Kementrian Lembaga: Propam Polri

  • Propam Polri Masih Dalami Ada Tidaknya Unsur Pidana Kasus Pemerasan WN Malaysia di Konser DWP – Halaman all

    Propam Polri Masih Dalami Ada Tidaknya Unsur Pidana Kasus Pemerasan WN Malaysia di Konser DWP – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim mengatakan sejauh ini pihaknya masih fokus penanganan pelanggaran etik 18 oknum anggota yang diduga memeras WN Malaysia di konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.

    Menurut dia  tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan pendalaman terkait ada atau tidaknya unsur pidana di dalam kasus pemerasan ini.

    “Terkait proses pidana (masih didalami) sementara ini kita fokus ke etik dulu,” kata Abdul Karim di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).

    Abdul Karim juga belum dapat menyampaikan motif dari para oknum anggota polisi melakukan pemerasan.

    “Kalau terkait dengan motif masih kita dalami ya, artinya ini cukup harus kita gali karena ini kan menyangkut beberapa satuan kerja mulai dari Polsek, Polres dan Polda juga,” ucapnya.

    Belasan anggota polisi yang terbukti terlibat secara stuktur sudah dijebloskan ke penempatan khusus (pastus) untuk proses penyelidikan lebih lanjut. 

    “Dan saat ini sudah kita tempatkan pada penempatan khusus di Divisi Propam Mabes Polri,” ucapnya. 

    18 Polisi Diamankan

    Sebelumnya, Divisi Propam Polri mengamankan 18 oknum polisi melakukan pemerasan uang kepada WN Malaysia yang menonton gelaran Djakarta Warehouse Project (DWP) di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, 13-15 Desember 2024. 

    Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menuturkan oknum polisi yang diamankan itu terdiri dari personel Polda Metro Jaya hingga Polsek Kemayoran.

    “Informasi adanya keluhan dari penonton asal warga negara Malaysia terkait perlakuan yang tidak mengenakan dengan dugaan pemerasan oleh oknum polisi,” katanya dalam keterangannya, Jumat (20/12/2024).

    Polri telah menindaklanjuti informasi tersebut dengan mengamankan terduga oknum yang bertugas pada saat itu. 

    Trunoyudo tidak menjelaskan detail identitas oknum polisi yang sudah diamankan.

    Para personel yang diamankan Divisi Propam Polri tengah menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

    “Kami melakukan pengamanan terhadap para terduga oknum yang dimaksud, di mana kepercayaan publik adalah prioritas Polri dan Polri komitmen untuk memulihkannya melalui tindakan nyata,” kata dia.

    Tindakan pelanggaran yang dilakukan anggota Polri tidak ditolerir.

    Trunoyudo menegaskan Polri bakal melakukan penegakan hukum dalam rangka meningkatkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan terhadap masyarakat.

    “Kami memastikan tidak ada tempat bagi oknum yang mencoreng institusi. Investigasi telah kami lakukan secara profesional, transparan, dan tuntas,” tukasnya.

     

     

  • 18 Polisi Pelaku Pemerasan WNA Malaysia di DWP Sudah Siapkan Rekening Khusus

    18 Polisi Pelaku Pemerasan WNA Malaysia di DWP Sudah Siapkan Rekening Khusus

    Bisnis.com, JAKARTA – Polri mengungkapkan 18 oknum polisi pemeras penonton DWP 2024 sudah menyiapkan nomor rekening khusus yang digunakan untuk menampung uang hasil pemerasan sebesar Rp2,5 miliar.

    Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Pol Abdul Karim menjelaskan bahwa 45 korban WNA asal Malaysia tersebut diancam dan diminta mengirimkan sejumlah uang ke rekening itu agar tidak ditangkap dan dituduh terlibat kasus narkoba.

    Menurutnya, nomor rekening khusus itu juga sudah disiapkan 18 oknum polisi tersebut sebelum acara DWP 2024 digelar di JIExpo Kemayoran Jakarta Pusat.

    “Jadi mereka sudah menyiapkan rekening khusus yang dipakai untuk menampung uang hingga mencapai Rp2,5 miliar,” tutur Karim di Jakarta, Selasa (24/12/2024).

    Karim mengemukakan sejauh ini pihaknya baru menemukan barang bukti transfer dari para korban. Sementara itu, pemalakan berupa uang tunai, menurutnya, masih dalam proses penyelidikan.

    “Kalau yang tunai masih kami selidiki ya,” katanya.

    Bahkan, menurut Karim, pihaknya juga telah membuka posko pengaduan di Malaysia agar pihak korban yang merupakan WNA asal Malaysia semakin mudah membuat laporan dan menyampaikan barang bukti kepada Polri.

