Kementrian Lembaga: Polisi

  • Sidang Perdana Delpedro Cs Sempat Memanas, Kuasa Hukum Protes Kehadiran Polisi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Desember 2025

    Sidang Perdana Delpedro Cs Sempat Memanas, Kuasa Hukum Protes Kehadiran Polisi Megapolitan 16 Desember 2025

    Sidang Perdana Delpedro Cs Sempat Memanas, Kuasa Hukum Protes Kehadiran Polisi
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Kuasa hukum terdakwa kasus dugaan penghasutan dalam demonstrasi Agustus 2025, Delpedro Marhaen, Nurkholis Hidayat, mengkritisi adanya dua aparat kepolisian yang hadir di ruang sidang saat persidangan perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
    Kritikan itu disampaikan Nurkholis kepada ketua majelis hakim PN Jakarta Pusat usai pembacaan dakwaan kepada Delpedro dan tiga terdakwa lainnya.
    “Kami ingin mendapatkan informasi. Pertama begini Yang Mulia, bahwa tidak boleh dalam persidangan ini ada aparat keamanan, apalagi menggunakan senjata,” ujar Nurkholis.
    “Dan Yang Mulia, baiknya untuk membiarkan mereka untuk keluar dari ruangan ini untuk persidangan selanjutnya,” lanjutnya.
    Pantauan
    Kompas.com
    , dua anggota polisi hadir sejak awal sidang dan berdiri di belakang kursi majelis hakim.
    Pernyataan Nurkholis disambut riuh para pendukung Delpedro dan rekannya yang meneriakkan “usir, usir, usir,” sehingga ketua majelis hakim memberikan penegasan.
    “Persidangan ini akan berlangsung dengan sangat efektif jika kita semua bekerja sama dengan baik,” tutur ketua majelis hakim.
    “Kita lagi mencari kebenaran, jangan dirusak dengan hal-hal yang bisa membuat ini tidak berjalan dengan lancar. Saya harapkan kerja samanya,” jelasnya.
    Dalam sidang perdana tersebut,
    Delpedro Marhaen
    beserta tiga rekannya, Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar, didakwa mengunggah 80 konten atau konten kolaborasi bersifat menghasut di media sosial terkait aksi pada akhir Agustus 2025.
    Dakwaan disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan bahwa konten tersebut merupakan hasil patroli siber dan diunggah dalam kurun 24-29 Agustus 2025.
    “(Unggahan dilakukan) Dengan tujuan untuk menimbulkan kebencian kepada pemerintah pada aplikasi media sosial Instagram oleh para terdakwa,” ujar JPU dalam persidangan.
    Selain itu, keempat terdakwa juga didakwa mengunggah konten Instagram lain yang bertujuan menimbulkan kerusuhan di masyarakat.
    Unggahan berupa postingan atas nama satu akun atau kolaborasi akun media sosial Instagram @
    gejayanmemanggil
    , @
    aliansimahasiswapenggugat
    , @
    blokpolitikpelajar
    , dan @
    lokataru_foundation
    yang dikelola oleh para terdakwa.
    “(Sehingga) Menciptakan efek jaringan, di mana tingkat interaksi konten atau
    engagement
    dari
    followers
    semua akun tersebut digabungkan,” tutur JPU.
    “Menghasilkan sinyal yang sangat kuat ke algoritma bahwa ini adalah gerakan utama yang harus dipromosikan,” lanjutnya.
    JPU menilai penggunaan tagar konsisten seperti
    #indonesiagelap
    dan
    #bubarkandpr
    memudahkan algoritma melacaknya sebagai topik utama di media sosial.
    Perbuatan para terdakwa dalam penyebaran konten tersebut bermuatan ajakan kepada pelajar, mayoritas anak, untuk terlibat kerusuhan.
    “Termasuk instruksi untuk meninggalkan sekolah, menutupi identitas, dan menempatkan mereka di garis depan konfrontasi yang membahayakan jiwa anak,” ungkap JPU.
    “Sehingga mengakibatkan anak mengikuti aksi unjuk rasa yang berujung anarkis pada tanggal 25 Agustus 2025 sampai dengan 30 Agustus 2025,” tuturnya.
    Akibatnya, kata JPU, terjadi kerusuhan yang mengakibatkan fasilitas umum rusak, aparat pengamanan terluka, kantor pemerintahan rusak, serta menimbulkan rasa tidak aman bagi masyarakat luas.
    Atas rangkaian dakwaan itu, Delpedro dan ketiga rekannya didakwa melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) atau Pasal 28 ayat (3) juncto Pasal 45A ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 160 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 76H juncto Pasal 87 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral Warga Disiram Air Got Saat Melintas di Pejompongan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Desember 2025

    Viral Warga Disiram Air Got Saat Melintas di Pejompongan Megapolitan 16 Desember 2025

