Kementrian Lembaga: Polres Metro Jakarta Selatan

  • Propam Polda Metro Jaya Agendakan Sidang Etik AKBP Bintoro Pekan Depan

    Propam Polda Metro Jaya Agendakan Sidang Etik AKBP Bintoro Pekan Depan

    Jakarta

    Polda Metro Jaya segera menggelar sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) terhadap mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro dkk. Sidang etik AKBP Bintoro akan digelar pekan depan.

    “Kami rencanakan minggu depan, untuk selanjutnya bisa ke Kabid Humas,” kata Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi saat dihubungi wartawan, Sabtu (1/2/2025).

    Kombes Radjo mengatakan akan berkoordinasi dengan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi terkait apakah sidang etik bersamaan dengan 3 anggota lainnya.

    “Bisa ke Bidang Humas, kami akan koordinasikan dengan Humas (terkait apakah sidang etik bersamaan dengan 3 anggota lainnya)” tuturnya.

    Kronologi Singkat

    Sebagai informasi, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga memerkosa ABG berusia 16 tahun, yang terjadi pada 22 April 2024. Diketahui, korban berinisial FA tewas setelah dicekoki inex dan air sabu.

    Korban tewas di sebuah hotel di kawasan Senopati, Kebayoran Baru, Jaksel, pada Senin (22/4) malam setelah ‘open BO’ dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto. Saat itu kedua tersangka membawa korban FA dan ABG remaja wanita lainnya, A. Remaja A sendiri selamat dari maut.

    Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto sendiri saat itu diamankan bersama korban A di sebuah hotel di kawasan Ampera, Jakarta Selatan. Mereka pergi ke hotel tersebut setelah menitipkan korban pada seorang sopir untuk dibawa ke rumah sakit.

    Polisi menyita sejumlah barang bukti dari kedua tersangka saat itu, di antaranya tiga pucuk senjata api (senpi) dan mobil BMW berwarna emas yang sempat digunakan kedua tersangka saat menjemput korban.

    Tanggapan Pihak Prodia

    PT Prodia Widyahusada Tbk menegaskan bahwa direksi perusahaan tak terlibat dalam kasus pembunuhan yang melibatkan anak bos jaringan klinik laboratorium Prodia, Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartanto, ataupun pemerasan oleh mantan Kasatreskrim Polres Metro Jaksel, AKBP Bintoro.

    “Tidak ada kaitan Direksi dan Dewan Komisaris Prodia saat ini dengan kasus tersebut,” kata Sekretaris Perusahaan Prodia, dilansir Antara.

    Marina menegaskan Direksi dan Komisaris Prodia yang terdiri atas para pendiri dan kalangan profesional tidak ada kaitannya dengan kasus pembunuhan ataupun pemerasan.

    “Permasalahan ini merupakan masalah pribadi, maka kami tidak tahu-menahu kasus tersebut,” ucapnya.

    Dugaan Pemerasan

    Kasus ini kembali mengemuka setelah mencuat dugaan pemerasan yang dilakukan oleh mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro dkk. Terkait hal ini, AKBP Bintoro dkk masih diproses di Propam Polda Metro Jaya dan ditempatkan di tempat khusus (patsus).

    “Bidpropam Polda Metro Jaya bersama nanti dengan Paminal dan segera menyelenggarakan sidang kode etik terhadap yang bersangkutan,” kata Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (29/1).

    Radjo mengatakan AKBP Bintoro dkk diduga melakukan penyalahgunaan wewenang.Kendati begitu, dia belum mengungkap rinci penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Bintoro.

    “Peran AKBP B adalah penyalahgunaan wewenang dan saat ini sudah kami laksanakan patsus semenjak tanggal 25 hari Sabtu, tanggal 25 Januari 2025. Jadi dia melaksanakan penyalahgunaan wewenang,” jelas Radjo.

    Total empat orang telah dilakukan penempatan khusus (patsus) terkait peristiwa tersebut. Patsus atau penempatan khusus adalah prosedur yang diterapkan kepada anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin atau kode etik.

    Mereka adalah:
    – B (mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel)
    – G (mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel)
    – Z (Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel)
    – ND (Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel)

    (idh/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kapolres Jaksel Bantah Terima Uang Rp 400 Juta dari Anak Bos Prodia, Begini Penjelasan Lengkapnya

    Kapolres Jaksel Bantah Terima Uang Rp 400 Juta dari Anak Bos Prodia, Begini Penjelasan Lengkapnya

    Jakarta, Beritasatu.com – Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal membantah menerima uang menerima uang Rp 400 juta dari anak bos Prodia, seperti yang disampaikan kuasa hukum tersangka kasus pembunuhan itu.

    Ade Rahmat mengakui ada pertemuan terkait permintaan SP3 atau penghentian penyidikan kasus pembunuhan di sebuah hotel di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan tersangka anak bos Prodia berinisial AN dan BH itu. Namun, ia menolaknya.

