Kementrian Lembaga: Polisi

  • Kronologi Pembunuhan Pasutri Juragan Sembako di Lampung

    Kronologi Pembunuhan Pasutri Juragan Sembako di Lampung

    Tanggamus, Beritasatu.com – Pasangan suami istri pengusaha sembako (sembilan bahan pokok) di Kabupaten Tanggamus, Lampung, ditemukan tewas bersimbah darah di dalam rumahnya. Kedua korban diduga menjadi korban pembunuhan dengan senjata tajam yang dilakukan oleh orang dekat yang mengetahui situasi dan kondisi rumah korban.

    Korban diketahui bernama Rohimi (54) dan istrinya, Suryanti (50). Keduanya ditemukan tidak bernyawa di rumah mereka di Desa Way Pring, Kecamatan Pugung, pada Minggu dini hari (14/12/2025) sekitar pukul 01.30 WIB.

    Peristiwa itu pertama kali diketahui oleh anak korban yang baru pulang ke rumah. Saat masuk ke dalam rumah, ia mendapati kedua orang tuanya tergeletak bersimbah darah. Sang anak kemudian berteriak meminta pertolongan hingga mengundang perhatian warga sekitar. Kejadian tersebut segera dilaporkan ke pihak kepolisian.

    Petugas kepolisian yang tiba di lokasi langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengumpulkan sejumlah barang bukti. Dari hasil olah TKP, korban Suryanti ditemukan dalam posisi terlentang dengan sebagian tubuh tertutup selimut, sementara Rohimi berada dalam posisi tengkurap. Lantai rumah tampak dipenuhi bercak darah.

    Kedua korban diduga tewas akibat luka senjata tajam di sejumlah bagian tubuh, seperti wajah, kepala, leher, dan tangan. Jenazah keduanya kemudian dievakuasi ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung untuk dilakukan autopsi guna memastikan penyebab kematian.

    Adik korban, Nur Apriyanti (42), mengatakan, luka paling parah terlihat di bagian leher dan tangan. Ia juga menegaskan, selama ini kedua korban tidak pernah memiliki masalah dengan siapa pun dan dikenal baik oleh lingkungan sekitar.

    “Setahu kami tidak pernah ada masalah dengan siapa pun. Kakak saya orangnya baik, termasuk kepada tetangga. Kalau ada yang mau berutang biasanya juga dibantu,” ujarnya.

    Beberapa jam setelah kejadian, polisi berhasil menangkap dua terduga pelaku, yakni Aman Atmajaya (34) dan Ari Jupen Anggara (30). Keduanya diketahui merupakan teman anak korban dan tinggal tidak jauh dari rumah korban.

    Pengungkapan kasus ini bermula dari kecurigaan polisi terhadap Ari Jupen Anggara yang kedapatan memiliki luka baru di tangan kiri dan betis kanan akibat senjata tajam. Setelah dimintai keterangan, ia mengakui perbuatannya dan menyebut keterlibatan Aman Atmajaya. Polisi kemudian menangkap pelaku kedua dan mengamankan dua bilah golok yang diduga digunakan dalam aksi pembunuhan tersebut.

    Dari pemeriksaan awal, kedua pelaku diduga berniat melakukan pencurian. Namun, aksi tersebut diketahui korban sehingga berujung pada pembunuhan. Dugaan perampokan menguat setelah ditemukan seluruh pintu lemari di dalam rumah korban dalam keadaan terbuka.

    “Kondisi lemari terbuka semua, sehingga muncul dugaan awal adanya aksi perampokan yang berujung pembunuhan,” kata Samsuri (42), tetangga korban.

    Ia juga menyebutkan bahwa kedua korban ditemukan berdekatan di ruang makan dan tidak pernah terlibat perselisihan dengan warga maupun kerabat sebelum kejadian.

    Saat ini, kedua pelaku masih menjalani pemeriksaan intensif di Polres Tanggamus. Polisi belum menyimpulkan motif pasti pembunuhan tersebut dan masih menunggu hasil autopsi serta pendalaman keterangan dari para pelaku dan saksi.

  • Tragis, Pasutri Juragan Sembako di Lampung Dibunuh Teman Anaknya

    Tragis, Pasutri Juragan Sembako di Lampung Dibunuh Teman Anaknya

    Tanggamus, Beritasatu.com – Kasus pembunuhan menewaskan pasangan suami istri pengusaha sembako di Kabupaten Tanggamus, Lampung, mulai terungkap. Kepolisian memastikan pelaku merupakan orang dekat keluarga korban, yakni teman anak korban, yang diduga beraksi dengan motif pencurian.

    Korban diketahui bernama Rohimi (54) dan Suryanti (50). Keduanya ditemukan meninggal dunia di dalam rumah mereka di Desa Way Pring, Kecamatan Pugung, pada Minggu (14/12/2025) dini hari. Penemuan bermula ketika anak korban pulang ke rumah sekitar pukul 01.30 WIB dan mendapati kedua orang tuanya sudah tidak bernyawa dalam kondisi bersimbah darah.

    Warga yang datang setelah mendengar teriakan segera melaporkan kejadian tersebut ke aparat kepolisian. Petugas yang tiba di lokasi langsung melakukan olah tempat kejadian perkara dan mengamankan sejumlah barang bukti.