    Viral Warga Disiram Air Got Saat Melintas di Pejompongan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Sebuah video berisi keluhan warga yang mengaku menjadi korban penyiraman air selokan (got) viral di media sosial pada Selasa (16/12/2025).
    Dalam video yang diunggah akun Instagram @warga.jakbar, seorang perempuan mengingatkan warganet untuk berhati-hati saat melintas di kawasan Pejompongan, tepatnya di depan Menara BNI, Pejompongan, Jakarta Pusat.
    “Hati-hati saat melintas malam hari di Pejompongan depan Menara BNI,” demikian
    caption 
    dalam unggahan video di akun Instagram @warga.jakbar, Selasa.
    Perempuan dalam video menceritakan kronologi kejadian yang dialaminya. Ia dan rekannya menjadi korban penyiraman air got pada Selasa dini hari sekitar pukul 02.30 WIB.
    “Gua lagi lewat lagi mau arah Pasar Senen tiba-tiba disiram sama orang yang tidak bertanggungjawab. Dia kabur gitu aja,” ujar perempuan itu dalam video.
    “Ada 3 orang, yang 1 nunggu di gang, yang 1 pegang kayu/bambu, yang 1 lagi nyiram air,” lanjutnya.
    Sebuah kiriman dibagikan oleh INFO WARGA JAKARTA BARAT (@warga.jakbar)
    Menurut keterangan warga setempat yang ditemuinya, peristiwa penyiraman air sudah terjadi sebanyak empat kali.
    “Dan sebelumnya juga ada yang sampai disiram air keras menurut keterangan bapak-bapak yang kami temuin, tolongggg disebarluaskannn!!!” tambah warga itu.
    Berdasarkan informasi yang dihimpun Polsek Metro Tanah Abang, peristiwa dalam video viral tersebut terjadi di kawasan Pejompongan, Kelurahan Bendungan Hilir, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
    Kejadian itu berlangsung pada Selasa (16/12/2025) sekitar pukul 02.30 WIB.
    “Dari hasil penanganan awal, polisi mengamankan terduga pelaku berinisial N (15), warga Petamburan. Selain itu, sejumlah saksi yang berada di lokasi kejadian turut dimintai keterangan,” ujar Kapolsek Metro Tanah Abang Kompol Haris Akhmad Basuki dalam keterangan tertulisnya, Selasa.
    “Seluruh pihak kemudian dibawa ke Polsek Metro Tanah Abang untuk penanganan lebih lanjut dengan melibatkan orangtua serta pengurus lingkungan setempat,” lanjutnya.
    Meski diamankan, kepolisian melakukan pendekatan humanis karena terduga pelaku masih di bawah umur.
    Polsek Metro Tanah Abang pun meminta adanya pembinaan dari orangtua serta tokoh lingkungan. Hal ini bertujuan agar anak-anak memahami dampak perbuatannya dan kejadian serupa tidak terulang kembali.
    “Polisi mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan tindakan yang membahayakan orang lain,” tutur Haris.
    “Warga agar segera melapor kepada aparat apabila menemukan kejadian yang berpotensi mengganggu keamanan,” lanjutnya.
    Haris memastikan situasi di lokasi peristiwa penyiraman air got tersebut kini telah aman dan kondusif.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polres Gresik Tembak Dua Pelaku Curanmor Bersenjata Airsoft

    Polres Gresik Tembak Dua Pelaku Curanmor Bersenjata Airsoft

    Gresik (beritajatim.com) – Kepolisian Resor (Polres) Gresik memperingatkan para pelaku pencurian kendaraan bermotor (curanmor) agar tidak main-main melakukan aksinya. Petugas menegaskan bakal bertindak tegas sesuai prosedur jika pelaku tetap nekat menjalankan aksi curanmor.

    Terbaru, aparat kepolisian setempat bertindak tegas dengan menembak kedua pelaku curanmor yang menakut-nakuti korban menggunakan senjata airsoft gun.

    Ada empat pelaku yang diringkus. Dua di antaranya terpaksa ditembak kakinya saat hendak diringkus karena melawan petugas.

    Kanit Resmob Satreskrim Polres Gresik, Ipda Andik Muh. Asyraf Gunawan, mengatakan keempat pelaku semuanya warga Madura yang tinggal di Surabaya.

    “Pelaku yang kami ringkus atas nama Topan Rifqi (25), Rizqi Pratama (25), Jamaluddin (36), dan Robi Fanani (29). Semua telah ditahan usai menjalani pemeriksaan,” katanya, Selasa (16/12/2025).

    Perwira pertama (Pama) Polres Gresik itu menambahkan, dari hasil pemeriksaan, komplotan pelaku ini beraksi di lima TKP dan berhasil membawa kabur 10 unit motor selama empat pekan terakhir.

    “Modus pelaku ini secara bersama-sama mengincar dua unit motor milik korban sambil membawa senjata airsoft gun supaya korban takut,” imbuhnya.

    Dalam aksinya, lanjut Asyraf, pelaku selalu menggunakan penutup helm serta menyamar sebagai ojek online dan wartawan.

    “Dari barang bukti yang kami amankan juga disita jaket ojek online serta identitas wartawan. Aksi komplotan ini tidak hanya di Gresik, melainkan juga di wilayah Surabaya dan Lamongan,” ungkapnya.

    Kasus curanmor menjadi atensi jajaran Polres Gresik, khususnya Satreskrim. Kasus ini akan dikembangkan karena tidak menutup kemungkinan ada jaringan dari luar daerah yang turut terlibat. [dny/kun]

  • Uang Rp182 Juta Dicuri di SMPN 1 Pulung Ponorogo Kebanyakan Sumbangan Wali Murid

    Uang Rp182 Juta Dicuri di SMPN 1 Pulung Ponorogo Kebanyakan Sumbangan Wali Murid

    Ponorogo (beritajatim.com) – Terungkapnya asal-usul uang ratusan juta rupiah yang dicuri dari brankas SMP Negeri 1 Pulung menambah daftar keprihatinan dalam kasus pencurian tersebut. Dari total uang sekitar Rp182 juta yang raib, sebagian besar ternyata merupakan dana sumbangan wali murid yang dikumpulkan untuk mendukung kegiatan sekolah.

    Fakta ini disampaikan Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Ponorogo, setelah melakukan pengecekan langsung ke SMPN 1 Pulung menyusul laporan pencurian yang terjadi pada Senin (15/12/2025).

    Sekretaris Dinas Pendidikan Ponorogo, Farida Nuraini, menyebut dari total Rp182 juta yang tersimpan di brankas, Rp 168 juta adalah uang sumbangan komite wali murid. “Dana tersebut disiapkan untuk membiayai kegiatan sekolah yang tidak ter-cover oleh anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS),” kata Farida, Selasa (16/12/2025).