    “(Terima uang Rp 400 juta) Tidak benar, tidak benar. Bertemu saya langsung ada, ketika dia memohon untuk di-SP3 kasusnya. Kasusnya kan P21,” kata Ade Rahmat kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (1/2/2025).

    Ade Rahmat menjelaskan, dirinya tak bisa membantu soal kasus yang melibatkan nyawa seseorang. Ade mengeklaim menolak uang Rp 400 juta yang ditawarkan pihak anak bos Prodia.

    “Dia menawarkan untuk di-SP3, ‘ada duit nih masih ada duit Rp 400, Rp 500 (juta)’, tetapi saya tolak. Makanya karena ada penolakan itu, kasus dilanjutkan, makanya yang bersangkutan itu jadi marah-marah. Yang melanjutkan kasus itu ya saya justru,” kata Ade Rahmat dikutip dari Antara.

    Perwira menengah itu menyebutkan pertemuannya dengan pihak AN dan BH dilakukan setelah Polres Metro Jakarta Selatan menggelar konferensi pers kasus pembunuhan dengan tersangka AN dan BH.

    “(Pertemuan) Setelah kasusnya dirilis. Ya kan sudah ditangguhkan waktu itu. Maka dia minta di-SP3 karena kasusnya kan sudah lanjut, P21. Saya bilang, tidak bisa. Sampai kapan pun kasus pasti akan saya lanjutkan,” ungkap Ade.

    Ade Rahmat juga mengaku dirinya sudah memberikan keterangan kepada Propam Polda Metro Jaya soal kasus dugaan pemerasan anak bos Prodia.

    Sebelumnya, kuasa hukum anak bos Prodia Romi Sihombing buka suara soal dugaan pemerasan yang dilakukan oleh dua mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung.

    Romi mengeklaim Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Polisi Ade Rahmat Idnal diduga juga ikut menerima uang untuk membebaskan anak bos Prodia dari kasus pembunuhan.

    Romi mulanya menjelaskan dirinya ingin melakukan upaya keadilan. Lalu, Romi menyebutkan akan membongkar soal dugaan pemerasan yang diduga dilakukan dua mantan kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

    Romi mengeklaim ada sebuah pertemuan dengan kapolres Metro Jaksel dan dilihat beberapa saksi. “Di dalam pertemuan itu ada pengakuan bahwa pimpinan ini sudah menerima sejumlah uang,” kata Romi.

  • Kapolres Jaksel Akui Ditawari Uang Rp 400 Juta Kasus AKBP Bintoro, Kuasa Hukum Pelaku Minta Agar SP3 – Halaman all

    Kapolres Jaksel Akui Ditawari Uang Rp 400 Juta Kasus AKBP Bintoro, Kuasa Hukum Pelaku Minta Agar SP3 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Watch Relation of Corruption (WRC) menyebut aliran suap eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro turut mengalir ke Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal.

    Tudingan itu muncul dari kuasa hukum Arif Nugroho alias Bastian tersangka kasus pembunuhan yang diduga diperas AKB Bintoro. 

    Menyikapi tudingan tersebut, Kombes Ade Rahmat Idnal membantahnya.

    Walau demikian, Ade mengakui ditemui kuasa hukum pelaku agar kasus dihentikan atau diberi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

    “Enggak benar, enggak benar. Bertemu saya langsung ada, ketika dia memohon untuk di-SP3 kasusnya, kasusnya kan P21 (berkas lengkap, red),” ucap Ade, saat dikonfirmasi, Sabtu (1/2/2025). 

    Ade mengaku saat itu dirinya mengatakan kepada kuasa hukum pelaku bahwa ia tidak bisa membantu.

    Ade menolak berkali-kali tawaran itu.

    “Saya enggak bisa bantu apa-apa, berapa pun uangmu saya tidak bisa bantu,” tambah Ade.

    Ade menyebut bahwa uang yang ditawarkan pihak tersangka adalah Rp 400-500 juta.

    “Karena ada penolakan itu, kasus dilanjutkan, makanya yang bersangkutan itu jadi marah-marah, yang melanjutkan kasus itu, ya, saya justru,” ujar Ade.

    Ade juga mengakui ada pertemuan antara dirinya dengan pihak pelaku.

    Di sana, ia tetap bersikeras melanjutkan proses penyelidikan kasus pembunuhan itu. 

    “Kata saya, tidak benar, tidak bisa. Orang kamu menghilangkan nyawa orang kok, mau dibayar pakai uang, ya, tidak bisa. Pertanggungjawabkanlah secara hukum. Nanti pun di akhirat dipertanggungjawabkan juga,” Ade. 

    Pernyataan WRC

    Ketua Divisi Hukum Watch Relation of Corruption (WRC), Romi Sihombing menyebutkan Kombes Ade Rahmat Idnal turut terlibat.

