Kementrian Lembaga: PPATK

  • Puluhan Ribu Polisi dan Tentara Terlibat Judi Online

    Puluhan Ribu Polisi dan Tentara Terlibat Judi Online

    GELORA.CO – “AIR beriak tanda tak dalam.” Pepatah ini mengingatkan kita bahwa sering kali masalah yang tampak di permukaan hanyalah gejala dari permasalahan yang lebih besar dan sangat kompleks.

    Dalam dunia yang semakin terhubung, fenomena judi online di tengah masyarakat telah menunjukkan riak-riak yang sangat mengkhawatirkan.

    Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada puluhan ribu anggota TNI dan Polri yang terlibat perjudian online.

    Ketika institusi yang seharusnya menjaga keamanan dan keadilan justru terjerat dalam praktik ilegal, kita dihadapkan pada kenyataan pahit, integritas dan kepercayaan publik sedang terancam.

    Dengan lebih dari 1,9 juta pegawai swasta, bahkan anak-anak yang ikut terpengaruh, jelas bahwa judi online bukan hanya sekadar masalah individu, melainkan ancaman serius bagi tatanan sosial kita.

    Dalam dialog di acara Sapa Indonesia Pagi yang ditayangkan di Kompas TV pada Kamis (7/11/2024), Koordinator Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah, mengungkapkan informasi yang sangat mengejutkan dan sekaligus mengkhawatirkan.

    Ada sekitar 97.000 anggota TNI dan Polri terlibat dalam aktivitas judi online. Angka ini menambah daftar panjang keprihatinan terkait fenomena judi online yang semakin marak di Indonesia, melibatkan berbagai lapisan masyarakat, dari pegawai swasta hingga pejabat negara.

    Secara tegas, tindakan perjudian ini dilarang dalam Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU ITE.

    Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat informasi elektronik berkaitan dengan perjudian dapat dikenakan sanksi hukum.

    Lebih jauh, istilah dalam pasal ini menegaskan bahwa “mendistribusikan” berarti menyebarkan informasi kepada banyak orang, sedangkan “mentransmisikan” merujuk pada pengiriman informasi kepada pihak tertentu.

    Tak kalah penting, “membuat dapat diakses” mencakup semua tindakan yang memungkinkan publik untuk mengetahui konten perjudian, termasuk penawaran dan kesempatan bermain judi.

    Namun, realitas yang ada di lapangan menunjukkan gambaran yang jauh lebih kompleks. Keterlibatan sekitar 97.000 anggota TNI dan Polri dalam arena judi online menciptakan ironi yang mencolok.

    Institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum justru terjerat dalam praktik ilegal yang jelas-jelas dilarang oleh undang-undang.

    Hal ini menimbulkan pertanyaan besar pada masyarakat: Jika aparat penegak hukum saja tidak mampu menjaga integritas dan mematuhi hukum yang ada, bagaimana mungkin masyarakat dapat percaya pada sistem hukum yang seharusnya melindungi mereka?

    Risiko bagi mereka yang terlibat sangat besar. Pelanggar Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024 dapat dikenakan pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 10 miliar, sebuah konsekuensi yang seharusnya menjadi pengingat bagi setiap individu, termasuk anggota TNI dan Polri.

    Dalam konteks ini, kita juga harus bertanya: Apakah kita akan membiarkan riak-riak kecil ini terus berkembang, atau kita akan mengambil tindakan untuk menggali ke dalam dan mengatasi akar permasalahannya?

    Keterlibatan anggota TNI dan Polri dalam judi online mengindikasikan adanya permasalahan yang lebih mendalam dalam institusi tersebut. Beberapa faktor, seperti tekanan finansial, minimnya pengawasan, dan budaya permisif, mungkin menjadi salah satu penyebabnya.

    Ketika lembaga penegak hukum gagal menjaga integritas para anggotanya, penegakan hukum pun akan menjadi sulit dilakukan secara efektif.

    Masalah ini bukan hanya bersifat individu, melainkan juga mencerminkan kelemahan sistem yang perlu segera ditangani.

    Data yang disampaikan oleh PPATK menunjukkan bahwa kecanduan judi online bukan hanya masalah individu, melainkan fenomena sosial yang luas. Selain anggota TNI-Polri, terdapat 1,9 juta pegawai swasta yang juga teridentifikasi sebagai pemain judi online.

    Dalam konteks ini, kita melihat adanya potensi ancaman terhadap integritas institusi negara. Jika para penegak hukum dan aparat keamanan terlibat dalam praktik ilegal ini, bagaimana mungkin mereka bisa diharapkan untuk memberantasnya? Pemberantasan judi online hanya sekedar omon-omon belaka.

    Keterlibatan 461 pejabat negara dalam judi online semakin memperumit permasalahan yang sudah ada.

    Di saat pemerintah beserta lembaga terkait berusaha keras untuk memberantas praktik ilegal ini, fakta bahwa individu-individu yang seharusnya menjadi panutan justru terlibat dalam perjudian menciptakan paradoks yang sulit untuk diterima oleh masyarakat.

    Ketika mereka yang memegang kekuasaan dan tanggung jawab malah terjerumus dalam kegiatan melanggar hukum, rasa keadilan masyarakat pun semakin tergerus.

    Situasi ini bukan hanya merusak citra institusi, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan.