    Hasil pemeriksaan awal di lokasi menunjukkan kedua korban mengalami luka serius akibat senjata tajam. Suryanti ditemukan dalam posisi terlentang, sementara Rohimi berada dalam posisi tengkurap. Bercak darah tampak di sejumlah titik di dalam rumah, terutama di area ruang makan.

    Jenazah korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung untuk dilakukan autopsi guna memastikan penyebab pasti kematian.

    Dalam waktu singkat, polisi mengamankan dua pria berinisial AA (34) dan AJ (30), yang diketahui tinggal tidak jauh dari rumah korban dan memiliki hubungan pertemanan dengan anak korban. Kecurigaan menguat setelah salah satu terduga pelaku ditemukan memiliki luka baru di tubuhnya.

    Setelah dilakukan pemeriksaan, kedua terduga pelaku mengakui keterlibatan mereka. Polisi juga menyita dua bilah golok yang diduga digunakan dalam aksi pembunuhan tersebut.

    Berdasarkan penyelidikan sementara, pelaku diduga masuk ke rumah korban dengan maksud melakukan pencurian. Namun, aksi itu diketahui oleh korban sehingga berujung pada kekerasan yang menewaskan keduanya.

    Sejumlah lemari di dalam rumah korban ditemukan dalam keadaan terbuka, memperkuat dugaan adanya upaya pengambilan barang. Warga sekitar menyebut pasangan korban dikenal baik dan tidak pernah terlibat perselisihan dengan siapa pun.

    Saat ini, kedua terduga pelaku masih menjalani pemeriksaan intensif di Polres Tanggamus. Kepolisian menyatakan masih mendalami peran masing-masing pelaku serta menunggu hasil autopsi untuk melengkapi berkas perkara.

  • Kacaunya Tur Messi di Kolkata India

    Kacaunya Tur Messi di Kolkata India

    New Delhi

    Kekacauan terjadi dalam acara tur pesepak bola ternama Lionel Messi di India. Acara yang menghadirkan sang bintang itu kacau setelah para fans mengamuk saling lempar kursi.

    Para fans yang bintang Argentina itu saling lempar kursi. Mereka menyerbu masuk stadion Salt Lake di Kolkata karena Messi hanya tampil 20 menit saja.

    Dilansir CNN Internasional, Minggu (14/12/20225), kerusuhan itu terjadi pada Sabtu (13/12). Direktur jenderal kepolisian Bengal Barat Rajeev Kumar mengatakan Satadru Dutta, penyelenggara utama acara tersebut, telah ditahan oleh polisi.

    Messi dijadwalkan untuk kunjungan selama 45 menit ke stadion, tetapi penampilannya hanya berlangsung selama 20 menit saja. Padahal tiket untuk acara tersebut dihargai sekitar 3.500 rupee ($38,65)–lebih dari setengah pendapatan mingguan rata-rata orang di India–tetapi seorang penggemar mengatakan dia telah membayar $130.

    Fans Mengamuk Lempar Kursi

    Para penggemar di stadion Salt Lake di ibu kota negara bagian Bengal Barat bagian timur melemparkan kursi yang disobek dan benda-benda lain ke lapangan, sementara beberapa orang memanjat pagar di sekitar lapangan dan melemparkan benda-benda.

    “Saya tidak percaya ada begitu banyak kesalahan manajemen,” kata Eddie Lal Hmangaihzuala, yang telah menempuh perjalanan hampir 1.500 km dari Mizoram selama dua hari untuk menghadiri acara tersebut.

    “Messi pergi dengan cepat, saya pikir dia merasa tidak aman. Saya hampir tidak sempat melihatnya,” katanya kepada Reuters.

    Penyelenggara tur tersebut tidak segera menanggapi permintaan komentar.

    “Kami telah menahan penyelenggara utamanya,” kata Rajeev Kumar kepada wartawan. “Kami mengambil tindakan agar kesalahan manajemen ini tidak dibiarkan tanpa hukuman.

    Tur di Beberapa Tempat

    Messi berada di India sebagai bagian dari tur yang dijadwalkan untuk menghadiri konser, klinik sepak bola pemuda, dan turnamen padel, serta meluncurkan inisiatif amal di acara-acara di Kolkata, Hyderabad, Mumbai, dan New Delhi.

    Menteri Utama Bengal Barat, Mamata Banerjee, meminta maaf kepada Messi dan memerintahkan penyelidikan atas insiden tersebut.

    “Saya sangat terganggu dan terkejut dengan kesalahan manajemen yang terjadi hari ini di stadion Salt Lake,” tulis Banerjee, yang sedang dalam perjalanan ke acara tersebut ketika kekacauan terjadi, di X.

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

  • Sergap Penembak di Pantai Bondi Sydney, Ahmed Terkena Tembakan 2 Kali

    Sergap Penembak di Pantai Bondi Sydney, Ahmed Terkena Tembakan 2 Kali

    Jakarta

    Aksi heroik seorang saksi mata menangkap dan melucuti senjata seorang penyerang pada saat penembakan yang menewaskan sedikitnya 15 orang di sebuah acara liburan Yahudi di Sydney, Australia viral di media sosial. Saksi mata tersebut terkena 2 kali tembakan pada saat melakukan aksi heroik tersebut.

