Kementrian Lembaga: Polres Metro Jakarta Selatan

  • Akhir Jalan Polisi Penerima Suap…
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 Februari 2025

    Akhir Jalan Polisi Penerima Suap… Megapolitan 8 Februari 2025

    Akhir Jalan Polisi Penerima Suap…
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Di balik seragam kebanggaan yang semestinya menjadi simbol keadilan, justru tersembunyi praktik yang mencoreng institusi.
    Karier yang dibangun bertahun-tahun akhirnya runtuh dalam hitungan hari. Jumat (7/2/2025) menjadi titik akhir bagi AKBP Bintoro dan eks dua anak buahnya di kepolisian.
    Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi terberat, pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
    Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan itu terbukti menerima suap untuk menghentikan kasus pembunuhan dan pemerkosaan yang menyeret tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    “AKBP B, PTDH,” tegas Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam di Gedung Promoter Polda Metro Jaya.
    Nasib serupa juga dialami AKP Ahmad Zakaria dan
    AKP Mariana
    yang ikut terseret dalam kasus yang sama.
    Keduanya merupakan eks Kanit Resmob dan Kanit PPA Polres Metro Jakarta Selatan.
    Sedangkan Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung dan eks Kasubdit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda ND disanksi demosi 8 tahun.
    Praktik kotor ini mulai terkuak saat sidang KKEP membongkar aliran dana yang diterima AKBP Bintoro.
    Jumlahnya mencapai lebih dari Rp 100 juta, jauh lebih kecil dari spekulasi awal yang menyebut angka miliaran rupiah.
    “Kurang lebih, ya tidak jauh dari angka yang beredar terakhir di publik. Bukan yang awal, Rp 20 miliar, Rp 5 miliar, Rp 17 miliar, dan macam-macam. Kurang lebih Rp 100 juta lebih,” ungkap Choirul Anam.
    Namun, mengenai untuk apa uang itu digunakan, Choirul tidak menjelaskan secara rinci.
    Tetapi yang pasti, menerima suap dalam kasus apapun, terlebih pembunuhan dan pemerkosaan, adalah perbuatan yang tidak bisa ditoleransi.
    “Mau itu digunakan untuk pribadi, atau untuk yang lain, dalam konteks sidang etik, itu menerima uang, ya itu salah,” tegasnya.
    Kasus ini pertama kali mencuat ke publik setelah Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis terkait dugaan penyuapan dalam penanganan kasus Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    Dalam gugatan perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025, disebutkan bahwa keluarga Arif Nugroho memberikan sejumlah uang kepada AKBP Bintoro dengan imbalan penghentian kasus.
    Perkara tersebut terbagi dalam dua berkas, yakni pembunuhan dan pemerkosaan.
    Kasus ini pun akhirnya diusut oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya.
    Sejak 25 Januari 2025, empat polisi telah menjalani penempatan khusus (patsus) atau ditahan di Bidang Propam.
    Namun, hanya AKP Mariana tidak termasuk dalam daftar yang ditahan.
    Sidang kode etik memang telah usai, tetapi bukan berarti ini akhir dari segalanya.
    Dengan terungkapnya suap dalam kasus ini, kemungkinan adanya proses hukum pidana masih terbuka lebar.
    “Lalu, terkait dengan perkembangan kasus ini, ya soal pidananya, kan ada LP (laporan polisi) pidana yang juga masuk ke polisi, itu sedang berproses,” kata Anam.
    Kasus ini menjadi pelajaran pahit bahwa hukum tak pandang bulu. Seragam polisi bukan tameng untuk kebal dari konsekuensi.
    Mereka yang seharusnya menegakkan keadilan, kini justru merasakan bagaimana hukuman ditegakkan atas perbuatannya sendiri.
    (Reporter: Baharudin Al Farisi | Editor: Fitria Chusna Farisa, Abdul Haris Maulana)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • AKBP Bintoro Dipecat, Sidang KKEP Hadirkan Pembawa dan Pemberi Uang

    AKBP Bintoro Dipecat, Sidang KKEP Hadirkan Pembawa dan Pemberi Uang

    JAKARTA – Komisioner Kompolnas, Choirul Anam, menyebut sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) mengurai dugaan pemerasan atau penerimaan suap yang melibatkan AKBP Bintoro dan empat polisi lainnya.