    Masyarakat mulai mempertanyakan integritas para pemimpin dan aparat yang seharusnya melindungi mereka.

    Ketidakadilan ini menciptakan ketidakpuasan yang mendalam dan bisa memicu tindakan protes atau penolakan terhadap kebijakan yang ada.

    Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga melakukan introspeksi dan reformasi di dalam tubuh lembaga mereka.

    Tanpa adanya perubahan nyata, upaya memberantas judi online akan terasa sia-sia dan kepercayaan masyarakat akan semakin sulit untuk dipulihkan.

    Lebih mencengangkan lagi adalah penemuan 1.162 anak di bawah usia 11 tahun yang teridentifikasi bermain judi online. Fenomena ini menunjukkan bahwa judi online telah merasuk hingga ke kalangan yang paling rentan.

    Anak-anak, seharusnya berada dalam tahap perkembangan yang sehat dan positif, malah terpapar pada perilaku yang berpotensi merusak.

    Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang tanggung jawab orang dewasa dan institusi dalam melindungi generasi muda dari pengaruh negatif.

    Usia pemain judi online yang dominan antara 20-30 tahun juga menunjukkan bahwa para pemuda, yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa, terjebak dalam lingkaran kecanduan yang sulit diputus.

    Apabila tidak ada upaya serius untuk memberikan edukasi dan pencegahan, masa depan mereka akan terancam.

    Kasus baru-baru ini yang melibatkan pegawai Komdigi menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, penegakan hukum justru disalahgunakan oleh mereka yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas kejahatan.

    Alih-alih melindungi masyarakat, mereka malah terjerat dalam praktik yang merugikan banyak pihak.

    Keterlibatan anggota TNI-Polri dan pejabat negara dalam judi online seharusnya menjadi panggilan introspeksi bagi semua elemen masyarakat. Masalah ini bukan hanya berkaitan dengan hukum dan penegakan, tetapi juga menyentuh aspek etika, tanggung jawab sosial, dan perlindungan terhadap generasi muda.

    Jika kita tidak segera mengambil tindakan tegas dan nyata untuk mengatasi masalah ini, kita berisiko menyaksikan keruntuhan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh institusi dan individu dalam masyarakat.

    Saatnya untuk memberantas judi online dengan semangat yang tidak hanya diungkapkan dalam kata-kata, tetapi juga diwujudkan dalam langkah-langkah konkret berkelanjutan.

    Penangkapan bandar judi online sangat mendesak, mengingat mereka bukan hanya pelaku utama dalam praktik ilegal ini, tetapi juga sering kali dilindungi oleh aparat atau pejabat yang seharusnya menegakkan hukum dan keadilan.

    Penulis menuntut agar tindakan tegas diambil terhadap para bandar judi, serta aparat dan pejabat yang membekingi mereka. Hanya dengan cara ini kita dapat menunjukkan bahwa tidak ada tempat bagi praktik ilegal dalam masyarakat.

    Dengan penegakan hukum yang adil, kita bisa mulai memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa nilai-nilai moral dan etika tetap terjaga.

    Mari bersatu dalam perjuangan ini, agar generasi mendatang dapat tumbuh dalam lingkungan yang bebas dari pengaruh negatif judi online.

  • Jangan Cuma Keras ke Sadbor

    Jangan Cuma Keras ke Sadbor

    GELORA.CO  – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra, Martin Tumbeleka, meminta aparat penegak hukum mengusut keterlibatan publik figur dalam kasus promosi judi online.

    Martin meminta agar penegak hukum tak hanya menangkap Tiktoker Gunawan alias Sadbor, warga Sukabumi, Jawa Barat, yang juga mempromosikan judi online.

    “Penegakan hukum harus adil, termasuk terhadap publik figur yang terlibat pada aktivitas judi online. Kan banyak artis, influencer, selebgram yang kemarin diperiksa tapi kasusnya nggak jelas,” kata Martin dalam keterangannya pada Kamis (7/11/2024). 

    Dia mengingatkan penegak hukum untuk transparan dalam pengusutan kasus judi online dan menerapkan prinsip keadilan.

    “Usut dan tindak juga publik figur yang ikut mempromosikan dan terlibat pada aktivitas judi online, jangan cuma keras ke masyarakat kecil kaya Sadbor ini,” ujar Martin.

    Martin menjelaskan, tindakan Sadbor mempromosikan judi online merupakan suatu kesalahan besar.

    Namun, kata dia, aparat penegak hukum juga harus adil untuk menindak tegas para publik figur yang terlibat.

    “Jangan sampai hukum ini tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Masyarakat juga sudah teriak-teriak itu meminta hukum bisa adil bagi semua,” ucap Martin.

    Menurutnya, kasus promosi judi online yang dilakukan publik figur harus menjadi peringatan keras bagi semua pihak.

    Sebab, mereka memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat untuk terjerumus dalam judi online.

    Martin mengungkapkan modus judi online saat ini, yakni dalam bentuk game online atau hiburan. 

    “Sudah banyak masyarakat yang menjadi korban, bahkan sekarang semakin pintar mereka dengan menyamarkan sebagai game. Inilah pentingnya sosialisasi dan edukasi terkait judol,” sebut Martin. 