    Selain dana sumbangan wali murid, di dalam brankas juga tersimpan dana sosial guru sebesar Rp 14 juta. Dana itu dihimpun secara internal dan digunakan untuk keperluan sosial, seperti menjenguk guru sakit atau takziah.

    Farida menjelaskan, penyimpanan uang dalam jumlah besar di sekolah dilakukan bukan tanpa pertimbangan. Secara prinsip, sekolah disarankan menggunakan rekening bersama. Namun, aturan pengelolaan keuangan BOS membuat dana tersebut tidak bisa disatukan.

    “Rekening BOS tidak boleh dicampur dengan dana lain. Bank juga menyarankan pemisahan rekening. Karena itu, pihak sekolah memilih menyimpan dana sumbangan di brankas,” katanya.

    Meski demikian, Dindik Ponorogo meminta seluruh sekolah menjadikan kasus SMPN 1 Pulung sebagai pelajaran penting. Farida menegaskan perlunya peningkatan sistem pengamanan, terutama pengawasan terhadap fasilitas pendukung keamanan.

    “Sekolah harus lebih berhati-hati menyimpan uang tunai. CCTV harus dipastikan berfungsi. Dari hasil pengecekan, CCTV di SMPN 1 Pulung diketahui tidak berfungsi selama kurang lebih 6 bulan,” ungkapnya.

    Sementara itu, pihak kepolisian masih terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap pelaku pencurian. Kasatreskrim Polres Ponorogo AKP Imam Mujali memastikan proses penyidikan berjalan dan sejumlah keterangan telah dikumpulkan.

    Kasus ini tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga menyentuh aspek kepercayaan publik, khususnya para wali murid yang telah ikut berpartisipasi mendukung kegiatan pendidikan melalui sumbangan komite. Pengungkapan pelaku diharapkan bisa segera memberi kepastian hukum sekaligus rasa keadilan bagi semua pihak. [end/suf]

  • ​Guru Besar Esa Unggul Nilai Perpol 10/2025 Tidak Bertentangan dengan Putusan MK, Begini Penjelasannya

    ​Guru Besar Esa Unggul Nilai Perpol 10/2025 Tidak Bertentangan dengan Putusan MK, Begini Penjelasannya

    Jakarta: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi. Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta, Prof Juanda, menilai aturan itu tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

    Prof Juanda menjelaskan untuk menilai sebuah produk hukum itu benar atau tidak, sah atau tidak maka sarana menilai dan pengujinya dapat dilihat dalam perspektif formiel dan materiel. Secara formiel suatu produk hukum atau keputusan Pemerintah dapat dinilai tidak sah  karena keliru atau tidak tepat mekanisme pembentukannya atau keliru pejabat yang mengeluarkannya atau produk hukum tersebut dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang. 

    “Misalnya Peraturan Kepolisian dikeluarkan oleh Kapolri tetapi dikeluarkan oleh bukan Kapolri,” jelasnya seperti dikutip Selasa, 16 Desember 2025.

    Lebih lanjut, ia mengatakan secara materiel bahwa produk hukum yang diterbitkan tersebut secara materi muatan tidak sesuai dengan jenis produk hukum yang diatur di dalam UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan bertentangan dengan asas serta norma hukum yang lebih tinggi.

    Misalnya bertentangan dengan asas dan norma yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di dalam Pasal 5 UU tersebut telah mengatur bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

    a. kejelasan tujuan;
    b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
    c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
    d. dapat dilaksanakan;
    e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
    f. kejelasan rumusan; dan
    g. keterbukaan.

    “Pertanyaannya apakah Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 ditemukan menyalahi aspek formiel dan materiel sebagaimana diuraikan di atas. Termasuk menyalahi dan bertenatngan dengan ke 7 (tujuh) asas yang dimaksud,” kata Juanda yang juga Ketua Dewan Pembina Peradi Maju Indonesia.

    Juanda menyebut sepanjang tidak ditemukan kesalahan dari aspek formiel dan materiel maka Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 sah.  Namun seandainya ada yang pihak-pihak  beranggapan atau menilai Peraturan Kepolisian tersebut keliru maka gunakan saja sarana hukum pengujiannya yang diatur  di dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) yaitu;

    (1)     Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
    (2)  Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

    “Artinya, sepanjang belum ada proses pengujian terhadap Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 di Mahkamah Agung, maka secara asas maupun norma yang berlaku maka Peraturan Kepolisian dimaksud tetap sah berlaku dan memiliki daya laku, daya guna dan daya ikat,” bebernya.
     

    Pernyataan tersebut diperkuat dengan asas hukum yang berlaku yang menyatakan produk hukum tetap sah, selama belum dinyatakan pembatalan  oleh Pengadilan yang berwenang. 

    Juanda menjelaskan asas tersebut dikenal dengan Asas Presumption of Legality atau Presumption of Validity (Asas Dugaan Keabsahan), bagian dari Asas Presumptio Iustae Causa (dugaan adanya alasan yang sah) yang berarti produk hukum/ keputusan pemerintah dianggap sah dan berlaku sampai ada pembatalan resmi oleh Pengadilan.

    Memperhatikan  amar Putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tanggal 13 November 2025 yaitu;

    1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
    2. Menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
    3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

    “Sesungguhnya  hanya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI  yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” terangnya.

    Ia menambahkan selain frasa yang dinyatakan dalam “amar putusan” tersebut  yang bertentangan maka secara hukum  frasa lain di dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) tetap berlaku, oleh karena itu makna “jabatan di luar kepolisian “ yaitu  jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian masih tetap berlaku dan memiliki daya ikat .

    “Oleh karena itu maka putusan Mahkamah Konstitusi No.114/PUU-XXIII/2025 secara normatif sesungguhnya tidak memiliki implikasi hukum yang luas dan tidak berdampak pada penghapusan atau peniadaan hak Anggota Kepolisian Negara RI yang aktif untuk menduduki jabatan di luar Kepolisian, sepanjang mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, mereka  tidak harus mundur atau pensiun,” tegasnya.