    Pembawa dan pemberi uang dihadirkan pada peradilan internal kepolisian tersebut.

    “Kerja-kerja pemeriksan sampai juga bisa menghadirkan orang yang bawa duit dan ngasih duit,” ujar Anam kepada wartawan, Jumat, 7 Februari.

    Tapi tak disampaikan secara gamblang mengenai identitas pembawa dan pemberi uang tersebut. Hanya dikatakan mendatangkan pihak tersebut bukanlah perkara mudah sehingga patut diapresiasi.

    “Menurut kami itu suatu prestasi karena memang tidak mudah untuk membawa orang bukan anggota, ada juga yang ngga mau datang tapi ngasih keterangan tertulis,” sebutnya.

    Dengan kehadiran mereka sebagai saksi, uraian dugaan pemerasan ataupun penerimaan suap sudah sangat jelas. Karenanya, Kompolnas mendorong proses pidana segara dilaksanakan.

    “Terkait pengembangan kasus ini soal pidananya ada LP pidana yang juga masuk ke polisi itu sedang berproses dan kami berharap bisa cepat,” kata Anam.

    Adapun, AKBP Bintoro dan tiga polisi lainnya rampung menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terkait dugaan pemerasan atau penerimaan suap dari anak bos Prodia.

    Hasilnya, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan itu dijatuhi sanksi pemecatan tidak dengan hormat atau PTDH. “AKBP B (Bintoro) PTDH dia. Jadi dia kena PTDH,” ujar Anam.

    Sementara untuk pelanggar lainnya, Anam menyebut sebagai juga sudah rampung. Untuk AKBP Gogo Galesung atau GG dan Ipda ND disanksi demosi.

    “AKBP GG dan Ipda ND itu demosi 8 tahun dan patsus 20 hari,” sebutnya

    Kemudian, untuk AKP Ahmad Zakaria, eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan dinyatakan bersalah dan dijatuhi sanksi pemecatan.

    “Yang satunya AKP M masih proses masih pemeriksaan saksi-saksi, kira-kira jumlahnya masih banyak 16 orang,” kata Anam.

  • Laporan soal Kepemilikan Senjata Disinggung dalam Sidang Etik Kasus Suap AKBP Bintoro, Milik Siapa?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        8 Februari 2025

    Laporan soal Kepemilikan Senjata Disinggung dalam Sidang Etik Kasus Suap AKBP Bintoro, Milik Siapa? Megapolitan 8 Februari 2025

    Laporan soal Kepemilikan Senjata Disinggung dalam Sidang Etik Kasus Suap AKBP Bintoro, Milik Siapa?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) dalam kasus dugaan suap AKBP Bintoro dan rekan-rekannya turut menyinggung laporan polisi (LP) terkait kepemilikan senjata api (senpi) milik Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo yang saat ini masih diselidiki.
    Komisioner Kompolnas, Muhammad Choirul Anam, mengungkapkan bahwa LP senpi itu memiliki keterkaitan dengan kasus pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur, yang melibatkan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu.
    Kasus ini kemudian berkembang hingga berujung pada dugaan suap yang melibatkan AKBP Bintoro dan rekan-rekannya.
    Namun, sidang KKEP yang digelar di Gedung Promoter Polda Metro Jaya pada Jumat (7/2/2025) hanya berfokus pada kasus dugaan suap AKBP Bintoro dan kawan-kawan dalam upaya menghentikan penyelidikan perkara pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur.
    Hal ini disebabkan perkara pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur tersebut ditangani oleh Unit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan dan Unit PPA Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, di mana AKBP Bintoro dan rekan-rekannya turut menangani kedua kasus tersebut.
    “Konstruksi peristiwa besarnya (kasus dugaan suap) ada 3 LP,” ungkap Anam saat ditemui di Gedung Promoter Polda Metro Jaya, Jumat (8/2/2025).
    “Cuma, yang di sidang di sini, hanya menyangkut (penanganan perkara) di Polres Metro Jakarta Selatan, yang di sidang 2 LP (pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur). (LP) 1179 sama 1181,” kata Anam melanjutkan.
    Anam tidak menjelaskan secara detail mengenai duduk perkara kasus kepemilikan senjata api milik Arif Nugroho dan Muhammad Bayu.
    Tetapi, Anam mengungkapkan bahwa LP tentang kepemilikan senpi itu merupakan tipe A.
    “Kalau yang LP satunya, yang enggak diperiksa di sini, itu terkait benda, bisa senpi gitu, yang masuk dalam struktur cerita pokok perkara di awal, (iya) senpi,” ucap Anam.
    Sebagai informasi, LP tipe A adalah laporan yang dibuat langsung oleh anggota kepolisian karena mengetahui, menemukan, atau menangani suatu tindak pidana.
    LP tipe A sering digunakan dalam kasus yang terungkap dari hasil patroli, penyelidikan, atau operasi kepolisian tanpa adanya laporan dari pihak luar.
    Sementara itu, LP tipe B merupakan laporan yang dibuat berdasarkan pengaduan atau laporan dari masyarakat.
    Sedangkan, LP tipe C adalah laporan yang berasal dari institusi atau instansi tertentu di luar kepolisian.
    “Kan sudah dibilang, ini satu peristiwa (dugaan penyuapan ada) 3 LP. 2 LP sudah terbukti sebagai perbuatan tercela. Kalau pertanyaan, apakah LP yang satunya ini juga ada indikasi itu? Pasti ada indikasi perbuatan tercela,” tutur Anam.
    “Apa perbuatan tercelanya? Ya biarkan nanti diurai seperti diproses ini. Kan macam-macam penguraiannya itu. Ada soal barang, soal uang, soal aktor,” imbuh dia lagi.
    Untuk diketahui, majelis sidang KKEP memutuskan AKBP Bintoro, AKP Ahmad Zakaria, dan AKP Mariana dipecat atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota kepolisian.
    Sementara itu, AKBP Gogo Galesung dan Ipda Novian Dimas dijatuhi sanksi demosi selama 8 tahun serta diperintahkan untuk tidak lagi berdinas di satuan Reserse.
    Walau begitu, kelima pelanggar itu mengajukan banding.
    Diberitakan sebelumnya, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya menyelidiki kasus dugaan
    penyuapan AKBP Bintoro
    dkk dari Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    Mereka yang terlibat adalah eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro, eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ahmad Zakaria, Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Novian Dimas, dan eks Kanit PPA Sat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan Mariana.
    Kasus dugaan penyuapan ini muncul ke publik setelah organisasi Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis tentang perkara tersebut.
    Rilis itu mengacu pada gugatan perdata Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 7 Januari 2025 terhadap AKBP Bintoro, AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, Evelin Dohar Hutagalung, dan Herry.
    AKBP Bintoro diduga menerima sejumlah uang dari Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo untuk menghentikan kasus pembunuhan dan persetubuhan anak di bawah umur dengan korban seorang wanita berinisial FA (16).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • AKBP Bintoro dan AKP Zakaria Dipecat Dari Polri Buntut Pemerasan, Lemkapi: Jadikan Bahan Introspeksi – Halaman all

    AKBP Bintoro dan AKP Zakaria Dipecat Dari Polri Buntut Pemerasan, Lemkapi: Jadikan Bahan Introspeksi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan mengatakan kasus pemerasan yang melibatkan eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro menjadi bahan introspeksi bagi Polri.

    Diketahui Sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) memutuskan AKBP Bintoro dan eks Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Zakaria dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias dipecat dari anggota Polri buntut kasus pemerasan tersebut.

    Sementara dua lainnya, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda Novian Dimas disanksi demosi selama 8 tahun dan menjalani penempatan khusus atau patsus selama 20 hari.

    “Kita hormati putusan KKEP yang telah  memberikan putusan PTDH terhadap AKBP Bintoro dan AKP Zakaria. Putusan ini tentu membuat seluruh anggota Polri sedih dan prihatin atas perilaku oknum-oknum yang menyimpang tersebut,” kata Edi Hasibuan dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Jumat (7/2/2025).  
    Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta ini mengatakan, putusan KKEP yang menjatuhkan sanksi PTDH terhadap AKBP Bintoro dan AKP Zakaria adalah putusan yang sangat berat.

    Menurut Edi, setiap kali putusan pemecatan bagi anggota Polri akan menimbulkan dampak yang kurang baik untuk institusi karena putusan ini sudah barang tentu merugikan institusi Polri.

    Tapi karena perilaku oknum anggota Polri tersebut sudah keterlaluan dan telah mempermalukan nama institusi, KKEP pun menjatuhkan sanksi pemecatan.

    Sanksi pemecatan tersebut sebagai langkah tegas Polri terhadap anggotanya yang melanggar.

    “Kita hormati putusan PTDH untuk dua oknum ini dan dua lainnya mendapat putusan sanksi demosi selama 8 tahun. Putusan ini dinilai telah memberikan rasa keadilan dan Polri dinilai sangat tegas terhadap anggota yang melanggar,” ujarnya.

    Namun demikian, tentu Polri tetap harus  memberikan waktu untuk para pelanggar tersebut mengajukan banding.

    Mantan anggota Kompolnas ini pun berharap seluruh jajaran Polri terus berbenah dan meningkatkan pelayanan di tengah masyarakat serta menghindari bentuk-bentuk penyimpangan.

    “Kita ajak seluruh jajaran Polri berbenah dan menjadikan kasus dugaan pemerasan ini sebagai bahan introspeksi,” kata pemerhati kepolisian.

    “Jangan larut dalam kesedihan, tapi jadikan kasus ini sebagai pelajaran untuk meningkatkan pelayanan,” ujarnya.

    Sebelum Komisioner Kompolnas Muhammad Choirul Anam mengungkap saat ini masih ada satu perwira polisi yang masih menjalani proses etik kepolisian terkait kasus AKBP Bintoro.

    “Yang satunya AKP M masih proses. Masih pemeriksaan saksi-saksi kurang lebih jumlahnya masih banyak 16 orang,” kata Anam di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025) malam.

    Kompolnas menilai kerja dari majelis Komisi Kode Etik Polri (KKEP) patut mendapat apresiasi karena bisa mendatangkan orang di luar anggota polri dalam sidang.

    Menurutnya bukan hal yang mudah membawa orang non anggota hingga dapat mengungkap konstruksi peristiwanya.

    “Terkait pengembangan kasus ini pidana sedang berproses. Kenapa bisa cepat karena konstruksi peristiwa sudah (dibuka),” ujarnya.

    Aliran uang ke mana dan siapa yang memberikan sudah disampaikan dalam sidang KKEP.

    Hal itulah, ucap Anam, yang membuat AKBP Bintoro dan AKP Zakaria dijatuhi sanksi PTDH.

    “Dari lima (anggota di sidang etik) sudah PTDH dua anggota (AKBP Bintoro dan AKP Zakaria),” ujar dia.

    Anam menyebut Zakaria diberi sanksi yang lebih berat dibanding AKBP Gogo Galesung dan Ipda Novian sebab mempunyai peran paling besar dalam perkara pemerasan.

    Zakaria disebut mengetahui tata kelola uang yang diberikan tersangka pembunuhan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.

    “Dia bagian dari struktur cerita dari pejabat lama ke pejabat baru sehingga rangkaian peristiwa dari awal ke akhir tahu, dia juga tahu bagaimana tata kelola uang itu,” ucap Anam.

    Berdasarkan konstruksi perkara, kasus ini dinilai masuk dalam kategori penyuapan, bukan pemerasan.

    “Kalau ditanya pemerasan ke penyuapan sepertinya lebih dekat ke penyuapan,” kata dia.

    Sekadar informasi, kasus dugaan pemerasan yang menjerat sejumlah perwira polisi tersebut terkait penanganan pembunuhan ABG di Hotel Senopati Jakarta Selatan pada April 2024.(Adi Suhendi)

     

  • Disanksi PTDH Gegara Peras Anak Bos Prodia, AKBP Bintoro Menyesal dan Nangis Sejadi-jadinya

    Disanksi PTDH Gegara Peras Anak Bos Prodia, AKBP Bintoro Menyesal dan Nangis Sejadi-jadinya

    GELORA.CO – Usai diputus bersalah dan disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), eks Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro menangis dan menyesal.

    Komisioner Kompolnas, Chairul Anam mengatakan Bintoro menyesal dan menangis usai disanksi.

    “Menyesal dan menangis,” katanya kepada awak media, Jumat 7 Februari 2025.

    Diketahui mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro dijatuhkan sanksi dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dalam dugaan suap anak bos Prodia.

    “Jadi dia kena PTDH (AKBP Bintoro, red) satu lagi AKP M masih proses, jadi masih cukup lama” paparnya.

    “Jadi total sejauh ini sudah 2 yang di-PTDH,” lanjutnya.

    Sementara tiga oknum Polri diduga terlibat penyuapan anak bos Prodia diberi sanksi pada sidang etik hari ini di Polda Metro Jaya.

    Anam menjelaskan satu orang disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). 

    Sosok yang DI-PTDH berinisial AKP Z.

    “Yang tiga sudah diputuskan, AKBP GG, AKP Z sama Ipda ND yang baru dibacakan tuntutan AKBP B yang belum apa-ala AKP M,” terangnya.

    “AKP Z itu PTDH,” lanjutnya.

    Sementara dua lainnya, yaitu AKBP Gogo Galesung dan Ipda ND disanksi demosi.

    “Dari yang tiga sudah diputuskan, AKBP GG Ipda ND itu demosi delapan tahun dan patsus 20 hari demosi dengan tidak boleh ditaruh di tempat penegakkan hukum Reserse,” bebernya.

    Ketiganya disebut melakukan banding atas putusan tersebut.

    “Oh iya semuanya banding,” ucapnya.

  • AKBP Bintoro dan AKP Zakaria Dipecat Dari Polri Buntut Pemerasan, Lemkapi: Jadikan Bahan Introspeksi – Halaman all

    AKBP Bintoro Menangis Usai Dinyatakan Dipecat dari Polri atas Kasus Pemerasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro tak kuasa menahan tangis mendengar sidang putusan perkara etik di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).

    Komisioner Kompolnas M Choirul Anam melihat langsung AKBP Bintoro sangat menyesali perbuatannya melakukan pemerasan terkait kasus pembunuhan di Polres Metro Jakarta Selatan.

    “Ya, AKBP B tampak menyesal dan menangis,” kata Anam kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (7/2/2025).

    Anam mengatakan, AKBP Bintoro juga meminta maaf kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan atas perbuatannya.

    Meski begitu, dalam sidang etik itu, Bintoro menyatakan banding atas putusan kasus etik yang menjeratnya.

    “Masih banding,” ujarnya.

    Selain AKBP Bintoro yang dipecat, Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Zakaria juga diputus sanksi etik berupa PTDH atau pemecatan dari Polri.

    Sedangkan Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda Novian Dimas disanksi demosi selama 8 tahun dan dipatsus selama 20 hari.

    Anam menyebut Zakaria diberi sanksi yang lebih berat dibanding Gogo dan Novian sebab mempunyai peran paling besar dalam perkara pemerasan.

    Zakaria disebut mengetahui tata kelola uang yang diberi oleh tersangka pembunuhan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.

    “Dia bagian dari struktur cerita dari pejabat lama ke pejabat baru sehingga rangkaian peristiwa dari awal ke akhir tahu, dia juga tahu bagaimana tata kelola uang itu,” tambah Anam.