    “Kami juga membuka posko pengaduan di Malaysia,” ujarnya.

  • Polri Sebut Polisi Pemalak WNA Malaysia Kantongi Rp2,5 Miliar Saat DWP

    Polri Sebut Polisi Pemalak WNA Malaysia Kantongi Rp2,5 Miliar Saat DWP

    Bisnis.com, JAKARTA – Polri membeberkan bahwa ada 45 WNA asal Malaysia yang diperas hingga mencapai Rp2,5 miliar saat jadi penonton acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 beberapa waktu lalu.

    Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Pol Abdul Karim menjelaskan 45 WNA asal Malaysia itu diperas dan mengirimkan uang melalui transfer kepada 18 oknum polisi pemeras.

    Karim menegaskan bahwa pihaknya telah mengumpulkan semua bukti transfer itu dari 18 oknum polisi tersebut.

    “Dari total 45 WNA asal Malaysia yang menjadi korban, total nilai pemerasannya mencapai Rp2,5 miliar,” tuturnya di Jakarta, Selasa (24/12).

    Menurutnya, uang hasil pemerasan senilai Rp2,5 miliar tersebut masih bisa bertambah lagi sejalan dengan bertambahnya jumlah korban pemerasan nanti.

    “Kami masih menunggu laporan dari korban lainnya,” katanya.

    Bahkan, menurut Karim, pihaknya juga telah membuka posko pengaduan di Malaysia agar pihak korban yang merupakan WNA asal Malaysia semakin mudah membuat laporan dan menyampaikan barang bukti kepada Polri.

    “Kami juga membuka posko pengaduan di Malaysia,” ujarnya.

  • 18 Polisi Pelaku Pemerasan Penonton DWP Disidang Etik Pekan Depan

    18 Polisi Pelaku Pemerasan Penonton DWP Disidang Etik Pekan Depan

    Bisnis.com, JAKARTA – Polri berencana menggelar sidang etik terhadap 18 oknum anggota Polri yang melakukan pemerasan terhadap WNA asal Malaysia di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 beberapa waktu lalu.

    Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Pol Abdul Karim mengatakan bahwa sidang etik itu rencananya digelar pada pekan depan untuk mendalami sejauh mana peran 18 oknum polisi yang memalak penonton DWP 2024 beberapa waktu lalu.

    “Pekan depan akan kami gelar sidang etik terhadap 18 orang ini,” tuturnya di Jakarta, Selasa (24/12) malam.

    Karim menegaskan sanksi etik untuk ke 18 oknum Polri tersebut akan diberikan secara adil dan disesuaikan dengan perbuatannya masing-masing.

    “Jadi akan kami berikan sanksi proporsional sesuai dengan kontribusi anggota kami ini,” katanya.

    Sementara itu, Anggota Kompolnas, Choirul Anam menjelaskan alasan sidang etik untuk 18 oknum polisi digelar pekan depan yaitu agar Divisi Propam dapat mengumpulkan bukti lainnya atas keterlibatan 18 oknum polisi itu.

    “Kami masih menampung pelaporan korban lainnya, makanya kami gelar sidangnya ini pekan depan,” ujarnya.

  • 18 Polisi Terduga Pemeras WNA Malaysia di Konser DWP Dipatsus – Halaman all

    18 Polisi Terduga Pemeras WNA Malaysia di Konser DWP Dipatsus – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Divisi Propam Polri memastikan sejauh ini jumlah anggota polisi yang diduga melakukan pemerasan terhadap asal warga negara Malaysia yang menonton gelaran internasional Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di JIEXpo Kemayoran, Jakarta Pusat.

    “Mengenai jumlah (anggota yang diduga terlibat), jadi ada tsrdapat 18 orang masih tetep sama meliputi Polsek, Polres, Polda,” kata Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (24/12/2024).

    Saat ini, lanjut Abdul Karim, belasan anggota polisi tersebut sudah dilakukan penempatan khusus (pastus) untuk proses penyelidikan lebih lanjut.

    “Dan saat ini sudah kita tempatkan pada penempatan khusus di Divisi Propam Mabes Polri,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Abdul Karim mengatakan Propam Polri masih mendalami terkait motif 18 polisi tersebut melakukan pemerasan saat itu.

    “Motif masih didalami, ini harus kita gali karena menyangkut beberapa satuan kerja dari Polsek, Polres, Polda,” tuturnya.

    Sebelumnya, kabar WN Malaysia diperas oleh oknum polisi saat menyaksikan konser Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 viral di media sosial.

    Berdasarkan informasi yang beredar ada lebih 400 penonton DWP yang menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi dengan nilai mencapai 9 juta ringgit atau sekitar Rp32 miliar.

    Penyelenggara DWP Ismaya Live membuat pernyataan terkait kabar kejadian pemalakan dan pemerasan yang terjadi.

