Kementrian Lembaga: PPSU

  • Cara Aziz Penjual Kopi Bertahan Hidup dengan Penghasilan Rp 50 Ribu Sehari, Bisa Tak Tambah Utang

    Cara Aziz Penjual Kopi Bertahan Hidup dengan Penghasilan Rp 50 Ribu Sehari, Bisa Tak Tambah Utang

    TRIBUNJATIM.COM – Inilah sosok Abdul Azis, penjual kopi keliling di Jakarta yang dapat penghasilan Rp 50 ribu sehari.

    Pria berusia 58 tahun ini ternyata pensiunan anggota Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kalibata.

    Setelah pensiun dua tahun lalu, Azis mulai berjualan kopi keliling.

    Selama tujuh tahun bekerja sebagai PPSU, Azis merasa penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

    Namun, setelah pensiun pada usia 56 tahun, ia harus mencari cara untuk menyambung hidup.

    Menjadi pedagang kopi keliling membuat Azis menerima pendapatan yang jauh lebih kecil.

    Azis mengaku, pendapatan kotor sehari-harinya berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000, tergantung banyaknya pembeli.

    Setelah dikurangi biaya operasional, Azis hanya membawa pulang sekitar Rp 50.000 per hari.

    Pendapatan Azis sangat bergantung cuaca.

    Saat hujan turun, ia hanya mengantongi Rp 20.000 atau bahkan Rp 10.000 dalam sehari.

    Hal ini menjadi tantangan besar mengingat Azis harus memenuhi kebutuhan dua anaknya yang masih sekolah di jenjang SMK dan SD.

    “Kadang ada kebutuhan mendadak, seperti anak minta uang untuk kegiatan sekolah. Kalau dadakan begini, bingung cari uangnya dari mana,” keluh Azis, melansir dari Kompas.com.

    Meski hidup pas-pasan, Azis merasa bersyukur karena rumah yang ia tinggali bersama keluarga merupakan warisan orangtuanya.

    Sehingga, ia tak perlu merogoh kocek untuk biaya sewa rumah.

    Azis hanya perlu membayar listrik sebesar Rp 60.000 hingga Rp 75.000 per bulan berkat subsidi dari pemerintah.

    Demi berhemat, Azis selalu mengantar anak-anaknya ke sekolah menggunakan sepeda motor yang ia pinjam dari adiknya.

    Selain itu, setiap berangkat kerja, Azis membawa bekal dari rumah agar tak perlu lagi membeli makanan di luar yang harganya lebih mahal.

    Untuk kebutuhan mendesak, Azis kerap meminjam uang dari adiknya yang tinggal tidak jauh dari rumah.

    Namun, ia meminjam uang dalam jumlah kecil, sekitar Rp 10.000 hingga Rp 20.000.

    Uang itu segera dikembalikan Azis begitu sudah mengantongi duit.

    Akan tetapi, Azis mengakui dirinya masih menanggung beban utang besar yang menumpuk sejak ia masih bekerja sebagai PPSU.

    Saat itu, Azis merasa penghasilannya sebagai PPSU cukup besar sehingga dengan mudah mengeluarkan uang untuk membeli berbagai kebutuhan tanpa berpikir panjang.

    Utang yang kini tersisa kurang dari Rp 50 juta itu sempat membuat Azis terpaksa menjual motor dan menggadaikan sertifikat tanah.

    “Semenjak dagang begini, Alhamdulillah, saya enggak nambah utang. Sekarang saya fokus membayar sisa utang dari masa lalu,” ujarnya.

    Dalam kesehariannya, keluarga Azis mendapatkan bantuan Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk akses kesehatan dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk pendidikan anak-anaknya.

    Kendati demikian, Azis mengaku belum pernah menerima bantuan sembako sejak pensiun dari PPSU.

    Azis berharap pemerintah dapat memberikan bantuan sembako, terutama beras, untuk membantu keluarganya memenuhi kebutuhan sehari-hari.

    “Saya hanya berharap ada bantuan sembako, karena itu sangat membantu. Terutama beras untuk makan sehari-hari,” tutup Azis.

    Meski menghadapi berbagai tantangan, Azis tetap bersyukur.

    Ia telah belajar untuk hidup sederhana dan tidak menambah utang.

    Dengan segala keterbatasan, Azis terus berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya.

    Sebelumnya juga disorot kisah Mbah Ahmad, penjual mainan yang sudah berdagang selama 35 tahun.

    Kakek 70 tahun ini berjualan di trotoar sebuah sekolah dasar negeri di Banyuwangi, Jawa Timur.

    Ia biasa di sebelah sepeda tuanya yang telah dipenuhi karat namun masih cukup kuat untuk menopang gerobak berisi mainan yang dijajakannya kepada anak-anak maupun orang tua murid yang tengah menjemput buah hati mereka.

    “Dibeli, dibeli,” ucapnya lirih, masih kalah dengan suara kendaraan yang lewat silih berganti. 

    Ayah 5 anak itu menawarkan mainan-mainan yang cukup terjangkau untuk saku anak-anak sekolah dasar, yaitu berkisar Rp 2.000 hingga Rp 10.000.

    Ada berbagai jenis mainan yang ditawarkan, mulai dari slime, boneka mini, penggaris gelang, mobil-mobilan, pistol mainan, hingga mainan edukasi puzzle rubik. 

    Menariknya, terdapat pula sebuah mainan tradisional tembak bambu yang dijual Rp 2.000 di antara mainan-mainan yang dijajakan pria yang telah berjualan selama 35 tahun itu.

