Kementrian Lembaga: PPATK

  • KPK Dalami Dugaan Perintah dari Atasan Terkait Suap PUPR, Bobby Nasution Disorot

    KPK Dalami Dugaan Perintah dari Atasan Terkait Suap PUPR, Bobby Nasution Disorot

    GELORA.CO –  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap perkembangan mengejutkan dalam penyelidikan kasus dugaan suap yang menjerat mantan Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara, Topan Obaja Ginting.

    Dalam pernyataan terbarunya, KPK secara terang-terangan menyebut adanya indikasi bahwa Topan tidak bertindak sendiri, dan ada pihak lain yang memberikan perintah kepadanya untuk menerima suap.

    Pernyataan tersebut disampaikan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam ekspos perkara pada Jumat, 25 Juli 2025.

    “Kami menduga Topan tidak sendirian. Kami sedang mendalami dengan siapa dia berkoordinasi atau siapa yang memberi perintah kepada dia,” kata Asep.

    Pernyataan ini langsung memicu spekulasi luas di publik, khususnya karena Topan diketahui merupakan orang dekat Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, yang tak lain adalah menantu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

    Hubungan dekat antara keduanya sudah terjalin sejak masa Bobby menjabat Wali Kota Medan, di mana Topan menempati posisi strategis sebagai camat, lalu menjabat Kepala Dinas PU Kota Medan, hingga akhirnya dibawa ke level provinsi ketika Bobby dilantik sebagai gubernur.

    Topan Ditangkap Tangan, Uang Suap Diduga Mengalir ke Pejabat Lain

    Topan ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada akhir Juni 2025, dan diduga menerima suap sebesar Rp8 miliar terkait proyek infrastruktur jalan.

    Dari jumlah tersebut, KPK mengidentifikasi aliran dana dalam bentuk tunai dan transfer, dengan sisa uang sekitar Rp231 juta yang masih ditelusuri.

    KPK menyatakan bahwa pihaknya sedang menelusuri aliran dana, termasuk kemungkinan uang tersebut mengalir ke atasan Topan.

    Dalam pemeriksaan lanjutan, sejumlah nama telah dipanggil sebagai saksi, antara lain:

    AKBP Yasir Ahmadi, Kapolres Tapanuli Selatan, untuk mendalami informasi soal aliran dana.

    Muhammad Iqbal, Kepala Kejari Mandailing Natal.

    Muhammad Jafar Suhairi, mantan Bupati Mandailing Natal.

    Ahmad Effendi Pohan, mantan Pj Sekda Sumut.

    Istri Topan Obaja Ginting, terkait dugaan aliran dana sebesar Rp2,8 miliar.

    Namun, nama Gubernur Bobby Nasution belum muncul secara resmi dalam daftar pemeriksaan, meskipun Asep Guntur sebelumnya menyatakan bahwa KPK tidak akan ragu memanggil siapapun jika ditemukan indikasi keterlibatan, termasuk gubernur.

    Dalam konteks politik, kasus ini berkembang menjadi ujian besar bagi independensi KPK.

    Pasalnya, Bobby Nasution merupakan bagian dari lingkaran keluarga Presiden Joko Widodo, yang dinilai masih memiliki pengaruh kuat di berbagai lembaga penegak hukum, meskipun masa jabatannya sebagai presiden telah berakhir.

    Pakar hukum dan pengamat antikorupsi menilai, jika benar ada keterlibatan Bobby Nasution atau pihak di lingkarannya, maka KPK perlu membuktikan bahwa mereka tidak berada di bawah bayang-bayang kekuasaan.

    Banyak pihak menyoroti kasus ini sebagai “ujian kesaktian KPK dan uji pengaruh Jokowi pasca-kepresidenan.”

    Sementara itu, Bobby Nasution sendiri telah menanggapi dengan menyatakan siap bekerja sama dengan penyidik jika diperlukan, dan menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan bawahan untuk menerima suap.

    Ia juga mengaku terkejut karena dalam empat bulan awal pemerintahannya sebagai Gubernur Sumut, sudah tiga pejabat di bawahnya ditangkap KPK.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa penyidik masih mendalami siapa pihak yang diduga memberikan perintah kepada Topan Obaja Ginting.

    Ia menyebut bahwa proses penyidikan masih berjalan dan belum ada batas waktu yang ditentukan.

    Pemeriksaan terhadap saksi-saksi juga terus dilakukan untuk mengumpulkan bukti tambahan.