    Dilansir Aljazeera, Senin (15/12/2025), saksi mata tersebut diidentifikasi sebagai Ahmed al Ahmed (43), menurut laporan media Australia. Saksi mata yang berasal dari Sydney tersebut tertembak dua kali dalam peristiwa itu.

    Seorang sepupu al Ahmed dikutip mengatakan kepada layanan berita televisi Australia 7News bahwa ia ditembak dua kali selama insiden tersebut.

    “Dia di rumah sakit, dan kami tidak tahu persis apa yang terjadi di dalam,” kata pria bernama Mustafa kepada media tersebut.

    “Kami berharap dia akan baik-baik saja. Dia pahlawan 100 persen,” ujarnya.

    Al Ahmed dijadwalkan menjalani operasi pada Minggu malam.

    Dalam video tersebut menunjukkan pria yang telah dilucuti senjatanya itu lalu kehilangan keseimbangan dan mundur ke arah jembatan tempat penembak lain berada. Sementara saksi mata kemudian meletakkan senapan tersebut di tanah.

    Usai penembakan, satu tersangka penyerang tewas dan satu lagi dalam dalam kondisi kritis. Sementara polisi mengatakan mereka sedang menyelidiki apakah ada penembak ketiga yang terlibat.

    Rekaman aksi heroik saksi mata tersebut viral dan dibagikan secara luas di media sosial. Banyak pengguna medsos juga memuji pria tersebut atas keberaniannya, mengatakan tindakannya mungkin telah menyelamatkan nyawa.

    “Pahlawan Australia (warga sipil biasa) merebut senjata dari penyerang dan melucuti senjatanya. Beberapa orang berani dan beberapa orang… apa pun ini,” kata seseorang dalam sebuah unggahan di platform X yang membagikan video tersebut.

    (yld/ygs)

  • Update Korban Penembakan di Pantai Bondi Australia: 15 Orang Tewas

    Update Korban Penembakan di Pantai Bondi Australia: 15 Orang Tewas

    Jakarta

    Korban tewas penembakan di Pantai Bondi, Australia bertambah. Kini dilaporkan ada 15 orang tewas dalam peristiwa tersebut.

    Dilansir CNN, Senin (15/12/2025) perdana menteri New South Wales (NSW), Chris Minns mengatakan 40 orang masih dirawat di rumah sakit. Korban paling muda berusia 10 tahun, sementara paling tua 87 tahun.

    Polisi telah mengungkap dua pelaku penembakan di Pantai Bondi Australia. Keduanya yakni seorang ayah bersama anaknya.

    Komisaris Polisi New South Wales, Mal Lanyon, saat jumpa pers menyampaikan sang ayah berusia 50 tahun. Para pelaku langsung ditembak polisi di lokasi kejadian.

    Sementara, anak nya berusia 24 tahun saat ini berada dalam kondisi kritis tetapi stabil di rumah sakit. Polisi tidak mencari tersangka tambahan.

    “Kami yakin bahwa ada dua pelaku yang terlibat dalam insiden kemarin,” kata Lanyon.

    Lanyon menolak memberikan rincian lebih lanjut tentang motif para penembak, dengan alasan penyelidikan yang masih berlangsung.

    “Kami ingin memahami motif di balik kedua orang ini,” katanya.

    (dek/dek)

