Kementrian Lembaga: Polisi

  • Tak Bertentangan dengan Putusan MK, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 Tetap Sah Berlaku

    Tak Bertentangan dengan Putusan MK, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 Tetap Sah Berlaku

    Liputan6.com, Jakarta – Pasca diucapkannya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 pada 13 November 2025, muncul beragam tafsir dan perdebatan di ruang publik, khususnya terkait keberlakuan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025. Perbedaan pandangan tersebut merupakan hal yang wajar dalam negara hukum dan demokrasi, serta dilindungi oleh UUD NRI Tahun 1945.

    Namun demikian, penting bagi masyarakat untuk memperoleh penjelasan hukum yang utuh dan berbasis norma. Berdasarkan analisis yang disampaikan Prof. Dr. Juanda, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul sekaligus Ketua Dewan Pembina Peradi Maju Indonesia, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 secara normatif sah berlaku dan tidak bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

    Menilai Keabsahan Peraturan: Aspek Formiel dan Materiel

    Dalam hukum tata negara, keabsahan suatu produk hukum dinilai dari dua aspek, yakni formiel dan materiel. Secara formiel, suatu peraturan dinilai sah apabila dibentuk oleh pejabat yang berwenang dan melalui mekanisme yang benar. Sementara secara materiel, isi peraturan tersebut harus sesuai dengan jenis, hierarki, dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

    Pasal 5 UU tersebut menegaskan tujuh asas pembentukan peraturan yang baik, mulai dari kejelasan tujuan, pejabat pembentuk yang tepat, hingga keterbukaan. Sepanjang tidak ditemukan pelanggaran terhadap aspek-aspek tersebut, maka secara hukum Perpol Nomor 10 Tahun 2025 dinyatakan sah.

    Apabila terdapat pihak yang berpendapat sebaliknya, mekanisme pengujiannya telah diatur secara tegas. Peraturan di bawah undang-undang, termasuk Perpol, diuji melalui Mahkamah Agung, bukan Mahkamah Konstitusi. Selama belum ada putusan pembatalan dari pengadilan yang berwenang, maka berlaku asas Presumption of Legality (Asas Dugaan Keabsahan), yang menyatakan bahwa suatu produk hukum tetap sah dan mengikat.

    Makna Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025

    Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 secara tegas hanya membatalkan satu frasa, yakni “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI. Frasa tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

    Di luar frasa tersebut, norma lainnya tetap berlaku. Artinya, pengertian jabatan di luar kepolisian yang tidak mempunyai sangkut paut dengan tugas kepolisian masih sah dan memiliki daya ikat hukum.

    Dengan demikian, Putusan MK ini tidak menghapus hak anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di luar institusi kepolisian, sepanjang jabatan tersebut memiliki keterkaitan dengan tugas-tugas kepolisian.

    Tidak Ada Pertentangan dengan Perpol Nomor 10 Tahun 2025

    Berdasarkan amar dan pertimbangan hukum MK, tidak terdapat dasar normatif yang melarang anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan tertentu di luar struktur kepolisian selama jabatan tersebut memiliki sangkut paut dengan fungsi kepolisian. Bahkan, Mahkamah Konstitusi secara eksplisit menegaskan bahwa kewajiban mengundurkan diri atau pensiun hanya berlaku bagi jabatan yang tidak memiliki keterkaitan dengan tugas kepolisian, dengan merujuk pada UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

    Oleh karena itu, Perpol Nomor 10 Tahun 2025 secara substantif tidak bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, melainkan justru berfungsi sebagai instrumen hukum untuk mengisi kekosongan norma sebelum pengaturan lebih lanjut dituangkan dalam undang-undang atau peraturan pemerintah.

    Kesimpulan

    Berdasarkan analisis normatif yang disampaikan, dapat ditegaskan bahwa:

    Perpol Nomor 10 Tahun 2025 sah berlaku sepanjang tidak ditemukan cacat formiel dan materiel serta belum dibatalkan oleh pengadilan berwenang.
    Perpol tersebut tidak bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 maupun UU Kepolisian.
    Anggota Polri aktif tetap dapat menduduki jabatan tertentu di luar kepolisian tanpa harus mundur atau pensiun, selama jabatan tersebut memiliki sangkut paut dengan tugas kepolisian.

    Dengan pemahaman yang utuh ini, diharapkan masyarakat tidak lagi melihat Perpol Nomor 10 Tahun 2025 sebagai aturan yang bertentangan dengan konstitusi, melainkan sebagai bagian dari tertib hukum yang berjalan sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi.