    “Proses pendalaman terus berjalan. Penyidik bekerja sama dengan PPATK untuk menelusuri aliran dana, dan kami tidak akan mengesampingkan siapapun jika ditemukan cukup bukti,” ujarnya.

    Kasus ini membuka babak baru dalam dinamika pemberantasan korupsi di daerah dan menjadi sorotan publik nasional.

    Jika benar terdapat keterlibatan tokoh-tokoh besar, termasuk Gubernur Bobby Nasution, maka KPK dituntut untuk bertindak berani, transparan, dan objektif, tanpa terpengaruh oleh tekanan politik maupun dinasti kekuasaan.

    Publik kini menanti langkah tegas selanjutnya dari KPK: apakah benar akan memanggil atau bahkan menetapkan Bobby Nasution sebagai tersangka, ataukah kasus ini akan kembali tenggelam seperti kasus-kasus politik besar lainnya.

  • DPR Tolak PPATK Blokir Rekening Nganggur, Dianggap Terlalu Jauh Masuk ke Ranah Pribadi Orang

    DPR Tolak PPATK Blokir Rekening Nganggur, Dianggap Terlalu Jauh Masuk ke Ranah Pribadi Orang

    GELORA.CO – Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Marcus Mekeng mengaku tidak setuju dengan langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening pasif (dormant) dalam upaya mencegah kejahatan keuangan. Menurutnya, upaya PPATK itu sama saja dengan mengatur penggunaan uang pribadi orang. PPATK harus memiliki landasan hukum yang kuat untuk melakukan kebijakan itu.

    “Saya belum tahu landasan apa yang dipakai oleh PPATK untuk mengatakan begitu. Jadi, menurut saya tidak setuju dengan itu,” ujar Mekeng di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/7/2025).

    Sebagian orang, kata dia, memiliki alasan tertentu jika menaruh uang di rekening pribadi dan tidak dipakai. Mungkin orang-orang sengaja untuk menabung di rekening yang pasif tersebut.

    “Menurut saya, PPATK sudah terlalu jauh masuk ke dalam ranah pribadi orang yang mau punya rekening,” kata politikus Partai Golkar ini.

    Di sisi lain, Mekeng juga meminta kepada PPATK untuk menjelaskan ketentuan soal rekening yang tidak aktif hingga harus diblokir tersebut.

    Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memastikan dana masyarakat di rekening pasif (dormant) yang dihentikan sementara tetap aman dan tidak hilang.

    “Nasabah tidak akan kehilangan haknya sedikit pun atas dana yang dimiliki di perbankan,” tulis PPATK dalam pengumumannya melalui akun resmi Instagram @ppatk_indonesia, dikutip Senin.

    PPATK menjelaskan bahwa penghentian sementara rekening dormant dilakukan untuk mencegah kejahatan keuangan.

    Hasil analisis menunjukkan banyak rekening hasil jual beli yang digunakan untuk tindak pidana pencucian uang, termasuk reaktivasi rekening secara masif untuk menampung dana hasil tindak pidana.

  • PPATK Blokir 140.000 Rekening yang Nganggur Selama 10 Tahun

    PPATK Blokir 140.000 Rekening yang Nganggur Selama 10 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sebanyak140.000 rekening dormant yang tidak dipakai selama 10 tahun terakhir.

    Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah mengungkap bahwa temuan lebih dari 140.000 rekening dormant mencapai angka Rp428,6 miliar. 

    “PPATK menemukan, banyak rekening tidak aktif (bahkan terdapat lebih dari 140 ribu rekening dormanthingga lebih dari 10 tahun, dengan nilai Rp.428.612.372.321,00,” ujar Natsir melalui siaran pers, Selasa (29/7/2025). 

    Nasir menekankan bahwa hasil analisis PPATK menunjukkan bahwa data nasabah pada ratusan ribu rekening dormant itu disebut tidak pernah mengalami pembaruan data. Hal itu dikhawatirkan membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lainnya. 

    Atas temuan tersebut, PPATK pun telah melakukan tindak lanjut beberapa waktu lalu. Berdasarkan data yang diperoleh dari perbankan pada Februari 2025, pada 15 Mei 2025 PPATK menghentikan sementara transaksi pada rekening yang dikategorikan dormant. 

    Natsir memastikan PPATK melakukan upaya perlindungan rekening nasabah, dan memastikan uang nasabah tetap aman dan 100% utuh. 