  • Pemerintah Abai Reformasi Polri

    Pemerintah Abai Reformasi Polri

    Pemerintah Abai Reformasi Polri
    Aktif sebagai Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute, serta Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    KEBERADAAN
    frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) menciptakan ambiguitas konseptual dan mendorong absurditas normatif dalam desain kelembagaan Polri.
    Di saat ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU Polri secara tegas mengatur bahwa anggota Polri dapat menduduki Jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian, frasa tersebut justru membuka interpretasi kontraproduktif.
    Sebab penjelasan bahwa yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian, salah satunya adalah ”yang tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri”.
    Konsekuensinya, terjadi regresi normatif dalam ketentuan Pasal a quo. Ketentuan Pasal yang sebelumnya memastikan bahwa anggota Polri harus mundur atau pensiun sebelum menduduki jabatan di luar institusi kepolisian, justru kehilangan daya paksa ketentuan karena terdapat ruang penafsiran bahwa anggota Polri masih dapat menduduki jabatan di luar ranah kepolisian selama ada penugasan Kapolri.
    Rumusan ini pada akhirnya membuyarkan semangat reformasi struktural dan memperpanjang potensi erosi profesionalisme.
    Meskipun pada bagian penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri juga terdapat penjelasan lain yang dapat melahirkan penafsiran yang tidak tunggal, bahwa yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, tetapi frasa tersebut paling tidak masih memiliki semangat bahwa kepolisian tidak boleh menyebar ke ranah-ranah yang bukan merupakan mandat inti lembaga penegak hukum.
    Jika frasa tersebut yang digunakan sebagai justifikasi penempatan anggota Polri di berbagai jabatan sipil, antitesis alaminya dapat mengacu kepada ruang lingkup fungsi kepolisian sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU Polri.
    Dengan merujuk pada batasan fungsional tersebut, maka dapat diidentifikasi secara objektif jabatan-jabatan apa yang memang tidak boleh ditempati oleh anggota Polri aktif tanpa harus memicu ambiguitas. Inilah pekerjaan rumah selanjutnya.
    Sebaliknya, frasa “tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” justru menciptakan ruang yang tidak terbatas.
    Penugasan Kapolri tidak memiliki parameter objektif, tidak dibatasi oleh fungsi kelembagaan, dan tidak melalui mekanisme kontrol sipil atau legislatif.
    Akibatnya, segala jabatan—baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki relevansi dengan kepolisian—secara teoritis dapat “dianggap sah” untuk diisi anggota Polri hanya berdasarkan mandat Kapolri.
    Dalam kerangka permasalahan tersebut, maka Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menyatakan bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, layak dirayakan sebagai kemenangan-kemenangan kecil dalam upaya reformasi Polri.
    Putusan ini dapat menjadi landasan, terutama bagi pemerintah dan cermin bagi institusi Polri, untuk mempercepat konsolidasi reformasi kepolisian.
    Melalui putusan tersebut, potensi penggunaan frasa tersebut sebagai justifikasi ekspansi penempatan anggota Polri di luar institusi Polri dapat dihentikan.
    Argumentasi MK telah menyentuh titik substansial dampak frasa tersebut, yakni telah mengaburkan substansi frasa “setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
    Menurut MK, perumusan demikian mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam jabatan sipil yang dapat diduduki oleh anggota Polri.
    Akibat lainnya, juga dialami oleh ASN di institusi terkait, terutama terkait jenjang karier, sistem merit, dan profesionalisme birokrasi.
    Motivasi profesional birokrat juga dapat menurun (demotivasi), karena kompetisi jabatan tidak lagi didasarkan pada kualifikasi dan merit, tetapi pada penugasan institusi keamanan.
    Namun, momentum perbaikan dan penguatan reformasi Polri kurang diikuti
    political will
    yang memadai dari pemerintah.
    Putusan MK
    semestinya menjadi energi korektif yang kuat bagi pemerintah, karena argumentasi MK dalam putusannya menegaskan kembali prinsip-prinsip dasar reformasi kepolisian, serta mengembalikan reformasi Polri sesuai tracknya.
    Namun, respons pemerintah justru bergerak ke arah berlawanan ataupun tidak menularkan energi korektif serupa putusan MK.
    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, misalnya, menyampaikan bahwa putusan MK yang melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil tidak berlaku surut.
    Artinya, anggota Polri yang telah menjabat jabatan sipil sebelum adanya putusan MK tersebut tidak wajib mengundurkan diri.
    Pernyataan ini tentu mereduksi substansi korektif yang dimaksudkan oleh MK dalam putusannya, seperti aspek reformasi Polri, distribusi jabatan, supremasi sipil dan meritokrasi ASN.
    Dengan tidak menyambut putusan MK dengan komitmen progresif terhadap reformasi kepolisian, pemerintah dalam hal ini tidak hanya mengabaikan arah reformasi yang ditegaskan melalui putusan MK, tetapi juga memperkuat praktik deviasi yang justru hendak dikoreksi.
    Respons seperti ini mengindikasikan bahwa problem reformasi sektor keamanan tidak semata-mata persoalan hukum, tetapi terutama persoalan
    political will
    , di mana putusan lembaga yudisial tertinggi sekalipun tidak cukup kuat untuk mengubah praktik kekuasaan tanpa komitmen eksekutif yang jelas.
    Melalui putusan MK tersebut, dapat dipahami bahwa akselerasi reformasi Polri ternyata tidak dapat bertumpu semata pada kamar yudikatif, bahkan ketika yang berbicara adalah Mahkamah Konstitusi sekalipun.
    Putusan MK mampu memberikan koreksi konstitusional dan arah normatif, tetapi tidak serta-merta mengubah praktik kekuasaan tanpa dukungan politik dari cabang eksekutif.
    Kondisi ini di satu sisi sangat disayangkan, karena menunjukkan bahwa kekuatan yudisial—yang seharusnya menjadi penjaga konstitusi dan pengawas deviasi regulatif—tidak cukup ampuh mendorong perubahan struktural bila tidak diikuti oleh kemauan politik pemerintah.
    Dalam konteks reformasi sektor keamanan, dalam hal ini Polri, SETARA Institute selalu menyampaikan bahwa reformasi tersebut harus berjalan dua arah.
    Tidak cukup dari internal institusi terkait, tetapi pemerintah perlu menunjukkan komitmen politik dan tindakan yang jelas untuk menopang dan mengakselerasi reformasi Polri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polisi Ungkap Pelaku Penembakan di Pantai Bondi Australia Ayah dan Anak

    Polisi Ungkap Pelaku Penembakan di Pantai Bondi Australia Ayah dan Anak

    Jakarta

    Polisi mengungkap dua pelaku penembakan di Pantai Bondi Australia. Keduanya yakni seorang ayah bersama anaknya.

    Dilansir CNN, Senin (15/12/2025) Komisaris Polisi New South Wales, Mal Lanyon, saat jumpa pers menyampaikan sang ayah berusia 50 tahun. Para pelaku langsung ditembak polisi di lokasi kejadian.

    Sementara, anak nya berusia 24 tahun saat ini berada dalam kondisi kritis tetapi stabil di rumah sakit. Polisi tidak mencari tersangka tambahan.

