Kementrian Lembaga: PPATK

  • PPATK Catat Transaksi Judol Turun 56% Jadi Rp155 T di Oktober 2025

    PPATK Catat Transaksi Judol Turun 56% Jadi Rp155 T di Oktober 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandan mengungkapkan transaksi atau perputaran uang dari judi online alias judol telah merosot jelang akhir tahun ini dibanding keseluruhan 2024.

    Per Oktober 2025, ia mengatakan perputaran uang dari judol telah sebesar Rp 155 triliun, atau turun sekitar 56,82% dibanding keseluruhan tahun pada 2024 yang transaksinya tembus Rp 359 triliun.

    “Tinggal 2 bulan lagi sampai Desember itu kita bisa tekan di bawah Rp 359 triliun, di bawah tahun lalu,” kata Ivan dalam acara Penguatan Komite TPPU dalam Upaya Disrupsi Kejahatan Judi Online dan Pencucian Uang di Indonesia, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    Selain perputaran uang judol yang merosot, Ivan juga mengungkapkan nilai deposit yang dilakukan para pemain judol juga telah turun drastis, dari Rp 51 triliun sepanjang 2024 menjadi Rp 24 triliun selama 10 bulan tahun ini.

    “Depositonya 2024 itu Rp 51 triliun, sekarang baru Rp 24 triliun, artinya sudah berkurang 50% dibanding tahun lalu,” ungkap Ivan.

    Ivan mengatakan, turunnya angka transaksi judol pada tahun ini tak terlepas dari kebijakan extra effort atau upaya lebih seluruh otoritas, baik PPATK sendiri hingga aparat penegak hukum lainnya dalam memerangi judol. Salah satunya dengan kebijakan pemblokiran rekening dormant sejak Mei 2025 sampai dengan Agustus 2025.

    Tanpa adanya pemblokiran dan pemetaan rekening dormant yang biasanya diperjualbelikan secara mudah di media sosial untuk TPPU dan sebagai rekening penampung transaksi judol, ia menyebut perputaran transaksi judol pada tahun ini bisa mencapai Rp 1.100 triliun.

    “Kalau kita kerja secara silo, sendiri-sendiri, ego sentris segala macam, PPATK memprediksi akan ada tekanan dari Rp 359 triliun pada 2024 menjadi Rp 1.100 triliun pada 2025. Akan melonjak ke sana,” tegasnya.

    Meski begitu, Ivan menekankan, dalam melihat permasalahan judol ini, PPATK tidak hanya melihat dari angka transaksi dan depositnya semata. Melainkan, juga terkait dampak sosialnya, yang kajiannya secara menyeluruh akan diterbitkan dalam waktu dekat oleh PPATK.

    “Kalau kami di PPATK tidak menjalani takdir ini tidak hanya dalam melihat angkanya saja, ini dampak sosialnya, berapa bunuh diri yang terjadi di belakang sana, berapa anak yang dijual sama bapak-ibunya, berapa keluarga yang hancur, berapa perceraian yang terjadi, berapa usaha yang kemudian dijual, berapa kebangkrutan segala macam di balik ini ada hal itu semua,” tutur Ivan.

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Menko Yusril Akui Pemerintah Prabowo Belum Maksimal Berantas Judi Online

    Menko Yusril Akui Pemerintah Prabowo Belum Maksimal Berantas Judi Online

    Bisnis.com, JAKARTA — Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengaku pemberantasan judi online di Indonesia belum maksimal.

    Dia menyatakan, selama setahun kabinet merah putih besutan Presiden Prabowo Subianto berjalan, pemberantasan judi online masih belum sesuai harapan.

    “Setahun setelah Kabinet Merah Putih bekerja, kita harus mengakui dengan jujur bahwa pencegahan dan pemberantasan judi online belumlah maksimal,” ujar Yusril di PPATK, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    Dia menambahkan, hingga saat ini bandar judi online masih tetap leluasa melakukan kejahatan terorganisir ini. Di samping itu, Yusril juga mengakui pemerintahan RI belum bekerja sama secara maksimal dengan negara lain dalam memberantas judi online ini.

    Oleh sebab itu, pemerintah akan terus mengupayakan untuk menekan angka judi online ini. Salah satunya dengan penerapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    “Tapi kalau dikaitkan dengan TPPU akibatnya itu dahsyat sekali karena TPPU dapat mendeteksi ada transaksi mencurigakan ada rekening yang mencurigakan,” imbuhnya.