    “Tujuan utamanya adalah mendorong bank dan pemilik rekening untuk melakukan verifikasi ulang dan memastikan rekening serta hak kepentingan nasabah terlindungi serta tidak disalahgunakan untuk berbagai kejahatan,” ujar Natsir. 

    Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan meminta PPATK menjelaskan secara resmi kepada masyarakat, ihwal pemblokiran sementara rekening bank yang tidak aktif atau tidak digunakan untuk transaksi selama tiga bulan.

    Hinca berujar, Komisi III DPR akan menggelar rapat kerja (raker) dengan PPATK seusai masa reses selesai. Dalam raker nanti, pihaknya akan bertanya soal kebijakan itu, mulai dari latar belakangnya apa, mengapa ini perlu dilakukan, dan apa tujuan yang hendak dicapai. Dia berharap publik bisa mendapatkan informasi yang cukup.

    “Kita belum mendapatkan penjelasan utuh dari PPATK, saya ingin minta PPATK jelaskan secepatnya lah. Kalau nanti nunggu di komisi III kelamaan, saya kira lewat teman-teman [media], saya minta PPATK jelaskan ke publik secepatnya, background-nya apa, latar belakangnya apa, tujuannya apa, sehingga publik mengerti,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2025).

    Adapun saat ditemui di Istana Kepresidenan, Kamis (22/5/2025), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebut pemblokiran rekening dormant sebagai tindak lanjut atas praktik penyalahgunaan rekening untuk kegiatan pidana termasuk judi online tidak dilakukan secara tiba-tiba. 

    “Itu sudah dibicarakan lama,” ungkap Ivan kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/5/2025). 

    Sebagaimana diketahui, beberapa pemilik rekening yang terdampak pemblokiran PPATK itu mengeluh karena tidak bisa menggunakan rekening mereka. Padahal, mereka mengaku rekeningnya tidak digunakan untuk pidana seperti deposit judi online. 

    Ivan menyampaikan, masyarakat yang rekeningnya terdampak bisa langsung melakukan reaktivasi kembali. “Ya itu bisa langsung direaktivasi kok enggak ada masalah,” ujarnya.

  • PPATK Blokir Rekening Dormant, YLKI Minta Dana Konsumen Aman – Page 3

    PPATK Blokir Rekening Dormant, YLKI Minta Dana Konsumen Aman – Page 3

    Langkah ini bukan tanpa alasan. PPATK dalam proses analisis yang dilakukan sepanjang 5 tahun terakhir, menemukan maraknya penggunaan rekening dormant yang tanpa diketahui/disadari pemiliknya menjadi target kejahatan, digunakan untuk menampung dana-dana hasil tindak pidana, jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, korupsi, serta pidana lainnya.

    Dana pada rekening dormant di ambil secara melawan hukum baik oleh internal bank maupun pihak lain dan rekening dormant yang tidak diketahui pemiliknya (tidak pernah dilakukah pengkinian data nasabah). Selain itu, rekening dormant tetap memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran biaya administrasi kepada bank hingga banyak rekening dormant dananya habis serta ditutup oleh pihak bank.

    Selain itu, juga ditemukan juga lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang dinyatakan dormant, dengan total dana mencapai Rp 500 miliar. Padahal secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau.

    Ada Dana Rp 428 Miliar

    Dijelaskan pula, PPATK menemukan, banyak rekening tidak aktif (bahkan terdapat lebih dari 140 ribu rekening dormant hingga lebih dari 10 tahun, dengan nilai Rp. 428.612.372.321,00) tanpa ada pembaruan data nasabah. 

    Ini membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lainnya, yang akan merugikan kepentingan masyarakat atau bahkan perekonomian Indonesia secara umum.

    “Hal ini jika didiamkan akan memberikan dampak buruk bagi ekonomi Indonesia, serta merugikan kepentingan pemilik sah dari rekening tersebut,” jelas dia.

     

     

  • PPATK Blokir Ribuan Rekening Tak Aktif, Konsumen Tuntut Penjelasan – Page 3

    PPATK Blokir Ribuan Rekening Tak Aktif, Konsumen Tuntut Penjelasan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan kebijakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang memblokir ribuan rekening nasabah yang tidak aktif (rekening dormant) selama 3 bulan.

    Sekretaris Eksekutif YLKI Rio Priambodo mengatakan, kebijakan tersebut telah memicu sentimen publik yang khawatir akan uangnya tidak aman.