    Selain Ade, aliran dana suap dari dua tersangka pembunuhan dan pelecehan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo, mengalir kepada Kanit di Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z, Kanit berinisial M, dan eks Kasat Reskrim berinisial G dan B.

    “Ya tadi seperti kami tegaskan, bahwa itu (dana) mengalir kepada oknum-oknum aparat penegak hukum (APH) di Polres Jakarta Selatan. Itu mengalir kepada Kanit Z, Kanit M, kemudian Kasat G, Kasat B, dan pimpinan (Ade),” kata Romi, saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2025) malam.

    Dugaan tersebut muncul dari pengakuan saksi-saksi yang didapat oleh WRC.

    Selain itu, Romi mengaku bahwa pihaknya telah mengantongi bukti aliran dana tersebut.

    AKBP Bintoro disebut hanya terima Rp 140 juta

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendapatkan informasi bahwa nominal uang yang diterima AKBP Bintoro tidak sampai miliaran rupiah.

    Menurut keterangan yang diperoleh, AKBP Bintoro hanya mendapat Rp 140 juta bukan Rp 20 miliar seperti yang disampaikan di awal kasus ini mencuat.

    “Uang itu untuk penangguhan penahanan tersangka Arif Nugroho (AN),” kata Sugeng kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).

    “Kenyataannya bukan Rp 20 miliar, bukan Rp 17 miliar, bukan Rp 5 miliar, hanya Rp 140 juta untuk penangguhan penahanan. Jadi dugaan saya nama polisi ini dicatut oleh advokat Evelin yang kemudian uangnya itu sebetulnya diambil oleh advokat Evelin,” lanjutnya.

    Sugeng menduga nama AKBP Bintoro dicatut oleh Evelin Dohar Hutagalung (EDH).

    Hal itu dikatakan Sugeng, agar Evelin bisa menarik dana dari kliennya dengan menjual nama polisi bahwa polisinya akan bertindak dengan sejumlah uang.

    “Nah itu adalah analisis saya membandingkan antara uang yang dikeluarkan Arif Nugroho sampe Rp 17 miliar sementara Bintoro cuman mendapat Rp 140 juta, ya enggak sebanding lah. Jadi seperti itu itu namanya dicatut,” ujarnya.

    AKBP Bintoro Akan ditindak

    Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim memastikan AKBP Bintoro akan ditindak secara tegas.

    Menurutnya, Mabes Polri memberikan asistensi proses pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.

    “Kemarin kan sudah dirilis Polda Metro, penanganan yang dirilis Polda Metro saya rasa sudah jelas lah kita tindak tegas semua siapa yang melanggar,” katanya ditemui usai Rapim TNI-Polri di The Dharmawangsa Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025).

    Diketahui AKBP Bintoro bersama tiga anggota polisi lainnya segera menjalani sidang etik kasus dugaan pemerasan.

    Hal itu ditegaskan Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2025).

    “Tidak terlampau lama lagi (sidang etik, red),” jelasnya.

    AKBP Bintoro, sebelumnya angkat bicara setelah dituduh memeras bos Klinik Kesehatan Prodia, yang anaknya terlibat dalam dugaan pembunuhan dan pemerkosaan. 

    Dalam keterangan resminya pada Minggu (26/1/2025), Bintoro meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan di media sosial terkait isu tersebut.

    “Peristiwa ini berawal dari dilaporkannya saudara AN alias Bastian yang telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan tindak pidana perlindungan anak,” jelas Bintoro.

    Tindak pidana tersebut menyebabkan seorang perempuan berinisial AP (16) meninggal di salah satu hotel di Jakarta Selatan.

    Saat olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menemukan obat-obatan terlarang dan senjata api.

    “Singkat cerita, kami dalam hal ini Satreskrim Polres Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasat Reskrim, melakukan penyelidikan dan penyidikan,” tegasnya.

    Bintoro menambahkan bahwa proses perkara telah P21 dan telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan dua tersangka, yaitu AN dan B, untuk disidangkan. Bintoro menegaskan bahwa kepolisian tidak menghentikan perkara tersebut.

    Namun, ia mengklaim bahwa pihak tersangka AN tidak terima dan memviralkan berita bohong mengenai dirinya terkait kasus pemerasan. 

    (Kompas.com/Tribunnews)

  • Eks Pengacara Diduga Tipu Anak Bos Prodia, Kuasa Hukum: Lamborghini dan BMW Hilang

    Eks Pengacara Diduga Tipu Anak Bos Prodia, Kuasa Hukum: Lamborghini dan BMW Hilang

    Jakarta, Beritasatu.com – Eks pengacara anak bos Prodia, Arif Nugroho, yakni Evelin Dohar Hutagalung (EDH), diduga terlibat dalam penggelapan dan penipuan terkait penanganan kasus di Polres Metro Jakarta Selatan.

    Kuasa hukum bos Prodia Romy Sihombing mengungkapkan, anak bos Prodia Arif Nugroho menjadi korban pemerasan yang diduga dilakukan oleh mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro.

    Dalam kasus ini, Romy menjelaskan kliennya mengalami kerugian material, termasuk hilangnya mobil Lamborghini dan BMW. Ia juga mengungkapkan kliennya telah memberikan uang senilai Rp 17 miliar kepada AKBP Bintoro.

    “Kami menyebutkan barang-barang yang hilang dari klien kami, di antaranya satu unit Lamborghini, satu unit Harley Davidson, dan dua motor BMW. Selain itu, uang tunai juga diserahkan kepada oknum-oknum tersebut,” ujar Romy saat konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (31/01/2025).

    Romy juga menambahkan, pihaknya kemungkinan akan mengubah gugatan terkait kerugian material yang dialami kliennya. 

    “Ada kemungkinan kami akan merevisi gugatan ini terkait kerugian materiel. Sebelum pemeriksaan perdana, kami akan melakukan revisi,” katanya yang menjelaskan eks Pengacara Diduga Tipu Anak Bos Prodia.

    Dikutip dari Nusakata, jaringan media B-Network Beritasatu.com, Sabtu (25/1/2025), pemerasan ini bermula dari kasus pembunuhan yang melibatkan dua remaja berinisial N (16) dan X (17), yang ditangani oleh Polres Jakarta Selatan. Kedua korban diduga tewas setelah disetubuhi dan dicekoki narkoba.

    Laporan terkait kasus ini tercatat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel pada April 2024.

    Bos Prodia yang anaknya terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut, diminta uang sebesar Rp 20 miliar oleh perwira polisi berpangkat AKBP yang memimpin penanganan kasus itu. Permintaan uang tersebut disertai janji untuk menghentikan penyidikan sehingga anaknya bisa bebas.

    Polisi diduga juga mengintimidasi keluarga korban agar mencabut laporan, yakni dengan iming-iming uang kompensasi sebesar Rp 50 juta yang diserahkan melalui seseorang bernama inisial J dan Rp 300 juta melalui R pada Mei 2024.

  • Kapolres Jaksel Bantah Ikut Terima Suap dalam Kasus Bintoro
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Februari 2025

    Kapolres Jaksel Bantah Ikut Terima Suap dalam Kasus Bintoro Megapolitan 1 Februari 2025

    Kapolres Jaksel Bantah Ikut Terima Suap dalam Kasus Bintoro
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes
    Ade Rahmat Idnal
    membantah tudingan bahwa dirinya ikut menerima dana sebesar Rp 400 juta dalam dugaan kasus penyuapan eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro.
    Tudingan itu muncul dari kuasa hukum Bastian, yang merupakan tersangka
    kasus pembunuhan
    yang diduga diperas oleh Bintoro.
    “Enggak benar, enggak benar. Bertemu saya langsung ada, ketika dia memohon untuk di SP3 kasusnya, kasusnya kan P21,” ucap Ade, saat dikonfirmasi, Sabtu (1/2/2025).
    Ade mengaku saat itu dirinya mengatakan kepada kuasa hukum pelaku bahwa ia tidak bisa membantu.
    Ade menolak berkali-kali tawaran itu, mau berapa pun uang yang ditawarkan.
    “Saya enggak bisa bantu apa-apa, berapa pun uangmu saya tidak bisa bantu,” tambah Ade.
    Ade menyebut bahwa uang yang ditawarkan pihak tersangka adalah Rp 400-500 juta, namun ia tetap menolaknya.
    “Karena ada penolakan itu, kasus dilanjutkan, makanya yang bersangkutan itu jadi marah-marah, yang melanjutkan kasus itu, ya, saya justru,” ujar Ade.
    Ade juga mengakui bahwa ada pertemuan antara dirinya dengan pihak pelaku.
    Di sana, ia tetap bersikeras untuk melanjutkan proses penyelidikan kasus pembunuhan itu.
    “Kata saya, tidak benar, tidak bisa. Orang kamu menghilangkan nyawa orang kok, mau dibayar pakai uang, ya, tidak bisa. Pertanggungjawabkanlah secara hukum. Nanti pun di akhirat dipertanggungjawabkan juga,” pungkas Ade.
    Diberitakan sebelumnya, Ketua Divisi Hukum Watch Relation of Corruption (WRC), Romi Sihombing menyebutkan, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal turut terlibat dalam kasus suap eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro.
    Selain Ade, aliran dana suap dari dua tersangka pembunuhan dan pelecehan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo, mengalir kepada Kanit di Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z, Kanit berinisial M, dan eks Kasat Reskrim berinisial G dan B.
     
    “Ya tadi seperti kami tegaskan, bahwa itu (dana) mengalir kepada oknum-oknum aparat penegak hukum (APH) di Polres Jakarta Selatan. Itu mengalir kepada Kanit Z, Kanit M, kemudian Kasat G, Kasat B, dan pimpinan (Ade),” kata Romi, saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2025) malam.
    Dugaan tersebut muncul dari pengakuan saksi-saksi yang didapat oleh WRC.
    Selain itu, Romi mengaku bahwa pihaknya telah mengantongi bukti aliran dana tersebut.
    Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, sebelumnya angkat bicara setelah dituduh memeras bos Klinik Kesehatan Prodia, yang anaknya terlibat dalam dugaan pembunuhan dan pemerkosaan.
    Dalam keterangan resminya pada Minggu (26/1/2025), Bintoro meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan di media sosial terkait isu tersebut.
    “Peristiwa ini berawal dari dilaporkannya saudara AN alias Bastian yang telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan tindak pidana perlindungan anak,” jelas Bintoro.
    Tindak pidana tersebut menyebabkan seorang perempuan berinisial AP (16) meninggal di salah satu hotel di Jakarta Selatan.
    Saat olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menemukan obat-obatan terlarang dan senjata api.
    “Singkat cerita, kami dalam hal ini Satreskrim Polres Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasat Reskrim, melakukan penyelidikan dan penyidikan,” tegasnya.
    Bintoro menambahkan bahwa proses perkara telah P-21 dan telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan dua tersangka, yaitu AN dan B, untuk disidangkan.
    Bintoro menegaskan bahwa kepolisian tidak menghentikan perkara tersebut.
    Namun, ia mengeklaim bahwa pihak tersangka AN tidak terima dan memviralkan berita bohong mengenai dirinya terkait kasus pemerasan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kapolres Jaksel Disebut Terima Suap Terkait Kasus AKBP Bintoro
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Februari 2025

    Kapolres Jaksel Disebut Terima Suap Terkait Kasus AKBP Bintoro Megapolitan 1 Februari 2025

    Kapolres Jaksel Disebut Terima Suap Terkait Kasus AKBP Bintoro
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Divisi Hukum Watch Relation of Corruption (WRC) Romi Sihombing menyebutkan, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal turut terlibat dalam kasus suap eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan
    AKBP Bintoro
    .
    Selain Ade, aliran dana suap dari dua tersangka pembunuhan dan pelecehan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo, mengalir kepada Kanit di Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z, Kanit berinisial M, dan eks Kasat Reskrim berinisial G dan B.
    “Ya tadi seperti kami tegaskan, bahwa itu (dana) mengalir kepada oknum-oknum aparat penegak hukum (APH) di Polres Jakarta Selatan. Itu mengalir kepada Kanit Z, Kanit M, kemudian Kasat G, Kasat B, dan pimpinan (Ade),” kata Romi saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2025) malam.
    Dugaan tersebut muncul dari pengakuan saksi-saksi yang didapat oleh WRC.
    Selain itu, Romi mengaku bahwa pihaknya telah mengantongi bukti aliran dana tersebut.
    “Menurut pengakuan dan bukti yang kami miliki, ada saksi-saksinya yang melihat ada pertemuan. Di dalam pertemuan itu, ada pengakuan bahwa pimpinan ini (Ade) sudah menerima sejumlah uang,” jelas Romi.
    Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal membantah tudingan bahwa dirinya ikut terima dana sebesar Rp 400 juta dalam dugaan kasus penyuapan Bintoro.
    Tudingan itu muncul dari Kuasa Hukum Bastian yang merupakan tersangka kasus pembunuhan yang diduga diperas Bintoro.
    “Enggak benar, enggak benar. Bertemu saya langsung ada, ketika dia memohon untuk di SP3 kasusnya, kasusnya kan P21,” ucap Ade saat dikonfirmasi, Sabtu (1/2/2025).
    Namun, saat itu, Ade mengatakan kepada kuasa hukum pelaku bahwa kasus tersebut tidak bisa dibantu karena sudah menghilangkan nyawa manusia.
    Ade mengaku menolak berkali-kali tawaran itu mau berapa pun uang yang ditawarkan.
    “Saya enggak bisa bantu apa-apa, berapa pun uangmu saya tidak bisa bantu,” tambah Ade.
    Bahkan, Ade berterus terang bahwa uang yang ditawarkan pihak tersangka berjumlah Rp 400 juta-Rp 500 juta, tetapi ia tetap menolaknya.
    “Karena ada penolakan itu, kasus dilanjutkan, makanya yang bersangkutan itu jadi marah-marah yang ngelanjutin kasus itu, ya, saya justru,” tegas Ade.
    Ade juga mengakui bahwa ada pertemuan antara dirinya dan pelaku.
    Di sana ia tetap bersikeras untuk melanjutkan penyelidikan kasus pembunuhan itu.
    “Kata saya tidak benar, tidak bisa. Orang kamu menghilangkan nyawa orang kok mau dibayar pakai uang, ya tidak bisa. Pertanggungjawabkanlah secara hukum. Nanti pun di akhirat dipertanggungjawabkan juga,” pungkas Ade.
    Sebagai informasi, Arif Nugroho diduga menjadi korban pemerasan senilai Rp 5 miliar oleh eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta AKBP Bintoro.
    Isu ini muncul setelah organisasi Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis mengenai dugaan pemerasan senilai Rp 5 miliar yang dilakukan oleh Bintoro.
    Uang tersebut diduga diperoleh Bintoro untuk menghentikan kasus pembunuhan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    Laporan kepolisian terkait kasus ini tercatat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel.
    Ketua IPW Sugeng Santoso mengatakan, selain uang, beberapa barang milik AN juga disebut diambil oleh Bintoro.
    “Dari kasus ini, AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jaksel meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp 5 miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley-Davidson dengan janji untuk menghentikan penyidikan,” jelasnya.
    Meskipun demikian, kasus tetap berlanjut. Tersangka yang telah memberikan sejumlah uang kepada Bintoro kemudian menggugat eks Kasat Reskrim itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
    Sementara itu, Bintoro membantah tudingan pemerasan yang dituduhkan terhadap dirinya.
    Dia mengatakan, tuduhan itu mengada-ada. Namun, Bintoro terbuka jika polisi hendak melakukan pemeriksaan terhadap dirinya.
    “Tuduhan saya menerima uang Rp 20 miliar sangat mengada-ngada. Saya membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan HP saya,” kata Bintoro dalam video yang diterima
    Kompas.com
    , Minggu (26/1/2025).
    Tidak hanya itu, Bintoro juga mengaku siap jika dilakukan pemeriksaan terhadap rekening istri dan anak-anaknya.
    Meski begitu, Bintoro bersama tiga anggota Polri yang lain telah menjalani penempatan khusus (patsus) sejak 25 Januari 2025.
    Selain Bintoro, mereka yang diduga terlibat kasus pemerasan adalah eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z, dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial ND.
    Bidang Propam Polda Metro Jaya segera menggelar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap keempat terduga pelaku tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fakta Baru Kasus AKBP Bintoro, Pimpinan Polres Jaksel Disebut-sebut juga Terima Suap Rp 400 Juta – Halaman all

    Fakta Baru Kasus AKBP Bintoro, Pimpinan Polres Jaksel Disebut-sebut juga Terima Suap Rp 400 Juta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fakta baru terungkap dalam kasus dugaan pemerasan yang dilakukan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro.

    Pimpinan Polres Metro Jakarta Selatan disebut-sebut juga menerima uang dugaan suap dalam perkara ini.

    “Kalau dari hasil investigasi kami kepada Kanit Z, jelas keluar statement dari Kanit Z tersebut, bahwa semua itu tersalurkan kepada pimpinan,” kata kuasa hukum tersangka AN, Romi Sihombing dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

    “Ya, tersalurkan kepada pimpinan. Perlu menjadi catatan ini. Pimpinan Polres ini mulai dari tingkat Kasat sampai dengan kepada Kapolres,” sambungnya.

    Hal ini diketahui setelah kliennya bertemu langsung dengan pimpinan Polres Metro Jakarta Selatan dengan tujuan menanyakan nominal kerugian yang sudah dikeluarkan oleh tersangka AN.

    Dia mengklaim pihaknya mempunyai bukti-bukti dan keterangan saksi yang kuat atas tudingan tersebut saat kliennya bertemu dengan pimpinan Polres Metro Jakarta Selatan.

    “(Dalam pertemuan, pimpinan Polres Jaksel) mengakui, menurut keterangan dari klien kami dan pernyataan dari klien kami bersama saksi-saksi yang mendengarkan bahwa ada pengakuan menerima sejumlah uang. Kalau hasil pengakuan dari klien kami sekitar Rp 400 juta,” ucapnya.

    Meski begitu, Romi tak menjelaskan secara detil terkait siapa sosok pimpinan Polres Metro Jakarta Selatan yang diduga juga menerima uang dari tersangka AN.

    Dia hanya memastikan uang Rp 400 juta tersebut bukan yang mengalir ke AKBP Bintoro melainkan atasannya.

    “Ya, nanti kita buktikan di pengadilan,” tuturnya.

    Menurutnya, kasus yang diduga awalnya ingin ‘disimpan’ akhirnya muncul ke publik karena pembagian atas kerugian yang dialami tersangka AN senilai Rp 17 miliar lebih tidak rata.

    “Untuk sementara ini, dalam rangkaian, kita melihat bahwa tidak ada ke unit-unit lain. Orang-orang atau oknum-oknum itu saja. Ya, di Kanit Z, Kanit M, di Kasat G, Kasat B, dan ya, terakhir kita dapatkan bukti bahwa ya, pimpinan juga menerima,” ungkapnya.