    Selain itu, Yusril juga meminta agar tokoh agama juga bisa terlibat dalam upaya menekan judi online di Indonesia. Misalnya, menjelaskan soal bahaya judi online melalui khutbah keagamaan.

    Berdasarkan pengalamannya, Yusril mengaku belum pernah mendengar khutbah terkait dengan persoalan riil yang terjadi di masyarakat seperti judi online.

    Oleh karena itu, jika adanya kolaborasi pemerintah dan tokoh agama ini maka diharapkan bisa menekan praktik judi online di Tanah Air.

    “Yang dibicarakan masalah neraka jahanam terus-terusan tapi lupa membahas masalah yang real dihadapi oleh masyarakat kita ini terkait dengan masalah perjudi online, masalah narkoba, masalah riil yang dihadapi,” pungkasnya.

  • Tersangka Penipuan Miliaran Rupiah Dijadikan Tokoh, Kuasa Hukum: Konspirasi

    Tersangka Penipuan Miliaran Rupiah Dijadikan Tokoh, Kuasa Hukum: Konspirasi

    Surabaya (beritajatim.com) – Tersangka dugaan penipuan HO sampai saat ini masih belum juga dilakukan tahap dua (penyerahan tersangka dan barang bukti) oleh penyidik Polrestabes Surabaya.

    Namun, sikap tak kooperatif yang dilakukan HO ini berbanding terbalik dengan pihak kepolisian yang justeru menjadikan HO sebagai perwakilan masyarakat terkait pelayanan publik di Ditreskrimum Polda Jatim dalam mendukung program Quick Wins akselerasi, transportasi Polri.

    Dr Rachmat SH MH kuasa hukum pelapor (dr Soewondo Basuki) mempertanyakan langkah pihak penyidik Ditreskrimum Polda Jatim tersebut.

    “Pembuatan atau perekaman video tersebut tentu kontra produktif terhadap citra Direskrimum Polda Jatim. Sebab seorang tersangka kasus penipuan yang tidak kooperatif karena berusaha menghambat proses hukum dengan mangkir dari panggilan penyidik Polrestabes Surabaya. Justeru malah dijadikab testimoni yang berbicara masalah integritas Polri. Ini menunjukkan sebuah ketidak profesionalan polisi atau mungkin ada kepentingan tercela dibalik ini,” ujar Rochmat, Selasa (4/11/2025).

    Rochmat menambahkan, HO saat ini juga melaporkan ke Polda Jatim. Namun, laporan tersebut didasari kebohongan atau laporan palsu yang direkayasa untuk menghambat proses hukumnya.

    “Sehingga adanya video viral yang dibuat oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jatim dan dimasukkan dalam Instagram Polda Jatim tersebut patut diduga adanya konspirasi tercela sebagaimana direncanakan guna menghambat penyerahan tersangka HO kepada Jaksa Penuntut Umum Kejari Tanjung Perak. Dan tentu itu merugikan Polda Jatim,” ujar Rochmat.

    Sementara Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Widi Atmoko saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya baru melakukan pengecekan terkait video tersebut.

    “Saat buat video, masyarakat pemberi testimoni adalah pelapor yang melaporkan perbuatan pidana ke Polda. Jadi tidak tahu kalau masyarakat tersebut tersangka di Polrestabes. Video akan segera dihapus,” kata Kombes Widi.

    Perlu diketahui, penyidik tindak pidana ekonomi (pidek) Polrestabes Surabaya sampai saat ini belum menyerahkan tersangka HO yang tinggal di Galaxi Bumi Permai.

    Padahal, perkara dengan LP No. STTLP/B/816/VIII/2018/SPKT/RESTABES SBY tanggal 23 Agustus 2018 ini sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa peneliti dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya.

    Dr. Rachmat, mengatakan, pihaknya melaporkan dugaan kasus sebagaimana tertuang dalam pasal 372, 378 KUHP dan/atau Pasal 34 UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU itu sejak 23 Agustus 2018.

    ” Setelah kurang lebih tujuh tahun kasus ini kami laporkan, baru pada tanggal 29 September 2025 telah dinyatakan oleh JPU lengkap (P-21) dan oleh Penyidik telah dilayangkan panggilan ke-1 untuk Tahap-II yang ternyata Tersangka Hermanto Oerip mangkir,” ujar Rachmat dalam pers releasenya, Jumat (31/10/2025).