    “YLKI meminta PPATK memberi informasi penjelasan yang clear kepada konsumen asbab pemblokiran tersebut, dan langkah-langkah bagi konsumen yang terkena pemblokiran sehingga hak dasar konsumen atas informasi dapat dipenuhi oleh PPATK,” ujarnya dalam pesan tertulis kepada Liputan6.com, Selasa (29/7/2025).

    Rio lantas meminta PPATK juga selektif dalam memblokir rekening. Lantaran persoalan keuangan jadi hal yang sangat sensitif, apalagi jika rekening yang diblokir merupakan tabungan konsumen yang sengaja diendapkan untuk keperluan dan jangka waktu tertentu.

    “Atas pemblokiran tersebut, PPATK perlu ada waktu pemberitahuan kepada konsumen sebelum diblokir. Sehingga konsumen terinformasi dan bisa memitigasi soal tabungannya serta konsumen bisa menyanggah jika akun rekening tersebut aman dan tidak digunakan untuk perbuatan pidana, apalagi menyangkut judi online,” pintanya.

    Oleh karenanya, YLKI mendesak dilakukan pembukaan blokir rekening agar tidak mempersulit konsumen. Rio pun menuntut PPATK menjamin uang konsumen tetap utuh dan aman, tak kurang sepeser pun atas pemblokiran yang dilakukannya.

    “Terkait pemblokiran akun rekening, YLKI meminta PPATK membuka hotline crisis center bagi konsumen yang ingin mencari informasi, maupun melakukan pemulihan akun rekening bank yang terkena blokir,” kata Rio.

     

  • Wanti-Wanti YLKI ke PPATK: Jangan Persulit Nasabah Buka Blokir Rekening Dormant – Page 3

    Wanti-Wanti YLKI ke PPATK: Jangan Persulit Nasabah Buka Blokir Rekening Dormant – Page 3

    Bagi nasabah yang rekeningnya diblokir oleh PPATK karena status dormant, tidak perlu panik karena dana di dalamnya tetap aman. Nasabah dapat mengajukan keberatan dan memulihkan kembali rekeningnya melalui prosedur yang telah ditetapkan.

    Langkah pertama adalah mengisi formulir keberatan penghentian sementara transaksi secara online. Formulir ini dapat diakses melalui tautan resmi yang disediakan oleh PPATK, seperti bit.ly/FormHensem. Pastikan untuk mengisi seluruh data yang dibutuhkan dengan lengkap dan akurat.

    Data yang harus diisi meliputi nama lengkap, nomor KTP, nomor handphone, alamat email, nama bank, nomor rekening, jenis rekening, serta informasi mengenai sumber dan tujuan penggunaan dana. Nasabah juga perlu menyertakan alasan keberatan atas pemblokiran rekening tersebut.

    Setelah formulir dikirimkan, nasabah diminta untuk menunggu proses peninjauan dan pendalaman dari pihak bank dan PPATK. Proses ini dapat memakan waktu hingga 20 hari kerja, tergantung pada kelengkapan data yang diberikan dan hasil penilaian dari PPATK serta bank terkait. Nasabah dapat secara berkala mengecek status rekeningnya melalui ATM, mobile banking, atau dengan menghubungi customer service bank.

  • Video: Rekening Nganggur Kena Blokir Hingga Bantuan Tunai Warga China

    Video: Rekening Nganggur Kena Blokir Hingga Bantuan Tunai Warga China

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan penghentian sementara transaksi untuk rekening-rekening pasif atau rekening dormant.

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer, yang akrab disapa Noel mengungkapkan, tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan sarjana, khususnya di bidang kesehatan dan farmasi, disebabkan oleh regulasi yang tidak berpihak.

    Pemerintah China akan menawarkan subsidi berupa bantuan langsung tunai, kepada orang tua yang memiliki anak di bawah usia 3 tahun, sebesar 500 Dolar Amerika Serikat, atau setara dengan 8 juta Rupiah per anak.

    Selengkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia (Selasa, 29/07/2025) berikut ini.

  • Penyebab Rekening Diblokir PPATK dan Solusinya, Cek di Sini!

    Penyebab Rekening Diblokir PPATK dan Solusinya, Cek di Sini!

    Jakarta

    Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan pemblokiran terhadap rekening bank yang berstatus dormant. Masyarakat yang rekening banknya dihentikan sementara karena status dormant, bisa mengajukan keberatan lewat formulir resmi PPATK.