    “Cuma setelah mendengar bahwa klien kami ini sudah mengeluarkan dana sebesar 17 miliar, sementara pimpinan ini cuma dapat 400 juta, menimbulkan suatu kecemburuan yang akhirnya peristiwa ini didorong untuk maju P21,” sambungnya.

    Sampai berita ini ditayangkan, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal belum memberikan keterangan soal dugaan adanya aliran dana ke pimpinan AKBP Bintoro tersebut.

    AKBP Bintor dan 3 Anggota Lainnya Dipatsus

    Untuk informasi, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan AKBP Bintoro dan tiga anggota lainnya dijebloskan ke penempatan khusus (patsus).

    Hal itu buntut dari kasus dugaan pemerasan miliaran rupiah atas penanganan kasus pembunuhan ABG di Hotel Senopati pada April 2024.

    “Total 4 orang telah dilakukan penempatan khusus (patsus) terkait peristiwa tersebut dalam tahap penyelidikan Bid Propam Polda Metro Jaya,” kata Ade.

    Pendalaman dugaan pemerasan itu masih berlangsung. 

    Polda Metro Jaya akan menindak tegas segala bentuk pelanggaran secara prosedural.

    “Terkait pendalaman peristiwa tersebut, masih terus berjalan dan akan kami usut tuntas,” ucap Ade.

    Adapun selain AKBP Bintoro, ada tiga anggota lainnya yakni G (mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel), Z (Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel), dan ND (Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel) yang diduga terlibat.

    Aliran Dana Melalui Kuasa Hukum

    Sebelumnya, Indonesia Police Watch (IPW) menduga aliran dana pemerasan yang dilakukan eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro melalui oknum kuasa hukum.

    Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso IPW mendesak terhadap oknum advokat tersebut juga dilakukan proses hukum pidana suap.

    “Tersangka yang sudah menyerahkan sejumlah uang yang terkonfirmasi oleh IPW sebesar Rp 5 Miliar,” kata Sugeng kepada wartawan, Senin (27/1/2025).

    Menurutnya, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh AKBP Bintoro tersebut harus dituntaskan sebagai cermin bagi 450 ribuan anggota Polri. 

    IPW juga menilai proses pidana pemerasan dalam jabatan yang termasuk dalam korupsi. 

    “Sebab dalam aliran dana tersebut dilewatkan melalui advokat yang diduga kuasa hukum tersangka,” tambahnya.

    Sugeng berujar Kapolres Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal telah melakukan proses hukum secara tegas kasus pembunuhan atas korban FA yang dilakukan oleh anak pemilik Klinik Kesehatan Prodia setelah adanya pergantian Kasatreskrim dari AKBP Bintoro ke AKBP Gogo Galesung pada bulan Agustus 2024 lalu. 

    IPW mendapatkan informasi bahwa uang yang mengalir ke AKBP Bintoro dari korban pemerasan pemilik klinik kesehatan Prodia itu hanya sebesar Rp 5 Miliar. 

  • Polisi Cari Pengendara Motor yang Terserempet Larasati Nugroho Saat Kecelakaan di Pesanggrahan

    Polisi Cari Pengendara Motor yang Terserempet Larasati Nugroho Saat Kecelakaan di Pesanggrahan

    Jakarta, Beritasatu.com – Polres Jakarta Selatan masih mencari keberadaan pengendara sepeda motor yang diduga terserempet artis FTV Larasati Nugroho (LN) sebelum mengalami kecelakaan tunggal di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

    “Sejauh ini penyidik masih mencari motor dan pengemudinya yang diduga terserempet saudari LN sebelum mengalami kecelakaan,” kata Humas Polres Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi saat ditemui di Polres Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis (30/1/2025).

    AKP Nurma Dewi menyebut, pihak kepolisian masih memeriksa kamera pengawas atau CCTV yang berada di lokasi tempat kejadian perkara (TKP) saat Larasati Nugroho mengalami kecelakaan.

    “Kita masih periksa CCTV di kawasan tersebut, untuk menemukan pengendara motornya untuk nantinya kita mintai keterangan,” ungkapnya.

    AKP Nurma Dewi memastikan, saat mengalami kecelakaan, Larasati dalam kondisi sadar dan tidak terpengaruh alkohol dan barang terlarang.

    “Berdasarkan tes urine, hasilnya didapatkan negatif atau tidak menggunakan apa pun (narkoba dan alkohol). Saudari LN diduga kurang konsentrasi dan mengantuk,” terangnya.

    Untuk sementara, polisi telah mengamankan kendaraan yang digunakan Larasati saat kecelakaan yang terjadi pada Kamis (30/1/2025) pukul 02.45 WIB dini hari.

    “Sejauh ini yang diamankan ada kendaraan yang terlibat kecelakaan, dan kini sudah berada di Polres Metro Jakarta Selatan, satu lembar STNK dan SIM Pengemudi,” lanjutnya.