    “Kepada keluarga besar DWP kami yang luar biasa. Kami mendengar kekhawatiran Anda dan sangat menyesalkan tantangan dan frustrasi yang Anda alami,” tulis pernyataan resmi DWP di Instagram, Kamis (19/12/2024).

    DWP komitmen akan bekerja sama dengan pihak berwenang dan pemerintah guna menyelidiki kasus ini secara menyeluruh.

    “Kami secara aktif bekerja sama dengan pihak berwenang dan badan pemerintah untuk menyelidiki secara menyeluruh apa yang terjadi dan untuk memastikan langkah-langkah konkret diterapkan untuk mencegah insiden semacam itu terjadi lagi di masa depan,” lanjutnya.

  • Kompolnas Minta Polri Tindak Tegas Para Polisi Pemeras Penonton DWP

    Kompolnas Minta Polri Tindak Tegas Para Polisi Pemeras Penonton DWP

    Jakarta, CNN Indonesia

    Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Muhammad Choirul Anam mendesak Polri menindak tegas para oknum polisi yang diduga memeras seorang warga Malaysia di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 13-15 Desember 2024.

    “Kami mengapresiasi langkah yang diambil oleh Divisi Propam Polri dan berharap memang ada tindakan tegas dan sanksi yang juga tegas terhadap para pelaku tersebut, ” kata Anam dalam keterangannya, Senin (23/12).

    Anam juga meminta kepada Propam agar segera menjelaskan duduk perkara kasus tersebut sehingga tidak terjadi informasi yang simpang siur.

    “Di samping sanksi yang tegas, juga harus penjelasan apa yang sebenarnya terjadi secara transparan,” katanya.

    Menurut Anam, Kompolnas juga memberikan atensi terhadap kasus ini yang saat ini sudah diproses Propam Mabes maupun Propam Polda Metro Jaya. Sejauh ini diperkirakan ada 18 oknum polisi yang terlibat pemerasan penonton DWP tersebut.

    Dengan adanya kasus ini, menurut Anam akan ada kerugian seperti konteks hubungan masyarakat Malaysia dan Indonesia, sektor pariwisata, dan sebagainya.

    “Oleh karenanya, sanksi dan tindakan yang tegas, juga proses yang transparan, harus diambil dan kami tunggu proses penjelasan kepada publik, dan kami juga tunggu langkah-langkah pengambilan penegakan etik maupun penegakan hukum dalam peristiwa tersebut, ” ucapnya.

    Divisi Propam Polri mengamankan 18 oknum personel yang diduga terlibat dalam kasus dugaan pemerasan terhadap seorang warga Malaysia oleh oknum polisi pada ajang DWP.

    “Divisi Propam Polri telah mengamankan terduga oknum yang bertugas saat itu. Jumlah terduga oknum personel yang diamankan sebanyak 18 yang terdiri dari personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Metro Kemayoran,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu (21/12).

    Untuk langkah selanjutnya, lanjut dia, Propam Polri akan memeriksa lebih lanjut 18 oknum personel tersebut. Dia menegaskan bahwa Polri tidak akan menoleransi pelanggaran yang dilakukan setiap anggota Polri.

    (Antara/kid)

    [Gambas:Video CNN]