    Berdasarkan konstruksi perkara, kasus ini dinilai masuk dalam kategori penyuapan, bukan pemerasan.

    “Kalau ditanya pemerasan ke penyuapan sepertinya lebih dekat ke penyuapan,” kata dia.

    Empat anggota yang sudah dijatuhi sanksi menyatakan banding atas putusan Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

    Diketahui, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan terhadap Arif dan Bayu menyeret nama Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung. 

    Kasus dugaan pemerasan mencuat setelah Bintoro digugat perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Gugatan itu terkait dengan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang. 

  • Kasus Dugaan Suap, AKBP Bintoro Dipecat Polri!

    Kasus Dugaan Suap, AKBP Bintoro Dipecat Polri!

    Bisnis.com, JAKARTA — Kompolnas menyampaikan eks Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Bintoro disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) di kasus dugaan suap.

    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam mengatakan Bintoro telah dipecat tidak hormat setelah menjalani sidang etik yang digelar Bidpropam Polda Metro Jaya.

    “Dari terlanggar, tambah satu lagi yang sudah diputuskan yaitu AKBP B ya, PTDH dia, jadi dia kena PTDH,” ujarnya di Polda Metro Jaya, Jumat (7/2/2025).

    Dia menambahkan, dalam sidang etik itu Bintoro juga terbukti telah menerima uang kisaran Rp100 juta. Oleh karenanya, Anam menekankan aliran dana miliaran ke Bintoro tidak benar.

    “Kurang lebih ya tidak jauh dari angka yang beredar terakhir di publik. Bukan yang awal Rp20 miliar, Rp5 miliar, Rp17 miliar. Macem-macem angkanya ngga seperti angka, ya Rp100 [juta] lebih lah,” imbuhnya.

    Adapun, Anam juga mengemukakan bahwa Bintoro telah mengajukan banding terkait putusan etik dari sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

    Selain Bintoro, komisi etik Polri telah menjatuhkan sanksi terhadap eks Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Gogo Galesung dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda Novian Dimas disanksi demosi 8 tahun.

    Adapun, senasib dengan Bintoro, Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Zakaria telah disanksi PTDH.

    “Dia [Zakaria] adalah bagian dari struktur cerita dari pejabat lama ke pejabat baru sehingga rangkaian peristiwa dari awal ke akhir tahun, dia juga tahu bagaimana tata kelola uang itu,” pungkasnya.

  • Buntut kasus pemerasan, AKBP Bintoro dipecat  dari Polri

    Buntut kasus pemerasan, AKBP Bintoro dipecat dari Polri

    Jakarta (ANTARA) – Hasil sidang Kode Etik Profesi Polri (KKEP) memutuskan dua oknum anggota Polri terkena Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terkait kasus dugaan pemerasan terhadap tersangka kasus pembunuhan, Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartoyo (MBH).

    “Dua oknum polisi tersebut yaitu AKP Zakaria dan AKBP Bintoro,” kata Komisioner Kompolnas Mochammad Choirul Anam saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat.

    AKBP Bintoro sebelumnya menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan dan AKP Zakaria sebagai Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel dalam mengungkap kasus pembunuhan yang dilakukan AN dan MBH.

    Sedangkan, untuk AKBP Gogo Galesung yang juga mantan Kasat Reskrim Polres Jaksel dan mantan Kasubnit Resmob Polres Jaksel Ipda Novian Dimas terkena demosi masing-masing delapan tahun dan penempatan khusus (patsus) selama 20 hari.

    Anam juga menambahkan AKP Zakaria diberi sanksi yang lebih berat karena mempunyai peran yang aktif dalam kasus itu. Zakaria bahkan disebut mengetahui tata kelola uang yang diberi oleh tersangka pembunuhan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.

    “Dia (Zakaria) adalah bagian dari struktur cerita dari pejabat lama ke pejabat baru, sehingga rangkaian peristiwa dari awal ke akhir tahu, dia juga tahu bagaimana tata kelola uang itu,” paparnya.

    Dia juga menyebutkan di dalam sidang tersebut, konstruksi perkara dijelaskan secara detail oleh Komisi Kode Etik.