    “Kami yakin bahwa ada dua pelaku yang terlibat dalam insiden kemarin,” kata Lanyon.

    Lanyon menolak memberikan rincian lebih lanjut tentang motif para penembak, dengan alasan penyelidikan yang masih berlangsung.

    Sebelumya, dua pria bersenjata melakukan penembakan pada Minggu (14/12) waktu setempat. Polisi menyebut penembakan itu sebagai serangan teroris terhadap sebuah pertemuan untuk perayaan festival Yahudi Hanukkah.

    “Ini adalah serangan yang ditargetkan terhadap warga Yahudi Australia pada hari pertama Hanukkah, yang seharusnya menjadi hari sukacita, perayaan iman — sebuah tindakan jahat, antisemitisme, terorisme yang telah menyerang jantung bangsa kita,” kata Albanese.

    Polisi menyatakan penembakan itu sebagai “insiden teroris” dan mengatakan mereka telah menemukan dugaan “perangkat peledak rakitan” di sebuah kendaraan dekat pantai yang terkait dengan tersangka yang tewas.

    Salah satu terduga pelaku penembakan tewas, dan yang kedua dalam kondisi kritis, tambah mereka.

    (dek/dek)

  • 5 Fakta Ngeri Penembakan Maut di Brown University

    5 Fakta Ngeri Penembakan Maut di Brown University

    Jakarta

    Insiden penembakan terjadi di Universitas Brown, Amerika Serikat (AS). Sebanyak dua orang tewas dan delapan mengalami luka parah.

    Penembakan terjadi pada Sabtu (13/12) malam waktu setempat. Pihak kampus telah mengeluarkan peringatan darurat agar semua orang mencari tempat aman.

    “Saya dapat memastikan bahwa ada dua orang yang meninggal dan ada delapan orang lainnya dalam kondisi kritis,” kata Wali Kota Providence, Rhode Island, Brett Smiley, dilansir AFP, Minggu (14/12/2025).

    Sebagian besar korban penembakan merupakan mahasiswa. Sejumlah pasien dirawat di Rumah Sakit Rhode Island dengan luka akibat tembakan senjata api.

    1. Trump Sebut Peristiwa Mengerikan

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump buka suara terkait penembakan yang terjadi di area Universitas Brown, AS. Trump mengatakan saat ini fokus petugas ialah menolong para korban yang terluka.

    “Saya telah diberi pengarahan lengkap tentang situasi di Universitas Brown, betapa mengerikannya hal itu,” kata Trump dilansir CNN International, Minggu (14/12/2025).

    Trump mengatakan aparat kepolisian setempat masih melakukan penyelidikan. Dia meminta publik Amerika untuk berdua bagi korban yang terluka.

    “Dan yang bisa kita lakukan saat ini hanyalah berdoa untuk para korban dan bagi mereka yang tampaknya terluka,” katanya.

    “Kami akan memberi tahu Anda nanti tentang apa yang terjadi, tetapi ini sangat disayangkan,” sambung Trump.

    Wakil Presiden AS JD Vance juga telah berkomentar melalui akun X miliknya. Dia mengatakan pemerintah terus memantau intens situasi yang terjadi Universitas Brown.

    “Berita buruk dari Rhode Island malam ini. Kita semua memantau situasi dan FBI siap melakukan apa pun untuk membantu,” tulis Vance.

    2. Pelaku Masih Buron

    Pelaku penembakan di Universitas Brown, Amerika Serikat masih buron. Pelaku diketahui merupakan seorang pria yang diperkirakan berusia sekitar 30 tahun.

    “Saat ini kami belum menahan pelaku penembakan,” kata Wali Kota Providence, Rhode Island, Brett Smiley, dilansir AFP.

    Universitas Brown merupakan salah satu kampus bergengsi di AS. Kampus tersebut masuk dalam kategori Ivy League, atau sematan kepada delapan kampus swasta di wilayah timur AS yang memiliki reputasi akademik dan jaringan alumni prestisius.

    3. Ciri-ciri Pelaku Penembakan

    Dilansir CNN Internasional, Minggu (14/12/2025), pelaku digambarkan mengenakan pakaian gelap dan diperkirakan berusia 30-an. Pria itu terlihat dalam video berjalan di Hope Street, dekat tempat serangan terjadi. Saksi melaporkan bahwa ia mungkin mengenakan masker kamuflase abu-abu.

    Perintah untuk tetap berada di dalam rumah tetap berlaku bagi warga di dalam dan sekitar kampus Universitas Brown. Dalam pengumuman pihak kampus, disebutkan bahwa polisi akan memasuki beberapa bangunan non-perumahan untuk mengawal orang-orang ke lokasi yang aman.

    “Aparat penegak hukum akan ditempatkan di sekitar kota pada hari Minggu (14/12),” ujar Walikota Providence Brett Smiley.

    Ia juga mengatakan bahwa ia “tidak menyarankan” warga untuk membatalkan rencana akhir pekan mereka sementara pencarian tersangka masih berlangsung.

    4. FBI Bikin Situs Pelaporan

    Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) meluncurkan situs pelaporan bagi masyarakat untuk mengumpulkan bukti terkait pelaku penembakan di Universitas Brown. Hingga saat ini, pelaku penembakan itu masih buron.