  • Polisi Pemalak DWP Itu Kini “Go International”…

    Polisi Pemalak DWP Itu Kini “Go International”…

    Polisi Pemalak DWP Itu Kini “Go International”…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengumumkan pihaknya telah mengamankan 18 personel terkait kasus dugaan pemerasan terhadap sejumlah penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 asal Malaysia.
    “Polri telah menindaklanjuti informasi tersebut dengan mengamankan terduga oknum yang bertugas pada saat itu. Jumlah terduga oknum personel yang diamankan sebanyak 18 personel,” ungkap Trunoyudo dalam keterangannya, Jumat (20/12/2024).
    Ke-18 anggota itu terdiri dari personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran.
    Sejauh ini, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri tengah memeriksa ke-18 anggota tersebut. Belum ada informasi lebih lanjut mengenai duduk perkara kasus.
    Hanya saja, Trunoyudo mengaku, Polri tidak akan menoleransi pelanggaran tersebut.
    “Kami memastikan tidak ada tempat bagi oknum yang mencoreng institusi. Investigasi telah kami lakukan secara profesional, transparan, dan tuntas. Kami telah melakukan pengamanan terhadap para terduga oknum yang dimaksud,” pungkas dia.
    Dugaan pemerasan itu turut disoroti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam mengatakan, ada pelanggaran dalam dugaan pemerasan itu.
    “Kalau ditanya ini ada pelanggaran atau tidak, ya pastinya ada pelanggaran. Bahkan, sudah diproses oleh Propam Mabes maupun Propam Polda Metro Jaya dengan adanya 18 orang ini,” kata Anam kepada
    Kompas.com,
    Minggu (22/12/2024).
    Usai penangkapan terhadap ke-18 polisi ini, Kompolnas mengharapkan Divisi Propam Polri memberikan sanksi tegas terhadap mereka.
    “Kami juga meminta kepada Propam untuk menjelaskan duduk perkara sehingga tidak simpang simpang siur problem-problem yang ada,” ucap dia.
    Terpisah, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menilai, ke-18 polisi yang yang kini tengah menjalani pemeriksaan terkait dugaan pemerasan terhadap sejumlah penonton DWP harus mendapat sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) jika terbukti.
    Bukan hanya itu, mereka juga harus diseret ke ranah hukum pidana dengan persangkaan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
    “Sanksi etik dan disiplin berupa demosi saja tak cukup, harusnya kepolisian memberi sanksi PTDH dan memproses pidana pungli dalam Undang-undang Anti Korupsi yang diancam hukuman 9 tahun (penjara),” ucap Bambang saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin (23/12/2024).
    Menurut Bambang, sanksi sedang atau ringan tidak akan membuat pelaku jera dan mungkin berbuat hal serupa di kemudian hari.
    Selain itu, Bambang juga menilai, Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol Donald Parlaungan Simanjuntak harus turut diperiksa terkait dugaan pemerasan terhadap sejumlah penonton
    DWP 2024
    .
    Hal ini karena ia merupakan atasan dari 18 polisi yang diduga terlibat kasus ini.
    “Apakah ada keterlibatan Dirresnarkoba atau tidak? Perlu penyelidikan lebih dalam dan transparansi,” ujar Bambang. 
    Bukan hanya Donald, Divisi Propam Polri juga diminta memeriksa masing-masing pimpinan kesatuan.
    “Baik yang ada di lapangan maupun secara struktur. Karena, itu melibatkan banyak polres. Kasat Narkoba masing-masing Polrestro, dan Dirresnarkoba Polda juga harus diperiksa,” ujar dia.
    “18 orang itu tidak bisa disebut oknum lagi, tapi kelompok. Dan lazimnya, sebuah kelompok pasti ada yang memimpin,” ujar dia.
    Kasus dugaan polisi memeras penonton DWP 2024 dinilai tidak hanya merusak citra institusi Bhayangkara, tetapi juga mencoreng nama Indonesia di kancah internasional.
    Pasalnya, DWP merupakan festival
    electronic dance music
    (EDM) terbesar di Asia Tenggara dan korban disebut kebanyakan berasal dari Malaysia.
    Menurut Bambang, citra Indonesia di sektor pariwisata, khususnya dalam bidang Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) bakal semakin terpuruk akibat ulah sejumlah anggota kepolisian itu.
    Akibatnya, negara bisa merugi karena kehilangan kepercayaan dari negara tetangga.
    “Wisata MICE termasuk event hiburan maupun olahraga Indonesia yang sudah kalah jauh dibanding negara tetangga, Singapura, Malaysia dan Thailand, akan semakin terpuruk dengan perilaku oknum polisi tersebut,” kata Bambang.
    Menurut Bambang, insiden ini merusak promosi pariwisata Indonesia yang telah menelan anggaran besar. Sementara, para pelaku hanya mengejar kepentingan individu dan kelompok.
    Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana turut angkat bicara terkait kasus ini. Dia menyesalkan dugaan pemerasan oleh polisi terhadap penonton DWP 2024.
    Kejadian ini dinilai merugikan dan mencoreng upaya pemerintah mempromosikan Indonesia sebagai destinasi wisata kelas dunia.
    “Kementerian Pariwisata meminta maaf atas ketidaknyamanan dan dampak dari peristiwa ini,” ujar Widiyanti, dikutip dari laman Kemenparekraf, Senin (23/12/2024).
    Sementara, Plt Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenpar, Vinsensius Jemadu, menegaskan komitmen Kemenpar bersama Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) untuk menghadirkan acara yang bermanfaat bagi masyarakat.
    Sepanjang 2024, Kemenpar mendukung 175
    event
    daerah (KEN dan Non-KEN), 31
    event
    internasional, dan 101
    event
    nasional untuk meningkatkan dampak ekonomi pariwisata dan manfaat langsung bagi masyarakat.
    Dukungan terhadap
    event
    nasional dan internasional tidak hanya mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, tetapi juga memperkuat citra positif Indonesia di kancah dunia.
    “Kemenpar akan terus berkolaborasi dengan stakeholder untuk memastikan keamanan dan kenyamanan penonton maupun wisatawan,” tambah Vinsensius.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sorotan Kompolnas dan YLBHI Atas Kasus Polisi Peras Penonton DWP, Sebut Para Pelaku Lakukan Pelanggaran