    “Jika didasarkan konstruksi perkara, kasus itu dinilainya masuk ke dalam kategori penyuapan, bukan pemerasan,” jelas Anam.

    Sementara itu untuk AKP Mariana (eks Kanit PPA Satreskrim Polres Jaksel), Anam menyebutkan masih berproses karena masih ada pemeriksaan saksi-saksi.

    “Jumlahnya masih banyak, sekitar 16 orang saksi. Ini masih cukup lama,” ucapnya.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Alasan AKP Zakaria Dipecat karena Tahu Soal Aliran Uang Terkait Kasus Pemerasan – Halaman all

    Alasan AKP Zakaria Dipecat karena Tahu Soal Aliran Uang Terkait Kasus Pemerasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hasil sidang etik kasus pemerasan yang menyeret lima anggota polisi sudah diketahui hasilnya pada Jumat (7/2/2025) malam.

    Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Zakaria diberikan sanksi etik berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atau pemecatan.

    Sedangkan Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda Novian Dimas diberikan sanksi demosi selama 8 tahun dan patsus atau penempatan khusus selama 20 hari.

    “AKP Z (sanksi) PTDH,” kata Komisioner Kompolnas Choirul Anam kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).

    Anam menyebut Zakaria diberi sanksi yang lebih berat dibanding Gogo dan Novian sebab mempunyai peran paling besar dalam perkara pemerasan.

    Zakaria disebut mengetahui tata kelola uang yang diberi oleh tersangka pembunuhan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.

    “Dia bagian dari struktur cerita dari pejabat lama ke pejabat baru sehingga rangkaian peristiwa dari awal ke akhir tahun, dia juga tahu bagaimana tata kelola uang itu,” tambah Anam.

    Berdasarkan konstruksi perkara, kasus ini dinilai masuk dalam kategori penyuapan, bukan pemerasan.

    “Kalau ditanya pemerasan ke penyuapan sepertinya lebih dekat ke penyuapan,” kata dia.

    Ketiganya menyatakan banding atas putusan Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

    “Iya ketiganya minta banding atas putusan majelis,” tutur Anam.

    Diketahui, kasus dugaan pemerasan yang dilakukan terhadap Arif dan Bayu menyeret nama Mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung.

    Kasus dugaan pemerasan mencuat setelah Bintoro digugat perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Gugatan itu terkait dengan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang.

    Saat ini masih ada dua anggota pelanggar yang masih menjalani sidang etik yakni AKBP B dan AKP M.

  • Dugaan Suap AKBP Bintoro, AKBP Gogo Galesung Disanksi Demosi 8 tahun!

    Dugaan Suap AKBP Bintoro, AKBP Gogo Galesung Disanksi Demosi 8 tahun!

    Bisnis.com, JAKARTA — Kompolnas menyampaikan eks Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Gogo Galesung disanksi demosi 8 tahun dalam sidang etik yang digelar Polda Metro Jaya.

    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam mengatakan Gogo disanksi demosi dalam perkara dugaan suap terkait dengan penanganan perkara pembunuhan oleh Polres Jaksel.

    Selain Gogo, Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan Ipda Novian Dimas juga turut disanksi demosi 8 tahun.

    “AKBP GG, sama Ipda ND itu demosi 8 tahun terus patsus 20 hari,” ujar Anam di Polda Metro Jaya, Jumat (7/2/2025).

    Kemudian, Anam menambahkan, Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKP Zakaria disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dalam kasus tersebut.

    Anam menjelaskan, Zakaria diberi sanksi yang lebih berat lantaran berperan peran aktif dalam kasus dugaan suap itu. 

    “Dia adalah bagian dari struktur cerita dari pejabat lama ke pejabat baru sehingga rangkaian peristiwa dari awal ke akhir tahun, dia juga tahu bagaimana tata kelola uang itu,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, kasus ini berkaitan dengan perkara dugaan pidana kematian yang ditangani Polres Jaksel pada 2024. Kasus itu menjerat tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.