    Dilansir CNN Internasional, Minggu (14/12/2025), melalui situs itu, masyarakat bisa mengirimkan bukti foto dan video yang mungkin mereka miliki tentang tersangka penembakan Universitas Brown. Layanan ini ada di bagian tips di laman situs resmi FBI.

    Selain itu, Kepolisian Providence juga meluncurkan nomor telepon bagi masyarakat untuk memberikan informasi.

    “Kami telah membagikan gambar individu yang kami yakini sebagai pelaku penembakan, tetapi kami tahu bahwa tidak ada gambar wajah yang jelas,” kata Walikota Providence Brett Smiley pada konferensi pers Sabtu malam.

    5. Kesaksian Detik-detik Penembakan

    Salah seorang mahasiswi kampus itu menceritakan detik-detik saat suara tembakan terdengar. Dilansir CNN Internasional, Sophia Holman, seorang mahasiswi Universitas Brown, awalnya sedang mencari ruang kelas untuk belajar di gedung teknik sekolah Ivy League tersebut. Ia lantas mendengar suara tembakan.

    Awalnya ia mengira itu suara dari bengkel kayu sekolah. Namun kemudian ia melihat seseorang berlari melewatinya–jadi ia pun ikut berlari.

    Holman berlari satu blok ke timur dan kemudian menghubungi polisi. Ia mengatakan bahwa polisi kampus merespons penembakan tersebut dengan cepat.

    “Semua orang cukup tegang,” kata Holman.

    “Saat ini ada banyak kekacauan dan ketakutan, tetapi saya pikir ada juga banyak kepercayaan, kepercayaan bahwa mereka (polisi) berada di sana secepat mungkin, dan bahwa, Anda tahu, staf medis melakukan semua yang mereka bisa untuk semua orang yang terluka.”

    Halaman 2 dari 3

    (kny/idn)

  • Peraturan Polri, Putusan MK, dan Batas Kewenangan

    Peraturan Polri, Putusan MK, dan Batas Kewenangan

    Peraturan Polri, Putusan MK, dan Batas Kewenangan
    Penulis meraih gelar Doktor Hukum dari Universitas Andalas dan saat ini berkiprah sebagai Hakim dari Peradilan Tata Usaha Negara, serta aktif sebagai akademisi dan peneliti. Selain itu, penulis juga merupakan anggota Editorial Board Journal of Social Politics and Humanities (JSPH). Tulisan yang disampaikan adalah pendapat pribadi berdasarkan penelitian, dan tidak mewakili pandangan institusi.
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.