    Lantas, apa penyebab dari rekening bank diblokir PPATK? Simak penjelasan berikut.

    Mengutip dari akun Instagram resmi PPATK (@ppatk_indonesia), rekening dormant adalah jenis rekening tabungan atau giro milik nasabah di bank yang tidak digunakan untuk transaksi apapun dalam jangka waktu tertentu-biasanya tiga bulan hingga 12 bulan-tergantung kebijakan masing-masing bank. Rekening dormant bisa berupa:

    Rekening tabungan (perorangan atau perusahaan)Rekening giroRekening rupiah/valas

    Rekening dormant bukan rekening baru, melainkan rekening biasa yang menjadi dormant karena tidak aktif.

    Tidak perlu panik jika rekening bank (rekening dormant) terkena blokir oleh PPATK. Dana nasabah tetap aman dan tidak hilang.

    Selain itu, tindakan ini juga menjadi pemberitahuan bagi nasabah, ahli waris, atau perusahaan bahwa rekening tersebut masih tercatat aktif, meskipun lama tidak digunakan.

    Solusi Rekening Bank Terkena Blokir PPATKJika rekening Saudara dikenakan penghentian sementara, segera ajukan keberatan dengan mengisi formulir melalui tautan berikut: bit.ly/FormHensem.Setelah mengisi formulir keberatan, nasabah diharapkan untuk menunggu proses review dan pendalaman dari PPATK dan bank.Estimasi waktu yang dibutuhkan lima hari kerja, namun dapat diperpanjang 15 hari kerja tergantung kelengkapan dan kesesuaian data serta hasil review oleh PPATK dan bank sehingga total estimasi waktu kerja menjadi 20 hari kerja.Informasi status pembukaan rekening, nasabah dapat melakukan pengecekan secara mandiri melalui mesin ATM, Mobile Banking, dan dapat melakukan pengecekan secara langsung kepada pihak bank terkait.

    (kny/imk)

  • Klarifikasi PPATK Soal Blokir Rekening ‘Tidur’, Cegah Transaksi Narkotika hingga Korupsi

    Klarifikasi PPATK Soal Blokir Rekening ‘Tidur’, Cegah Transaksi Narkotika hingga Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan alasan di balik penghentian sementara transaksi pada rekening perbankan yang dormant, atau tidak aktif dalam jangka waktu tertentu. 

    Sebagaimana diketahui, lembaga intelijen keuangan itu sempat memberlakukan penghentian transaksi di rekening dormant pada Mei 2025. 

    Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah menyebut langkah yang diambil oleh lembaganya itu guna menjaga kepentingan pemilik sah rekening di perbankan serta integritas sistem keuangan nasional. Dia menyebut rekening-rekening tidur yang ditarget PPATK berasal dari laporan perbankan. 

    Selain itu, Natsir menyebut lembaganya menemukan dari hasil analisis bahwa dalam lima tahun terakhir maraknya penggunaan rekening dormant menjadi target kejahatan, tanpa diketahui atau disadari pemiliknya. 

    “Digunakan untuk menampung dana-dana hasil tindak pidana, jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, korupsi, serta pidana lainnya,” terang Natsir melalui siaran pers, Selasa (29/7/2025). 

    Natsir lalu menyebut analisis PPATK turut menemukan, dana pada rekening dormant itu diambil secara melawan hukum baik oleh internal bank maupun pihak lain dan rekening dormant yang tidak diketahui pemiliknya (tidak pernah dilakukan update data nasabah). 

    Selain itu, rekening dormant tetap memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran biaya administrasi kepada bank hingga banyak rekening dormant dananya habis serta ditutup oleh pihak bank. 

    Berdasarkan temuan PPATK, terdapat lebih dari 140.000 rekening dormant hingga lebih dari 10 tahun dengan nilai Rp. 428.612.372.321.

    Natsir mengatakan, data-data nasabah pada pemilik rekening dormant itu tidak diperbaharui sehingga membuka celah besar untuk praktik pencucian uang dan kejahatan lainnya. 

    Atas temuan tersebut, PPATK pun telah melakukan tindak lanjut beberapa waktu lalu. Berdasarkan data yang diperoleh dari perbankan pada Februari 2025, pada 15 Mei 2025 PPATK menghentikan sementara transaksi pada rekening yang dikategorikan dormant.