    “Dulu saya jualannya mainan-mainan (tradisional) begini tapi lama-lama kurang laku karena banyak yang milih mainan zaman sekarang,” urainya, melansir dari Kompas.com.

    Namun karena kesukaannya pada mainan masa kecilnya, dia berupaya untuk tetap menyelipkan mainan tradisional untuk dikenalkan kepada anak-anak sehingga permainan turun temurun tak hilang ditelan waktu.

    “Sekarang cuma bawa sedikit-sedikit, biar anak-anak tahu,” ujarnya.

    Tak hanya tembak bambu, Ahmad menyesuaikan dengan mainan yang ada di pasar saat dia beli grosir di pasar. Terkadang layang-layang, kelereng, ketapel, hingga bekel. 

    “Musiman, yang saya bawa yang ada dari pasar,” tuturnya.

    Dari penghasilannya menjual mainan, Ahmad bisa membawa pulang keuntungan bersih Rp 35.000 hingga Rp 50.000 per hari.

    Berangkat dari rumahnya di Kelurahan Lateng, Kecamatan Banyuwangi pukul 6 pagi, hingga selesai berjualan di jam terakhir kelas pukul 2 siang.

    “Rata-rata Rp 35-50 ribu. Buat makan sehari-hari, kalau lebih buat modal kulakan lagi,” katanya. 

    Telah berjualan puluhan tahun, Ahmad mengaku tak pernah mengalami kejadian yang merugikan, namun biasanya kala hujan, dia harus rela tak berjualan sebab tak ada tempat untuk berteduh.

     “Kalau hujan terpaksa pulang dulu, jadinya bawa uangnya lebih sedikit,” tuturnya.

    Di era gempuran modernisasi, Ahmad mengaku tak khawatir jualannya tak ada yang beli, karena ia percaya konsep rezeki yang telah diajarkan agamanya.

    “Yang penting sudah jualan, tidak minta-minta, nanti pasti ada saja rezekinya,” yakinnya. 

    Sementara itu, salah satu siswa sekolah dasar tempat Ahmad berjualan mengaku sering membeli mainan di Ahmad karena harganya yang murah sehingga ia bisa membeli mainan dari uang saku yang diberikan orangtuanya.

    Farel juga membeli tembak bambu Ahmad dan mengaku tertarik dengan mainan tersebut karena mainan tradisional itu terasa asing baginya tapi tetap tampak menarik untuk dimainkan.

    “Belum pernah lihat, pas dicoba seru,” ujar siswa berusia 8 tahun itu.

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

  • Azis Tak Pernah Dapat Pelatihan Keterampilan, Kini Berjuang Jadi Pedagang Starling
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        22 Januari 2025

    Azis Tak Pernah Dapat Pelatihan Keterampilan, Kini Berjuang Jadi Pedagang Starling Megapolitan 22 Januari 2025

    Azis Tak Pernah Dapat Pelatihan Keterampilan, Kini Berjuang Jadi Pedagang Starling
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Pedagang kopi keliling
    atau populer dengan istilah starling bernama Abdul Azis (58) mengeluh tidak pernah mendapatkan keterampilan saat masih bekerja sebagai petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU).
    Padahal, menurut Azis, keterampilan tersebut sangat diperlukan pada masa kini, terutama setelah ia pensiun sebagai petugas PPSU dua tahun yang lalu.
    “(Selama ini) enggak ada (pelatihan keterampilan). Dulu waktu PPSU, ngelas-ngelas gitu, itu (saya) enggak diikutsertakan. Ada 10 orang atau 15 orang gitu. Waktu jadi PPSU, itu enggak diikutsertakan,” kata Azis saat ditemui
    Kompas.com
    di Jalan Warung Jati Barat, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2025).
    Azis tidak mengetahui secara pasti alasan mengapa ia tidak pernah mendapatkan pelatihan keterampilan.
    Namun, ia menduga hal itu karena usianya yang dianggap tidak lagi produktif untuk menerima pelatihan tersebut.
    “Ya mungkin yang jiwanya muda-muda kali yang disuruh, yang muda-muda. Yang tua-tua mungkin, ya bagaimana ya. Iya kali (enggak produktif),” ujar dia.
    “Iya, (pelatihan) perlu itu. Setelah pensiun kan bisa mengelas. Ini enggak, yang muda-muda doang,” tambahnya.
    Selain mengelas, Azis mengetahui ada pelatihan keterampilan menjahit untuk para PPSU. Lagi-lagi, dia tidak mendapatkan keterampilan tersebut.
    “Itu mengelas, jahit-jahit, ada kegiatan itu, sudah. Enggak pernah diikutsertakan gitu. Karena umur sudah tua kali ya,” ujar dia.
    Saat ditanya apakah dia saat ini masih mengharapkan pelatihan keterampilan dari pemerintah, Azis merasa asa itu telah sirna.
    “Enggak (berharap), habis nanti kalau lama-lama (diharapkan) jadi sakit hati. Bukan bagian (rezeki) saya kali, makanya enggak dapat,” pungkas dia.
    Adapun Azis pensiun dari pekerjaannya sebagai petugas PPSU pada usia 56 tahun setelah mengabdi selama tujuh tahun.
    Kini, ia beralih profesi menjadi
    pedagang kopi keliling
    dengan penghasilan kotor sekitar Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per hari. Dari jumlah tersebut, penghasilan bersih yang diterimanya berkisar Rp 50.000 per hari.
    Namun, pendapatan Azis sangat bergantung kondisi cuaca. Ketika hujan turun, ia hanya mampu menghasilkan Rp 20.000, atau bahkan Rp 10.000 dalam sehari.
    Azis tinggal bersama istri yang merupakan ibu rumah tangga (IRT) dan dua anaknya yang masih duduk di bangku SMK dan SD.
    Beruntung, ia tinggal di rumah peninggalan orangtuanya, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyewa atau mengontrak.
    Selain itu, Azis mendapatkan subsidi listrik selama tiga tahun terakhir. Dengan demikian, ia hanya membayar tagihan listrik sekitar Rp 60.000 hingga Rp 70.000 per bulan.
    Meski begitu, untuk kebutuhan mendesak, ia terkadang meminjam uang dari adiknya yang tinggal di dekat rumahnya.
    Jumlah pinjaman tersebut relatif kecil, sekitar Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Azis pun selalu berusaha segera mengembalikannya setelah mendapatkan uang.
    Azis mengakui dirinya masih menanggung beban utang yang besar yang menumpuk sejak ia masih bekerja sebagai petugas PPSU.
    Saat itu, ia merasa penghasilannya cukup besar sehingga sering menggunakan uang tanpa pertimbangan matang.
    Sisa utang yang kini kurang dari Rp 50 juta pernah membuat Azis terpaksa menjual motor dan menggadaikan sertifikat tanah.
    “Semenjak berdagang seperti ini, Alhamdulillah, saya tidak menambah utang lagi. Sekarang saya fokus untuk melunasi sisa utang dari masa lalu,” kata Azis.
    Untuk kebutuhan kesehariannya, keluarga Azis menerima bantuan Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk akses layanan kesehatan dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk pendidikan anak-anaknya.
    Namun, sejak pensiun dari PPSU, Azis mengaku belum pernah mendapatkan bantuan sembako dari pemerintah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • [POPULER JABODETABEK] Bagaimana Azis Bertahan dengan Penghasilan Rp 50.000 Per Hari sebagai Pedagang Starling? | Mereka Tak Temukan Jalan Keluar dari Kebakaran Glodok Plaza…
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        22 Januari 2025