    Sorotan Kompolnas dan YLBHI Atas Kasus Polisi Peras Penonton DWP, Sebut Para Pelaku Lakukan Pelanggaran

    Sorotan Kompolnas dan YLBHI Atas Kasus Polisi Peras Penonton DWP, Sebut Para Pelaku Lakukan Pelanggaran
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Kepolisian Nasional (
    Kompolnas
    ) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (
    YLBHI
    ) sama-sama menyoroti kasus 18 oknum polisi diduga melakukan pemerasan terhadap warga negara asing (WNA) yang menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Minggu (15/12/2024).
    Kedua lembaga tersebut menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh ke-18 oknum polisi yang terdiri dari personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polres Metro Kemayoran itu merupakan sebuah pelanggaran serius jika memang terbukti benar.
    Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam menyampaikan, ada pelanggaran yang dilakukan oleh ke-18 oknum polisi.
    “Kami memberikan atensi terhadap kasus ini. Kalau ditanya ini ada pelanggaran atau tidak, ya pastinya ada pelanggaran,” kata Anam saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin (23/12/2024).
    Anam mengatakan, langkah Divisi Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri memeriksa 18 oknum polisi yang diduga terlibat dalam kasus tersebut sudah tepat.
    Namun, menurutnya polisi harus segera mengambil tindakan tegas atas apa yang diduga dilakukan para pelaku.
    “Kami mengapresiasi langkah yang diambil oleh Propam dan berharap memang ada tindakan tegas dan sanksi yang juga tegas terhadap para pelaku tersebut,” ujar dia.
    Di lain sisi, Anam meminta agar Propam Polri menjelaskan soal duduk perkara kasus ini ke publik agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.
    “Di samping sanksi yang tegas, juga penjelasan apa yang sebenarnya terjadi secara transparan,” tegas dia.
    Ketua YLBHI Muhammad Isnur mengatakan, apa yang dilakukan 18 oknum polisi yang diduga memeras penonton DWP 2024 jelas sebuah pelanggaran dalam aturan internal di kepolisian maupun pidana.
    “Polisi melangggar aturan internalnya sendiri. Ada itu Peraturan Kapolri tentang penyidikan, tentang tindakan kepolisian, dan tentang implementasi prinsip dan standar dan hak asasi manusia,” kata Isnur di kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin, dilansir dari
    TribunJakarta.com
    .
    Isnur meminta para polisi yang diduga memeras penonton DWP tak hanya dikenakan sanksi etik, tapi juga pidana.
    “Dan itu adalah kejahatan, bukan hanya pelanggaran etik. Polisi yang terlibat itu harusnya ditangkap, dan diproses hukum pidana tidak hanya etik saja,” ujarnya.
    Isnur menilai, tindakan para polisi itu memang dari awal menjadikan penegakan hukum sebagai alat untuk memeras warga.
    “Itu artinya penyidikan dengan niat jahat. Jadi penegakan hukum digunakan untuk memeras warganya dengan dalih tes urine dan itu jelas melanggar,” paparnya.
    (Penulis: Baharudin Al Farisi, Elga Hikari Putra (TribunJakarta.com) | Editor: Fitria Chusna Farisa, Ferdinand Waskita Suryacahya (TribunJakarta.com))
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pengamat: Polisi Pungli di DWP Harus Dipecat dan Dipidana!

    Pengamat: Polisi Pungli di DWP Harus Dipecat dan Dipidana!

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menyatakan oknum Polisi yang melakukan dalam acara DWP 2024 harus dipecat dan diproses pidana.

    Pengamat Kepolisian ISESS, Bambang Rukminto menyatakan bahwa pemecatan secara tidak hormat atau PTDH tidak akan memberikan efek jera.

    “Sanksi etik dan disiplin berupa demosi saja tak cukup, harusnya kepolisian memberi sanksi PTDH dan memproses pidana pungli dalam UU anti korupsi yang diancam hukuman 9 tahun,” ujar Bambang dalam keterangan tertulis, Senin (23/12/2024).

    Dia menyatakan, bahwa sanksi yang berat merupakan langkah jitu agar kejadian serupa tidak akan terulang untuk ke depannya. 

    Di lain sisi, peristiwa dugaan pungli oleh oknum anggota kepolisian ini tidak hanya mempermalukan lembaga penegak hukum. Namun, telah mempermalukan Indonesia.

    “Kasus tersebut bukan hanya mempermalukan institusi Polri tetapi mempermalukan bangsa negara,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menyatakan bahwa pihaknya telah mengamankan 18 anggota dalam peristiwa dugaan pungli tersebut.