    Sebagai informasi data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat nilai transaksi judi online mencapai lebih dari Rp 600 triliun pada kuartal I-2024.

    Angka tersebut meningkat 83,5 persen dari tahun 2023 sebesar Rp327 triliun.

    Judi online juga meningkatkan kemiskinan pada masyarakat Indonesia.

    Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen atau 25,9 juta penduduk.

    “Masalah judol sudah sangat mengkhawatirkan dan mengancam kehidupan bangsa. Pemberantasan judol harus dilakukan dengan maksimal, dan penindakan tegas tidak boleh pandang bulu,” imbuh Martin.

    Ada 27 Artis Pernah Diperiksa

    TikToker Gunawan Sadbor ditangkap polisi dan ditetapkan tersangka karena diduga mempromosikan judi online saat live di TikTok.

    Dia berjoget Patuk Ayam sambil live TikTok dan mendapat saweran dari penonton.

    Diduga penyawer adalah akun judi online.

    Itulah alasan polisi di Sukabumi, Jawa Barat, menangkap pria ini pada 31 Oktober 2024.

    Nah, ternyata ada 27 artis yang pernah mempromosikan judi online.

    Anggota Komisi X DPR RI dari PDIP, Denny Cagur, menuturkan bahwa ada 27 artis yang diajak kerja sama dalam promosikan judi online.

    Ke-27 artis itu di antaranya Denny Cagur, Gilang Dirga, Boy William hingga Arief Muhammad (Mak Beti)

    Namun ia mengaku tidak tahu menahu ternyata website yang dipromosikan itu adalah situs judi online.

    “Jadi prosesnya memang sudah berjalan semua, kita ada 27 artis waktu itu karena ketidak tahuan,” kata Denny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2024).

    Denny sekaligus mengklarifikasi soal videonya ramai karena diduga promosi judi online (judol) lewat akun sosial media instagram pribadinya.

    Dia menyatakan video yang tersebar merupakan video lama.

    Denny pun mengatakan semua artis yang turut mempromosikan judi online itu sudah dipanggil Bareskrim Polri. Dia pun sudah menjelaskan ketidaktahuannya mengenai situs itu ternyata judi online.

    “Kita semua pun sudah dipanggil ke Bareskrim. Saya sudah datang mengikuti aturannya sebagai warga negara yang baik saya datang, setelah itu prosesnya berjalan dan sekarang semuanya kita serahkan kepada pihak kepolisian,” jelasnya

  • Ironi Pahit: Puluhan Ribu Polisi dan Tentara Terlibat Judi Online
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 November 2024

    Ironi Pahit: Puluhan Ribu Polisi dan Tentara Terlibat Judi Online Nasional 8 November 2024

    Ironi Pahit: Puluhan Ribu Polisi dan Tentara Terlibat Judi Online
    Penyuluh Antikorupsi Sertifikasi | edukasi dan advokasi antikorupsi. Berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya integritas dan transparansi di berbagai sektor