    [POPULER JABODETABEK] Bagaimana Azis Bertahan dengan Penghasilan Rp 50.000 Per Hari sebagai Pedagang Starling? | Mereka Tak Temukan Jalan Keluar dari Kebakaran Glodok Plaza… Megapolitan 22 Januari 2025

    [POPULER JABODETABEK] Bagaimana Azis Bertahan dengan Penghasilan Rp 50.000 Per Hari sebagai Pedagang Starling? | Mereka Tak Temukan Jalan Keluar dari Kebakaran Glodok Plaza…
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Berita populer Jabodetabek pada Selasa (21/1/2025), dimulai dari kisah
    pedagang asongan
    , Azis yang bertahan dengan penghasilan Rp 50.000 per hari.
    Kemudian, berita tentang penjual gorengan di Jakarta yang harus membuang dagangannya yang tak laku menjadi berita populer berikutnya.
    Sementara itu, berita tentang para korban kebakaran yang ditemukan di lokasi berbeda di lantai 8
    Glodok Plaza
    , turut menarik perhatian publik.
    Ketiga berita di atas masuk dalam jajaran berita populer Jabodetabek, berikut paparannya:
    Hidup di kota metropolitan seperti Jakarta dengan penghasilan Rp 50.000 per hari tentu bukan perkara mudah.
    Abdul Azis (58), seorang pedagang kopi keliling yang dikenal dengan sebutan starling, membuktikan dirinya mampu bertahan dengan berbagai cara meskipun menghadapi tantangan besar.
    Azis memulai usahanya sebagai pedagang kopi keliling dua tahun lalu, setelah pensiun dari pekerjaannya sebagai anggota Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kalibata.
    Selama tujuh tahun menjalani profesi tersebut, ia merasa pendapatannya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
    Namun, setelah pensiun pada usia 56 tahun, ia harus mencari cara lain untuk tetap bertahan hidup.
    Berjualan kopi keliling membuat penghasilannya jauh lebih kecil. Azis mengungkapkan bahwa pendapatan kotornya per hari berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000, tergantung jumlah pelanggan.
    Setelah dikurangi biaya operasional, ia hanya bisa membawa pulang sekitar Rp 50.000 setiap harinya.
    Baca selengkapnya
    di sini
    .
    Beberapa pedagang gorengan di Jakarta berbagi cerita tentang tantangan terbesar yang mereka hadapi saat berjualan. Salah satunya adalah Virna (35), yang menjajakan aneka gorengan frozen food di pelataran rumahnya.
    Warga Manggarai, Jakarta Selatan, ini mengungkapkan bahwa kendala terbesarnya dalam berdagang adalah ketika dagangannya sepi pembeli.
    “Tantangan paling besar itu kalau dagangan nggak laku,” ujar Virna saat diwawancarai
    Kompas.com
    , Selasa (21/1/2025).
    Ketika dagangannya tidak laku, stok frozen food yang ia jual sering kali menjadi asam sehingga harus dibuang.
    “Kalau ada makanan sisa, apalagi frozen, kan nggak bisa lama-lama keluar masuk kulkas, jadi asam. Bakso aja kadang harus dibuang,” tutur Virna.
    Menurut Virna, stok frozen food yang ia jual umumnya hanya bisa bertahan antara tiga hingga lima hari.
    Baca selengkapnya
    di sini
    .
    Asap pekat masih menggantung di udara ketika petugas pemadam kebakaran akhirnya berhasil mencapai lantai 8 Glodok Plaza.
    Bau hangus menyengat, bercampur dengan kepulan debu dari bangunan yang nyaris runtuh.
    Di antara puing-puing dan sisa-sisa kepanikan pada Rabu (15/1/2025) malam itu, mereka menemukan delapan jasad yang tak lagi bernyawa.
    Tak ada yang tahu pasti bagaimana detik-detik terakhir para korban itu sebelum api melalap segalanya.
    Apakah para korban berusaha mencari jalan keluar?, atau terjebak dalam kepanikan?. Namun yang pasti, mereka tak pernah sampai ke pintu keselamatan.
    Baca selengkapnya
    di sini
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Azis Tak Pernah Dapat Pelatihan Keterampilan, Kini Berjuang Jadi Pedagang Starling
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        22 Januari 2025