    No man is above the law, and every man, whatever his rank or condition, is subject to the ordinary law of the realm
    .” — A.V. Dicey, Introduction to the Study of the Law of the Constitution
    DALAM
    tradisi negara hukum klasik, A.V. Dicey dengan tegas menyatakan bahwa “
    no man is above the law, and every man, whatever his rank or condition, is subject to the ordinary law of the realm
    .”
    Prinsip ini menegaskan bahwa kekuasaan, betapapun kuatnya, tidak pernah memiliki legitimasi untuk menghindar dari hukum, apalagi menafsirkan ulang putusan lembaga peradilan demi kepentingannya sendiri.
    Lon L. Fuller mengingatkan bahwa “
    a system of law must be addressed to the understanding of those who are bound by it
    .”
    Hukum kehilangan makna moralnya ketika ia diproduksi atau diterapkan secara manipulatif, terlebih ketika putusan pengadilan yang seharusnya memberi kepastian justru dikelola ulang melalui kebijakan administratif.
    Kemudian, Tom Ginsburg menegaskan bahwa “
    courts matter because they can serve as a commitment device, binding political actors to constitutional rules
    .”
    Dalam kerangka ini, pengadilan tidak sekadar forum penyelesaian sengketa, melainkan mekanisme pengikat yang mencegah institusi negara mengubah arah hukum sesuai kepentingan kekuasaan sesaat.
    Kajian-kajian tersebut menegaskan prinsip dasar negara hukum modern: supremasi konstitusi dan putusan pengadilan harus menjadi rujukan tertinggi bagi seluruh organ negara, termasuk institusi penegak hukum.
    Dalam hal ini, demokrasi konstitusional hanya dapat bertahan jika seluruh institusi negara tunduk pada putusan pengadilan, tanpa membuka ruang bagi penafsiran ulang yang bersifat sepihak oleh pemegang kekuasaan.
    Dalam konteks Indonesia, prinsip ini menjadi sangat relevan ketika kebijakan internal suatu lembaga negara justru memunculkan tafsir berjarak, bahkan berpotensi bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
    Polemik seputar Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tentang penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi kepolisian menjadi contoh nyata bagaimana ketegangan antara kewenangan administratif dan ketaatan konstitusional kembali mengemuka.
    Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 telah memberikan garis batas yang tegas mengenai kedudukan anggota Polri dalam jabatan sipil.
    Inti putusan tersebut adalah penegasan bahwa anggota Polri yang menduduki jabatan di luar institusi kepolisian wajib mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
    Frasa dalam Undang-Undang Polri yang sebelumnya membuka ruang penugasan tanpa pengunduran diri dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena menciptakan ketidakpastian hukum.
    Putusan ini bukan sekadar koreksi normatif, melainkan penegasan prinsip konstitusional tentang pemisahan peran antara aparat keamanan dan jabatan sipil.
    Dalam negara demokratis, keberadaan aparat bersenjata di ruang-ruang sipil harus dibatasi secara ketat untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan konflik kepentingan.
    Oleh karena itu, putusan Mahkamah Konstitusi seharusnya dipahami sebagai perintah konstitusional yang bersifat final dan mengikat, bukan sebagai opsi kebijakan yang dapat ditafsirkan ulang melalui peraturan internal lembaga.
    Dalam kerangka ini, pernyataan para pakar hukum yang menegaskan bahwa Perpol tidak dapat menggugurkan atau mengubah makna putusan Mahkamah Konstitusi menjadi sangat relevan.
    Hierarki norma hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia secara jelas menempatkan putusan Mahkamah Konstitusi di atas peraturan lembaga, termasuk peraturan kepolisian.
    Ketika garis batas konstitusional telah ditarik secara tegas oleh Mahkamah, maka ruang diskresi institusional menjadi sangat terbatas.
    Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 mengatur penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi kepolisian, termasuk penempatan pada 17 kementerian dan lembaga negara.
    Secara formal, peraturan ini menyatakan bahwa penugasan tersebut dilakukan dengan melepaskan jabatan internal kepolisian.
    Namun, persoalan utamanya bukan semata pada pelepasan jabatan struktural, melainkan pada status keanggotaan Polri itu sendiri: apakah yang bersangkutan masih berstatus anggota aktif atau telah sepenuhnya beralih menjadi warga sipil.
    Di sinilah letak problem mendasarnya. Putusan Mahkamah Konstitusi tidak berhenti pada soal jabatan internal, melainkan menekankan keharusan pengunduran diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
    Artinya, status sebagai anggota Polri aktif tidak lagi dapat dipertahankan ketika seseorang menduduki jabatan sipil.
    Ketika Perpol membuka ruang bagi penugasan luas di berbagai kementerian dan lembaga, termasuk yang bersifat administratif dan regulatif, muncul kesan bahwa Polri sedang membangun tafsir administratif sendiri terhadap batasan konstitusional yang telah ditetapkan.
    Kebijakan semacam ini berisiko menimbulkan ketegangan normatif. Di satu sisi, Polri tentu memiliki kepentingan institusional untuk mendukung berbagai fungsi negara melalui penugasan personelnya.
    Namun di sisi lain, kepentingan tersebut tidak boleh mengorbankan prinsip kepastian hukum dan ketaatan pada putusan pengadilan.
    Ketika peraturan internal terkesan “mengakali” makna putusan Mahkamah Konstitusi, yang dipertaruhkan bukan hanya soal legalitas administratif, tetapi juga wibawa konstitusi itu sendiri.
    Selain itu, penempatan anggota Polri aktif di berbagai lembaga sipil juga berpotensi menimbulkan persoalan meritokrasi dan keadilan karier bagi aparatur sipil negara.
    Mahkamah Konstitusi secara eksplisit telah menyinggung potensi kerancuan dan ketidakadilan dalam pengisian jabatan sipil apabila ruang tersebut dibuka bagi aparat keamanan yang masih aktif.
    Oleh karena itu, Perpol 10/2025 seharusnya diuji secara kritis, bukan hanya dari sudut kepentingan fungsional Polri, tetapi juga dari dampaknya terhadap sistem kepegawaian sipil secara keseluruhan.
    Kritik terhadap Perpol 10/2025 tidak boleh dipahami sebagai serangan terhadap institusi Polri. Sebaliknya, kritik ini justru penting untuk menjaga profesionalisme Polri sebagai institusi penegak hukum yang seharusnya menjadi teladan dalam kepatuhan terhadap konstitusi.
    Dalam negara hukum, kepatuhan terhadap putusan pengadilan bukan sekadar kewajiban formal, melainkan fondasi legitimasi kekuasaan itu sendiri.
    Polri memiliki posisi strategis dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Oleh karena itu, setiap kebijakan internalnya akan selalu berada dalam sorotan publik.
    Ketika kebijakan tersebut menimbulkan kesan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, kepercayaan publik berpotensi terkikis. Padahal, kepercayaan publik adalah modal utama bagi efektivitas penegakan hukum.
    Langkah yang lebih bijak adalah melakukan penyesuaian kebijakan secara terbuka dan konstitusional.
    Jika Polri menilai bahwa penugasan tertentu memang diperlukan untuk kepentingan negara, maka jalur yang ditempuh seharusnya adalah perubahan undang-undang melalui mekanisme legislasi, bukan melalui peraturan internal yang berpotensi menabrak putusan pengadilan.
    Dengan demikian, kepentingan fungsional negara dapat tetap dijaga tanpa mengorbankan prinsip supremasi konstitusi.
    Pada akhirnya, polemik Perpol 10/2025 menjadi ujian penting bagi eksistensi Indonesia sebagai negara hukum.
    Putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh direduksi menjadi sekadar rujukan normatif yang bisa ditafsirkan ulang sesuai kebutuhan institusional.
    Ketaatan penuh terhadap putusan tersebut justru akan memperkuat posisi Polri sebagai institusi profesional, modern, dan sepenuhnya tunduk pada hukum.
    Dalam konteks inilah kritik yang konstruktif perlu terus disuarakan, bukan untuk melemahkan Polri, melainkan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tetap berada dalam koridor konstitusi dan demokrasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Minta Tak Tebang Pohon Sembarangan, PKB Dorong Polhut Diperkuat

    Prabowo Minta Tak Tebang Pohon Sembarangan, PKB Dorong Polhut Diperkuat

    Jakarta

    Anggota Komisi IV DPR yang juga Ketua DPP PKB Daniel Johan menilai pernyataan Presiden Prabowo Subianto untuk tidak menebang hutan sembarangan adalah arahan yang sangat penting. Daniel menyebut negara harus menjaga hutan dan menghentikan pembalakan liar.