    Ia juga menekankan bahwa berdasarkan amar putusan MK No. 114/PUU-XXIII/2025 tersebut, tidak ada alasan dan dasar normatif yang kuat untuk dijadikan dasar untuk melarang bagi Anggota Polri  menduduki jabatan yang memiliki sangkut pautnya dengan tugas-tugas kepolisian meskipun di luar institusi kepolisian.

    “Tidak ada keraguan, rumusan demikian adalah rumusan norma yang expressis verbis yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain,” imbuhnya. 

    Karena itu, menurutnya Mahkamah perlu menegaskan, “jabatan” yang mengharuskan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, dengan merujuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU 20/2023), jabatan tersebut adalah jabatan ASN yang terdiri atas jabatan manajerial dan jabatan nonmanajerial [vide Pasal 13 UU 20/2023].
     
    “Kalimat di atas merupakan penegasan dari Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya. Dari pertimbangan hukumnya dimaksud, semakin memperkuat analisis dan argumentasi hukum saya yang sejak awal menilai bahwa permohonan pemohon dan putusan ini tidak ada implikasi hukum yang  signifikan yang berujung pada suatu ketentuan yang melarang Anggota Polri untuk menjabat jabatan tertentu diluar struktur Kepolisian. 

    Dalam pandangannya, Amar putusan MK No.114/PUU-XXIII/2025 tersebut secara esensial  hanya mempertegas bahwa;

    1. Frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

    2. Terhadap kewajiban mengundurkan diri atau pensiun sebagaimana diatur dalam Pasal 28 yat (3) UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, dengan merujuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU 20/2023), jabatan tersebut adalah jabatan ASN yang terdiri atas jabatan manajerial dan jabatan nonmanajerial.

    Juanda menyebut poin Angka 2 tersebut merupakan pendapat Mahkamah yang  artinya, bahwa jabatan tertentu di luar Institusi Kepolisian  yang mempunyai sangkut paut dengan tugas-tugas Kepolisian, tetap boleh dijabat oleh Anggota POLRI aktif dengan tidak perlu mundur, berhenti atau pensiun sepanjang  mengikuti prosedur, mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur di dalam UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP 11 tahun 2017 yang dirubah dengan PP 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS. 

    “Ke depan yang penting menurut saya dalam rangka proses penempatan Anggota Polri dalam jabatan tertentu di luar Kepolisian adalah di samping mempedomani  prosedur, mekanisme yang terdapat dalam UU ASN dan PP manejemen PNS juga harus mempedomani tentang ruang lingkup  tugas yang mempunyai sangkut pautnya dengan kepolisian,” jelasnya.

    Karena itu,  menurutnya kedepan agar tidak menimbulkan polemik dan keliru maka sudah seharusnya diatur dalam Undang-Undang Kepolisian atau Peraturan pemerintah tentang  jenis-jenis tugas jabatan tertentu yang mempunyai sangkut pautnya dengan tugas kepolisian. Hal itu penting diatur dalam rangka perubahan dan pembenahan UU Kepolisian RI di masa yang datang agar tidak menimbulkan masalah hukum dan salah tafsir. 

    “Namun sebelum adanya pengaturan ke dalam bentuk UU atau PP, pengaturan dalam Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 10 Tahun 2025 salah satu sarana hukum antara yang dimungkinkan untuk mengisi kekosongan norma yang ada. Dan oleh karena itu secara normatif Perpol No. 10 Tahun 2025 secara hukum substantif tidak bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025,” ungkapnya.

    “Sebaiknya dimasa yang akan datang diperkuat untuk diatur pula di dalam Perubahan Undang-Undang Kepolisian atau Peraturan pemerintah yang terkait. Namun sebelum adanya pengaturan ke dalam bentuk UU atau PP, tentu pengaturan dalam Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 10 Tahun 2025 salah satu sarana hukum antara yang dimungkinkan untuk mengisi kekosongan norma yang ada.”

    Jakarta: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi. Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta, Prof Juanda, menilai aturan itu tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
     
    Prof Juanda menjelaskan untuk menilai sebuah produk hukum itu benar atau tidak, sah atau tidak maka sarana menilai dan pengujinya dapat dilihat dalam perspektif formiel dan materiel. Secara formiel suatu produk hukum atau keputusan Pemerintah dapat dinilai tidak sah  karena keliru atau tidak tepat mekanisme pembentukannya atau keliru pejabat yang mengeluarkannya atau produk hukum tersebut dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang. 
     
    “Misalnya Peraturan Kepolisian dikeluarkan oleh Kapolri tetapi dikeluarkan oleh bukan Kapolri,” jelasnya seperti dikutip Selasa, 16 Desember 2025.

    Lebih lanjut, ia mengatakan secara materiel bahwa produk hukum yang diterbitkan tersebut secara materi muatan tidak sesuai dengan jenis produk hukum yang diatur di dalam UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan bertentangan dengan asas serta norma hukum yang lebih tinggi.
     
    Misalnya bertentangan dengan asas dan norma yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di dalam Pasal 5 UU tersebut telah mengatur bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
     
    a. kejelasan tujuan;
    b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
    c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
    d. dapat dilaksanakan;
    e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
    f. kejelasan rumusan; dan
    g. keterbukaan.
     
    “Pertanyaannya apakah Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 ditemukan menyalahi aspek formiel dan materiel sebagaimana diuraikan di atas. Termasuk menyalahi dan bertenatngan dengan ke 7 (tujuh) asas yang dimaksud,” kata Juanda yang juga Ketua Dewan Pembina Peradi Maju Indonesia.
     