    1 Bagaimana Azis Bertahan dengan Penghasilan Rp 50.000 Per Hari sebagai Pedagang Starling? Megapolitan

    Bagaimana Azis Bertahan dengan Penghasilan Rp 50.000 Per Hari sebagai Pedagang Starling?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hidup di kota besar seperti Jakarta dengan pendapatan Rp 50.000 per hari tentu bukan hal mudah.
    Namun, Abdul Azis (58), seorang
    pedagang kopi keliling
    atau istilah lainnya starling, membuktikan bahwa ia bisa bertahan dengan berbagai cara meski menghadapi tantangan berat.
    Azis memulai usahanya sebagai
    pedagang kopi
    keliling dua tahun lalu, setelah pensiun dari pekerjaannya sebagai anggota Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kalibata.
    Selama tujuh tahun bekerja sebagai PPSU, Azis merasa penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
    Namun, setelah pensiun pada usia 56 tahun, ia harus mencari cara untuk menyambung hidup.
    Menjadi pedagang kopi keliling membuat Azis menerima pendapatan yang jauh lebih kecil.
    Azis mengaku, pendapatan kotor sehari-harinya berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 150.000, tergantung banyaknya pembeli.
    Setelah dikurangi biaya operasional, Azis hanya membawa pulang sekitar Rp 50.000 per hari.
    Pendapatan Azis sangat bergantung cuaca. Saat hujan turun, ia hanya mengantongi Rp 20.000 atau bahkan Rp 10.000 dalam sehari.
    Hal ini menjadi tantangan besar mengingat Azis harus memenuhi kebutuhan dua anaknya yang masih sekolah di jenjang SMK dan SD.
    “Kadang ada kebutuhan mendadak, seperti anak minta uang untuk kegiatan sekolah. Kalau dadakan begini, bingung cari uangnya dari mana,” keluh Azis.
    Meski hidup pas-pasan, Azis merasa bersyukur karena rumah yang ia tinggali bersama keluarga merupakan warisan orangtuanya. Sehingga, ia tak perlu merogoh kocek untuk biaya sewa rumah.
    Azis hanya perlu membayar listrik sebesar Rp 60.000 hingga Rp 75.000 per bulan berkat subsidi dari pemerintah.
    Demi berhemat, Azis selalu mengantar anak-anaknya ke sekolah menggunakan sepeda motor yang ia pinjam dari adiknya.
    Selain itu, setiap berangkat kerja, Azis membawa bekal dari rumah agar tak perlu lagi membeli makanan di luar yang harganya lebih mahal.
    Untuk kebutuhan mendesak, Azis kerap meminjam uang dari adiknya yang tinggal tidak jauh dari rumah.
    Namun, ia meminjam uang dalam jumlah kecil, sekitar Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Uang itu segera dikembalikan Azis begitu sudah mengantongi duit.
    Akan tetapi, Azis mengakui dirinya masih menanggung beban utang besar yang menumpuk sejak ia masih bekerja sebagai PPSU.
    Saat itu, Azis merasa penghasilannya sebagai PPSU cukup besar sehingga dengan mudah mengeluarkan uang untuk membeli berbagai kebutuhan tanpa berpikir panjang.
    Utang yang kini tersisa kurang dari Rp 50 juta itu sempat membuat Azis terpaksa menjual motor dan menggadaikan sertifikat tanah. 
    “Semenjak dagang begini, Alhamdulillah, saya enggak nambah utang. Sekarang saya fokus membayar sisa utang dari masa lalu,” ujarnya.
    Dalam kesehariannya, keluarga Azis mendapatkan bantuan Kartu Indonesia Sehat (KIS) untuk akses kesehatan dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) untuk pendidikan anak-anaknya.
    Kendati demikian, Azis mengaku belum pernah menerima bantuan sembako sejak pensiun dari PPSU.
    Azis berharap pemerintah dapat memberikan bantuan sembako, terutama beras, untuk membantu keluarganya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
    “Saya hanya berharap ada bantuan sembako, karena itu sangat membantu. Terutama beras untuk makan sehari-hari,” tutup Azis.
    Meski menghadapi berbagai tantangan, Azis tetap bersyukur. Ia telah belajar untuk hidup sederhana dan tidak menambah utang.
    Dengan segala keterbatasan, Azis terus berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jaksel rapikan 5,2 km kabel utilitas untuk keamanan pengguna jalan

    Jaksel rapikan 5,2 km kabel utilitas untuk keamanan pengguna jalan

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan merapikan kabel utilitas sepanjang 5.212 meter atau 5,2 kilometer (km) untuk menjamin keamanan pengguna jalan yang melintas.