    “Kita sangat senang Presiden langsung atensi serius soal kondisi alam dan lingkungan kita yang sudah degradasi. Pernyataan Bapak Presiden yang mengatakan bahwa ‘…harus jaga lingkungan kita, alam harus kita jaga’ dan ‘Kita tidak boleh tebang pohon sembarangan. Saya minta kepada semua kepala daerah agar lebih waspada, lebih awasi. Kita jaga alam kita dengan sebaik baiknya’, menjadi arahan sangat penting dan kuat dalam mengatasi persoalan saat ini,” kata Daniel kepada wartawan, Senin (15/12/2025).

    Menurut Daniel, hutan harus dijaga oleh negara. Dia menyebut, hutan yang sudah gundul harus segera direboisasi.

    “Penyataan ini menegaskan bahwa negara harus menjaga hutan dengan sebaik-baiknya, bahwa tidak boleh ada pembukaan hutan baru dan hutan yang sudah gundul pacul harus dikembalikan dengan penghijauan/reboisasi kembali,” ujar dia.

    Daniel juga mengingatkan kepada daerah untuk tidak menerbitkan izin untuk konsensi baru. Sebab, kata dia, kerusakan hutan terjadi karena adanya pembukaan lahan secara masif.

    “Kemudian kepala daerah tidak boleh menerbitkan izin untuk konsensi baru karena memang kerusakan hutan terjadi karena adanya pembukaan hutan secara masif terutama untuk kepentingan skala besar sehingga ratusan jutaan ribu ha dibuka untuk kepentingan tertentu,” katanya.

    Selain itu, Daniel menyebut dalang kerusakan hutan yang terjadi di Aceh dan Sumatera harus segera terungkap. Sehingga, kata dia, diketahui secara jelas penyebab kerusakan hutan yang memicu bencana tersebut.

    “Rakyat menunggu langkah pemerintah untuk mengungkap dalang kerusakan hutan yang terjadi di Sumatera dan Aceh sehingga akan dapat diketahui bahwa kerusakan hutan disebabkan oleh apa, siapa dan untuk kepentingan siapa?” tutu Daniel.

    Dorong Perkuat Pengawasan

    Ke depannya, Daniel mendorong pengawasan hutan diperketat. Dia meminta penguatan polisi hutan.

    “Untuk memastikan tidak terjadi pembalakan liar harus memperkuat pengawasan di lapangan. Kita punya Polhut yang harus diperkuat dengan cara memberikan fasilitas pengawasan yang memadai, kelayakan hidup para anggota polisi hutan yang harus diperhatikan kemudian diberikan kewenangan lebih dalam hal pengawasan sehingga Polhut kita lebih kuat dalam melakukan patroli maupun penindakan di lapangan,” jelasnya.

    “Komisi IV terus mendorong agar Polhut kita diperkuat dan dilengkapi dengan peralatan yang memadai apalagi saat ini teknologi sudah canggih, patroli bisa dilakukan dengan drone, tentu komisi IV akan sangat mendukung untuk memperkuat pengawasan,” lanjutnya.

    Lebih lanjut, Daniel mengatakan Komisi IV DPR saat ini tengah membahas revisi Undang-Undang Kehutanan. Revisi ini, kata dia, harus jadi momentum memperketat uturan alih fungsi hutan.

    “Saat ini Komisi IV DPR sedang membahas perubahan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan ini harus menjadi momentum untuk memperketat aturan soal izin dan alih fungsi hutan. Revisi UU tidak boleh lagi memberi ruang longgar bagi pembukaan kawasan hutan yang mengabaikan daya dukung lingkungan, karena dampaknya selalu berujung pada bencana dan kerugian masyarakat,” kata dia.

    Prabowo Minta Tak Tebang Pohon Sembarangan

    Presiden Prabowo Subianto mengunjungi Aceh Tamiang dan bertemu dengan warga di pengungsian korban banjir bandang pada Jumat (12/12) pekan lalu. Prabowo mengajak semua orang untuk menjaga alam.

    “Kita sekarang harus waspada, hati-hati, kita harus jaga lingkungan kita, alam harus kita jaga,” ujar Prabowo di hadapan para pengungsi di Aceh Tamiang, Jumat (12/12).

    Prabowo mengatakan tak boleh menebang pohon sembarangan. Dia meminta kepala daerah mengawasi dengan ketat.

    “Kita tidak boleh tebang pohon sembarangan. Saya minta kepala daerah semua lebih waspada, lebih awasi. Kita jaga alam kita dengan sebaik baiknya,” ujarnya.