     

     

  • Demo Mahasiswa di Sekitar Gambir, Polisi Turunkan 1.074 Personel

    Demo Mahasiswa di Sekitar Gambir, Polisi Turunkan 1.074 Personel

    Jakarta: Demonstrasi ataupun aksi unjuk rasa berlangsung di Jakarta, hari ini, Selasa, 16 Desember 2025. Aksi unjuk rasa dilakukan Aliansi Pemuda Mahasiswa Peduli Kebijakan dan beberapa elemen massa di wilayah Gambir.

    Untuk pengamanan, polisi menurunkan 1.074 personel di sekitar lokasi aksi. Sementara itu, rekayasa lalu lintas di sekitar Gambir dan kantor PLN Jakarta Pusat akan dilakukan situasional.

    Selain pengamanan aksi demonstrasi, kepolisian juga melakukan pengawasan terhadap sidang dugaan penghasutan dengan terdakwa Delpedro Marhaen yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
     

    Delpedro merupakan salah satu dari enam terdakwa kasus aksi demonstrasi Agustus 2025 dan diduga menghasut anak di bawah umur melalui media sosial.

    Kasi Humas Polres Jakarta Pusat, Iptu Ruslan Basuki, mengimbau masyarakat untuk menghindari kawasan Monas, Gambir, serta sekitarn jalan Medan Merdeka. 

    “Masyarakat bisa mencari jalan alternatif lain selama unjuk rasa berlangsung,” kata Ruslan.

    Jakarta: Demonstrasi ataupun aksi unjuk rasa berlangsung di Jakarta, hari ini, Selasa, 16 Desember 2025. Aksi unjuk rasa dilakukan Aliansi Pemuda Mahasiswa Peduli Kebijakan dan beberapa elemen massa di wilayah Gambir.
     
    Untuk pengamanan, polisi menurunkan 1.074 personel di sekitar lokasi aksi. Sementara itu, rekayasa lalu lintas di sekitar Gambir dan kantor PLN Jakarta Pusat akan dilakukan situasional.
     
    Selain pengamanan aksi demonstrasi, kepolisian juga melakukan pengawasan terhadap sidang dugaan penghasutan dengan terdakwa Delpedro Marhaen yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
     

    Delpedro merupakan salah satu dari enam terdakwa kasus aksi demonstrasi Agustus 2025 dan diduga menghasut anak di bawah umur melalui media sosial.
     
    Kasi Humas Polres Jakarta Pusat, Iptu Ruslan Basuki, mengimbau masyarakat untuk menghindari kawasan Monas, Gambir, serta sekitarn jalan Medan Merdeka. 
     
    “Masyarakat bisa mencari jalan alternatif lain selama unjuk rasa berlangsung,” kata Ruslan.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (PRI)

  • Kenapa Warga Kini Lebih Pilih Lapor Damkar daripada Polisi? Ini Kata Mahfud MD

    Kenapa Warga Kini Lebih Pilih Lapor Damkar daripada Polisi? Ini Kata Mahfud MD

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, Prof. Mahfud MD, menanggapi fenomena masyarakat yang belakangan lebih memilih melapor ke Pemadam Kebakaran (Damkar) dibandingkan ke kepolisian.

    Dikatakan Mahfud, pilihan tersebut sepenuhnya berada di tangan masyarakat sebagai pihak yang merasakan langsung pelayanan di lapangan.

    Hal ini diungkapkan Mahfud usai menghadiri kegiatan serap aspirasi di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Selasa (16/12/2025).

    “Itu bisa saja, kan yang merasakan itu masyarakat, perlakuannya apakah lebih suka lapor kepada Damkar, apakah suka lapor kepada polisi tentu itu pertimbangan sepenuhnya pada masyarakat,” ujar Mahfud kepada awak media.

    Ia menjelaskan, persepsi publik terhadap institusi negara tidaklah seragam.

    Setiap orang memiliki pengalaman dan sudut pandang yang berbeda dalam menilai pelayanan yang diberikan, baik oleh Damkar maupun Polri.

    “Masyarakat punya persepsi yang berbeda beda dari satu sama lain bagaimana cara pandangnya terhadap Damkar, bagaimana cara pandangnya terhadap Polisi,” katanya.

    Mahfud menuturkan, meski sama-sama merupakan aparat negara yang berada di garis depan pelayanan publik, rasa yang muncul di masyarakat bisa saja berbeda.

    “Mungkin sama-sama depan tapi mungkin ada rasa yang bisa berbeda satu sama lain sehingga itu satu pilihan,” lanjutnya.

    Fenomena tersebut, menurut Mahfud, menjadi bagian dari masukan penting bagi Komisi Percepatan Reformasi Polri.