    “Kami telah melakukan pengecekan lokasi kecelakaan dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) awal. Nantinya kami akan periksa yang bersangkutan lagi,” tutup AKP Nurma Dewi yang menjelaskan pihaknya masih mencari keberadaan pengendara motor saat kecelakaan Larasati Nugroho di Pesanggrahan.

  • Kompolnas Monitoring Sidang Etik AKBP Bintoro hingga Gogo Galesung

    Kompolnas Monitoring Sidang Etik AKBP Bintoro hingga Gogo Galesung

    loading…

    Anggota Kompolnas Muhammad Choirul Anam bakal memonitoring sidang etik mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro (kanan), AKBP Gogo Galesung, dan 2 anggota Polres Metro Jakarta Selatan. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Anggota Kompolnas Muhammad Choirul Anam bakal memonitoring sidang etik yang dijalani mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro , AKBP Gogo Galesung, dan 2 anggota Polres Metro Jakarta Selatan. Keempatnya terseret kasus dugaan pemerasan anak bos Prodia yang menjadi tersangka pembunuhan di hotel Senopati, Kebayoran Baru.

    “Kami monitoring kasus tersebut, bagaimana proses pemeriksaan, yang di sana ada patsus, ada juga pengamanan barang bukti, kami monitoring proses itu. Kan tak lama juga ada sidang etik, kami juga akan melakukan proses monitoring sidang etik,” ujar Choirul, Jumat (31/1/2025).

    Kompolnas mengapresiasi langkah yang diambil Propam Polda Metro Jaya lantaran merespons kasus tersebut dengan cepat dan penguraian langkahnya disampaikan ke publik dengan cukup detail. Terlebih, kasus itu juga digugat melalui perdata di pengadilan berkaitan perbuatan melawan hukum.

    “Nah itu juga diurai sedemikian rupa sehingga memudahkan pemeriksaan lebih mendalam. Jadi kita masih monitoring bagaimana proses pemeriksaan etiknya,” tuturnya.

    Dalam kasus tersebut, siapa pun yang masuk dalam konstruksi peristiwanya haruslah diperiksa pula, tak terkecuali Kapolres Metro Jakarta Selatan. Terlebih, Kapolres menjadi orang yang mendorong percepatan penyelesaian dugaan kasus pembunuhan remaja perempuan berinisial FA.

    “Sebenarnya siapa pun dalam proses kasus ini, siapa pun yang masuk cerita ataupun konstruksi peristiwanya ya harus diperiksa. Entah sebagai saksi, entah sebagai terduga pelanggar, asalkan dia masuk dalam cerita harus diperiksa,” ujarnya.

    Menurut dia, prinsipnya pidana itu harus cepat. Namun, perlu diklarifikasi lebih jauh mengenai peran Kapolres Metro Jakarta Selatan. “Kalau signifikan kita apresiasi karena memang prinsip utama di pidana ya harus segera, cepat,” kata Choirul.

    (jon)

  • Artis FTV Larasati Nugroho Kecelakaan, Mobil Tabrak Pohon hingga Terbalik

    Artis FTV Larasati Nugroho Kecelakaan, Mobil Tabrak Pohon hingga Terbalik

    Larasati Nugroho dikabarkan kecelakaan dengan insiden yang berawal ketika ia mengendarai mobil Hyundai Creta berwarna putih dengan nomor polisi B-1207-ZKW di Jalan Ulujami Raya sekitar pukul 02.45 WIB.

    Menurut keterangan polisi, Larasati diduga dalam keadaan mengantuk sehingga kehilangan konsentrasi. Kemudian kondisi mengantuk memicu pengemudi tidak bisa bereaksi cepat terhadap lingkungan sekitar yang akhirnya memicu serangkaian tabrakan hingga terguling.

    “Untuk penyebabnya, setelah kita minta keterangan dari pengemudi, dia tidak konsentrasi dan sedikit mengantuk,” ucap Kompol Nurma Dewi dari Polres Metro Jakarta Selatan mengutip dari Antara.

    Adapun polisi telah melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan memeriksa kondisi Larasati. Berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan penyebab kecelakaan adalah kelalaian pengemudi yaitu karena kurang konsentrasi dan mengantuk.

    Awalnya sempat ada informasi terkait ban yang pecah tetapi polisi menegaskan faktor utama kecelakaan adalah human error dan sebelum mobil terbalik pengemudi pertama kali menyerempet sebuah sepeda motor namun untungnya tidak mengalami luka serius.

    Kemudian menabrak sebuah gerobak kosong di pinggir jalan dan kemudian oleng menghantam pohon hingga akhirnya terbalik. Sementara itu, melalui hasil tes urine yang dilakukan menunjukan hasil negatif narkoba dan alkohol.