    “Hingga Senin pukul 14.00 WIB, total panjang kabel utilitas yang berhasil dirapikan sekitar 5.212 meter atau 5,2 km,” kata Wali Kota Jakarta Selatan Munjirin saat meninjau penataan kabel utilitas di Jalan MT Haryono, Tebet Barat, di Jakarta, Senin.

    Munjirin menginstruksikan seluruh jajaran di wilayah Jakarta Selatan baik lurah, camat maupun Suku Dinas Bina Marga dan pihak terkait lainnya agar melakukan penataan kabel utilitas yang menjuntai dan berpotensi membahayakan pengguna jalan.

    Berdasarkan data yang dikumpulkan dari seluruh kecamatan di Jakarta Selatan, sepanjang hari ini seluruh kecamatan melakukan penataan kabel utilitas.

    “Semua kabel nanti harus masuk ke dalam tanah. Karena sarana dan prasarana belum jadi, maka kita instruksikan untuk PPSU semuanya membantu merapikan khususnya kabel-kabel yang pada menjuntai keluar dan tidak rapi,” ujarnya.

    Dia menegaskan, pihaknya hanya merapikan, adapun aturan kabel berada dalam naungan Dinas Bina Marga dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

    Penataan kabel utilitas juga dilakukan di Jalan Muria di Kelurahan Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi, sepanjang kurang lebih 500 meter.

    Kemudian, Kelurahan Cipete Utara beserta jajarannya melaksanakan penataan kabel utilitas di Jalan Pelita RW 10 Kelurahan Cipete Utara, Kecamatan Kebayoran Baru.

    “Untuk target penataan kabel utilitas di Jalan Pelita 50 meter. Kami menurunkan beberapa personil yakni personil PPSU sebanyak empat dan tiga personel Satpol PP Kelurahan Cipete Utara,” kata Lurah Cipete Utara, Supriyanto.

    Diharapkan dengan penataan kabel utilitas ini disepanjang Jalan Pelita terlihat nyaman dan aman.

    “Kami juga mengimbau kepada para provider untuk bekerjasama dalam merapikan jaringan-jaringan kabelnya agar terlihat rapi dan indah,” katanya.

    Penataan kabel utilitas di Kecamatan Tebet sepanjang 1.022 meter, di Kecamatan Setiabudi (996 meter) dan di Kecamatan Kebayoran Baru (807 meter).

    Lalu, Kecamatan Pasar Minggu (553 meter), Kecamatan Pancoran (495 meter), Kecamatan Jagakarsa (415 meter), Kecamatan Kebayoran Lama (344 meter), Kecamatan Pesanggarahan (340 meter), Kecamatan Cilandak (135 meter) dan Kecamatan Mampang Prapatan sepanjang 105 meter.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • 6 Fakta Pembatalan 233 Ijazah Mahasiswa Stikom Bandung Periode 2018-2023

    6 Fakta Pembatalan 233 Ijazah Mahasiswa Stikom Bandung Periode 2018-2023

    Jakarta: Pembatalan ijazah sebanyak 233 milik mahasiswa Stikom Bandung yang lulus pada periode 2018-2023 menjadi sorotan. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Ketua Stikom Bandung Nomor 481/Skep-0/E/Stikom XII/2024.

    Kasus pembatalan ijazah ini menunjukkan pentingnya tata kelola akademik yang transparan dan sesuai dengan standar. Kini, semua pihak berharap Stikom Bandung dapat segera menyelesaikan polemik ini tanpa menimbulkan kerugian lebih lanjut bagi mahasiswa maupun alumni.

    Berikut 6 fakta penting mengenai kasus ini:
    1. Pembatalan Berawal dari Temuan Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA)
    Pembatalan ijazah ini diawali oleh monitoring Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Tim EKA menemukan beberapa kejanggalan dalam proses kelulusan mahasiswa yang berlangsung selama 2018-2023. Ketua Stikom Bandung, Dedy Djamaluddin Malik, mengungkapkan bahwa beberapa ijazah dianggap tidak sesuai prosedur akademik.

    “Membatalkan 233 ijazah alumninya karena dinilai Tim EKA tidak sesuai prosedur akademik, seperti misalnya tes plagiasi-nya melebihi batas, ketidaksesuaian nilai IPK di PDDIKTI dengan Simak, jumlah SKS yang kurang dari 144, dan batas studi yang melebihi 7 tahun,” ungkap Dedy pada Rabu, 15 Januari 2025.

    Baca juga: Si Doel: Daftar PPSU Enggak Perlu Ribet Pakai Ijazah

    2. Alasan Utama Pembatalan Ijazah
    Hasil evaluasi Tim EKA menunjukkan adanya sejumlah pelanggaran akademik. Di antaranya:

    Plagiasi tugas akhir melebihi batas toleransi yang diizinkan.
    Ketidaksesuaian data akademik antara Pelaporan Data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) dengan Sistem Informasi Manajemen Akademik (Simak).
    Jumlah SKS tidak mencukupi syarat minimal kelulusan yaitu 144 SKS.
    Batas waktu studi terlampaui, yakni lebih dari 7 tahun.

    3. Ijazah Baru Dapat Diterbitkan dengan Syarat
    Stikom Bandung memberikan solusi kepada alumni yang terdampak. Mereka diminta mengembalikan ijazah yang dibatalkan dan memperbaiki kekeliruan akademik sesuai temuan evaluasi.

    “Ijazah baru akan diterbitkan Stikom Bandung apabila alumni mengembalikan ijazahnya dan bersedia memperbaiki kekeliruan prosedur akademik tersebut,” ujar Dedy.