    AIR
    beriak tanda tak dalam.” Pepatah ini mengingatkan kita bahwa sering kali masalah yang tampak di permukaan hanyalah gejala dari permasalahan yang lebih besar dan sangat kompleks.
    Dalam dunia yang semakin terhubung, fenomena
    judi online
    di tengah masyarakat telah menunjukkan riak-riak yang sangat mengkhawatirkan.
    Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada puluhan ribu anggota TNI dan Polri yang terlibat perjudian online.
    Ketika institusi yang seharusnya menjaga keamanan dan keadilan justru terjerat dalam praktik ilegal, kita dihadapkan pada kenyataan pahit, integritas dan kepercayaan publik sedang terancam.
    Dengan lebih dari 1,9 juta pegawai swasta, bahkan anak-anak yang ikut terpengaruh, jelas bahwa judi online bukan hanya sekadar masalah individu, melainkan ancaman serius bagi tatanan sosial kita.
    Dalam dialog di acara
    Sapa Indonesia Pagi
    yang ditayangkan di
    Kompas TV
    pada Kamis (7/11/2024), Koordinator Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah, mengungkapkan informasi yang sangat mengejutkan dan sekaligus mengkhawatirkan.
    Ada sekitar 97.000 anggota TNI dan Polri terlibat dalam aktivitas judi online. Angka ini menambah daftar panjang keprihatinan terkait fenomena judi online yang semakin marak di Indonesia, melibatkan berbagai lapisan masyarakat, dari pegawai swasta hingga pejabat negara.
    Secara tegas, tindakan perjudian ini dilarang dalam Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua UU ITE.
    Dalam pasal tersebut, dijelaskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat informasi elektronik berkaitan dengan perjudian dapat dikenakan sanksi hukum.
    Lebih jauh, istilah dalam pasal ini menegaskan bahwa “mendistribusikan” berarti menyebarkan informasi kepada banyak orang, sedangkan “mentransmisikan” merujuk pada pengiriman informasi kepada pihak tertentu.
    Tak kalah penting, “membuat dapat diakses” mencakup semua tindakan yang memungkinkan publik untuk mengetahui konten perjudian, termasuk penawaran dan kesempatan bermain judi.
    Namun, realitas yang ada di lapangan menunjukkan gambaran yang jauh lebih kompleks. Keterlibatan sekitar 97.000 anggota TNI dan Polri dalam arena judi online menciptakan ironi yang mencolok.
    Institusi yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum justru terjerat dalam praktik ilegal yang jelas-jelas dilarang oleh undang-undang.
    Hal ini menimbulkan pertanyaan besar pada masyarakat: Jika aparat penegak hukum saja tidak mampu menjaga integritas dan mematuhi hukum yang ada, bagaimana mungkin masyarakat dapat percaya pada sistem hukum yang seharusnya melindungi mereka?
    Risiko bagi mereka yang terlibat sangat besar. Pelanggar Pasal 27 ayat (2) UU 1/2024 dapat dikenakan pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 10 miliar, sebuah konsekuensi yang seharusnya menjadi pengingat bagi setiap individu, termasuk anggota TNI dan Polri.
    Dalam konteks ini, kita juga harus bertanya: Apakah kita akan membiarkan riak-riak kecil ini terus berkembang, atau kita akan mengambil tindakan untuk menggali ke dalam dan mengatasi akar permasalahannya?
    Keterlibatan anggota TNI dan Polri dalam judi online mengindikasikan adanya permasalahan yang lebih mendalam dalam institusi tersebut. Beberapa faktor, seperti tekanan finansial, minimnya pengawasan, dan budaya permisif, mungkin menjadi salah satu penyebabnya.
    Ketika lembaga penegak hukum gagal menjaga integritas para anggotanya, penegakan hukum pun akan menjadi sulit dilakukan secara efektif.
    Masalah ini bukan hanya bersifat individu, melainkan juga mencerminkan kelemahan sistem yang perlu segera ditangani.
    Data yang disampaikan oleh PPATK menunjukkan bahwa kecanduan judi online bukan hanya masalah individu, melainkan fenomena sosial yang luas. Selain anggota TNI-Polri, terdapat 1,9 juta pegawai swasta yang juga teridentifikasi sebagai pemain judi online.
    Dalam konteks ini, kita melihat adanya potensi ancaman terhadap integritas institusi negara. Jika para penegak hukum dan aparat keamanan terlibat dalam praktik ilegal ini, bagaimana mungkin mereka bisa diharapkan untuk memberantasnya? Pemberantasan judi online hanya sekedar omon-omon belaka.
    Keterlibatan 461 pejabat negara dalam judi online semakin memperumit permasalahan yang sudah ada.
    Di saat pemerintah beserta lembaga terkait berusaha keras untuk memberantas praktik ilegal ini, fakta bahwa individu-individu yang seharusnya menjadi panutan justru terlibat dalam perjudian menciptakan paradoks yang sulit untuk diterima oleh masyarakat.
    Ketika mereka yang memegang kekuasaan dan tanggung jawab malah terjerumus dalam kegiatan melanggar hukum, rasa keadilan masyarakat pun semakin tergerus.
    Situasi ini bukan hanya merusak citra institusi, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan.
    Masyarakat mulai mempertanyakan integritas para pemimpin dan aparat yang seharusnya melindungi mereka.
    Ketidakadilan ini menciptakan ketidakpuasan yang mendalam dan bisa memicu tindakan protes atau penolakan terhadap kebijakan yang ada.
    Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga melakukan introspeksi dan reformasi di dalam tubuh lembaga mereka.
    Tanpa adanya perubahan nyata, upaya memberantas judi online akan terasa sia-sia dan kepercayaan masyarakat akan semakin sulit untuk dipulihkan.
    Lebih mencengangkan lagi adalah penemuan 1.162 anak di bawah usia 11 tahun yang teridentifikasi bermain judi online. Fenomena ini menunjukkan bahwa judi online telah merasuk hingga ke kalangan yang paling rentan.
    Anak-anak, seharusnya berada dalam tahap perkembangan yang sehat dan positif, malah terpapar pada perilaku yang berpotensi merusak.
    Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang tanggung jawab orang dewasa dan institusi dalam melindungi generasi muda dari pengaruh negatif.
    Usia pemain judi online yang dominan antara 20-30 tahun juga menunjukkan bahwa para pemuda, yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa, terjebak dalam lingkaran kecanduan yang sulit diputus.
    Apabila tidak ada upaya serius untuk memberikan edukasi dan pencegahan, masa depan mereka akan terancam.
    Kasus baru-baru ini yang melibatkan pegawai Komdigi menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, penegakan hukum justru disalahgunakan oleh mereka yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam memberantas kejahatan.
    Alih-alih melindungi masyarakat, mereka malah terjerat dalam praktik yang merugikan banyak pihak.
    Keterlibatan anggota TNI-Polri dan pejabat negara dalam judi online seharusnya menjadi panggilan introspeksi bagi semua elemen masyarakat. Masalah ini bukan hanya berkaitan dengan hukum dan penegakan, tetapi juga menyentuh aspek etika, tanggung jawab sosial, dan perlindungan terhadap generasi muda.
    Jika kita tidak segera mengambil tindakan tegas dan nyata untuk mengatasi masalah ini, kita berisiko menyaksikan keruntuhan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh institusi dan individu dalam masyarakat.
    Saatnya untuk memberantas judi online dengan semangat yang tidak hanya diungkapkan dalam kata-kata, tetapi juga diwujudkan dalam langkah-langkah konkret berkelanjutan.
    Penangkapan bandar judi online sangat mendesak, mengingat mereka bukan hanya pelaku utama dalam praktik ilegal ini, tetapi juga sering kali dilindungi oleh aparat atau pejabat yang seharusnya menegakkan hukum dan keadilan.
    Penulis menuntut agar tindakan tegas diambil terhadap para bandar judi, serta aparat dan pejabat yang membekingi mereka. Hanya dengan cara ini kita dapat menunjukkan bahwa tidak ada tempat bagi praktik ilegal dalam masyarakat.
    Dengan penegakan hukum yang adil, kita bisa mulai memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa nilai-nilai moral dan etika tetap terjaga.
    Mari bersatu dalam perjuangan ini, agar generasi mendatang dapat tumbuh dalam lingkungan yang bebas dari pengaruh negatif judi online.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Daftar Barang Bukti Kasus Judi Online Pegawai Komdigi, Senpi hingga Jam Tangan Mewah

    Daftar Barang Bukti Kasus Judi Online Pegawai Komdigi, Senpi hingga Jam Tangan Mewah

    GELORA.CO  – Polda Metro Jaya menyita sejumlah barang bukti dalam kasus judi online yang melibatkan pegawai  Kementerian Komunikasi dan digital (Komdigi). 

    Penyitaan dilakukan setelah polisi menangkap 15 tersangka, termasuk pegawai Kementerian Komdigi. 

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengatakan barang bukti yang disita ada uang Rp 73,7 miliar. 

    Ade Ary merinci, uang senilai Rp 73,7 miliar yang disita itu dalam bentuk rupiah, dolar Amerika Serikat (USD), dan dolar Singapura (SGD).

    “Ada uang tunai sejumlah Rp73.723.488.957,”ujar Ade Ary di Sentul, Jawa Barat, Kamis (7/11/2024).

    “Dengan rincian, uang rupiahnya ada Rp35.792.110.000. Kemudian ada 2.955.779 mata uang Singapura Dolar atau senilai Rp35.043.272.457,” lanjutnya. 

    Barang bukti selanjutnya ada 34 handphone, 23 laptop, 20 lukisan, 16 mobil, 16 monitor, 11 buah jam tangan mewah, empat unit tablet, empat bangunan, dua unit senjata api, satu unit motor, hingga 215,5 gram logam mulia.

    “(Barang bukti yang disita) dua unit senjata api, satu unit motor, dan 215,5 gram logam mulia,” katanya. 

    Kini, penyidik tengah mengajukan pemblokiran terhadap 47 rekening milik para tersangka.

    “(Penyidik juga) sedang menginventarisir rekening situs judol untuk dilakukan pemblokiran,” katanya. 

    PPATK Telusuri Aliran Dana Lewat Money Changer 

    Terpisah, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, menyatakan akan menelusuri aliran dana bandar judi online melalui money changer.

    “Transaksi menggunakan money changer adalah salah satu modus atau tipologi pencucian uang, yang bertujuan memutus jejak transaksi,” ungkap Ivan, Kamis.

    Ivan menjelaskan, pada prinsipnya, Komdigi melakukan identifikasi rekening-rekening penampungan deposit perjudian online yg selanjutnya disampaikan kepada OJK untuk diblokir. 

    OJK selanjutnya meminta bank untuk memblokir dan melaporkan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) kepada PPATK. 

    Sehingga data pelaporan LTKM yang masuk ke PPATK terkait perjudian online, sebagian besar adalah data yang informasinya diperoleh dari Komdigi. 

    Dari proses tersebut, tidak ada istilah mengelabuhi antar institusi, ini lebih pada modus para oknum.

    Akan tetapi, dengan adanya pengungkapan kasus di Komdigi menyebabkan penanganan perjudian online menjadi parsial dan tidak menyeluruh.

    Penyedia Jasa Keuangan juga semestinya wajib lapor ke PPATK sesuai UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

    PPATK juga tidak memperoleh laporan transaksi keuangan karena sebagian melalui money changer.

    “Pasti (akan kita terlusuri aliran dana),” ungkap Ivan.

    Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengungkapkan bandar judi online menyetorkan dana ke oknum Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) baik secara tunai atapun melalui money changer

  • [POPULER JABODETABEK] Pegawai Komdigi Bekingi Situs Judol Tercium sejak Era Menteri Budi Arie | Pesan dari Pembuat Situs Judi "Online"
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 November 2024

    [POPULER JABODETABEK] Pegawai Komdigi Bekingi Situs Judol Tercium sejak Era Menteri Budi Arie | Pesan dari Pembuat Situs Judi "Online" Megapolitan 8 November 2024

    [POPULER JABODETABEK] Pegawai Komdigi Bekingi Situs Judol Tercium sejak Era Menteri Budi Arie | Pesan dari Pembuat Situs Judi “Online”
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sejumlah berita di Jabodetabek menarik perhatian pembaca
    Kompas.com
    sepanjang Kamis (7/11/2024), salah satunya pegawai Komdigi bekingi situs judol tercium sejak era Menteri
    Budi Arie
    .
    Kemudian, berita tentang pesan dari pembuat situs judi
    online
    juga ramai dibaca pembaca.
    Sementara itu, berita mengenai bandar situs judol yang dilindungi pegawai Komdigi setor uang secara tunai turut menarik perhatian dan banyak dibaca.
    Ketiga berita di atas masuk ke dalam deretan
    berita populer Jabodetabek
    , berikut paparannya:
    Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya baru-baru ini mengungkap sindikat judi
    online
    (judol) yang melibatkan sejumlah pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
    Dari 15 orang yang ditangkap, 11 di antaranya merupakan pegawai Komdigi, sebuah kementerian yang memiliki kewenangan untuk memblokir situs judi
    online
    .
    Namun, para pegawai Komdigi itu justru memanfaatkan kewenangan tersebut untuk melindungi ribuan situs judi
    online
    demi keuntungan pribadi.
    Situs judi
    online
    yang dilindungi oleh pegawai-pegawai Komdigi ini beroperasi dari sebuah kantor satelit yang berlokasi di Bekasi Selatan, Kota Bekasi. Baca selengkapnya
    di sini
    .
    Praktik judi
    online
    telah membuat banyak warga di Indonesia terjerumus ke dalam kerugian keuangan.
    Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, jumlah penduduk Indonesia yang terlibat judi
    online
    mencapai 4 juta orang.
    “Data dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan atau PPATK menunjukkan bahwa transaksi judi
    online
    pada kuartal pertama tahun 2024 bisa mencapai Rp 600 triliun,” ujar Budi Arie dalam acara sarasehan dengan Kadin Indonesia di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Kamis (3/10/2024).
    “Jumlah penduduk yang terlibat judi
    online
    bahkan telah mencapai 4 juta orang yang didominasi oleh kelompok usia 30-50 tahun,” sambungnya. Baca selengkapnya
    di sini
    .
    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, bandar situs judi
    online
    (judol) menyetorkan uang kepada pelaku yang melibatkan belasan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) itu secara tunai.
    Penyetoran uang dalam kurun waktu dua minggu sekali itu agar situs judol masing-masing bandar tetap beroperasi di Indonesia dan memangsa pecandu untuk meraup keuntungan secara instan.
    “Diketahui bahwa uang setoran dari para bandar, itu diberikan kepada para pelaku dalam bentuk
    cash
    atau tunai, dan juga melalui
    money changer
    ,” ujar Ade Ary saat ditemui di Polda Metro Jaya, Rabu (7/11/2024).
    Kendati demikian, belum diketahui apakah antara bandar situs judol dan pelaku ini bertemu langsung atau tidak di tempat penukaran uang tersebut. Baca selengkapnya
    di sini
    .
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemkomdigi di Tengah Sorotan Jeratan Judi Online – Page 3

    Kemkomdigi di Tengah Sorotan Jeratan Judi Online – Page 3

    Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap, mayoritas pelaku judi online (judol) menggunakan sebagian besar penghasilannya untuk transaksi judol juga.

    Hal itu disampaikan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2024).

    “Jika kita lihat penghasilan orang beberapa yang dia pakai itu hampir 70 persen penghasilan legal dia digunakan untuk judi online,” kata Ivan.

    Menurut data PPATK 2017-2023, masyarakat yang berpendapatan Rp1 juta per bulan, mengalihkan 69,95 persen pendapatannya untuk judi online. Sementara masyarakat yang berpendapatan Rp1-2 juta mengalihkan 41,35 persen pendapatannya untuk judol.

    Sedangkan masyarakat yang berpenghasilan Rp10-20 juta, mengalihkan pendapatannya sebesar 34,68 persen untuk judol. Sementara yang berpenghasilan Rp2-5 juta, mengalihkan 33,06 persen pendapatannya untuk judol.

    “Kalau dulu orang terima satu juta hanya akan menggunakan Rp100 ribu – Rp200 ribu untuk judi online, sekarang sudah sampai Rp900-nya dia gunakan untuk judi online. Jadi kita lihat semakin addict-nya masyarakat untuk melakukan judi online,” kata Ivan.

    Menurut Ivan, jumlah pelaku judi online terbesar justru yang berpenghasilan kecil.

    “Nah jumlah yang terbesar para pelaku judi online kita itu masyarakat yang berpenghasilan deposit yang kecil yang bawah, jadi depositnya cenderung 100.000 sampai 1 juta,” pungkas Ivan.

    PATK juga mencatat transaksi judi online sudah mencapai Rp 238 triliun hingga awal semester II-2024 ini. Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dari sebelumnya.

    Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyampaikan, ada kenaikan transaksi judi online pada 2024 ini. Angkanya bahkan diketahui jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Jadi apabila kita melihat perkembangan judi online saat ini memang terlihat kecenderungan naik dibandingkan dengan periode sebelumnya, ini kalau kita bicara 2023,” ungkap Ivan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI, Rabu (6/11/2024).

    Dia menyampaikan, sepanjang semester I-2024 saja, transaksi judi online sudah mencapai Rp 174,56 triliun. Angka ini lebih tinggi dari separuh transaksi sepanjang 2023 lalu.

    Bahkan, pada data yang dikantonginya, transaksi judi online mencapai Rp 238 triliun di awal semester II-2024 ini.

    “Kalau bicara transkasi perputaran judi online per semester 1 saja sudah menyentuh Rp 174 triliun. Saat ini menjelang, udah semester 2, PPATK sudah melihat sampai Rp 283 triliun,” jelas Ivan.

    Pada data yang ditampilkannya, supply-demand judi online di Indonesia meningkat rata-rata 143,51 persen, terutama sejak pandemi. Pada kuartal I-2024, ada kenaikan 300 persen dari 2021, 170 persen dari 2022, dan 53 persen dibandingkan 2023.

  • Oknum Komdigi yang terlibat judol kirim rekening rekayasa ke PPATK

    Oknum Komdigi yang terlibat judol kirim rekening rekayasa ke PPATK

    Untungnya kami bekerja secara ‘prudent’ dan akuntabel

    Jakarta (ANTARA) – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap bahwa oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang ditangkap pihak Kepolisian karena terkait judi online (judol) sengaja merekayasa rekening.

    “Mereka (pegawai Komdigi yang tertangkap karena kasus judol) coba mengelabui kami dengan menutupi informasi,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiawandana saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

    Ivan menjelaskan, oknum Komdigi tersebut mengirimkan nomor rekening rekayasa ke PPATK. Sebelumnya nomor rekening yang dikirimkan sudah dikondisikan terlebih dulu agar tidak ketahuan terindikasi judi online.

    “Selama ini ternyata mencoba menyesatkan kami dengan menyembunyikan nomor-nomor rekening kelompok mereka dan mengirimkan nomor-nomor rekening lainnya untuk kami tindak,” kata dia.

    Ivan juga menjelaskan, pihaknya sempat terkecoh dengan perilaku para oknum tersebut. Namun seusai mengumpulkan sejumlah informasi, rekening asli yang dipakai pegawai Kemkomdigi akhirnya diketahui.

    Saat dikonfirmasi terkait kemungkinan para pelaku tersebut bekerjasama dengan pimpinan mereka, Ivan mengatakan bahwa mereka berusaha mengelabui semua pihak.

    “Ya para oknum itu mengelabui semua pihak, termasuk kami. Bahkan mungkin juga pimpinan Kominfo saat itu,” ungkap Ivan.

    Anggota Komisi III DPR RI Stevano Rizki Adranacus meminta kepada PPATK untuk memastikan jajarannya tidak ada yang terlibat dan menjadi oknum yang melindungi judi online.

    Dia pun menyinggung soal penangkapan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) yang terlibat kasus judi online. Keterlibatan aparatur negara dalam kasus judi online sangat memprihatinkan.

    “Bagaimana peran PPATK selama ini dalam pemberantasan judi online, sejauhmana koordinasi dengan aparat penegak hukum dalam pemberantasan judi online, tentu yang terjadi dengan Komdigi bisa saja terjadi dengan PPATK,” kata Stevano.

    Baca juga: Tersangka judi online yang libatkan oknum Komdigi bertambah dua orang

    Hal itu disampaikan saat rapat Komisi III DPR bersama PPATK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11).

    Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya telah menetapkan dua tersangka kasus judi online yang melibatkan oknum Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) .

    “Ada tersangka yang diungkapkan sebagai DPO berinisial A, penyidik juga telah mengidentifikasi DPO lain dengan inisial M,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi saat ditemui di Jakarta, Rabu.

    Ade Ary menjelaskan terhadap DPO A dan M, penyidik Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan (Subdit Jatanras) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya masih melakukan pengejaran secara intensif.
    Baca juga: Polisi: Ada staf ahli Kementerian Komdigi terlibat judi online
    Baca juga: Kasus judi online, oknum pegawai Komdigi dapat Rp8,5 juta per situs

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Modus Pegawai Komdigi Samarkan Rekening Judi Online untuk Kelabui PPATK

    Modus Pegawai Komdigi Samarkan Rekening Judi Online untuk Kelabui PPATK

    Bisnis.com, JAKARTA — Oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital alias Komdigi sempat mengondisikan rekening judi online untuk mengelabui pantauan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK.

    Modus itu diungkap oleh Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana saat dihubungi pada hari ini, Kamis (7/11/2024).

    “Ya ada indikasi [mengelabui PPATK], yang mereka sampaikan [rekening] tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya karena ada upaya melindungi,” ujarnya.

    Ivan menambahkan, oknum pegawai Komdigi yang telah ditangkap oleh Polisi telah mengondisikan rekeningnya dan melaporkan rekening lain ke PPATK.

    Namun demikian, Ivan mengaku bahwa dirinya mempunyai cara lain untuk melakukan pemblokiran transaksi sindikat judi online yang melibatkan oknum pegawai Komdigi tersebut.

    “Tapi kami punya metode lain sehingga penghentian rekening dan pemblokiran transaksi yang kami lakukan tidak sebatas data yang disampaikan dari mereka,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, polisi telah menetapkan 15 orang tersangka dalam kasus ini. 11 dari 15 tersangka itu merupakan 11 oknum pegawai Komdigi RI.

    Menurut pengakuan salah satu tersangka, sindikat ini telah “menjaga” 1.000 situs judi online agar tidak diblokir. 

    Sementara itu, terdapat 4.000 situs telah diblokir lantaran tidak melakukan setor kepada sindikat ini. Setoran itu dilakukan dua Minggu sekali.

    Dalam kasus ini, pelaku juga mengaku mendapatkan keuntungan senilai Rp8,5 juta lantaran telah mengamankan situs judi online agar tidak diblokir diblokir. 