    “Jumlah terduga oknum personil yang diamankan sebanyak 18 personil, terdiri dari personel Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Metro Kemayoran,” ujarnya dalam keterangan pers, Jumat (20/12/2024) malam.

    Dia menambahkan, belasan personil itu telah diamankan untuk diperiksa oleh Divisi Propam Polri. Di samping itu, Truno menekankan bahwa pihaknya tidak akan menolerir setiap pelanggaran yang ada.

    “Kami memastikan tidak ada tempat bagi Oknum yang mencoreng institusi. Investigasi pun telah kami lakukan secara profesional, transparan dan tuntas,” tutur Truno.

  • Catatan Akhir Tahun 2024 IPW: Polri Belum Serius Lakukan Penindakan kepada Anggotanya – Halaman all

    Catatan Akhir Tahun 2024 IPW: Polri Belum Serius Lakukan Penindakan kepada Anggotanya – Halaman all

    Oleh: 

    Sugeng Teguh Santoso
    Ketua Indonesia Police Watch

    Data Wardhana
    Sekjen Indonesia Police Watch

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia Police Watch (IPW) menilai masyarakat tidak melihat bukti keseriusan Polri untuk melakukan penindakan tanpa pandang bulu kepada anggotanya. 

    Menurut IPW, perlakuan yang tebang pilih dalam pemberian sanksi pada anggota, tajam hanya ke level bawah tapi tumpul ke atas berakibat menimbulkan kecemburuan dan menimbulkan sikap masa bodoh yang merugikan institusi. 

    Padahal, fungsi dan tugas pokok anggota mulai dari Perwira Tinggi, Perwira Menengah, Perwira Pertama, Bintara hingga yang paling bawah Tamtama adalah sama yakni mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. 

    Sehingga, kalau anggota Polri melakukan penyimpangan dan melanggar aturan, baik itu disiplin maupun kode etik apalagi pidana harusnya diproses tegas tanpa pandang bulu.

    Namun kata Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, yang terjadi tidak demikian. Hanya anggota bawahan saja yang dihukum tegas. 

    Kenyataan ini terkuak pada sidang pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap dua mantan anggota Polda Jawa Tengah, Brigadir Dwi Erwinta Wicaksono dan Bripka Zainal Abidin yang didakwa menerima suap dengan total Rp 2,6 miliar atas peran sebagai calo penerimaan Bintara Polri 2022 di Pengadilan Tipikor Semarang, Selasa (17 Desember 2024). 

    Kedua terdakwa tersebut disidang dalam berkas perkara terpisah.

    Padahal, peristiwa percaloan penerimaan bintara di Polda Jateng tahun 2022 itu dari hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Paminal Polri itu cukup banyak yang terlibat. 

    Namun, ada instruksi penyelamatan dan hanya kompol ke bawah saja yang diproses. 

    Akhirnya, kejahatan tangkap tangan oleh Divpropam Polri yang awalnya dibongkar oleh Indonesia Police Watch (IPW) sekitar bulan Maret 2023, menyeruak ke publik, menjadikan lima orang saja yang diproses yakni Kompol KN, Kompol AR, AKP CS, Bripka Z dan Brigadir EW. 

    Kelima anggota Polda Jawa Tengah itu kemudian dipecat dari anggota Polri setelah dilakukan Sidang Kode Etik dan meneruskan proses pidananya. 

    Anehnya, dalam penanganan proses pidana yang sudah berjalan satu setengah tahun lebih tersebut, hanya dua orang saja yang disidang yaitu Dwi Erwinta Wicaksono dan Zainal Abidin. 

    Sementara perwira yang terkena pemecatan dari dinas Polri tidak jelas ujung pangkalnya dari proses hukum oleh Ditreskrimum Polda Jateng. 

    Hal itu diketahui dari pemberitaan Tirto.id yang dipublikasi 17 Desember 2024 pada pukul 20.40 WIB dengan judul: “2 Anggota Polda Jateng Calo Bintara Didakwa Terima Suap Rp 6M”. 

    Menurut berita tersebut, Polda Jawa Tengah sempat menyebut akan memproses pidana para pelaku. 

    Namun perkara yang dilimpahkan ke penuntut umum Kejari Kota Semarang baru dua orang yakni Bripka Z alias Zainal Abidin dan Brigadir EW alias Dwi Erwinta Wicaksono. 

    Kejaksaan belum menerima limpahan perkara selain dari dua mantan anggota Polda Jateng yang ditangani saat ini. 

    “Itu kewenangan penyidik, kami baru menerima dua,” ujar Jehan saat dikonfirmasi.