    Untuk kasus kekurangan SKS, alumni diminta untuk mengikuti kuliah tambahan tanpa dikenakan biaya perkuliahan lagi. Hal ini dijamin oleh pihak Yayasan Nurani Bangsa Bandung sebagai bentuk tanggung jawab kampus.
    4. Kesalahan Manajemen Internal Diakui oleh Kampus
    Dedy Djamaluddin Malik mengakui adanya kekhilafan dari pihak kampus terkait pengelolaan akademik. Namun, ia juga menyebut bahwa mahasiswa turut memiliki kontribusi atas permasalahan tersebut.

    “Iya betul ada kekhilafan kita, tapi ada kontribusi dari mahasiswa,” katanya.
    5. Proses Penarikan Ijazah Dimulai
    Hingga saat ini, dari total 233 ijazah yang akan ditarik, sebanyak 19 alumni telah menyerahkan ijazah mereka secara sukarela kepada pihak kampus. Sementara itu, sebanyak 76 ijazah lulusan periode 2018-2023 masih disimpan oleh lembaga Stikom Bandung.

    “Jadi total yang ada pada kami ada 95 ijazah,” jelas Dedy.
    6. Polemik Lain yang Muncul dari Mahasiswa Aktif
    Ketua BEM Stikom Bandung, Kakang Kariman, menilai isu penarikan ijazah ini merupakan pengalihan isu terkait dugaan pengelolaan dana KIP (Kartu Indonesia Pintar) yang dilakukan oleh pihak kampus.

    “Saya merasa isu soal penarikan ijazah ini seperti pengalihan isu untuk menutupi isu lain tentang pengelolaan uang saku KIP mahasiswa oleh pihak lembaga,” tegas Kakang.

    Ia juga menyebut bahwa polemik ini telah berdampak pada semangat mahasiswa dalam melaksanakan perkuliahan, serta menimbulkan keraguan atas kredibilitas ijazah yang akan diterima nantinya.

     

    Jakarta: Pembatalan ijazah sebanyak 233 milik mahasiswa Stikom Bandung yang lulus pada periode 2018-2023 menjadi sorotan. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Ketua Stikom Bandung Nomor 481/Skep-0/E/Stikom XII/2024.
     
    Kasus pembatalan ijazah ini menunjukkan pentingnya tata kelola akademik yang transparan dan sesuai dengan standar. Kini, semua pihak berharap Stikom Bandung dapat segera menyelesaikan polemik ini tanpa menimbulkan kerugian lebih lanjut bagi mahasiswa maupun alumni.
     
    Berikut 6 fakta penting mengenai kasus ini:

    1. Pembatalan Berawal dari Temuan Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA)

    Pembatalan ijazah ini diawali oleh monitoring Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Tim EKA menemukan beberapa kejanggalan dalam proses kelulusan mahasiswa yang berlangsung selama 2018-2023. Ketua Stikom Bandung, Dedy Djamaluddin Malik, mengungkapkan bahwa beberapa ijazah dianggap tidak sesuai prosedur akademik.

    “Membatalkan 233 ijazah alumninya karena dinilai Tim EKA tidak sesuai prosedur akademik, seperti misalnya tes plagiasi-nya melebihi batas, ketidaksesuaian nilai IPK di PDDIKTI dengan Simak, jumlah SKS yang kurang dari 144, dan batas studi yang melebihi 7 tahun,” ungkap Dedy pada Rabu, 15 Januari 2025.
     
    Baca juga: Si Doel: Daftar PPSU Enggak Perlu Ribet Pakai Ijazah

    2. Alasan Utama Pembatalan Ijazah

    Hasil evaluasi Tim EKA menunjukkan adanya sejumlah pelanggaran akademik. Di antaranya:

    Plagiasi tugas akhir melebihi batas toleransi yang diizinkan.
    Ketidaksesuaian data akademik antara Pelaporan Data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) dengan Sistem Informasi Manajemen Akademik (Simak).
    Jumlah SKS tidak mencukupi syarat minimal kelulusan yaitu 144 SKS.
    Batas waktu studi terlampaui, yakni lebih dari 7 tahun.

    3. Ijazah Baru Dapat Diterbitkan dengan Syarat

    Stikom Bandung memberikan solusi kepada alumni yang terdampak. Mereka diminta mengembalikan ijazah yang dibatalkan dan memperbaiki kekeliruan akademik sesuai temuan evaluasi.
     
    “Ijazah baru akan diterbitkan Stikom Bandung apabila alumni mengembalikan ijazahnya dan bersedia memperbaiki kekeliruan prosedur akademik tersebut,” ujar Dedy.
     
    Untuk kasus kekurangan SKS, alumni diminta untuk mengikuti kuliah tambahan tanpa dikenakan biaya perkuliahan lagi. Hal ini dijamin oleh pihak Yayasan Nurani Bangsa Bandung sebagai bentuk tanggung jawab kampus.

    4. Kesalahan Manajemen Internal Diakui oleh Kampus

    Dedy Djamaluddin Malik mengakui adanya kekhilafan dari pihak kampus terkait pengelolaan akademik. Namun, ia juga menyebut bahwa mahasiswa turut memiliki kontribusi atas permasalahan tersebut.
     
    “Iya betul ada kekhilafan kita, tapi ada kontribusi dari mahasiswa,” katanya.