    Juanda menyebut sepanjang tidak ditemukan kesalahan dari aspek formiel dan materiel maka Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 sah.  Namun seandainya ada yang pihak-pihak  beranggapan atau menilai Peraturan Kepolisian tersebut keliru maka gunakan saja sarana hukum pengujiannya yang diatur  di dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) yaitu;
     
    (1)     Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
    (2)  Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
     
    “Artinya, sepanjang belum ada proses pengujian terhadap Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 di Mahkamah Agung, maka secara asas maupun norma yang berlaku maka Peraturan Kepolisian dimaksud tetap sah berlaku dan memiliki daya laku, daya guna dan daya ikat,” bebernya.
     

     
    Pernyataan tersebut diperkuat dengan asas hukum yang berlaku yang menyatakan produk hukum tetap sah, selama belum dinyatakan pembatalan  oleh Pengadilan yang berwenang. 
     
    Juanda menjelaskan asas tersebut dikenal dengan Asas Presumption of Legality atau Presumption of Validity (Asas Dugaan Keabsahan), bagian dari Asas Presumptio Iustae Causa (dugaan adanya alasan yang sah) yang berarti produk hukum/ keputusan pemerintah dianggap sah dan berlaku sampai ada pembatalan resmi oleh Pengadilan.
     
    Memperhatikan  amar Putusan Mahkamah Konstitusi  Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tanggal 13 November 2025 yaitu;
     
    1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;
    2. Menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
    3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
     
    “Sesungguhnya  hanya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI  yang dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” terangnya.
     
    Ia menambahkan selain frasa yang dinyatakan dalam “amar putusan” tersebut  yang bertentangan maka secara hukum  frasa lain di dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) tetap berlaku, oleh karena itu makna “jabatan di luar kepolisian “ yaitu  jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian masih tetap berlaku dan memiliki daya ikat .
     
    “Oleh karena itu maka putusan Mahkamah Konstitusi No.114/PUU-XXIII/2025 secara normatif sesungguhnya tidak memiliki implikasi hukum yang luas dan tidak berdampak pada penghapusan atau peniadaan hak Anggota Kepolisian Negara RI yang aktif untuk menduduki jabatan di luar Kepolisian, sepanjang mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, mereka  tidak harus mundur atau pensiun,” tegasnya.
     
    Ia juga menekankan bahwa berdasarkan amar putusan MK No. 114/PUU-XXIII/2025 tersebut, tidak ada alasan dan dasar normatif yang kuat untuk dijadikan dasar untuk melarang bagi Anggota Polri  menduduki jabatan yang memiliki sangkut pautnya dengan tugas-tugas kepolisian meskipun di luar institusi kepolisian.
     
    “Tidak ada keraguan, rumusan demikian adalah rumusan norma yang expressis verbis yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain,” imbuhnya. 
     
    Karena itu, menurutnya Mahkamah perlu menegaskan, “jabatan” yang mengharuskan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, dengan merujuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU 20/2023), jabatan tersebut adalah jabatan ASN yang terdiri atas jabatan manajerial dan jabatan nonmanajerial [vide Pasal 13 UU 20/2023].
     
    “Kalimat di atas merupakan penegasan dari Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya. Dari pertimbangan hukumnya dimaksud, semakin memperkuat analisis dan argumentasi hukum saya yang sejak awal menilai bahwa permohonan pemohon dan putusan ini tidak ada implikasi hukum yang  signifikan yang berujung pada suatu ketentuan yang melarang Anggota Polri untuk menjabat jabatan tertentu diluar struktur Kepolisian. 
     
    Dalam pandangannya, Amar putusan MK No.114/PUU-XXIII/2025 tersebut secara esensial  hanya mempertegas bahwa;
     
    1. Frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
     
    2. Terhadap kewajiban mengundurkan diri atau pensiun sebagaimana diatur dalam Pasal 28 yat (3) UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, dengan merujuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU 20/2023), jabatan tersebut adalah jabatan ASN yang terdiri atas jabatan manajerial dan jabatan nonmanajerial.
     
    Juanda menyebut poin Angka 2 tersebut merupakan pendapat Mahkamah yang  artinya, bahwa jabatan tertentu di luar Institusi Kepolisian  yang mempunyai sangkut paut dengan tugas-tugas Kepolisian, tetap boleh dijabat oleh Anggota POLRI aktif dengan tidak perlu mundur, berhenti atau pensiun sepanjang  mengikuti prosedur, mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur di dalam UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara dan PP 11 tahun 2017 yang dirubah dengan PP 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS. 
     
    “Ke depan yang penting menurut saya dalam rangka proses penempatan Anggota Polri dalam jabatan tertentu di luar Kepolisian adalah di samping mempedomani  prosedur, mekanisme yang terdapat dalam UU ASN dan PP manejemen PNS juga harus mempedomani tentang ruang lingkup  tugas yang mempunyai sangkut pautnya dengan kepolisian,” jelasnya.
     
    Karena itu,  menurutnya kedepan agar tidak menimbulkan polemik dan keliru maka sudah seharusnya diatur dalam Undang-Undang Kepolisian atau Peraturan pemerintah tentang  jenis-jenis tugas jabatan tertentu yang mempunyai sangkut pautnya dengan tugas kepolisian. Hal itu penting diatur dalam rangka perubahan dan pembenahan UU Kepolisian RI di masa yang datang agar tidak menimbulkan masalah hukum dan salah tafsir. 
     
    “Namun sebelum adanya pengaturan ke dalam bentuk UU atau PP, pengaturan dalam Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 10 Tahun 2025 salah satu sarana hukum antara yang dimungkinkan untuk mengisi kekosongan norma yang ada. Dan oleh karena itu secara normatif Perpol No. 10 Tahun 2025 secara hukum substantif tidak bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025,” ungkapnya.
     
    “Sebaiknya dimasa yang akan datang diperkuat untuk diatur pula di dalam Perubahan Undang-Undang Kepolisian atau Peraturan pemerintah yang terkait. Namun sebelum adanya pengaturan ke dalam bentuk UU atau PP, tentu pengaturan dalam Peraturan Kepolisian Negara RI Nomor 10 Tahun 2025 salah satu sarana hukum antara yang dimungkinkan untuk mengisi kekosongan norma yang ada.”
     