  • Pegawai Komdigi yang Ditangkap Kasus Judi Online Sengaja Kirim Rekening Rekayasa ke PPATK

    Pegawai Komdigi yang Ditangkap Kasus Judi Online Sengaja Kirim Rekening Rekayasa ke PPATK

    Jakarta, Beritasatu.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) yang ditangkap pihak kepolisian terkait kasus judi online sengaja merekayasa rekening.

    “Mereka (pegawai Kemkomdigi yang tertangkap kasus judi online) coba mengelabui kami dengan menutupi informasi,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiawandana saat dihubungi Kamis (7/11/2024).

    Ivan menjelaskan, pegawai Kemkomdigi tersebut mengirimkan nomor rekening rekayasa ke PPATK. Nomor rekening yang dikirimkan sudah dikondisikan terlebih dahulu agar tak terendus kasus judi online.

    “Selama ini ternyata mencoba menyesatkan kami dengan menyembunyikan nomor-nomor rekening kelompok mereka dan mengirimkan nomor-nomor rekening lainnya untuk kami tindak,” ungkap dia.

    PPATK, kata Ivan, sempat ikut terkecoh. Namun, seusai mengumpulkan sejumlah informasi, rekening asli yang dipakai pegawai Kemkomdigi akhirnya diketahui.

    Pihaknya pun memblokir rekening tersebut dan menyerahkan hasil analisis aliran dana pegawai Komdigi yang terlibat judi online ke Mabes Polri.

    “Untung kami bekerja secara prudent dan akuntabel,” kata dia.

    Saat disinggung terkait kemungkinan para pelaku pegawai Komdigi yang terlibat judi online tersebut bekerja sama dengan pimpinan mereka, Ivan membantahnya.

    “Teknis yang bermain, sehingga bisa jadi menteri atau pimpinan sebelumnya jadi terkelabui. Apalagi kami,” ungkap Ivan.

    Sebelumnya, 11 oknum pegawai Kemenkomdigi ditangkap karena terjerat kasus judi online. Peran mereka membina ribuan situs judi online agar tidak diblokir oleh pemerintah.

  • Prabowo Minta Tidak Ada Kongkalikong untuk Lindungi Judi Online

    Prabowo Minta Tidak Ada Kongkalikong untuk Lindungi Judi Online

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menekankan arahan Presiden Prabowo Subianto agar pemberantasan judi online dilakukan dengan serius. Prabowo meminta tidak ada yang boleh kongkalikong melindungi praktik judi online.

    “Dalam rapat kabinet hari ini, Presiden Prabowo menginstruksikan agar tidak ada kongkalikong atau perlindungan terhadap pelaku,” kata Meutya dikutip, Kamis (7/11/2024).

    Eks Ketua Komisi I DPR ini menyampaikan bahwa upaya pemberantasan judi online akan terus berlanjut hingga permasalahan ini benar-benar terselesaikan secara tuntas.

    Presiden juga menggarisbawahi bahwa judi online merupakan masalah bersama yang membutuhkan partisipasi dari berbagai pihak untuk benar-benar tuntas.

    Untuk memberantas itu, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan telah membentuk Desk Khusus untuk menangani persoalan judi online.

    “Perang melawan judi online adalah upaya jangka panjang, bukan operasi sesaat atau yang dibatasi waktu. Presiden menekankan bahwa masyarakat kecil sering menjadi korban sehingga negara perlu memberikan perhatian khusus,” ujar Meutya.

    Sebelumnya, Meutya Hafid menegaskan bakal terus memberantas judi online di Indonesia

    Adapun, Meutya Hafid baru saja dilantik menjadi Menkomdigi oleh Presiden baru Indonesia, Prabowo Subianto di Istana Negara, Senin (21/10/2024).

    Meuty mengatakan, selain pemberantasan judi online, masalah pinjaman online ilegal, dan internet ramah anak akan menjadi prioritas dirinya di Komdigi.

    Prioritas tersebut, kata Meutya merupakan pesanan yang dirinya terima saat masih menjabat sebagai ketua Komisi 1 DPR RI yang membawah Komdigi.

    “Perang terhadap judi online, pinjaman online ilegal karena saya perempuan, saya tambah tidak cuma dua itu saya tambah juga bagaimana internet ramah anak,” kata Meutya di kantornya, Senin (21/10/2024).

    Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap fenomena kecanduan judi online berdasarkan perbandingan penghasilan terhadap yang digunakan untuk berjudi. 

    Hal itu diungkap oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada rapat kerja (raker) bersama dengan Komisi 3 DPR hari ini, Rabu (6/11/2024). Ivan awalnya menjelaskan kepada Komisi Hukum DPR terkait dengan pola transaksi keuangan yang digunakan oleh pemain judi online.

    Menurut Ivan, ada tren kenaikan porsi penggunaan penghasilan untuk judi online pada masyarakat. Dia mengungkap, tren yang ada saat ini yaitu pemain judi online menggunakan sampai dengan 70% penghasilan legalnya untuk judi online.

    “Kalau dulu orang terima Rp1 juta dia akan menggunakan Rp100.000 [sampai] Rp200.000 untuk judol. Sekarang sudah hampir Rp900.000 dia pakai untuk judol,” paparnya di hadapan Komisi 3 DPR.