    5. Proses Penarikan Ijazah Dimulai

    Hingga saat ini, dari total 233 ijazah yang akan ditarik, sebanyak 19 alumni telah menyerahkan ijazah mereka secara sukarela kepada pihak kampus. Sementara itu, sebanyak 76 ijazah lulusan periode 2018-2023 masih disimpan oleh lembaga Stikom Bandung.
     
    “Jadi total yang ada pada kami ada 95 ijazah,” jelas Dedy.

    6. Polemik Lain yang Muncul dari Mahasiswa Aktif

    Ketua BEM Stikom Bandung, Kakang Kariman, menilai isu penarikan ijazah ini merupakan pengalihan isu terkait dugaan pengelolaan dana KIP (Kartu Indonesia Pintar) yang dilakukan oleh pihak kampus.
     
    “Saya merasa isu soal penarikan ijazah ini seperti pengalihan isu untuk menutupi isu lain tentang pengelolaan uang saku KIP mahasiswa oleh pihak lembaga,” tegas Kakang.
     
    Ia juga menyebut bahwa polemik ini telah berdampak pada semangat mahasiswa dalam melaksanakan perkuliahan, serta menimbulkan keraguan atas kredibilitas ijazah yang akan diterima nantinya.
     
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Penyebab Tiang BTS Ambruk di Mangga Besar, Diduga akibat Kelebihan Beban
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        13 Januari 2025

    Penyebab Tiang BTS Ambruk di Mangga Besar, Diduga akibat Kelebihan Beban Megapolitan 13 Januari 2025

    Penyebab Tiang BTS Ambruk di Mangga Besar, Diduga akibat Kelebihan Beban
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Pusat Azril Rizal mengatakan, penyebab ambruknya tiang menara
    Base Transceiver Station
    (BTS) diduga karena kelebihan beban.
    Peristiwa robohnya tiang setinggi lebih dari 10 meter tersebut terjadi di persimpangan Jalan
    Mangga Besar
    Raya dengan Jalan Gunung Sahari, Minggu (12/1/2025) sore.
    “Diduga tiang BTS jatuh karena kelebihan (beban). Beban baut penyambung pada tiang patah,” kata Azril, Minggu (13/1/2024), dikutip dari
    Antara
    .
    Meskipun tak menimbulkan korban jiwa, robohnya tiang BTS tersebut sempat membuat jalanan macet.
    “Tiang BTS menghalangi akses jalan raya sehingga lalu lintas macet,” ungkap dia.
    Tiang tersebut sebelumnya ambruk pada Minggu pukul 15.00 WIB. Pantauan Kompas.com di lokasi sekitar pukul 19.57 WIB, tiang tersebut melintang di persimpangan jalan hingga sebagian tercebur ke Kali Jembatan Merah.
    Beberapa petugas tampak bekerja untuk mengevakuasi tiang tersebut. Ada petugas Satpol PP yang mengatur lalu lintas dan petugas Pengawasan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) yang membereskan lokasi.
    Terdapat pula truk crane yang digunakan untuk mengangkut tiang tersebut dan mengevakuasinya. Dampaknya, Jalan Mangga Besar Raya menuju Jalan Gunung Sahari ditutup.
    Pengendara harus melintas melalui Jalan Kartini Raya dan Jalan Jembatan Merah. Kemacetan tidak terlalu tampak di persimpangan jalan ini.
    Meski begitu, pengendara motor terpaksa harus melintas melalui Jalan Kartini Raya untuk dapat melintas ke Jalan Gunung Sahari.
    Tidak ada aparat kepolisian berjaga di lokasi. Pada pukul 20.44 WIB, semua bagian tiang berhasil diangkut ke atas truk crane.
    Petugas PPSU juga mulai kembali menyapu sisa-sisa sampah yang diakibatkan oleh ambruknya tiang ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jakpus kembali gencarkan gerebek lumpur di lingkungan RW

    Jakpus kembali gencarkan gerebek lumpur di lingkungan RW

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Jakarta Pusat kembali menggencarkan gerebek lumpur di tingkat Rukun Warga (RW) untuk menjaga lingkungan lebih bersih dan nyaman di tahun 2025.

    “Kebersihan adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, mari bersama untuk menjaganya dengan cara dirawat lingkungannya supaya tetap nyaman, aman dan bersih,” kata Wali Kota Jakarta Pusat Arifin di Jakarta, Senin.

    Arifin menyebutkan, kerja bakti gerebek lumpur awal 2025 ini sudah dilakukan di Jalan Percetakan Negara IV, RW 09, Kelurahan Johar Baru, Kecamatan Johar Baru, pada Minggu (5/1).

    “Saya sudah berikan arahan sebelumnya, bahwasanya bapak/ibu warga RW 09 Kelurahan Johar Baru tentunya lebih paham dengan kondisi lingkungannya, diharapkan munculnya kepedulian dan perhatian untuk menjaga bersama-sama kampung kita,” ujar Arifin.

    Selain itu, Arifin juga menyampaikan rasa bangganya kepada warga RW 09 Kelurahan Johar Baru karena lingkungannya termasuk yang banyak meraih prestasi di Tingkat Provinsi DKI Jakarta.

    “Salah satu prestasinya, yaitu Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) karena di RW 09 ini terdapat lingkungan yang bebas asap rokok. Kemudian di setiap rumah warga memiliki banyak pepohonan jadi lingkungannya adem, sejuk, nyaman dan pastinya sehat,” katanya.

    Adapun kerja bakti gerebek lumpur ini dilakukan oleh 100 petugas gabungan yang terdiri dari personel Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU), Suku Dinas (Sudin) Bina Marga, Sudin Pertamanan dan Hutan Kota (Tamhut) dan Sudin Lingkungan Hidup (LH).