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Kabur dan Berpindah-pindah Kota Sebelum Diciduk

    Kabur dan Berpindah-pindah Kota Sebelum Diciduk

    Jakarta: Polisi menangkap YouTuber Resbob terkait konten yang diduga mengandung ujaran kebencian di media sosial. Pria yang memiliki nama asli Adimas Firdaus sempat kabur dan berpindah kota sebelum akhirnya diciduk.

    Penangkap Resbob ini berawal dari video rekaman siaran langsungnya menjadi viral di media sosial. Dalam video tersebut, ia dinilai telah melontarkan hinaan kepada suku Sunda dan kelompok pendukung Persib, Viking.

    Berikut kronologi lengkap penangkapan YouTuber yang memiliki nama asli Adimas Firdaus itu.
    Berawal dari laporan masyarakat

    Direktur Reserse Siber Polda Jawa Barat Komisaris Besar Polisi Resza Ramadianshah di Bandung, mengatakan penangkapan Resbob dilakukan setelah pihaknya melakukan pencarian intensif sejak laporan masyarakat diterima pada Jumat, 12 Desember 2025.

    Resza menjelaskan laporan dari kelompok pendukung Persib tercatat dengan nomor LP/B/674/XII/2025/SPKT/Polda Jawa Barat tertanggal 11 Desember 2025 atas nama pelapor Ferdy Rizky Adilya.

    Selain itu, Polda Jabar juga menerima laporan pengaduan dari elemen masyarakat Rumah Aliansi Sunda Ngahiji dengan nomor 2021/XII/RES.2.5./2025/Ditressiber atas nama pelapor Deni Suwardi.
    Resbob Kabur dan pindah-pindah kota

    Pelaku sempat berpindah-pindah tempat dan bersembunyi untuk menghindar dari kejaran polisi. Ia bersembunyi di salah satu desa di Semarang hingga akhirnya ditemukan oleh polisi. Penangkapan tersebut berdasarkan laporan polisi dari sejumlah pihak yang merasa dirugikan oleh pernyataan Resbob di media sosial.

    “Kita sudah melakukan pencarian dari Jumat kemarin. Sudah ada pelaporan. Yang bersangkutan pindah-pindah kota, Surabaya, kemudian Surakarta, terakhir ditangkap di Semarang,” kata Resza dikutip dari Antara, Selasa 16 Desember 2025.
     

     

    Resbob ditetapkan jadi tersangka
    Resza menjelaskan Resbob ditetapkan sebagai tersangka karena konten siaran langsung di kanal YouTube miliknya yang diduga mengandung ujaran kebencian kepada masyarakat Sunda sehingga memicu kegaduhan di media sosial.

    “Pada konten video saat streaming di YouTube, yang bersangkutan mengucapkan ujaran kebencian yang mengarah pada suku tertentu,” ujarnya.

    Ia mengatakan konten tersebut dinilai menghina masyarakat Sunda serta kelompok pendukung Persib Bandung sehingga diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

    Atas perbuatannya, penyidik menerapkan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi elektronik yang bermuatan hasutan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

    “Ancaman pidana maksimal enam tahun penjara,” kata Resza.

    Jakarta: Polisi menangkap YouTuber Resbob terkait konten yang diduga mengandung ujaran kebencian di media sosial. Pria yang memiliki nama asli Adimas Firdaus sempat kabur dan berpindah kota sebelum akhirnya diciduk.
     
    Penangkap Resbob ini berawal dari video rekaman siaran langsungnya menjadi viral di media sosial. Dalam video tersebut, ia dinilai telah melontarkan hinaan kepada suku Sunda dan kelompok pendukung Persib, Viking.
     
    Berikut kronologi lengkap penangkapan YouTuber yang memiliki nama asli Adimas Firdaus itu.
    Berawal dari laporan masyarakat

    Direktur Reserse Siber Polda Jawa Barat Komisaris Besar Polisi Resza Ramadianshah di Bandung, mengatakan penangkapan Resbob dilakukan setelah pihaknya melakukan pencarian intensif sejak laporan masyarakat diterima pada Jumat, 12 Desember 2025.

    Resza menjelaskan laporan dari kelompok pendukung Persib tercatat dengan nomor LP/B/674/XII/2025/SPKT/Polda Jawa Barat tertanggal 11 Desember 2025 atas nama pelapor Ferdy Rizky Adilya.
     
    Selain itu, Polda Jabar juga menerima laporan pengaduan dari elemen masyarakat Rumah Aliansi Sunda Ngahiji dengan nomor 2021/XII/RES.2.5./2025/Ditressiber atas nama pelapor Deni Suwardi.

    Resbob Kabur dan pindah-pindah kota

    Pelaku sempat berpindah-pindah tempat dan bersembunyi untuk menghindar dari kejaran polisi. Ia bersembunyi di salah satu desa di Semarang hingga akhirnya ditemukan oleh polisi. Penangkapan tersebut berdasarkan laporan polisi dari sejumlah pihak yang merasa dirugikan oleh pernyataan Resbob di media sosial.
     
    “Kita sudah melakukan pencarian dari Jumat kemarin. Sudah ada pelaporan. Yang bersangkutan pindah-pindah kota, Surabaya, kemudian Surakarta, terakhir ditangkap di Semarang,” kata Resza dikutip dari Antara, Selasa 16 Desember 2025.
     

     

    Resbob ditetapkan jadi tersangka
    Resza menjelaskan Resbob ditetapkan sebagai tersangka karena konten siaran langsung di kanal YouTube miliknya yang diduga mengandung ujaran kebencian kepada masyarakat Sunda sehingga memicu kegaduhan di media sosial.
     
    “Pada konten video saat streaming di YouTube, yang bersangkutan mengucapkan ujaran kebencian yang mengarah pada suku tertentu,” ujarnya.
     
    Ia mengatakan konten tersebut dinilai menghina masyarakat Sunda serta kelompok pendukung Persib Bandung sehingga diduga melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
     
    Atas perbuatannya, penyidik menerapkan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang penyebaran informasi elektronik yang bermuatan hasutan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
     
    “Ancaman pidana maksimal enam tahun penjara,” kata Resza.
     

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Penangkapan 3 Pemburu Rusa di Pulau Komodo Diwarnai Kejar-kejaran dan Baku Tembak

    Penangkapan 3 Pemburu Rusa di Pulau Komodo Diwarnai Kejar-kejaran dan Baku Tembak

    Liputan6.com, Jakarta – Penangkapan tiga pemburu rusa di kawasan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), diwarnai kejar-kejaran dan baku tembak. Polisi akhirnya berhasil meringkus Yasin (36), Abdulah (37) dan Adrun (35), tiga warga Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

    “Ketiga pelaku ini menangkap rusa secara ilegal. Ketiganya merupakan warga NTB,” kata Direktur Polisi Perairan dan Udara (Dirpolairud) Polda NTT Kombes Pol Irwan Deffi Nasution, Selasa (16/12/2025).

    Dia melanjutkan, dalam patroli gabungan di perairan Pulau Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, petugas Ditpolairud Polda NTT sempat terlibat kontak senjata dengan sekelompok pemburu rusa ilegal asal NTB itu.

    Patroli gabungan ini, lanjut dia, merupakan tindak lanjut dari permintaan resmi BTNK setelah adanya laporan intelijen mengenai rencana perburuan rusa di wilayah Loh Laju Pemali, salah satu zona konservasi Taman Nasional Komodo.

    Dia menegaskan bahwa Polda NTT berkomitmen penuh menjaga kelestarian ekosistem, dan menindak tegas setiap kejahatan terhadap satwa lindung.

    “Patroli gabungan ini adalah bentuk sinergi Polri bersama instansi terkait dalam melindungi kawasan konservasi nasional dari aktivitas ilegal, yang merusak ekosistem dan mengancam kelangsungan hidup satwa liar,” tegasnya.

    Dijelaskan, rangkaian patroli dimulai sejak Sabtu, 13 Desember 2025, setelah petugas BTNK menerima informasi adanya rencana perburuan rusa secara ilegal. Informasi tersebut diperkuat lagi dengan pemantauan GPS tracker yang terpasang pada perahu para pelaku.

  • Delpedro Marhaen Cs Jalani Sidang Perdana, Didakwa Menghasut untuk Menimbulkan Kericuhan di Demo Agustus

    Delpedro Marhaen Cs Jalani Sidang Perdana, Didakwa Menghasut untuk Menimbulkan Kericuhan di Demo Agustus

    Liputan6.com, Jakarta – Direktur Eksekutif Lokataru Delpedro Marhaen menjalani sidang perdana bersama tiga terdakwa lainnya, yaitu Syahdan Husein selaku admin @gejayanmemanggil, Muzaffar Salim selaku staf Lokataru Foundation, dan Khariq Anhar selaku mahasiswa Universitas Riau.

    Mereka didakwa melakukan penghasutan terkait demo berujung kericuhan pada akhir Agustus 2025.

    “Yang melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental atau disabilitas fisik,” tutur jaksa membacakan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).

    Menurut Jaksa, para terdakwa bergabung dengan grup media sosial untuk menjalin komunikasi bersama pihak lainnya. Kepolisian sendiri menemukan sebanyak 80 unggahan konten di Instagram pada 24-29 Agustus 2025, yang dinilai bermuatan menghasut dan menimbulkan kebencian terhadap pemerintah.

    “Para terdakwa juga melakukan pengunggahan konten media sosial Instagram lainnya yang bertujuan untuk menimbulkan kerusuhan di masyarakat, yaitu dengan unggahan dan atau unggahan kolaborasi antara akun media sosial Instagram @gejayanmemanggil, @aliansimahasiswapenggugat, @blokpolitikpelajar, @lokataru_foundation yang dikelola oleh para terdakwa,” jelas jaksa.

     

  • Diduga Gara-gara Pacar, Siswi SD di Lampung Pukul dan Jambak Teman

    Diduga Gara-gara Pacar, Siswi SD di Lampung Pukul dan Jambak Teman

    Liputan6.com, Jakarta – Video penganiayaan pelajar perempuan di Kabupaten Pringsewu, Lampung, viral di media sosial. Dalam rekaman berdurasi sekitar 17 detik tersebut, seorang siswi SD tampak menjadi korban kekerasan oleh teman sebaya. Pemicu penganiayaan diduga masalah asmara.

    Dalam video yang beredar luas, korban terlihat dipukul dan dijambak hingga terjatuh ke tanah. Ironisnya, sejumlah pelajar lain yang berada di lokasi justru hanya menonton dan merekam kejadian tanpa berupaya melerai. Beberapa di antaranya bahkan terdengar tertawa.

    Peristiwa itu menuai kecaman warganet. Banyak netizen menyayangkan aksi kekerasan tersebut, terlebih dilakukan oleh anak-anak yang masih di bawah umur.

    Netizen juga menyoroti sikap teman-teman korban yang tidak berusaha menghentikan perkelahian.

    Kapolres Pringsewu, AKBP M Yunnus Saputra membenarkan kejadian tersebut. Dia mengatakan peristiwa itu terjadi di area parkir Masjid As Saadah, Pekon Tanjung Rusia, Kecamatan Pardasuka, Kabupaten Pringsewu.

    “Peristiwa terjadi pada Senin, 15 Desember 2025, sekitar pukul 15.00 WIB,” ujar Yunnus saat dikonfirmasi, Selasa (16/12/2025).