    “Oleh karena itu, itu juga bagian dari masukan terhadap komisi percepatan reformasi kepolisian. Itu di antaranya seperti itu,” terangnya.

  • Delpedro dkk Didakwa Unggah 80 Konten Hasutan Terkait Kericuhan Agustus

    Delpedro dkk Didakwa Unggah 80 Konten Hasutan Terkait Kericuhan Agustus

    Jakarta

    Direktur Eksekutif Lokataru Delpedro Marhaen didakwa melakukan penghasutan terkait demonstrasi berujung kericuhan pada Agustus lalu. Jaksa mengatakan hasutan itu dilakukan Delpedro dengan mengunggah gambar dan narasi di media sosial.

    Sidang dakwaan Delpedro digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025). Jaksa mengatakan penghasutan ini dilakukan Delpedro bersama tiga terdakwa lainnya, yaitu admin @gejayanmemanggil Syahdan Husein, staf Lokataru Foundation Muzaffar Salim, serta mahasiswa Universitas Riau Khariq Anhar.

    “Yang melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental atau disabilitas fisik,” ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan.

    Jaksa mengatakan Delpedro, Muzaffar, Syahdan, dan Khariq membuat atau bergabung dengan grup media sosial untuk menjalin komunikasi secara intens dengan pihak yang sejalan dengan pemikirannya. Jaksa mengatakan pihak kepolisian menemukan 80 unggahan konten yang dianggap menghasut dengan tujuan menimbulkan kebencian terhadap pemerintah di media sosial Instagram yang disebarkan Delpedro dkk pada 24-29 Agustus 2025.

    “Bahwa selain melakukan pengunggahan dan/atau pengunggahan kolaborasi yang berisi muatan penghasutan oleh para Terdakwa tersebut, para Terdakwa juga melakukan pengunggahan konten media sosial Instagram lainnya yang bertujuan untuk menimbulkan kerusuhan di masyarakat, yaitu dengan unggahan dan/atau unggahan kolaborasi antara akun media sosial Instagram @gejayanmemanggil, @aliansimahasiswapenggugat, @blokpolitikpelajar, @lokataru_foundation yang dikelola oleh para Terdakwa,” kata jaksa.

    Jaksa mengatakan penggunaan tagar konsisten seperti #indonesiagelap, #gejayanmemanggil, #bubarkandpr di semua unggahan menciptakan kampanye terpadu yang mudah ditemukan dan dilacak oleh algoritma sebagai topik utama. Jaksa mengatakan unggahan itu menghasut kericuhan pada akhir Agustus.

    “Bahwa perbuatan para Terdakwa dalam melakukan pengunggahan informasi elektronik berupa konten media sosial Instagram yang memiliki muatan penghasutan telah menimbulkan kerusuhan di masyarakat diawali pada tanggal 25 Agustus 2025, sehingga mengakibatkan fasilitas umum yang rusak, terdapat aparat pengamanan yang terluka, rusaknya kantor pemerintahan, serta menimbulkan rasa tidak aman bagi masyarakat luas,” ujar jaksa.

    (mib/haf)

  • Lakukan Penipuan Dengan Modus Jasa Spiritual, Pria Ini ditangkap Polisi Tulungagung

    Lakukan Penipuan Dengan Modus Jasa Spiritual, Pria Ini ditangkap Polisi Tulungagung

    Tulungagung (beritajatim.com) – Seorang pria paruh baya di Tulunagung ditangkap setelah melakukan penipuan dengan modus jasa spiritual. Pelaku berinisial W (56) warga Kelurahan Kutoanyar, Kabupaten Tulungagung.

    Dalam aksinya pelaku menawarkan jasa spiritual kepada korban yang disuruh membeli paku emas seharta Rp3,5 juta. Namun setelah diperiksa ternyata paku tersebut bukan emas seperti yang ditawarkan.

    Kasi Humas Polres Tulungagung, Ipda Nanang Murdianto, menjelaskan bahwa pelaku menjalankan aksinya dengan memanfaatkan kepercayaan korban melalui iming-iming jasa spiritual. Peristiwa penipuan tersebut diketahui terjadi pada bulan April lalu.

    “Pelaku datang ke rumah korban dan menawarkan jasa spiritual. Dalam rangkaian itu, pelaku kemudian menawarkan sebuah paku yang diklaim sebagai paku emas dengan harga jutaan rupiah,” ujarnya, Selasa (16/12/2025)

    Karena percaya dengan penjelasan pelaku, korban akhirnya menyetujui transaksi dan menyerahkan uang sebesar Rp3,5 juta. Paku yang disebut sebagai emas tersebut kemudian diterima korban. Namun, setelah diteliti lebih lanjut, korban mulai curiga karena benda tersebut tidak menunjukkan ciri-ciri emas.