    Rachmat menambahkan, Kanit Pidek pernah menyampaikan bahwa HO minta pemeriksaan tambahan saksi yang menguntungkan terlebih dahulu kepada Penyidik.

    ” Adanya permintaan pemeriksaan tambahan yang tidak sesuai hukum tersebut setelah dikonfirmasi kepada JPU Tanjung Perak ternyata mendapat jawaban tegas setelah dinyatakan P-21 tidak dimungkinkan untuk dipinjam berkas dan/atau ditambahkan BAP lagi oleh Penyidik,” ujar Rachmat.

    Masih kata Rachmat, berdasarkan informasi adanya dugaan oknum-oknum elit politik maupun Aparat Penegak Hukum (APH) yang diduga berupaya mengintervensi atau menghambat upaya Penyidik untuk menunda-nunda melaksanakan penyerahan tahap-II Tersangka.

    ” Sebenarnya dalam perkara ini, Klien saya tidak pernah melaporkan HO justru permintaan P-19 JPU yang memberi petunjuk untuk memeriksa HO dan ternyata memenuhi alat bukti yang cukup untuk ditetapkan sebagai Tersangka yang hal tersebut sejalan dengan Putusan Pidana No. 98 PK/Pid/2023 dengan Terpidana: VNW, yang intinya dalam Pertimbangan Majelis Hakim antara lain menyebutkan HO adalah sebagai otak intelektual penipuan atau niat jahat sebenarnya dan telah menarik uang untuk kepentingan pribadi dengan merugikan korban Rp. 147.000.000.000,- sebagaimana permintaan informasi kepada Kepala PPATK.

    Ditambahkan oleh Dr. Rachmat Kuasa Hukum korban, laporan polisi dibuat sejak tahun 2018 yang berjalan tertatih-tatih diduga adanya interest atau intervensi oknum APH bahkan oknum Elit Politisi mengingat uang yang ditipu dan digelapkan HO dalam jumlah besar total bisa mencapai triliunan.

    ” Informasi sudah dilaporkan kepada Presiden RI dan telah mendapatkan atensi dari Mabes Polri maupun Kejagung terkait perkara sehingga bergerak dan P. 21 namun saat ini masih dirasakan adanya dugaan upaya tercela oknum tertentu untuk melindungi Tersangka dari jerat hukum,” ujar Rachmat.

    Rachmat berharap, polisi masih memiliki integritas dalam menangani perkara ini dan segera untuk melakukan tahap dua (penyerahan tersangka ke Jaksa).

    Kasi Intel Kejari Tanjung Perak I Made Agus Mahendra Iswara mengatakan, terhadap perkara Tersangka an HO telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Peneliti, terkait belum dilaksanakannya proses pelimpahan barang bukti dan Tersangka (Tahap II) menunggu jadwal yang diajukan oleh Penyidik.

    ” Terhadap hal tersebut, kita akan melaksanakan upaya sesuai dengan SOP secara bersurat resmi untuk menanyakan perihal pelaksanaan Tahap II tersebut,” ujar Iswara.

    Terpisah, Kanit Tindak Pidana Ekonomi (Pidek) Polrestabes Surabaya Iptu Tony Haryanto saat dihubungi melalui telepon mengatakan, perkara tersebut adalah LP turunan. Dia mengakui sudah P21, tersangka sudah dipanggil untuk tahap dua namun meminta penundaan. Sampai kapan? ” Nanti akan kita kabari,” ujarnya. [uci/ted]

  • Yusril Sebut Ada 600.000 Penerima Bansos Gunakan Bantuan jadi Modal Main Judi Online

    Yusril Sebut Ada 600.000 Penerima Bansos Gunakan Bantuan jadi Modal Main Judi Online

    Bisnis.com, JAKARTA — Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyampaikan terdapat 600.000 penerima bantuan sosial menyalahgunakan dana untuk modal judi online.

    Yusril mengatakan temuan itu diperoleh dari kerja sama antara kementerian terkait dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    “Kemensos sudah mengetahui berkat kerjasama dengan PPATK, lebih daripada 600.000 penerima bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah itu dijadikan modal untuk melakukan judi online,” ujar Yusril di kantor PPATK, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    Selain itu, Yusril juga mengemukakan bahwa bantuan pemerintah lain yang disalahgunakan lainnya yakni soal beasiswa yang diberikan kepada pelajar dan mahasiswa.