    Natsir memastikan PPATK melakukan upaya perlindungan rekening nasabah, dan memastikan uang nasabah tetap aman dan 100% utuh. 

    “Tujuan utamanya adalah mendorong bank dan pemilik rekening untuk melakukan verifikasi ulang dan memastikan rekening serta hak kepentingan nasabah terlindungi serta tidak disalahgunakan untuk berbagai kejahatan,” ujar Natsir. 

    Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan meminta PPATK menjelaskan secara resmi kepada masyarakat, ihwal pemblokiran sementara rekening bank yang tidak aktif atau tidak digunakan untuk transaksi selama tiga bulan.

    Menurut dia, wewenang PPATK ini pastinya menjadi isu yang sangat sensitif dan menarik di kalangan publik. Sebab itu, dia yakin publik akan bereaksi terhadap pemberitaan tersebut.

    Hinca berujar, Komisi III DPR akan rapat kerja (raker) dengan PPATK seusai masa reses selesai. Dalam raker nanti, pihaknya akan bertanya soal kebijakan itu, mulai dari latar belakangnya apa, mengapa ini perlu dilakukan, dan apa tujuan yang hendak dicapai. Dia berharap publik bisa mendapatkan informasi yang cukup.

    “Kita belum mendapatkan penjelasan utuh dari PPATK, saya ingin minta PPATK jelaskan secepatnya lah. Kalau nanti nunggu di komisi III kelamaan, saya kira lewat teman-teman [media], saya minta PPATK jelaskan ke publik secepatnya, back ground-nya apa, latar belakangnya apa, tujuannya apa, sehingga publik mengerti,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (28/7/2025).

    Selain itu, politisi Partai Demokrat ini mengingatkan agar kewenangan PPATK ini jangan sampai menabrak prinsip dasar di dunia perbankan, yakni trust atau kepercayaan. Justru, lanjutnya, orang pergi dan mau menaruh uangnya di bank karena prinsip kepercayaan itu.

    “Saya kira ini isu sensitif, jadi sekali lagi saya minta PPATK jelaskan lah. Secara resmi, tadi kan disebutkan di Instagramnya saja, janganlah, ini sesuatu yang sangat serius, besar, penting, orang banyak, publik harus tahu,” tegasnya.

    Adapun saat ditemui di Istana Kepresidenan, Kamis (22/5/2025), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyebut pemblokiran rekening dormant sebagai tindak lanjut atas praktik penyalahgunaan rekening untuk kegiatan pidana termasuk judi online tidak dilakukan secara tiba-tiba. 

    “Itu sudah dibicarakan lama,” ungkap Ivan kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/5/2025). 

    Sebagaimana diketahui, beberapa pemilik rekening yang terdampak pemblokiran PPATK itu mengeluh karena tidak bisa menggunakan rekening mereka. Padahal, mereka mengaku rekeningnya tidak digunakan untuk pidana seperti deposit judi online. 

    Ivan menyampaikan, masyarakat yang rekeningnya terdampak bisa langsung melakukan reaktivasi kembali. 

    “Ya itu bisa langsung direaktivasi kok enggak ada masalah,” ujarnya.

  • 7
                    
                        Ketika Negara Lebih Tertarik Rekening Nganggur Dibanding Pengangguran
                        Nasional

    7 Ketika Negara Lebih Tertarik Rekening Nganggur Dibanding Pengangguran Nasional

    Ketika Negara Lebih Tertarik Rekening Nganggur Dibanding Pengangguran
    Dikdik Sadikin adalah seorang auditor berpengalaman yang saat ini bertugas di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), berperan sebagai quality assurer dalam pengawasan kualitas dan aksesibilitas pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Memiliki minat mendalam terhadap kebijakan publik, Dikdik fokus pada isu-isu transparansi, integritas, serta reformasi pendidikan dan tata kelola pemerintahan. Dikdik telah menulis sejak masa SMP (1977), dengan karya pertama yang dimuat di majalah Kawanku. Beberapa cerpen fiksi dan opini karyanya telah dipublikasikan di media massa, termasuk di tabloid Kontan dan Kompas. Dua artikel yang mencolok antara lain “Soekarno, Mahathir dan Megawati” (3 November 2003) serta “Jumlah Kursi Menteri dan Politik Imbalan” (9 Oktober 2024). Ia juga pernah menjabat sebagai pemimpin redaksi dan pemimpin umum majalah Warta Pengawasan selama periode 1999 hingga 2002, serta merupakan anggota Satupena DKI. Latar belakang pendidikan suami dari Leika Mutiara Jamilah ini adalah Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (lulus 1994) dan Magister Administrasi Publik dari Universitas Gadjah Mada (lulus 2006).
    DI NEGERI
    ini, sesuatu yang tak bergerak kadang lebih mencemaskan negara ketimbang yang bergerak. Rekening yang tidak mencatat aktivitas selama tiga bulan saja kini diperlakukan seperti ruang gelap yang patut dicurigai.
    Ia dibekukan, ditandai, dan dianggap membahayakan sistem.
    Sementara itu, jutaan manusia, yang detak jantungnya nyata, yang langkahnya merayap mencari kerja, yang pikirannya penat oleh penolakan lapangan kerja, tak kunjung dianggap urgen oleh negara. Tak dibekukan, memang, tapi juga tak disentuh.
    Ironi ini pun menjelma satire yang viral di media sosial:

    Rekening nganggur 3 bulan diblokir negara…

    Tanah nganggur 2 tahun disita negara…

    Kamu nganggur bertahun-tahun, negara tidak peduli
    .”
    Sebaris lelucon, sebaris keluh kesah, sebaris pengingat bahwa negara kini tampak lebih gesit membekukan saldo ketimbang menyapa warganya yang kehilangan pendapatan.
    Mari kita mulai dari fakta. Menurut data PPATK, sepanjang tahun 2024, terdapat lebih dari 28.000 rekening pasif yang digunakan untuk aktivitas ilegal: dari deposit judi online, perdagangan narkotika, hingga penipuan digital lintas negara.
    Dana mencurigakan yang mengalir di dalamnya mencapai lebih dari Rp 4,2 triliun.
    Rekening dormant
    , atau rekening pasif tersebut, diindikasikan telah menjadi
    tool
    baru sindikat kriminal: dibeli dari pemilik asli, dikuasai diam-diam, lalu dijadikan penampung transaksi gelap.
    Dalam konteks ini, langkah PPATK tampak masuk akal. Ibarat rumah kosong yang bisa disusupi pencuri, rekening tak aktif bisa jadi pintu masuk kejahatan. Negara pun bergerak, memblokir rekening-rekening pasif.
    Sebagian publik setuju. Namun, sebagian lain mulai gelisah: Kenapa tidak ada peringatan sebelumnya? Kenapa yang diblokir hanya karena diam?
    Yang membuat publik waswas bukan soal keamanan, tapi soal batas. Apakah negara mulai menyelinap ke ruang privat warganya atas nama perlindungan?
    Rekening pasif bisa jadi milik petani yang hanya menabung setelah panen, atau pensiunan yang tak pernah lagi mengakses ATM.
    Bisa jadi milik buruh migran yang akan pulang dua tahun lagi, atau mahasiswa yang lupa bahwa rekeningnya masih aktif.
    Mereka tidak menyembunyikan kejahatan. Mereka hanya tak aktif. Namun, dalam sistem hari ini, yang tak aktif bisa kehilangan haknya.
    Kita seperti sedang menuju era baru: era algoritma pengawasan. Kekuasaan hari ini tidak mencambuk tubuh, tapi memantau perilaku. Dari saldo yang tak bergerak, hingga data belanja yang tak sesuai tren.
    Namun, ketika negara masuk terlalu dalam ke ruang-ruang personal, tanpa edukasi, tanpa dialog, maka kepercayaan akan berubah menjadi ketakutan. Dan ketakutan, kita tahu, adalah pupuk subur bagi negara yang terlalu ingin mengontrol.
    Di Jepang,
    rekening dormant
    baru masuk kategori
    unclaimed assets
    setelah lima tahun tak aktif, dan bahkan itu pun melalui notifikasi bertahap serta perlindungan hukum yang kuat.
    Di Inggris, ada
    Dormant Accounts Scheme
    —dana pasif disalurkan ke kegiatan amal, bukan dibekukan secara sepihak.
    Di Indonesia? Tiga bulan saja tak digunakan, rekening bisa langsung dibekukan.

    Tanpa pemberitahuan berlapis. Tanpa perlindungan hukum yang kuat. Tanpa kesiapan literasi digital yang memadai.
    Survei OJK 2023 mencatat, hanya 49,68 persen warga Indonesia memiliki pemahaman dasar soal keuangan digital. Maka wajar jika banyak yang panik, bahkan tak tahu apa salahnya.
    Bagaimana dengan
    pengangguran
    ?
    Kita begitu cepat mengatur saldo menganggur, tapi begitu lamban menyentuh penderitaan manusia yang menganggur.
    BPS mencatat, per Februari 2024, ada 7,2 juta pengangguran terbuka di Indonesia.

    Jika ditambah pekerja informal, atau pekerja tak sesuai kompetensi, jumlahnya bisa melewati 15 juta jiwa.
    Negara tak membekukan mereka. Tak mengirim surat peringatan. Tak menanyakan: “kenapa Anda tak aktif bekerja?” Karena mereka bukan rekening.
    Padahal di negara lain, pengangguran adalah panggilan darurat, bukan statistik yang didiamkan.
    Di Jerman, ada sistem
    Arbeitsagentur
    yang secara aktif memanggil warga yang kehilangan pekerjaan untuk diwawancara, diberi pelatihan gratis, dan dicarikan lowongan sesuai kompetensi mereka.
    Di Australia, pemerintah memiliki program JobSeeker dan SkillsCheckPoint—yang bukan hanya memberikan tunjangan, tetapi juga mewajibkan pelatihan dan pembimbingan karier.
    Bahkan di negara tetangga seperti Singapura, program
    SkillsFuture
    menawarkan kredit pelatihan tahunan kepada setiap warga dewasa untuk meningkatkan keterampilan dan berpindah ke sektor-sektor yang sedang tumbuh.
    Mereka, para pengangguran, dipanggil, dibina, dan ditawarkan harapan. Sementara di sini, yang kita panggil justru rekening.
    Mungkin di sinilah masalah kita hari ini: negara bergerak bukan karena peduli, tapi karena takut. Takut pada uang gelap, pada pencucian dana, pada transaksi mencurigakan.
    Namun, rasa takut itu justru menyasar pada mereka yang paling lemah: mereka yang diam, mereka yang pasif, mereka yang hanya ingin hidup tenang. Dan dalam dunia yang makin digital, diam pun kini dianggap membahayakan.
    Kita bisa menyusun kebijakan yang lebih berimbang. Ada beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan pemerintah dan otoritas keuangan.
    Pertama, notifikasi berlapis dan berbasis risiko. Jangan langsung blokir. Kirim notifikasi resmi, via SMS, e-mail, bahkan surat fisik jika perlu, 3–6 bulan sebelum pembekuan.
    Sistem ini bisa memakai pendekatan
    risk-based
    , hanya menargetkan rekening dengan potensi penyalahgunaan tinggi.
    Kedua, perlindungan hukum untuk rekening dormant. Tetapkan regulasi eksplisit bahwa dana tidak bisa disita, dipindah, atau dipotong tanpa proses hukum. Pemilik tetap memiliki hak penuh, walau pasif.
    Ketiga, pusat edukasi keuangan digital nasional. Bangun platform digital bersama OJK, PPATK, dan BI untuk literasi keuangan — termasuk tentang rekening dormant, risiko jual-beli akun, dan keamanan data perbankan.
    Keempat, saluran klarifikasi yang ramah dan cepat. Sediakan jalur komunikasi khusus bagi pemilik rekening pasif yang ingin melakukan reaktivasi atau klarifikasi. Jangan biarkan masyarakat bingung dan dipingpong.
    Kelima, evaluasi ulang batas tiga bulan. Batas waktu tiga bulan terlalu singkat dan tidak proporsional dibandingkan negara lain. Sebaiknya ditinjau ulang menjadi 12 bulan atau lebih, seperti di banyak negara maju.
    Keenam, fokus pada pelaku kejahatan, bukan warga biasa. Gunakan sistem kecerdasan buatan (AI) dan forensik data untuk menyisir jaringan transaksi, bukan sekadar karena diamnya saldo.
    Semua solusi tersebut bukan untuk melemahkan upaya penegakan hukum, tetapi untuk memastikan bahwa dalam melindungi sistem keuangan, negara juga harus melindungi warganya dari ketidakadilan prosedural dan kecurigaan yang membabi buta.
    Maka yang kita butuhkan adalah edukasi publik, transparansi prosedur, dan perlindungan hak digital warga.
    Negara tentu memiliki hak untuk menjaga sistem. Namun, apabila negara lebih curiga pada saldo rekening yang menganggur daripada nasib manusia yang membeku dalam pengangguran, maka mungkin yang membeku bukan lagi rekening, tapi nurani.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.