    “Setelah diperiksa secara mandiri, korban mengetahui bahwa paku yang dibeli ternyata tidak mengandung unsur emas sama sekali,” lanjut Nanang.

    Merasa dirugikan, korban kemudian berupaya menyelesaikan persoalan tersebut secara baik-baik. Mediasi sempat dilakukan antara korban dan pelaku untuk mencari jalan tengah, namun tidak membuahkan hasil karena tidak ada kesepakatan.

    “Karena upaya mediasi tidak menemui titik temu, akhirnya korban melaporkan kejadian tersebut ke Polres Tulungagung,” jelasnya.

    Setelah menerima laporan, polisi lalu melakukan serangkaian penyelidikan hingga akhirnya mengamankan pelaku. Dari hasil pemeriksaan, perbuatan pelaku memenuhi unsur tindak pidana penipuan atau penggelapan. Akibat perbuatannya ini, pelaku dijerat dengan Pasal 378 atau Pasal 372 KUHP tentang penipuan atau penggelapan.

    “Kami mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap tawaran yang tidak masuk akal, apalagi yang dibalut dengan klaim spiritual atau janji tertentu. Jika menemukan hal serupa, segera laporkan ke kepolisian,” pungkasnya. [nm/ted]

  • Rekam Jejak Maling Motor Lumajang Ditembak Mati Polda Jatim, 3 Kali Serang Polisi

    Rekam Jejak Maling Motor Lumajang Ditembak Mati Polda Jatim, 3 Kali Serang Polisi

    Lumajang (beritajatim.com) – Bukan sekali aksi penyerangan terhadap polisi dilakukan Agus Sulaiman Fadli (30), pelaku maling motor yang ditembak mati tim Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jawa Timur.

    Diketahui, warga Desa Wonoayu, Kecamatan Ranuyoso itu rupanya sudah tiga kali melakukan aksi penyerangan terhadap anggota Kepolisian Resort (Polres) Lumajang.

    Salah satu aksi kejahatan yang dilakukan Agus adalah melakukan aksi pembegalan di jalan Nasional sekitar SMP Klakah pada bulan Juli 2024.

    Saat itu, korbannya adalah seorang anggota polisi asal Lumajang yang bertugas di wilayah Probolinggo.

    Sebagai informasi, kasus pembegalan terhadap anggota polisi itu belum terungkap sampai saat Polres Lumajang melakukan Pers Release, Senin (15/12/2025).

    Kapolres Lumajang AKBP Alex Sandy Siregar mengatakan, aksi pembegalan ini dilakukan pelaku bersama komplotannya dengan merampas kendaraan sepeda motor jenis Honda CRF milik korban.

    Menurutnya, dalam setiap aksi yang dilakukannya, pelaku Agus tidak segan-segan melukai korban menggunakan senjata tajam.

    “Jadi, pelaku pernah residivis di Polres Lumajang tahun 2015 dan 2022 di Polres Probolinggo. Setiap aksinya, pelaku selalu mengancam nyawa korbannya,” terang Alex, Selasa (16/12/2025).

    Aksi penyerangan kedua kembali dilakukan pelaku terhadap anggota polisi pada, Kamis (11/12/2025).

    Korban pelaku kali ini adalah Aiptu Susanto Kurniawan yang saat itu hendak mengamankan pelaku karena dicurigai hendak mencuri sebuah sepeda motor jenis Scoopy.

    Pelaku menyabet senjata tajam jenis celurit ke tiga bagian tubuh Aiptu Susanto yang mencoba hendak menangkapnya.

    Aksi penyerangan ketiga kembali dilakukan Agus saat hendak diamankan tim Polda
    tidak lama setelah kejadian kedua.

    “Ini karena saat itu tembakan peringatan anggota tidak diindahkan, pelaku justru menyerang anggota akhirnya terpaksa dilumpuhkan. Pelaku dinyatakan meninggal setelah hendak dilarikan ke RS Bhayangkara Surabaya,” ungkap Alex. (has/ted)

  • Habiburokhman Sebut KUHP dan KUHAP Baru Dorong Penegakan Hukum Lebih Manusiawi

    Habiburokhman Sebut KUHP dan KUHAP Baru Dorong Penegakan Hukum Lebih Manusiawi

    Habiburokhman Sebut KUHP dan KUHAP Baru Dorong Penegakan Hukum Lebih Manusiawi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menilai, penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru menjadi momentum penting untuk menghadirkan penegakan hukum yang lebih manusiawi dan berkeadilan bagi masyarakat.
    Hal tersebut disampaikan Habiburokhman usai menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait persiapan implementasi KUHP dan KUHAP baru.
    “Kita berharap, niat baik kita semua, Komisi III, Pemerintah, kemudian juga Pak Kapolri dan Pak Jaksa Agung, untuk menjadikan hukum lebih manusiawi, lebih berkeadilan, bisa benar-benar terwujud,” kata Habiburokhman, dalam konferensi pers, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
    Menurut dia, dua produk hukum itu sangat reformis.
    Hal itu karena KUHP dan KUHAP baru disebut memuat nilai-nilai baru, salah satunya keadilan restoratif.
    “(KUHP dan KUHAP baru) mengedepankan
    kemanusiaan
    dan hati nurani dalam
    penegakan hukum
    , membutuhkan pelaksanaan yang juga baik,” ungkap dia.
    Habiburokhman menyampaikan, perubahan substansial dalam KUHP dan KUHAP membutuhkan kesiapan dan keselarasan antar aparat penegak hukum agar dapat diterapkan secara baik dan konsisten.
    Karena itu, Komisi III DPR mengapresiasi langkah cepat Polri dan Kejaksaan yang sejak dini mengantisipasi potensi miskomunikasi dan miskoordinasi melalui kerja sama formal.
    “Saya terus terang, tadinya baru akan mengusulkan, ya, baik kepada Pak Kapolri maupun kepada Pak Jaksa Agung untuk membuat MoU ini. Tiba-tiba kita sudah dapat undangan acaranya hari ini. Ini sungguh luar biasa, inisiatif, gerak cepat teman-teman Kepolisian dan Kejaksaan,” kata dia.
    Ia menilai, sinergi dua institusi penegak hukum di tahap awal proses pidana tersebut menjadi kabar baik bagi masyarakat.
    Dengan koordinasi yang solid, implementasi KUHP dan KUHAP baru dinilai lebih berpeluang menghadirkan keadilan yang selama ini diharapkan publik.
    Diberitakan sebelumnya, Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) menandatangani MoU serta Perjanjian Kerja Sama (PKS) sebagai bentuk penguatan sinergi menjelang pemberlakuan KUHP dan KUHAP yang baru.
    Penandatanganan kerja sama tersebut disaksikan
    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman
    dan Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
    “Alhamdulillah hari ini kita melaksanakan kegiatan MoU, dilanjutkan dengan penandatanganan PKS (Perjanjian Kerja Sama) terkait sinergisitas, pemahaman dalam hal pelaksanaan KUHP dan KUHAP yang baru,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dalam konferensi pers usai MoU, Selasa.
    Kerja sama ini ditujukan untuk menyamakan pemahaman dan langkah aparat penegak hukum dalam mengimplementasikan ketentuan baru di bidang hukum pidana dan hukum acara pidana.
    Kapolri mengatakan, MoU dan PKS ini mencerminkan semangat soliditas dan sinergisitas antara Polri dan Kejaksaan dalam menjalankan amanat KUHP dan KUHAP yang baru.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Kronologi 15 WNA China Serang Prajurit TNI di Tambang Emas Ketapang versi Kodam XII Tanjungpura
                        Regional