    Lalu Sudin Sumber Daya Air (SDA), Sudin Perhubungan, Sudin Gulkarmat, Satpol PP setempat, Kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM). Lalu Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK), Dewan Kota, TNI/Polri dan perangkat RT/RW setempat.

    Arifin meminta seluruh jajaran dan warga untuk selalu mengecek kebersihan saluran dan sampah di lingkungan untuk mengantisipasi banjir di musim hujan ini.

    Hal ini untuk menindaklanjuti prakiraan BMKG bahwa curah hujan dengan intensitas tinggi akan turun pada Desember 2024 sampai Februari 2025.

    “Kami tentu mengimbau kepada seluruh warga untuk menjaga kebersihan lingkungannya dan tidak membuang sampah sembarangan,” katanya.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mayat Bayi Ditemukan di Dalam Tas yang Dibuang di Kebayoran Baru
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Januari 2025

    Mayat Bayi Ditemukan di Dalam Tas yang Dibuang di Kebayoran Baru Megapolitan 5 Januari 2025

    Mayat Bayi Ditemukan di Dalam Tas yang Dibuang di Kebayoran Baru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jasad bayi ditemukan di dalam sebuah tas di Jalan MHT, Gang F-F, Radio Dalam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (4/1/2025) sekitar pukul 14.30 WIB. Jasad bayi itu diduga dibuang oleh orangtuanya.
    “Sekitar Pukul 14.39 WIB saksi mendapat laporan dari salah satu anggota PPSU dicurigai ada seorang bayi yang dibuang secara sengaja oleh orangtuanya dalam keadaan terbukus oleh kain hitam di dalam tas putih,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/1/2025).
    Penemuan mayat bayi
    itu bermula saat saksi berinisial D tengah melintas di sekitar lokasi dan melihat adanya warga yang berkerumun. Karena penasaran, D menghampiri kerumunan itu.
    Kemudian, D meminta izin RT setempat untuk membuka tas itu guna memastikan isinya.
    “Saksi membuka untuk memastikan apa isi dalam (tas) setelah adanya persetujuan dari Bu RT 015, karena ada aroma bau busuk di dalamnya,” kata Ade.
    Setelah dibuka, ternyata ditemukan mayat bayi yang telah membusuk.
    D langsung melaporkan
    penemuan mayat bayi
    itu ke Babinsa Kelurahan Gandaria Utara berinisial SII.
    Selanjutnya, SII langsung melaporkan peristiwa ini ke polisi. Mendapat laporan itu, polisi langsung mendatangi lokasi untuk mengecek.
    Kemudian, mayat bayi tersebut dibawa ke Rumah Sakit (RS) Fatmawati untuk diperiksa lebih lanjut.
    Kini, kasus tersebut ditangani oleh Polsek Kebayoran Baru. Identitas orangtua yang membuang jasad bayi itu juga belum diketahui.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Geger, Jasad Bayi Terbungkus Kain Hitam di Dalam Tas Ditemukan di Jakarta Selatan, Tercium Bau Busuk – Halaman all

    Geger, Jasad Bayi Terbungkus Kain Hitam di Dalam Tas Ditemukan di Jakarta Selatan, Tercium Bau Busuk – Halaman all

    Warga di Jalan Radio Dalam Raya, Jakarta Selatan pada Sabtu (4/1/2025) geger dengan penemuan jasad bayi di pinggir jalan.

    Tayang: Minggu, 5 Januari 2025 11:04 WIB

    Freepik

    ilustrasi bayi. Warga di Jalan Radio Dalam Raya, Jakarta Selatan pada Sabtu (4/1/2025) geger dengan penemuan jasad bayi di pinggir jalan. 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Warga di Jalan Radio Dalam Raya, Jakarta Selatan pada Sabtu (4/1/2025) geger dengan penemuan jasad bayi di pinggir jalan.

    Adapun jasad bayi yang sudah meninggal itu ditemukan terbungkus kain hitam di dalam sebuah tas berwarna putih oleh warga di sekitar lokasi.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan awalnya warga terlihat berkerumun di sekitar tas yang tercium aroma busuk tersebut.

    “Saksi membukanya untuk memastikan apa isi dalamnya setelah persetujuan dari Ibu RT 015 karena ada aroma bau busuk di dalamnya, ternyata ada bentuk menyerupai seorang bayi yang sudah membusuk,” kata Ade Ary dalam keterangannya, Minggu (5/1/2025).

    Sementara itu, saksi lainnya berinisial SII menduga bayi sengaja dibuang oleh orangtuanya.

    “SII mendapat laporan dari salah satu anggota PPSU Kelurahan Gandaria utara bahwa dicurigai ada seorang sorang bayi yang dibuang secara sengaja oleh orang tuanya (ibu korban) dalam keadaan terbungkus oleh kain hitam di dalam tas putih,” ujar dia.

    Atas hal itu, saksi melaporkannya ke pihak kepolisian untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.

    Sementara itu, jasad bayi tersebut sudah dibawa ke rumah sakit untuk proses selanjutnya.

    “Mayat bayi tersebut dibawa ke Rumah Sakit Fatmawati,” ungkapnya.

    Saat ini, lanjut Ade Ary, pihaknya tengah melakukan penyelidikan guna memburu pembuang bayi tersebut.

    “Kasus ditangani Polsek Kebayoran Baru. Pelaku dalam penyelidikan,” tandasnya.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’2′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini