Oknum Polisi, Praktik Pemerasan, dan Eksistensi Kortas Tipikor
Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif.
RADEN
Adipati Joyodiningrat (Bupati Karanganyar 1832-1864), seorang pendukung Pangeran Diponegoro menulis naskah pertama tentang isu korupsi di Jawa.
Begini potongan bunyinya: ”
Agar perkara selesai, segalanya tergantung kehendak Raden Adipati Danurejo IV: barangsiapa yang menyerahkan sogok dan upeti paling banyak berupa uang atau barang atau khususnya perempuan cantik, dialah yang akan dibuat menang
.”
Ringkasan tulisan ini juga pernah dikutip oleh Wisnu Nugroho, pada artikel yang berjudul, “
Diponegoro Tampar Patih Yogya dan Korupsi Pejabat Kita
,” (
Kompas.com
, 19 September 2016).
Dari artikel tersebut, satu pesan yang paling mencolok adalah bahwa cara korupsi yang terjadi pada 200 tahun lalu, juga masih terjadi pada zaman sekarang.
Dari kutipan tulisan Raden Adipati Joyodiningrat, sebenarnya ingin merenungkan peristiwa pemerasan yang baru-baru ini terjadi oleh oknum di lingkungan Kepolisian.
Dari rilis berita resmi, Polda Metro Jaya membeberkan ada empat anggota yang diduga terlibat kasus tindak pidana pemerasan terhadap anak bos klinik kesehatan Prodia sebesar Rp 20 miliar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan bahwa keempat anggotanya itu, yakni AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung selaku mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) di Polres Jakarta Selatan.
Dua oknum anggota lainnya adalah Kanit Resmob AKP Ahmad Zakaria dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel berinisial ND.
Mereka sedang dalam tahap pemeriksaan di Propam Polda Metro Jaya. Perlu memperhatikan ‘Presumption of Innocence,’ bahwa setiap orang yang disangka melakukan tindak pidana dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan sebaliknya.
Artinya, yang diperlukan adalah transparansi dan profesionalisme Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menggali kebenaran kasus ini.
Namun, berkaca dari peristiwa yang baru terjadi, yaitu pemerasan oleh oknum polisi saat Konser Djakarta Warehouse Project (DWP) pada Desember 2024, tentu secara psikologis membuat publik buru-buru mengekspresikan bahwa kasus pemerasan seperti ini hal lazim dilakukan oleh oknum aparat.
Adapun modus pemerasan yang dilakukan adalah ancaman terhadap penonton, dengan tuduhan penyalahgunaan narkoba.
Dari kasus pemerasan terhadap anak bos Klinik Kesehatan Prodia, sebenarnya bisa dikuliti dari filosofis pengertian korupsi menurut Bank Dunia (World Bank).
Sederhananya, korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi. Jika dibedah, maka terdapat dua unsur yaitu, frasa ‘penyalahgunaan kekuasaan publik’ dan ‘untuk keuntungan pribadi.’
Artinya, ada pihak yang surplus (berlebih) kekuasaan, ada pihak yang defisit (kurang) kekuasaan sehingga harus dirugikan demi memberikan keuntungan pribadi pada pemegang kekuasaan.
Dari relasi kuasa ini, tidak mungkin ada isu yang tiba-tiba datang dengan sendirinya, menentukan pihak-pihak secara subjektif, jika bukan karena adanya konflik kepentingan.
Jadi, secara filosofis, seharusnya sudah mempermudah APH untuk menindaklanjuti kasus ini secara hukum, apakah keempat anggota tersebut bersalah dan harus ditindak tegas, atau harus dipulihkan kembali reputasinya.
Kalau berkaca dari pasal 12 huruf (e) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 2001, yaitu “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” seringkali APH kesulitan menemukan unsur ‘pegawai negeri atau penyelenggara negara.’
Hal tersebut terjadi karena tidak sedikit di jajaran penyelenggara negara hingga oknum APH menyamarkan tangannya dengan menggunakan pihak ketiga yang sering disebut ‘makelar kasus.’
Apalagi jika pelaku pemerasan adalah oknum aparat bisa saja sulit ditindaklanjuti karena ada konflik horizontal antarpemangku kekuasaan.
Pada artikel penulis sebelumnya, juga pernah dijelaskan bahwa banyaknya oknum polisi tidak lepas dari adanya ‘power yang lebih’, yang akhirnya memicu disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
Jangankan pada kasus kakap, pada kehidupan sehari-hari, seringkali masyarakat dijadikan objek pemerasan karena merasa memiliki ‘power yang berlebih.’
Sebagai pertanyaan kontemplatif (perenungan), “Salah apa bangsa ini sehingga pemerasan dilakukan oleh orang yang mengemban amanah dan telah disumpah di bawah kitab suci?
Apakah warisan korupsi yang disebut Joyodiningrat tidak akan pernah hilang? Apakah ‘Polisi Hoegeng’ tidak akan pernah lahir lagi di bumi nusantara ini?”
Beberapa hari sebelum berakhirnya masa jabatan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden, telah ditandatangani Peraturan Presiden (Perpres) baru mengenai susunan organisasi Polri, yang secara resmi membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor), tertuang pada Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri.
Kortas Tipikor Polri diharapkan memberantas praktik korupsi di Tanah Air.
Memang bisa dipandang baik, bisa juga dipandang buruk. Tentu, publik berharap seharusnya menjadi ajang secara positif bagi Polri, KPK, dan Kejaksaan Agung untuk berlomba memberantas tuntas para koruptor, bukan justru semakin ‘stuck’, saling lempar-melempar kewenangan, lempar tanggung jawab, atau memperlambat aktivitas pemberantasan korupsi.
Harapan lainnya, Kortas Tipikor juga bisa semakin runcing untuk memburu oknum-oknum di Kepolisian yang masih membiasakan praktik pemerasan.
Artinya, Kortas Tipikor tidak hanya tajam ke luar, tetapi juga semakin tajam ke dalam untuk mencapai Polri yang semakin presisi.
Jika ujungnya Kortas Tipikor malah semakin memperlemah dan mempersulit ‘bersih-bersih dari dalam’, rasanya sayang jika dukungan kelembagaan, tupoksi, dan anggaran yang diberikan negara, namun secara praktik di lapangan justru semakin lari dan menyimpang dari tujuan awal.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Polres Metro Jakarta Selatan
-
/data/photo/2023/08/29/64ed9a4445bac.png?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Oknum Polisi, Praktik Pemerasan, dan Eksistensi Kortas Tipikor Megapolitan 29 Januari 2025
-
/data/photo/2025/01/26/6796374c17dd6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Saat AKBP Bintoro Dituduh Memeras Rp 5 Miliar demi Loloskan Pembunuh Megapolitan
Saat AKBP Bintoro Dituduh Memeras Rp 5 Miliar demi Loloskan Pembunuh
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, menjadi sorotan setelah diduga memeras Rp 5 miliar dari keluarga tersangka pembunuhan dan pemerkosaan terhadap AP (16), yakni Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartoyo (BH).
Dugaan ini mencuat setelah adanya gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Kasus ini bermula dari gugatan perdata yang diajukan oleh AN dan BH terhadap AKBP Bintoro dan empat anggota kepolisian lainnya di PN Jakarta Selatan.
Perkara ini terdaftar dengan nomor 30/Pdt.G/2025/PN JKT.SEL pada Selasa (7/1/2025).
Dalam gugatan tersebut, Bintoro diminta mengembalikan uang Rp 1,6 miliar serta beberapa kendaraan mewah yang diduga disita secara ilegal.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyebut, Bintoro diduga meminta uang serta mobil dan motor mewah dengan janji menghentikan penyidikan kasus pembunuhan tersebut.
Namun, kasus tetap berlanjut, sehingga keluarga tersangka merasa tertipu dan akhirnya menggugat Bintoro ke pengadilan.
Kasus pembunuhan dan pemerkosaan AP (16) sempat terhenti saat masih ditangani Bintoro.
Namun, setelah Bintoro dipindahkan, kasus ini kembali berjalan di bawah kepemimpinan AKBP Gogo Golesung.
Tak lama setelah pergantian kepemimpinan, kasus ini dinyatakan P21 dan berkasnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Ade Rahmat Idnal, membenarkan bahwa kasus pemerkosaan dan pembunuhan ini kini sudah tahap dua.
“Kasus sudah P21 dan tahap dua, dilimpahkan tersangka dan barang bukti ke kejaksaan,” ujarnya, Senin (27/1/2025).
Ia juga mengaku sempat mempertanyakan lamanya proses hukum saat kasus ini masih ditangani Bintoro.
Sementara itu, Bintoro membantah tuduhan pemerasan ini. Dalam sebuah video yang diterima Kompas.com, Minggu (26/1/2025), ia menyebut tuduhan tersebut mengada-ada.
“Tuduhan saya menerima uang Rp 20 miliar sangat mengada-ngada. Saya membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan HP saya,” katanya.
Ia juga mengaku siap diperiksa, termasuk rekening pribadinya, istri, dan anak-anaknya.
“Saya telah memberikan data seluruh rekening koran dari bank yang saya miliki. Jika diperlukan, nomor rekening istri dan anak-anak saya siap diperiksa,” tambahnya.
Bintoro bahkan meminta agar dilakukan penggeledahan di rumahnya untuk membuktikan bahwa ia tidak memiliki uang miliaran seperti yang dituduhkan.
Polda Metro Jaya telah menangani kasus dugaan pemerasan ini.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam mengatakan, Bintoro telah diperiksa oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam).
“Polda Metro Jaya berkomitmen memproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara prosedural, proporsional, dan profesional,” katanya, Minggu (26/1/2025).
Selain Bintoro, empat anggota Polres Metro Jakarta Selatan juga ditempatkan di tempat khusus (patsus) karena diduga terlibat dalam kasus ini.
Mereka adalah eks Kasat Reskrim Polres Jaksel berinisial B dan G, Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel berinisial Z, serta Kasubnit Resmob berinisial ND.
Kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut.
“Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” tutup Ade Ary.
(Reporter: I Putu Gede Rama Paramahamsa, | Editor: Fitria Chusna Farisa)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Disebut Peras Bos Prodia Rp 20 Miliar, Kompolnas Desak AKBP Bintoro Diproses Pidana
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendesak pengusutan secara tuntas kasus dugaan pemerasan anak bos Prodia senilai Rp 20 miliar oleh mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro.
Anggota Kompolnas Muhammad Choirul Anam mengatakan pihaknya siap mengawal kasus dugaan pemerasan tersebut. Kompolnas mendorong agar digelar sidang etik AKBP Bintoro dan diproses secara pidana jika ada indikasi pelanggaran hukum.
“Kami mendorong tradisi pemeriksaan yang mengurai sedetail-detailnya seperti dalam kasus-kasus sebelumnya itu bisa dilaksanakan oleh Propam, khususnya Paminal,” kata Anam saat dihubungi, Selasa (28/1/2025).
Anam juga mendesak Bidang Propam Polda Metro Jaya membawa kasus tersebut ke ranah pidana apabila ada bukti AKBP Bintoro memeras anak bos Prodia, Arif Nugroho (AN) alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartanto yang menjadi tersangka pembunuhan gadis remaja di Jakarta Selatan.
“Jika memang ada perbuatan tercela tersebut dan memang terbukti dan ada tindakan indikasi pidana ya harus dipidana, jelas itu,” kata dia.
Anam mengapresiasi langkah Propam Polda Metro Jaya yang langsung memeriksa AKBP Bintoro setelah mencuat kasus dugaan pemerasan terhadap bos Prodia.
Kompolnas juga menghormati klaim AKBP Bintoro yang membantah memeras anak bos Prodia.
“Sambil menunggu proses pengadilan perdata, pengujian di Propam, khususnya terkait bantahan yang juga viral kami sedang monitoring proses itu, hormati proses itu dan juga akan melakukan pendalaman,” katanya.
AKBP Bintoro kini sudah ditahan oleh Propam Polda Metro Jaya dan menjalani penempatan khusus atau patsus, untuk memudahkan proses penyelidikan kasus dugaan pemerasan anak bos Prodia.
-

Pemerhati Hukum Prof Henry Apresiasi Propam Polda Metro Patsus 4 Anggota Polres Jaksel
loading…
Pemerhati hukum Prof Henry Indraguna mengapresiasi langkah Propam Polda Metro Jaya patsus empat anggota Polres Jaksel terkait kasus dugaan pemerasan. Foto/SindoNews
JAKARTA – Gerak cepat Propam Polda Metro Jaya yang melakukan penempatan khusus (patsus) terhadap empat mantan anggota Polres Metro Jakarta Selatan mendapat apresiasi. Salah satunya dari pemerhati hukum Prof Henry Indraguna.
Patsus ini buntut penyelidikan dugaan kasus pemerasan AKBP Bintoro yang mencapai miliaran rupiah terhadap bos Prodia. Adapun keempat anggota yang ditahan adalah perwira polisi yang sebelumnya berdinas di Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
“Keempat mantan anggota Polres Metro Jakarta Selatan itu inisial B dan G selaku mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan. Sedangkan Z selaku Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel dan inisial ND selaku Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel,” ujar Prof Henry Indraguna, Selasa (27/1/2025).
Menurut Prof Henry, semua pihak perlu mendukung tindakan Kapolda Metro Jaya yang berkomitmen menindak tegas segala bentuk pelanggaran terhadap oknum personel secara prosedural, proporsional, dan profesional.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan, 4 oknum personel yang telah dipatsus (penempatan khusus) dalam tahap penyelidikan dengan dugaan Penyalahgunaan Wewenang. “Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” kata Ade Ary.
Seperti diketahui, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal mengakui kasus dugaan pembunuhan dengan tersangka AN dan B yang ditangani mantan Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan AKBP Bintoro sempat mandek. Bintoro telah diperiksa Paminal Polda Metro Jaya.
AKBP Bintoro diperiksa buntut dugaan kasus pemerasan terhadap anak pengusaha. Perwira Menengah itu tengah didalami lebih lanjut perihal pelanggaran etiknya.
Rahmat menyebutkan, kasus tersebut sudah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan saat posisi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan beralih ke AKBP Gogo Galesung. “Kasus sudah P21 dan tahap dua dilimpah tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan,” terangnya.
(cip)
-

Kapolres Jaksel Ungkap Alasan Kasus Pembunuhan yang Ditangani AKBP Bintoro sempat Mandek – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, tengah menjadi sorotan lantaran diduga melakukan pemerasan terhadap tersangka pembunuhan sekaligus anak bos Prodia sebesar Rp5 miliar.
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal, pun mengungkapkan alasan mandeknya penyidikan kasus pembunuhan di hotel kawasan Senopati, Kebayoran, Baru, yang ditangani AKBP Bintoro ini.
“(Kasus mandek) lima bulan,” kata Ade Rahmat saat dikonfirmasi, Selasa (28/1/2025), dilansir Tribun Jakarta.
Ia menyebut, Bintoro berdalih terkendala masalah teknis saat hendak merampungkan berkas perkara.
“Alasan yang bersangkutan teknis dan koordinasi seperti pemenuhan P19, saksi ahli, dan lain-lain,” ungkap Ade Rahmat.
Pada akhirnya, berkas perkara pembunuhan tersebut rampung dan dinyatakan lengkap atau P21 saat posisi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan digantikan oleh AKBP Gogo Galesung.
“16 Desember 2024 sudah lengkap oleh Kasat Reskrim yang baru AKBP Gogo Galesung,” ujar Ade Rahmat.
AKBP Gogo Galesung juga ikut terseret dalam kasus dugaan pemerasan ini.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, empat anggota polisi telah menjalani penempatan khusus (patsus).
“Empat orang telah dipatsus (penempatan khusus) dalam tahap penyelidikan di Bid Propam Polda Metro Jaya dengan dugaan penyalahgunaan wewenang.”
“Yang dipatsus (inisial) B, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel. G, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel,” terang Ade Ary, Selasa.
Dua polisi lain adalah Kanit dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z dan ND.
“Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” papar Ade Ary.
Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) menduga aliran dana pemerasan yang dilakukan AKBP Bintoro melalui oknum kuasa hukum.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mendesak supaya oknum advokat tersebut juga dilakukan proses hukum pidana suap.
“Tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang yang terkonfirmasi oleh IPW sebesar Rp5 miliar,” kata Sugeng kepada wartawan, Senin (27/1/2025).
Menurutnya, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh AKBP Bintoro harus dituntaskan sebagai cermin bagi 450-an ribu anggota Polri.
IPW juga menilai proses pidana pemerasan dalam jabatan yang termasuk dalam korupsi.
“Sebab dalam aliran dana tersebut dilewatkan melalui advokat yang diduga kuasa hukum tersangka,” tambahnya.
Ia berujar, Kombes Ade Rahmat Idnal telah melakukan proses hukum secara tegas terkait kasus pembunuhan atas korban FA yang dilakukan oleh anak pemilik Klinik Kesehatan Prodia setelah adanya pergantian Kasat Reskrim dari AKBP Bintoro ke AKBP Gogo Galesung pada bulan Agustus 2024 lalu.
IPW memperoleh informasi bahwa uang yang mengalir ke AKBP Bintoro dari korban pemerasan pemilik klinik kesehatan Prodia itu hanya sebesar Rp5 miliar.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul: Kasus Pembunuhan Mandek Era AKBP Bintoro, Kapolres Jaksel Kuak Alasan Berbelit Eks Kasat Reskrim.
(Tribunnews.com/Deni/Reynas)(TribunJakarta.com/Annas Furqon Hakim)
-

7 Fakta Menarik tentang AKBP Bintoro, Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel yang Ditangkap Propam
loading…
Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro (kanan) diamankan Propam Polda Metro Jaya buntut kasus dugaan pemerasan anak pengusaha hingga miliaran. Foto/Dok SINDOnews
JAKARTA – AKBP Bintoro menjadi perbincangan hangat di masyarakat karena kasus yang melibatkan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan ini. Perwira Menengah (Pamen) Polri ini terseret dalam kasus dugaan pemerasan terhadap tersangka anak bos Prodia, dengan nominal fantastis, yaitu Rp20 miliar.
Berikut 7 fakta menarik tentang AKBP Bintoro dan kasus yang melilitnya:1. Perjalanan Karier AKBP Bintoro
AKBP Bintoro adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 2004. Dalam kariernya, ia pernah menduduki berbagai jabatan strategis, sepertiKasat Reskrim Polresta Depok pada 2018, Kanit 2 Subdit 3 Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, dan Penyidik Madya 1 Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Bintoro kemudian diangkat menjadi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, menggantikan Kompol Irwandhy Idrus. Sejak Agustus 2024, AKBP Bintoro bertugas sebagai Penyidik Madya 6 Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
2. Kasus Dugaan Pemerasan Rp20 Miliar
AKBP Bintoro diduga memeras tersangka berinisial AN, yang merupakan anak dari salah satu bos Prodia. Pemerasan ini diduga terjadi saat kasus dugaan pembunuhan dengan tersangka AN dan B masih ditangani oleh Bintoro.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal mengungkapkan, penanganan kasus tersebut sempat mandek selama masa kepemimpinan Bintoro. Namun, setelah jabatan Kasat Reskrim beralih ke AKBP Gogo Galesung, kasus ini langsung dipercepat hingga dinyatakan lengkap (P21).
3. Penyebab Kasus Mandek
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal merasa aneh dengan lambatnya penanganan kasus ini. “Saya tidak mengetahui dugaan pemerasan Rp20 miliar, tetapi penanganan perkara sangat lama. Setelah berganti Kasat baru, saya perintahkan agar segera dipercepat hingga P21 dan tahap dua, langsung lancer,” ujarnya.
4. Kronologi Kasus Dugaan Pembunuhan
Kasus ini berawal dari laporan terhadap tersangka AN, yang diduga melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan pelanggaran perlindungan anak hingga menyebabkan korban meninggal dunia di sebuah hotel di Jakarta Selatan. Saat olah tempat kejadian perkara (TKP), ditemukan barang bukti berupa obat-obatan terlarang (inex) dan senjata api.
5. Pembelaan AKBP Bintoro
AKBP Bintoro menepis semua tuduhan terkait dugaan pemerasan. Ia menyebut bahwa berita tersebut adalah fitnah yang disebarkan oleh pihak tersangka AN. “Dari kemarin saya telah diperiksa oleh Propam Polda Metro Jaya selama kurang lebih 8 jam, dan handphone saya disita untuk pemeriksaan lebih lanjut,” tuturnya.
6. Tanggapan Prodia
Pihak Prodia melalui Corporate Secretary Marina Amalia menegaskan bahwa kasus ini tidak terkait dengan perusahaan. “Permasalahan ini adalah masalah pribadi, dan manajemen Prodia tidak ada kaitannya. Direksi dan komisaris Prodia terdiri dari para founder dan profesional yang berintegritas,” kata Marina.
7. Pemeriksaan oleh Propam Polda Metro Jaya
Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan AKBP Bintoro telah ditangani oleh Propam Polda Metro Jaya sejak Sabtu (25/1/2025). Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Pol Radjo Alriadi Harahap mengungkapkan bahwa Bintoro telah diamankan dan tengah menjalani pemeriksaan lebih lanjut terkait dugaan pelanggaran etik.
Kasus yang melibatkan AKBP Bintoro ini menjadi perhatian publik karena menyangkut dugaan penyimpangan etik dan integritas seorang aparat penegak hukum. Meski Bintoro membantah semua tuduhan, proses hukum terus berjalan untuk memastikan kebenaran. Bagaimana kelanjutan kasus ini? Kita tunggu hasil investigasi lebih lanjut.
(abd)
-

4 Polisi Kena Patsus Akibat Terlibat Kasus Pemerasan Bos Prodia, Ini Namanya!
Bisnis.com, JAKARTA – Polda Metro Jaya membeberkan ada 4 anggota yang terlibat kasus tindak pidana pemerasan terhadap anak bos klinik kesehatan Prodia sebesar Rp20 miliar.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi menjelaskan keempat anggotanya itu, AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung selaku mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) di Polres Jakarta Selatan.
Dua oknum anggota lainnya adalah Kanit Resmob AKP Ahmad Zakaria dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel berinisial ND.
“Ada 4 oknum yang diduga terlibat dan kini masuk dalam tahap penyelidikan,” tuturnya di Jakarta, Selasa (28/1).
Dia menjelaskan bahwa keempat anggota itu kini sudah di pindah ke penempatan khusus (patsus) hingga perkara pemerasan terhadap anak bos Prodia sebesar Rp20 miliar rampung.
“Keempat orang itu telah dipatsus,” kata Ary.
Ary berjanji bahwa pihaknya akan mengusut tuntas perkara pemerasan anak bos prodia dan menindak anggotanya yang melakukan tindak pidana itu.
“Kita berkomitmen menindak tegas segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh anggota secara prosedural, proporsional dan profesional,” ujarnya.
-

Kasus Anak Bos Prodia Mandek 5 Bulan, AKBP Bintoro Berkilah Terkendala Teknis
Jakarta, Beritasatu.com – Kasus pembunuhan remaja dengan tersangka anak bos Prodia, Arif Nugroho (AN) alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartanto, sempat mandek lima bulan di tangan AKBP Bintoro saat masih menjabat kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal mengatakan AKBP Bintoro selalu berkilah ketika ditanya apa kendala dalam menyidik kasus yang menjerat anak bos Prodia tersebut sehingga tidak selesai.
“Alasan yang bersangkutan teknis dan koordinasi seperti pemenuhan P19, saksi ahli, dan lain-lain,” kata Rahmat saat dihubungi, Selasa (28/1/2025).
Menurut Rahmat, AKBP Bintoro tak membeberkan secara detail alasan teknis tersebut. Padahal, dia selalu mendesak kasus tersebut segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan.
Penanganan kasus pembunuhan dengan tersangka anak bos Prodia di Satreskrim Polres Jaksel mandek selama lima bulan. Jabatan Bintoro sebagai kasatreskrim akhirnya dicopot dan dia dimutasi menjadi penyidik madya di Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
AKBP Gogo Galesung ditunjuk sebagai kasatreskrim baru Polres Jaksel menggantikan Bintoro. Nah, di tangan Gogo penyidikan kasus yang menjerat anak bos Prodia dilanjutkan hingga berkasnya lengkap pada 16 Desember 2024.
Belakangan muncul dugaan AKBP Bintoro meminta uang Rp 20 miliar kepada anak bos Prodia untuk menghentikan penyidikan kasus tersebut. Tersangka mengaku sudah menyerahkan sebagian yang diminta, tetapi kecewa karena kasusnya tidak sepenuhnya dihentikan.
Namun, AKBP Bintoro membantah tuduhan pemerasan tersebut.
“Pihak tersangka atas nama AN tidak terima dan memviralkan berita bohong tentang saya melakukan pemerasan terhadap yang bersangkutan. Faktanya, semua ini fitnah,” ujar Bintoro kepada wartawan di Jakarta, Minggu (26/1/2025).
AKBP Bintoro kini sudah ditahan oleh Propam Polda Metro Jaya dan menjalani penempatan khusus atau patsus, untuk memudahkan proses penyelidikan kasus dugaan pemerasan anak bos Prodia.