    Menurut Yunnus, perkelahian itu melibatkan dua pelajar perempuan berinisial MS (11) dan FKI (11). Keduanya masih berstatus sebagai siswa sekolah dasar dan merupakan warga Kecamatan Pardasuka.

    Setelah video tersebut viral, polisi langsung melakukan langkah-langkah penanganan dengan mendatangi lokasi kejadian, meminta keterangan sejumlah pihak, serta berkoordinasi dengan aparatur pekon setempat.

    “Dari keterangan awal, penganiayaan itu terjadi karena persoalan asmara, korban dituduh memiliki hubungan spesial dengan pacar pelaku hingga hubungan asmara pelaku dan pacarnya putus,” ungkapnya.

  • Khofifah Terima Penghargaan Penanganan ODOL dari Menteri Perhubungan

    Khofifah Terima Penghargaan Penanganan ODOL dari Menteri Perhubungan

    Surabaya (beritajatim.com) – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menerima penghargaan dari Menteri Perhubungan RI Dudy Purwagandhi atas jasanya mendukung percepatan implementasi program penanganan ODOL di Jawa Timur selama tahun 2025.

    Penghargaan tersebut diserahkan langsung Menhub Dudy pada Gubernur Khofifah dalam Sosialisasi dan Normalisasi Kendaraan Over Dimension Over Load (ODOL) Tahun 2025 di halaman Gedung Tani Puspa Agro, Kab. Sidoarjo.

    Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Khofifah mengatakan hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur berkomitmen untuk mewujudkan visi Zero ODOL 2027 mendatang.

    “Kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Kementerian Perhubungan RI yang menetapkan Jawa Timur sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan ini. Tentunya hal ini menjadi kehormatan sekaligus penguatan komitmen bersama dalam mewujudkan transportasi yang aman, tertib, dan berkelanjutan,” katanya.

    “Bersama-sama kami siap membangun koordinasi dan efektivitas program Zero ODOL 2027. Seluruh tim di Jawa Timur, mulai dari pelaku-pelaku usaha transportasi, dan juga para gabungan sopir, berkomitmen bahwa ODOL ini bagian yang kita harus rapikan di dalam tata kelola transportasi di Indonesia dan Jawa Timur. Kami siap,” lanjut Gubernur Khofifah.

    Pengendalian ODOL menurutnya penting dalam upaya menjaga keselamatan semua pengguna jalan. Tak hanya itu, menjaga kualitas dan kapasitas jalan juga menjadi prioritas pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota se-Indonesia.

    “Terlebih dengan mulai bergulirnya program penguatan logistik nasional. Kendaraan ODOL ini dapat berdampak mengganggu kualitas jalan yang mestinnya bisa tahan sekian puluh tahun, bisa mengalami kerusakan dengan percepatan tertentu. Dan ini juga berpengaruh terhadap keberhasilan program pemerintah, khususnya dalam pelaksanaan Rencana Aksi Keselamatan atau RAK ke depan,” terangnya.

    Lebih dari itu, program Zero ODOL 2027 ini juga akan berseiring dengan banyak program prioritas Pemerintah Pusat. Seperti kemudahan dan keamanan untuk distribusi bahan pokok untuk Koperasi Merah Putih di sejumlah daerah.

    “Untuk itu, sebagai bentuk komitmen dan dukungan kami kepada Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan sebagai inisiator dan konseptor program ini, di Jawa Timur telah bergulir bantuan biaya pemotongan terhadap kendaraan bermotor lebih dimensi,” terangnya.

    Untuk sementara, sebut Gubernur Khofifah, bantuan ini diberikan secara terbatas mengingat keterbatasan anggaran. Sehingga, baru dapat menjangkau sejumlah pemilik kendaraan yang telah dinyatakan secara teknis lebih dimensi (over dimension) dan diwajibkan untuk dilakukan pemotongan.

    Demi mencapai pembangunan dan penguatan tata kelola transportasi ini, Gubernur Khofifah telah bersinergi dengan sejumlah pihak. Seperti Balai Pengelola Transportasi Darat, PT. Jasa Raharja, Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Timur, serta asosiasi transportasi darat dan segenap perusahaan angkutan barang.

    “Intinya semua kita lakukan untuk efisiensi keamanan dan kenyamanan masyarakat yang juga akan memberikan referensi bagi semua pelaku usaha. Terima kasih banyak kepada Pak Menteri yang sudah sangat memperhatikan dan mensupport. Insya Allah pengguna jalan kita makin aman, makin nyaman, dan dunia usaha kita juga akan makin produktif,” pungkasnya.

    Sementara itu, Menteri Perhubungan RI Dudy mengatakan bahwa Gubernur Khofifah sangat layak mendapatkan penghargaan. Pasalnya, di bawah kepemimpinannya, operasi penanganan kendaraan lebih dimensi memberikan efek positif di lapangan.

    “Penghargaan ini kami berikan karena beliau telah memberikan dampak nyata, baik dalam pengawasan di lapangan maupun dalam mendorong kepatuhan para pelaku usaha angkutan barang,” tuturnya.

    Apresiasi yang sama juga diberikan kepada Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) yang dengan sukarela melaksanakan normalisasi terhadap 26 kendaraan yang mereka miliki.

    “Ini sangat saya hargai sebagai bagian dari sebuah perjalanan panjang kita untuk melakukan Zero ODOL. Kegiatan ini adalah contoh konkret bahwa transformasi menuju angkutan barang berkeselamatan dapat dilakukan melalui kolaborasi, bukan semata-mata penindakan,” ujarnya.

    “Dengan ini, kita dapat memperkuat sistem logistik kita. Saya hanya berharap bahwa ini tidak berhenti di sini saja, namun akan terus berlanjut sampai dengan tahun 2027 menjadi Indonesia Zero ODOL,” harap Menteri Dudy. [tok/beq]