saya akui keluarnya surat tersebut tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Kita sudah merespon dengan mengingatkan kesalahan Kades Wotanmasjedong dalam mengeluarkan Surat Keputusan Pemberhentian 3 orang Kadus tersebut,” ungkapnya.

    Pihaknya juga sudah memanggil Kepala Desa (Kades) Wotanmasjedong terkait permasalahan tersebut dan mengakui kesalahannya namun tidak bisa langsung mencabut surat tersebut. Permasalahan tersebut juga sudah disampaikan ke Bupati Mojokerto, Ikfina Fahmawati.

    “Bupati Mojokerto memerintahkan Camat Ngoro untuk melakukan pembinaan kepada Kades Wotanmasjedong. Bila Kades tidak bisa dibina oleh Camat, maka Bupati akan mengeluarkan surat teguran dan bila diperlukan Bupati Mojokerto juga akan mengeluarkan Surat pemberhentian Kades. Jika harus PTUN kami persilahkan,” jelasnya.

    Sementara itu, Kabag Hukum Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto, Beni Winarno menambahkan, jika pihaknya akan membantu jika perangkat desa membutuhkan bukti untuk memperkuat gugatan. “Kami akan bantu juga menelusuri terkait adanya surat tersebut karena surat keputusan pemberhentian tersebut cacat prosedur,” pungkasnya. [tin/kun]