    “Bahkan pemerintah, itu sudah mendeteksi sejumlah bantuan beasiswa kepada pelajar-pelajar dan mahasiswa kita, juga digunakan untuk judi online,” imbuhnya.

    Dengan demikian, Yusril mengemukakan bahwa pemerintah tengah berupaya untuk menekan praktik judi online di Indonesia. Salah satunya, selain penangkapan bandar, pemerintah juga menerapkan pasal TPPU terhadap praktik judi online ini.

    Di samping itu, Yusril juga mengemukakan dampak dari judi online ini bisa membuat seseorang melakukan tindak pidana penganiayaan, pencurian, bahkan bunuh diri.

    “Dampak sosialnya sangat besar ya, terjadi frustasi, terjadi penganiayaan, bunuh diri, pencurian, perampokan dan lain-lain akibat orang-orang kalah judi di tengah masyarakat kita ini,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, PPATK mengungkap bahwa transaksi keuangan judi online mencapai Rp155 triliun hingga Oktober 2025. Tercatat, pemain judi online ini rata-rata memiliki penghasilan Rp5 juta ke bawah.

    Jumlah itu menyusut dibandingkan dengan transaksi judi online sepanjang tahun 2024 yang mencapai Rp359 triliun. 

  • Menko Yusril Sebut Transaksi Uang Judi Online Lebih Besar dari Korupsi

    Menko Yusril Sebut Transaksi Uang Judi Online Lebih Besar dari Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menkokumhamimipas) Yusril Ihza Mahendra menyatakan perputaran uang judi online lebih besar dari korupsi.

    Hal tersebut disampaikan Yusril usai menghadiri acara di Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    “Dan kita ketahui bahwa uang yang beredar terkait dengan perjudian itu besar ya, mungkin lebih besar daripada uang hasil korupsi,” ujar Yusril.

    Namun demikian, kata Yusril, perputaran uang paling tinggi dari tindak kejahatan dipegang oleh kasus narkoba. Meskipun begitu, ketiga kejahatan itu harus diberantas sebagaimana visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

    Menurut Yusril, penindakan ketiganya juga harus dilakukan tanpa pandang bulu karena banyak memberikan dampak negatif terhadap masyarakat Indonesia.

    “Karena itu harus menjadi perhatian kita bersama persoalan korupsi, persoalan judi online dan persoalan nakoba memang harus kita ambil satu langkah-langkah yang tegas dan sistematik, tanpa pandang bulu,” imbuhnya.

    Khusus Judol, Yusril menyatakan bahwa Prabowo juga sempat menyinggung persoalan ini di KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Korea Selatan.

    “Kemarin di sidang APEC beliau (Prabowo) mengatakan bahwa belasan triliun, belasan miliar dolar uang kita itu, negara dirugikan setiap tahunnya akibat judi online,” pungkas Yusril.

    Sekadar informasi, PPATK mengungkap bahwa transaksi keuangan judi online mencapai Rp155 triliun hingga Oktober 2025.

    Jumlah itu menyusut dari transaksi judi online sepanjang tahun 2024 yang mencapai Rp359 triliun. Menurut Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, transaksi itu bisa ditekan karena kolaborasi pemerintah dengan stakeholder terkait.

    “Jadi kolaborasi seperti yang Pak Menko sampaikan tadi kita lakukan dengan sangat kuat. Ini memang ada komitmen kita bersama untuk melaksanakan arahan Pak Presiden,” tutur Ivan

  • Yusril: Perputaran Uang Judol Lebih Besar daripada Korupsi, Tertinggi Narkoba

    Yusril: Perputaran Uang Judol Lebih Besar daripada Korupsi, Tertinggi Narkoba

    Yusril: Perputaran Uang Judol Lebih Besar daripada Korupsi, Tertinggi Narkoba
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imigrasi) Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa perputaran uang judi online (judi) lebih besar daripada hasil korupsi.
    “Uang yang beredar terkait dengan perjudian itu besar ya, mungkin lebih besar daripada uang hasil
    korupsi
    ,” kata Yusril saat ditemui di Kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025).
    Namun, Ketua Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang ditunjuk oleh Presiden Prabowo Subianto itu meyakini bahwa perputaran uang paling teratas adalah
    narkoba
    .
    Oleh karena itu, permasalahan narkoba, judi, dan korupsi harus menjadi perhatian pemerintahan untuk menindak tegas para pelaku tanpa pandang bulu.
    Dalam hal judi, Yusril menyebut Prabowo sangat fokus memberantas tindak kejahatan tersebut.
    “Kemarin di sidang APEC beliau (Prabowo) mengatakan bahwa belasan triliun, belasan miliar dollar uang kita itu, negara dirugikan setiap tahunnya akibat
    judi online
    ,” ungkap Yusril.
    Pemerintah sejauh ini telah menemukan adanya penyalahgunaan dana beasiswa oleh sejumlah pelajar dan mahasiswa yang digunakan untuk bermain judi.
    “Kementerian Sosial juga sudah mengetahui, berkat kerja sama dengan PPATK, lebih daripada 600.000 penerima bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah itu dijadikan modal untuk melakukan judi online,” ungkap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PPATK Catat Transaksi Judi Online di RI Sepanjang 2025 Tembus Rp155 Triliun

    PPATK Catat Transaksi Judi Online di RI Sepanjang 2025 Tembus Rp155 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap total transaksi judi online hingga Oktober 2025 mencapai Rp155 triliun.

    Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan jumlah itu berhasil ditekan hingga 56% dari transaksi judi online pada 2024 sebanyak Rp359 triliun.

    “Kalau dibandingkan tahun lalu, kan 12 penuh itu Rp359, nah sekarang sudah hampir bulan ke-12, kita berhasil kita tekan sampai Rp155 triliun,” ujar Ivan di kantor PPATK, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

    Di samping itu, Ivan juga mengemukakan angka deposit pemain judi online di Indonesia juga berhasil ditekan dari yang tadinya mencapai Rp51 triliun. Kini, biaya untuk judi online bisa menyusut mencapai Rp24 triliun pada Oktober 2025.

    “Deposit kalau tahun lalu itu Rp51 triliun, masyarakat yang deposit, sekarang sudah bisa kita tekan sampai Rp24 triliun,” imbuhnya.

    Ivan mengemukakan bahwa perputaran uang dari praktik haram itu berhasil ditekan berkat kolaborasi antar stakeholder terkait.

    Selain itu, pemberantasan judi online ini juga menjadi fokus pemerintah Presiden Prabowo Subianto. Pasalnya, judi online ini memberikan banyak dampak negatif bagi masyarakat.

    “Ini memang ada komitmen kita bersama untuk melaksanakan arahan Pak Presiden terkait dengan Astacita dan bagaimana kita menjaga dampak sosial judi online kepada publik kita,” pungkasnya.

  • DJP dan Kejaksaan Ungkap Skema Pencucian Uang Terpidana Pajak Rp58,2 Miliar

    DJP dan Kejaksaan Ungkap Skema Pencucian Uang Terpidana Pajak Rp58,2 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh terpidana TB, pelaku penggelapan pajak yang telah divonis bersalah. Kasus ini kini resmi dibawa ke pengadilan.

    Terpidana TB diketahui menjalankan berbagai skema pencucian uang atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain dengan menempatkan uang tunai ke sistem perbankan, mengonversi ke mata uang asing, mentransfer dana ke luar negeri, serta membelanjakannya dalam bentuk aset.

    Sebagai bagian dari proses hukum, aset senilai sekitar Rp58,2 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana pajak telah dilakukan pemblokiran dan penyitaan, meliputi uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah.

    TB sebelumnya terbukti sebagai salah satu beneficial owner dari Wajib Pajak PT UP. Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 19 September 2024. TB dijatuhi hukuman penjara tiga tahun dan denda sebesar Rp634,7 miliar.

    Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) setelah MA membatalkan vonis bebas pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 3 Agustus 2023. Pengungkapan kasus TPPU menjadi tindak lanjut dari vonis tersebut, menyusul penelusuran aset hasil kejahatan pajak yang dilakukan lintas yurisdiksi.

    DJP menjelaskan bahwa keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan hasil sinergi lintas lembaga penegak hukum, dengan melibatkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kepolisian (Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri), serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Upaya itu turut didukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kementerian Hukum dan HAM RI. Selain itu, DJP juga berkoordinasi dengan otoritas perpajakan dari Singapura, Malaysia, British Virgin Islands, dan sejumlah negara lainnya, mengingat adanya transaksi keuangan lintas negara dalam perkara ini.

    Untuk menindaklanjuti hasil penyidikan, DJP menempuh mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau Timbal Balik dalam Masalah Pidana dengan pemerintah Singapura. Langkah ini ditempuh untuk meminta penyitaan aset dan dana yang diduga disembunyikan oleh terpidana TB di luar negeri.

    Mekanisme MLA tersebut menjadi bagian dari upaya penegakan hukum lintas yurisdiksi sekaligus memperkuat kerja sama internasional dalam pemulihan aset negara yang berasal dari tindak pidana perpajakan.

    DJP menegaskan, kolaborasi penegakan hukum ini merupakan bentuk komitmen menjaga penerimaan negara dan menegakkan keadilan bagi wajib pajak yang patuh. 

    “Tidak ada ruang bagi pelaku tindak pidana pajak untuk menikmati hasil kejahatannya, dan seluruh langkah penegakan hukum ini diambil demi memastikan sistem perpajakan yang adil, transparan, dan berintegritas,” ujar Kepala Bidang P2Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat Muktia Agus Budi Santosa dalam keterangannya, Jumat (31/10/2025).

  • Terbongkar! Modus Cuci Uang Rp 58 M dari Kasus Pajak Lintas Negara

    Terbongkar! Modus Cuci Uang Rp 58 M dari Kasus Pajak Lintas Negara

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kanwil DJP Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berhasil mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh terpidana TB senilai Rp 58,2 miliar. TB sebelumnya telah divonis bersalah dalam perkara penggelapan pajak.

    Terpidana TB diketahui melakukan berbagai skema pencucian uang atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain dengan menempatkan uang tunai ke sistem perbankan, mengonversi ke mata uang asing, mentransfer dana ke luar negeri, serta membelanjakannya dalam bentuk aset.

    Sebagai bagian dari proses penegakan hukum, sejumlah aset senilai sekitar Rp 58,2 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana pajak telah dilakukan pemblokiran dan penyitaan, mencakup uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah.

    “Kasus baru ini kini telah resmi dibawa ke pengadilan,” tulis DJP lewat keterangan tertulis, Sabtu (1/11/2025).

    Terkait aset dan dana yang diduga disembunyikan oleh Terpidana TB di luar negeri, DJP saat ini sedang menempuh mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura untuk meminta penyitaan aset terkait.

    Terpidana TB sebelumnya terbukti sebagai salah satu Beneficial Owner dari Wajib Pajak PT UP. Ia telah dijatuhi hukuman berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tanggal 19 September 2024, yang telah berkekuatan hukum tetap.

    Mahkamah Agung juga telah menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun serta denda sebesar Rp 634,7 miliar, setelah membatalkan vonis bebas pada pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Pusat tanggal 3 Agustus 2023.

    Keberhasilan pengungkapan kasus TPPU ini merupakan hasil sinergi lintas lembaga penegak hukum antara DJP, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kepolisian (Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri), serta PPATK, dengan dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kementerian Hukum dan HAM RI.

    Selain itu, DJP juga berkoordinasi dengan otoritas perpajakan dari Singapura, Malaysia, British Virgin Islands, dan beberapa negara lainnya, mengingat adanya transaksi keuangan lintas negara dalam perkara ini.

    Sebagai informasi, ada pada tahun 2023 silam DJP Jakarta Pusat telah menyerahkan tersangka tindak pidana perpajakan berinisial TB kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (29/3). Dirinya dikabarkan menyebab kerugian negara hingga Rp 317 miliar.

    Adapun pelanggaran pidana yang dimaksud terkait Wajib Pajak PT Uniflora Prima (PT UP) yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan untuk tahun 2014. Sedangkan tersangka TB sendiri merupakan beneficial owner atau penerima manfaat dari PT UP.

    Sementara itu, dijelaskan bahwa kasus ini bermula pada 2014 saat PT UP menjual asetnya sebesar US$ 120.000.000 yang hasil penjualannya dilarikan ke luar negeri. Akibat dari aksi tersebut mengakibatkan kerugian negara setidaknya Rp 317 miliar.

    (shc/fdl)

  • Berkas Sudah P21, Tersangka Belum Diserahkan ke Kejari Tanjung Perak Surabaya

    Berkas Sudah P21, Tersangka Belum Diserahkan ke Kejari Tanjung Perak Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Penyidik tindak pidana ekonomi (pidek) Polrestabes Surabaya sampai saat ini belum menyerahkan HO tersangka penipuan dan penggelapan warga  Galaxi Bumi Permai Surabaya.

    Padahal, perkara dengan LP No. STTLP/B/816/VIII/2018/SPKT/RESTABES SBY tanggal 23 Agustus 2018 ini sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa peneliti dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Surabaya.

    Dr. Rachmat, SH. MH selaku Kuasa Hukum dr. Soewondo Basoeki (Pelapor) mengatakan, pihaknya melaporkan dugaan kasus sebagaimana tertuang dalam pasal 372, 378 KUHP dan/atau Pasal 34 UU No. 8 Tahun 2010 tentang TPPU itu sejak 23 Agustus 2018.

    ” Setelah kurang lebih tujuh tahun kasus ini kami laporkan, baru pada tanggal 29 September 2025 telah dinyatakan oleh JPU lengkap (P-21) dan oleh Penyidik telah dilayangkan panggilan ke-1 untuk Tahap-II yang ternyata Tersangka HO mangkir,” ujar Rachmat dalam pers releasenya, Jumat (31/10/2025).

    Rachmat menambahkan, Kanit Pidek pernah menyampaikan bahwa HO minta pemeriksaan tambahan saksi yang menguntungkan terlebih dahulu kepada Penyidik.

    “Adanya permintaan pemeriksaan tambahan yang tidak sesuai hukum tersebut setelah dikonfirmasi kepada JPU Tanjung Perak ternyata mendapat jawaban tegas setelah dinyatakan P-21 tidak dimungkinkan untuk dipinjam berkas dan/atau ditambahkan BAP lagi oleh Penyidik,” ujar Rachmat.

    Masih kata Rachmat, berdasarkan informasi adanya dugaan oknum-oknum elit politik maupun Aparat Penegak Hukum (APH) yang diduga berupaya mengintervensi atau menghambat upaya Penyidik untuk menunda-nunda melaksanakan penyerahan tahap-II Tersangka.

    “Sebenarnya dalam perkara ini, Klien saya tidak pernah melaporkan Hermanto Oerip justru permintaan P-19 JPU yang memberi petunjuk untuk memeriksa HO dan ternyata memenuhi alat bukti yang cukup untuk ditetapkan sebagai tersangka yang hal tersebut sejalan dengan Putusan Pidana No. 98 PK/Pid/2023 dengan Terpidana: VNW, yang intinya dalam Pertimbangan Majelis Hakim antara lain menyebutkan HO adalah sebagai otak intelektual penipuan atau niat jahat sebenarnya dan telah menarik uang untuk kepentingan pribadi dengan merugikan korban Rp. 147.000.000.000,- sebagaimana permintaan informasi kepada Kepala PPATK,”kata Rachmat.

    Ditambahkan oleh Dr. Rachmat Kuasa Hukum korban, laporan polisi dibuat sejak tahun 2018 yang berjalan tertatih-tatih diduga adanya interest atau intervensi oknum APH bahkan oknum elit politisi mengingat uang yang ditipu dan digelapkan HO dkk dari masyarakat dalam jumlah besar total bisa mencapai triliunan rupiah.

    “Informasi sudah dilaporkan kepada Presiden RI dan telah mendapatkan atensi dari Mabes Polri maupun Kejagung terkait perkara sehingga bergerak dan P. 21 namun saat ini masih dirasakan adanya dugaan upaya tercela oknum tertentu untuk melindungi Tersangka dari jerat hukum,” ujar Rachmat.

    Rachmat berharap, polisi masih memiliki integritas dalam menangani perkara ini dan segera untuk melakukan tahap dua (penyerahan tersangka ke Jaksa).

    Kasi Intel Kejari Tanjung Perak I Made Agus Mahendra Iswara mengatakan, terhadap perkara Tersangka an HO telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Peneliti, terkait belum dilaksanakannya proses pelimpahan barang bukti dan Tersangka (Tahap II) menunggu jadwal yang diajukan oleh Penyidik.

    ” Terhadap hal tersebut, kita akan melaksanakan upaya sesuai dengan SOP secara bersurat resmi untuk menanyakan perihal pelaksanaan Tahap II tersebut,” ujar Iswara.

    Terpisah, Kanit Tindak Pidana Ekonomi (Pidek) Polrestabes Surabaya Iptu Tony Haryanto saat dihubungi melalui telepon mengatakan, perkara tersebut adalah LP turunan.

    Dia mengakui sudah P21, tersangka sudah dipanggil untuk tahap dua namun meminta penundaan. Sampai kapan? ” Nanti akan kita kabari,” ujarnya. [uci/ted]