    4 Kronologi 15 WNA China Serang Prajurit TNI di Tambang Emas Ketapang versi Kodam XII Tanjungpura Regional

    Kronologi 15 WNA China Serang Prajurit TNI di Tambang Emas Ketapang versi Kodam XII Tanjungpura
    Tim Redaksi
    PONTIANAK, KOMPAS.com
    – Kodam XII Tanjungpura membenarkan terjadinya insiden yang melibatkan prajurit Batalyon Zeni Tempur 6/Satya Digdaya (Yonzipur 6/SD) dengan sejumlah Warga Negara Asing (WNA) asal China di area tambang emas PT Sultan Rafli Mandiri (PT SRM), Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
    Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XII Tanjungpura, Kolonel Inf Yusub Dody Sandra, menyampaikan peristiwa tersebut terjadi pada Minggu (14/12/2025) sekitar pukul 15.40 WIB.
    Saat itu, prajurit Yonzipur 6/SD sedang melaksanakan kegiatan Latihan Dalam Satuan di wilayah tersebut.
    Menurut Yusub, insiden bermula dari laporan petugas keamanan PT SRM terkait adanya aktivitas drone yang tidak dikenal terbang di sekitar area latihan.
    Empat prajurit kemudian mendatangi lokasi yang diduga menjadi titik pengoperasian drone tersebut.
    Di lokasi, prajurit menemukan empat WNA yang diduga mengendalikan drone. Saat dilakukan upaya klarifikasi, sejumlah WNA lainnya datang ke lokasi sehingga total terdapat 15 orang.
    “Dalam situasi tersebut kemudian terjadi tindakan penyerangan terhadap prajurit kami,” kata Yusub dalam keterangan tertulis yang diterima Selasa (16/12/2025).
    Yusub menyebutkan, berdasarkan laporan awal, penyerangan tersebut diduga dilakukan menggunakan berbagai benda yang berpotensi membahayakan, termasuk senjata tajam, airsoft gun, dan alat setrum.
    Menghadapi situasi yang dinilai berisiko dan berpotensi menimbulkan eskalasi, para prajurit mengambil langkah taktis dengan menghindari konfrontasi lebih lanjut.
    Mereka kembali ke area perusahaan untuk mengamankan diri serta melaporkan kejadian kepada komando atas.
    Akibat insiden tersebut, dilaporkan terjadi kerusakan pada satu unit kendaraan operasional perusahaan jenis Toyota Hilux serta satu unit sepeda motor milik karyawan PT SRM.
    Kodam XII Tanjungpura menyatakan masih melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap secara menyeluruh kronologi kejadian, termasuk motif penyerangan dan tujuan penerbangan drone di area tersebut.
    “Seluruh fakta dan keterangan masih kami dalami,” tutup Yusub.
    Kapolres
    Ketapang
    AKBP Muhammad Harris juga mengatakan, pihak kepolisian masih melakukan klarifikasi dengan pihak-pihak terkait untuk mendalami peristiwa tersebut.
    “Sementara kami masih melakukan proses klarifikasi dengan pihak-pihak terkait. Selain itu, kami juga berkoordinasi dengan pihak Imigrasi untuk menindaklanjuti pendataan terhadap WNA yang diduga melakukan penyerangan,” kata Harris saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/12/2025).
    PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) angkat bicara soal 15 WNA asal China yang diduga menyerang 5 personel TNI dan satu warga sipil.
    Para WNA itu merupakan karyawan perusahaan, dan PT SRM pun membantah ada penyerangan dan mempertanyakan kehadiran aparat TNI di kawasan tambang.
    Direktur Utama PT Sultan Rafli Mandiri (SRM), Li Changjin, membenarkan jika ada staf teknis PT SRM berkewarganegaraan Tiongkok yang mengoperasikan drone di area tambang.
    Meski begitu, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (16/12/2025), Li Changjin menegaskan pihaknya membantah tudingan bahwa staf tersebut melakukan penyerangan terhadap anggota TNI.
    Ia mengklaim penerbangan drone dilakukan di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT SRM dan bukan merupakan kawasan militer atau area terlarang.
    Li Changjin menyebut drone dan telepon seluler milik staf teknis tersebut sempat disita. Sementara rekaman di dalam perangkat dihapus, sebelum akhirnya dikembalikan.
    “Pada saat kejadian, staf teknis kami merasa ketakutan karena perlengkapan mereka langsung disita. Kami juga tidak mengetahui kepentingan pihak tertentu berada di lokasi tersebut,” ujar Li Changjin.
    Menanggapi tudingan bahwa staf teknis WNA membawa senjata tajam, airsoft gun, maupun alat setrum, Li membantah keras narasi tersebut. Ia menegaskan tidak ada bukti yang mendukung tuduhan itu.
    “Staf teknis kami tidak pernah melakukan tindakan ilegal, termasuk perusakan kendaraan atau membawa senjata,” ungkap Li Changjin.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keaslian Ijazah Jokowi Hanya Bisa Diputus Hakim, Bukan Polisi Atau Saat Gelar Perkara

    Keaslian Ijazah Jokowi Hanya Bisa Diputus Hakim, Bukan Polisi Atau Saat Gelar Perkara

    GELORA.CO  — Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menegaskan polemik tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tidak bisa diselesaikan hanya melalui gelar perkara di kepolisian.

    Menurut Mahfud, penentuan asli atau palsu suatu ijazah merupakan kewenangan mutlak pengadilan melalui pembuktian hukum yang fair dan terbuka.

    Mahfud menjelaskan, gelar perkara terkait tudingan ijazah Jokowi sebelumnya pernah dilakukan di Mabes Polri atas laporan kelompok aktivis ulama.

    Hasilnya, laporan tidak dilanjutkan karena ijazah yang dipersoalkan dinilai “identik”.

    Namun, keputusan itu tidak serta-merta menutup perkara.

    “Identik itu bukan berarti asli atau palsu. Itu hanya berarti mirip. Soal asli atau tidak, hanya hakim yang boleh memutuskan di pengadilan,” ujar Mahfud dalam wawancara di Channel YouTube Mahfud MD Official, Senin (15/12/2025) malam.