    Masyarakat akan mencatat, apakah di tahun 2025, para pelaku kejahatan di internal kepolisian itu akan diproses ke sidang peradilan? Masyarakat sebenarnya juga menanti kelanjutan dari “polisi peras polisi” di lembaga pendidikan Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Polri Sukabumi  yang menghilang “bak ditelan bumi” tanpa penjelasan dari Divisi Humas Polri. 

    Padahal, kasus yang menggegerkan pada sekitar bulan Agustus 2024 tersebut, sangatlah serius dimana Divpropam Polri butuh waktu bulanan untuk mengurai kebobrokan anggota Polri di pendidikan itu yang memeras peserta didik calon perwira hingga puluhan juta. 

    Bahkan, Pengamanan internal (Paminal) Propam Polri telah menyita uang sebesar Rp 1,5 miliar sebagai barang bukti. 

    Tapi, tindak lanjut dari adanya peristiwa tersebut tidak ada kabar tentang sidang kode etik profesi dari para pelaku-pelakunya. 

    Yang ada hanyalah bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan “bedol deso” anggota Polri yang menjabat di Setukpa tersebut melalui Surat Telegram bernomor: ST/1821/VIII/KEP./2024, tanggal. 21 Agustus 2024 dengan memutasi Kepala Sekolah Pembentukan Perwira (Kasetukpa) Lemdiklat Polri, Brigjen Mardiaz Kusin Dwihananto dimutasi sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama Tk. II Sespim Lemdiklat Polri.

    Sementara Wakasetukpa, Kombes Dr. Ignatius Agung Prasetyo dimutasi sebagai Dosen Kepolisian Madya Tk.I Akpol Lemdiklat Polri. 

    Sedang pada ST Kapolri bernomor: 1813/VIII/KEP./2024, tanggal. 21 Agustus 2024 sejumlah perwira menengah di Setukpa Polri juga terkena mutasi.

    Mereka yakni Kompol Zoenivpendi yang menjabat Kadensiswa 3 Bagbimsis Setukpa Lemdiklat Polri dipindah sebagai Pamen Pusjarah Pori. 

    Kompol Dedi Supriyatno selaku Kadensiswa 2 Bagbimsis Setukpa Lemdiklat Polri dimutasi sebagai Pamen Divisi Teknologi, Infomasi dan Komunikasi Polri. 

    Kemudian, Kompol Marudut Manalu selaku Kadensiswa 1 Bagbimsis Setukpa Lemdiklat Polri dipindah sebagai Pamen Puslitbang Polri. Kompol Alfriwan Zaputra selaku Paur Subbaghanjartaka Bagbingadik dimutasi sebagai Pamen Divkum Polri. 

    Kompol Hadi Widarto selaku Paur/Alins Bagdiglat Setukpa dipindah sebagai Pamen Sahli Kapolri. 

    Lalu ada Kompol Suwitomo selaku Paur Bidjemen Setukpa dimutasi sebagai Pamen Divhumas Polri, dan Kompol Sri Mulyani selaku Paur Subbidopsnal Bidproftek Setukpa dimutasi sebagai Pamen Setum Polri. 

    Indonesia Police Watch (IPW) menilai penindakan terhadap “polisi peras polisi” ini seharusnya diproses lebih lanjut ke Komisi Etik Polri. 

    Sehingga institusi Polri bebas dari penyalahgunaan wewenang, pungli, pemerasan dan korupsi (suap dan gratifikasi). 

    Sebab, praktik-praktik tersebut jelas melanggar peraturan dan diharapkan menjadi pelajaran bagi anggota Polri untuk memiliki etika moral yang terpuji, yang tercermin dalam prilaku anggota Polri yang didasari ketakwaan, kesusilaan, hati nurani, integritas, kejujuran, serta penghayatan terhadap nilai-nilai Pancasila, Tribrata dan Catur Prasetya. 

    Praktik sebaliknya justru terjadi di Polda NTT melalui putusan kode etik KKEP yang mem+PTDH Iptu Rudy Soik dengan segala argumentasi. 

    Padahal Iptu Rudy soik berusaha mengungkap jaringan ilegal BBM yang diduga melibatkan oknum Polri. 

    Perjuangannya membela diri yang didukung banyak lapisan masyarakat hingga DPR membuat pemecatannya dipertimbangkan.

    Namun, oknum-oknum anggota Polri yang bermain di minyak BBM ilegal tidak tersentuh kendati pimpinan tertinggi di kepolisian telah menerjunkan tim ke Polda NTT. 

    Hasilnya, semuanya seakan menghilang. 

    Hal ini terlihat dengan tidak adanya ekspose kasus setelah tahapan Iptu Rudy Soik dipanggil di Komisi III DPR bersama Kapolda NTT, Irjen Dahi Tahi Monang Silitonga pada Senin, 28 Oktober 2024.

    Terjerat Sambo Naik Pangkat Juga

    Dengan tidak seriusnya melakukan penindakan terhadap anggota itu, menjadikan institusi Polri rentan terhadap kritikan masyarakat yang menyudutkan dan menurunkan citra institusi.

    Kritikan masyarakat yang begitu pedas juga disampaikan IPW kepada Institusi Polri, terjadi saat anggota Polri yang terlibat dalam kasus Sambo menorehkan bintang dipundaknya, dan juga ada yang naik pangkat. 

    Pasalnya, banyak masukan dari internal kepolisian bahwa anggota yang terlibat dalam kasus Sambo itu dengan mudahnya naik pangkat, sementara anggota Polri yang tidak pernah berurusan dengan pelanggaran etik sangat sulit untuk naik pangkat. 

    Diketahui, sejumlah polisi yang sempat tersandung kasus Ferdy Sambo kini kembali aktif bertugas, bahkan mendapatkan promosi. 

    Ada enam perwira Polri yang sebelumnya menjalani sanksi kini telah menduduki posisi strategis.

    Salah satu yang dipromosikan adalah Budhi Herdhi Susianto yang menjabat Kapolres Jakarta Selatan saat kasus Sambo mencuat. 

    Budhi dipromosikan menjadi Karowatpers dan menyandang pangkat brigadir jenderal (brigjen). 

    Nama lain yang juga mendapat promosi adalah Kombes Murbani Budi Pitono, Kombes Denny Setia Nugraha Nasution, Kombes Susanto, AKBP Handik Zusen, dan Kompol Chuck Putranto. 

    Adanya perbedaan dalam hal promosi jabatan dan pola pembinaan itu dirasakan sangat tidak adil sehingga IPW melihat ada kecenderungan Polri merehabilitasi anggotanya yang melanggar etik setelah peristiwa pelanggaran etik tidak lagi menjadi perhatian publik.

    Seperti pada putusan tingkat pertama berat, kemudian dengan lewatnya waktu, ketika masyarakat sudah mulai melupakan, Polri kemudian merehabilitasi secara legal orang-orang yang telah dihukum tersebut. 

    Kesalahan-kesalahannya itu kemudian direhabilitasi.

    Kenyataan ini justru akan memularkan virus pelanggaran terhadap anggota Polri lainnya karena nanti belakangnya bisa “diurus”. 

    Hal itu, lantaran ada anggapan bahwa penyelesaian pelanggaran terhadap peraturan itu dapat diselesaikan berdasarkan kedekatan personal. 

    Untuk itu, dari kasus kenaikan pangkat terhadap anggota Polri yang tersandung kasus Sambo, seharusnya Polri meningkatkan transparansi proses promosi secara terbuka dan berdasarkan kriteria yang objektif. 

    Hal ini, agar anggota Polri yang tidak memiliki pelanggaran etika legowo melihat mutasi dan promosi jabatan yang dilakukan pimpinan Polri. 

    Sikap institusi Polri yang tidak tegas, terkesan melindungi anggotanya yang salah serta menerapkan impunitas, tentu kedepannya akan berdampak sistemik dianggap remeh oleh anggotanya sendiri. 

    Terbukti dipenghujung tahun 2024 muncul kasus pemerasan oleh anggota Polri terhadap Warga Negara Malaysia yang menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat yang mempermalukan institusi polri sendiri. 

    Kendati akan ada penindakan tegas dengan bahkan putusan pemecatan terhadap anggota yang saat ini ditangkap Propam Polri, tentu langkah ini tidak akan memulihkan nama baik Institusi Polri atau Pemerintah Indonesia di kancah internasional. 

    Sebab, yang menjadi korban pemerasan adalah Warga Negara Malaysia yang dikenal sangat kritis pada Indonesia sebagai negara serumpun dan medsosnya telah menyebar ke belahan dunia. 

    Karenanya, IPW mempertanyakan integritas, pola pikir para anggota Polri yang diduga memeras WN malaysia tersebut apakah mereka anggota-anggota yang rendah intelektualnya sehingga tidak bisa berfikir normal bahwa warga Malaysia sebagai korban bisa membongkar pemerasan  yang mereka alami. 

    Atau memang sikap mental  memeras  telah melekat sebagai DNA pada polisi kita? 

    Mengaca pada peristiwa peristiwa yang diurai diatas sepatutnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu melakukan pola tindak baru ditahun 2025 dengan bertindak tegas dan lugas memecat anggota tanpa pandang bulu dan tanpa melihat pangkat. 

    Aliran uang Rp 32 miliar dari hasil pemalakan itu harus dibongkar sampai kemana dan ke siapa? 

    Hal ini penting untuk menjaga profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.