    Mahfud menilai, gelar perkara khusus yang kini dilakukan di Polda Metro Jaya sah-sah saja, tetapi apa pun hasilnya, perkara tetap dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya.

    Kapolrinya Saja Membangkang Putusan MK

    Penilaian akhir, kata Mahfud, harus dilakukan dalam proses persidangan dengan pembuktian yang dapat diuji semua pihak.

    Mahfud memaparkan dua jalur penyelesaian yang lebih adil.

    Pertama, setelah pelimpahan perkara, jaksa memiliki kewenangan menilai kelengkapan alat bukti.

    Jika dinilai belum cukup, jaksa dapat mengembalikan berkas (P19) dan meminta penyidik melengkapi, bahkan menghentikan perkara bila tak terpenuhi.

    Kedua, jika jaksa memilih melimpahkan perkara ke pengadilan, maka hakim wajib memerintahkan pembuktian substantif, termasuk pemeriksaan forensik terhadap ijazah yang dipersoalkan.

     “Hakim bisa meminta, mana ijazah aslinya. Tidak cukup hanya menyebut identik,” tegasnya.

    Mahfud juga mengkritisi pemahaman keliru soal beban pembuktian.

    Menurutnya, dalam hukum pidana, beban pembuktian tidak selalu sepihak.

    Jika seseorang dituduh memalsukan atau memfitnah, sementara pihak yang dituduh memiliki dokumen asli, maka dokumen itu harus ditunjukkan.

    “Kalau orang dituduh memfitnah karena mengatakan ijazah itu palsu, sementara yang dituduh punya ijazah asli, ya tunjukkan. Kalau aslinya tidak pernah dihadirkan, itu juga problem hukum,” ujarnya.

    Terkait pasal-pasal yang dikenakan, Mahfud menyoroti penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP serta Pasal 27A dan Pasal 28 UU ITE.

    Ia menegaskan, unsur pidana—termasuk pencemaran nama baik, hasutan, ujaran kebencian, hingga keonaran—harus dibuktikan secara ketat.

    “Keonaran menurut putusan MK itu harus keributan fisik yang nyata dan membahayakan, bukan sekadar opini di media sosial,” katanya.

    Mahfud mengingatkan agar penegakan hukum tidak dipaksakan karena berisiko melanggar hak asasi manusia dan merusak wibawa hukum.

    Ia menilai perkara ini bukan sekadar menyangkut individu, melainkan masa depan penegakan hukum di Indonesia.

    Soal peran Universitas Gadjah Mada (UGM), Mahfud berpandangan sudah cukup.

    UGM telah menyatakan Jokowi adalah alumninya dan ijazah tersebut dikeluarkan oleh UGM.

    “UGM tidak perlu diseret lebih jauh. Soal ijazah yang mana dan Jokowi yang mana, itu urusan pengadilan,” ujarnya.

    Mahfud menutup dengan menekankan pentingnya proses persidangan yang jujur dan berani.

    Jika terbukti salah, pihak yang menuduh harus siap menanggung konsekuensi hukum.

    Sebaliknya, negara juga wajib membuktikan tuduhan secara sah dan meyakinkan.

    “Negara hukum harus berdiri di atas pembuktian, bukan asumsi. Biarkan pengadilan yang memutuskan,” pungkas Mahfud.

  • Selain Kawat Bendrat, Tiga Tersangka Pembunuhan di Depok Aniaya Korban Pakai Gelas hingga Gitar

    Selain Kawat Bendrat, Tiga Tersangka Pembunuhan di Depok Aniaya Korban Pakai Gelas hingga Gitar

    Liputan6.com, Jakarta – Rekonstruksi mengungkap fakta baru kasus pembunuhan menggunakan kawat bendrat di Kota Depok, Jawa Barat. Ketiga tersangka MFR, MED dan DS menghajar korban bernama Andri Nugroho menggunakan gelas, pisau hingga gitar.

    Terdapat 21 adegan diperagakan ketiga tersangka saat menewaskan korban Andri Nugroho, Senin (3/11/2025).

    “Adegan rekonstruksi kasus pembunuhan ini berjalan selama 21 adegan,” kata Kapolsek Bojonggede AKP Abdullah Safii’ih, Selasa (16/12/20205).

    Abdullah menjelaskan, rekonstruksi yang diperagakan ketiga tersangka saat membunuh korban sesuai dengan pra rekonstruksi yang sebelumnya telah dilaksanakan. Rekonstruksi dilakukan di Polsek Bojonggede untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.

    “Tujuannya untuk mengantisipasi di wilayah itu ada kemungkinan, nanti ada banyak kerawanan lah ya,” jelas Abdullah.

    Rekonstruksi di Polsek Bojonggede untuk menghindari para tersangka melarikan diri maupun keramaian warga. Hal itupun telah mendapat persetujuan dari kejaksaan maupun kuasa hukum tersangka.

    “Iya rekonstruksi ini sudah mendapatkan persetujuan dari Jaksa,” terang Abdullah.

    Ketiga tersangka melakukan rekonstruksi dengan memperagakan sejumlah adegan saat menghabiskan nyawa korban. Ketiga tersangka memperlihatkan membunuh korban dengan cara dijatuhkan, dipukuli, penusukan hingga dijerat menggunakan kawat.

    “Pertama dipukul pakai gelas, yang kedua ditusuk dulu pakai pisau kepalanya, yang ketiga pakai gitar listrik,” ucap Abdullah.

    Adapun salah satu tersangka melakukan tusukan pada korban sebanyak tiga kali, pada bagian kepala dan satu tusukan di bagian dada. Korban meninggal usai tersangka menjerat leher menggunakan kawat bendrat.

    “Cekikan pakai kawat, karena saya tanyakan tersangka itu pada saat dikawatin, korban udah nggak berdaya tapi masih hidup,” ungkap Abdullah.

    Atas perbuatan ketiga tersangka, kepolisian menjerat tindakan pembunuhan dengan Pasal 170, 365, dan 338 KUHP.

    “Jadi ada tiga pasal yang kami sangkakan,” tutur Abdullah.

    Sebelumnya, polisi menetapkan tiga tersangka berinisial MFR, MED dan DS, dalam kasus pembunuhan Andri Nugroho di sebuah rumah kawasan Desa Rawa Panjang, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Senin (3/11/2025). Para tersangka menghabisi nyawa korban dengan cara dipukul dan lehernya dijerat menggunakan kawat bendrat.

    Kasat Reskrim Polres Metro Depok Kompol Made Gede Oka Utama mengatakan, para tersangka berusaha menguasai barang berharga milik korban, berupa handphone dan sepeda motor.

    “Untuk handphone korban sudah ada diambil tersangka bersama kunci motor, namun motor korban tertinggal di lokasi kejadian,” kata Made Gede Oka, Rabu (5/11/2025).

    Made Gede Oka menjelaskan, awalnya tersangka MED berkenalan dengan korban melalui media sosial. Korban dan tersangka saling berkirim pesan dan menyepakati untuk melakukan pertemuan.

    “Keduanya bersepakat untuk bertemu bersama-sama, nongkrong di rumah salah satu tersangka yang merupakan juga menjadi TKP pembunuhan,” jelas Made Gede Oka.

    Sesuai kesepakatan, korban mendatangi lokasi pertemuan dan masuk ke dalam rumah bersama tersangka MED. Pada saat itu, terdapat dua tersangka lainnya yakni MFR dan DS.

    “Tersangka MED meminjam uang kepada korban dengan alasan untuk persalinan ataupun biaya persalinan pacarnya,” terang Made Gede Oka.

    Tersangka MED meminjam uang kepada korban Rp 4 juta, namun ditolak korban. Mengetahui hal itu, tersangka merasa tersinggung dan marah sehingga terjadi keributan.

    “Saat keributan korban mencoba melarikan diri namun terjatuh usai didorong tersangka, lalu dua tersangka lainnya ikut membantu melakukan penganiayaan dan pemukulan,” terang Made Gede Oka.

    Made Gede Oka mengungkapkan, korban dianiaya menggunakan benda tajam dan tumpul. Tidak hanya itu, leher korban dijerat menggunakan kawat bendrat yang berada di lokasi.

    “Salah satu tersangka mengikat leher korban dengan kawat bendrat, sehingga korban akhirnya meninggal di tempat,” ungkap Made Gede Oka.

    Para tersangka berusaha menghilangkan jejak darah di lantai rumah, dibersihkan menggunakan pakaian korban. Hal itulah yang menyebabkan mayat korban saat ditemukan hanya menggunakan kaus dalam.

    “Tetangga yang mendengar keributan berupaya menggedor pintu, para tersangka menjadi panik sehingga mereka kabur, meninggalkan TKP dengan mengambil beberapa barang milik korban,” tutur Made Gede Oka.

    Polres Metro Depok menjerat ketiga tersangka dengan pasal berlapis, yakni Pasal 338 KUHP, pasal 170 KUHP dengan hukuman 15 tahun penjara.

    “Selain itu, ketiga tersangka juga dijerat dengan pasal 365 ayat 3 yaitu pencurian dengan kekerasan yang menyebabkan meninggalnya korban dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara,” ucap Made Gede Oka.