Kementrian Lembaga: Polda Riau

  • Menhut: Kapolda Riau Peringatkan Para Cukong yang Berani Main Api Ketika Karhutla Terjadi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Juli 2025

    Menhut: Kapolda Riau Peringatkan Para Cukong yang Berani Main Api Ketika Karhutla Terjadi Nasional 28 Juli 2025

    Menhut: Kapolda Riau Peringatkan Para Cukong yang Berani Main Api Ketika Karhutla Terjadi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kehutanan (Menhut)
    Raja Juli Antoni
    menuturkan,
    Kapolda Riau
    Irjen Herry Heryawan memperingatkan “para cukong” yang berani main api di tengah ancaman
    kebakaran hutan
    dan lahan (karhutla) di Riau.
    “Tadi dikatakan Pak Kapolda Riau, kepada para cukong, pemilik lahan, maupun kepada masyarakat yang berani-beraninya main api ketika ancaman karhutla ini terjadi,” kata Raja Juli, dalam Rapat Monitoring Karhutla yang digelar secara daring, Senin (28/7/2025).
    Ia mengatakan, sepanjang Januari hingga Juli 2025, Polda Riau dan jajaran telah menindak 41 orang dan menetapkan 51 tersangka kasus karhutla di Riau.
    “Kapolda Riau sudah melaporkan ada 41 kasus di Riau, ada 51 tersangka,” tutur dia.
    Sesuai perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Raja Juli berharap langkah penindakan serupa juga dilakukan di provinsi rawan lain seperti Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.
    “Dengan tegas Pak Kapolri mengatakan kepada saya untuk menginstruksikan kepada seluruh Kapolda di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah yang memang memiliki kerawanan terhadap karhutla agar tidak segan, tidak pandang bulu untuk menegakkan hukum,” ucap dia.
    Menurut Raja Juli,
    penegakan hukum
    bukan hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga sebagai efek jera dalam mencegah pembakaran ulang pada masa mendatang.
    “Ada
    deterrent effect
    sehingga para pengusaha yang melakukan
    land clearing
    atau masyarakat yang melakukan pembakaran hutan untuk kepentingan keluarga, pembukaan lahan, akan kapok dan tidak akan melakukannya kembali,” tutur dia.
    Peristiwa kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 merupakan salah satu kebakaran terbesar di Indonesia hingga asapnya menyebar ke negara tetangga.
    “Jadi memori masyarakat harus diingatkan kembali agar mereka sadar dan menyadarkan kepada tetangga, sesama keluarga untuk tidak membakar lahan, bagaimanapun betapa banyaknya ketika itu,” tutur dia.
    Mengenang momen ketika itu, Raja Juli menuturkan bahwa banyak anak-anak yang tidak bisa bersekolah dan roda perekonomian pun terhenti.
    “Tidak bisa keluar rumah, harus pakai masker, anak-anak tidak sekolah, pesawat tidak bisa terbang, tidak bisa mendarat, roda ekonomi berhenti, ini adalah sebuah bencana yang akan merugikan kita,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Marak Beras SPHP Oplosan, Ini Temuan YLKI

    Marak Beras SPHP Oplosan, Ini Temuan YLKI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kasus beras oplosan yang kini tengah diselidiki pemerintah dan Satgas Pangan ternyata menyulut kemarahan konsumen. Sebab, tak hanya merugikan secara ekonomi, tetapi berdampak langsung juga ke masyarakat, karena berdampak pada kualitas konsumsi rumah tangga. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun buka suara dan mengungkap keluhan tak terduga yang masuk dari masyarakat.

    Salah satu kasus yang sedang ditangani Polri adalah beras oplosan yang ditemukan di Kepulauan Riau. Adapun kasus ini mencuat usai Polda Riau mengungkap praktik pengoplosan beras oleh seorang distributor berinisial R (34) di Jalan Sail, Kecamatan Rejosari, Pekanbaru. Polisi menyita barang bukti berupa beras oplosan yang dikemas menggunakan karung SPHP milik Bulog. Selain itu, Satgas Pangan Polri juga tengah menangani kasus beras oplosan lainnya, yaitu beras kualitas medium yang dikemas dan dijual dalam kemasan beras premium.

    Staf Pengaduan dan Hukum YLKI, Arianto Harefa mengungkapkan, pihaknya menerima sejumlah pengaduan terkait kualitas beras yang buruk, bahkan nasi cepat basi setelah dimasak. Keluhan ini datang baik melalui kanal resmi pengaduan maupun media sosial.

    “Yang pertama bahwa sebenarnya kita YLKI menerima pengaduan ya. Keluhan-keluhan masyarakat terkait masalah kualitas beras yang akan dikonsumsi, dan juga kuantitas,” ujar Arianto kepada CNBC Indonesia, Senin (28/7/2025).

    Salah satu keluhan yang paling sering muncul adalah soal nasi yang cepat basi. Selain itu, banyak konsumen menemukan warna dan kebersihan beras yang tidak seragam, yang mengindikasikan adanya pencampuran antara beras premium dan medium.

    “Kadang itu konsumen memasak nasi, itu nasinya jadi cepat basi. Itu yang pertama. Yang kedua juga, kadang kalau konsumen itu menemukan ada di beberapa daerah, kualitas beras itu warnanya itu tidak sama, tidak bersih ya, karena itu dicampur dengan kualitas berasnya harusnya medium campur dengan premium,” jelasnya.

    Menurut Arianto, keluhan paling banyak justru berasal dari praktik pencampuran beras medium yang dijual sebagai premium dengan harga tinggi. Praktik ini dinilai sangat merugikan konsumen.

    “Yang kami khawatirkan adalah, ketika pencampuran jenis beras medium ke premium itu, kadang kala beras itu kan punya kadaluarsa untuk dikonsumsi. Nah banyak itu pelaku usaha yang nakal mencampur, padahal itu masa kadaluarsanya itu udah beberapa hari lagi, terus dicampur dengan yang baru. Dan itu suatu hal yang kami khawatirkan,” ucap dia.

    Foto: Satgas Pangan Polda Metro Jaya melakukan inspeksi mendadak ke sebuah pergudangan pasar induk beras di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat, (25/7/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
    Satgas Pangan Polda Metro Jaya melakukan inspeksi mendadak ke sebuah pergudangan pasar induk beras di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Jumat, (25/7/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

    Tak hanya kualitas, YLKI juga menyoroti masalah kuantitas beras dalam kemasan yang tidak sesuai label. Mereka menemukan indikasi bahwa berat beras yang dijual kerap tak sesuai dengan yang tertera.

    “Kadang kala di masyarakat itu jumlah atau berat yang diinformasikan di label ya atau di kemasan tidak dilakukan pengecekan, dan itu menurut kami hal yang perlu ditelusuri oleh pemerintah, lembaga terkait, untuk mengungkap suatu kejanggalan pengoplosan beras,” ujarnya.

    Meski pengaduan resmi ke YLKI baru sekitar lima kasus, namun Arianto menyebut aduan di media sosial jauh lebih ramai. “Untuk pengaduan secara langsung di kanal pengaduan YLKI itu kurang lebih 5 pengaduan. Tapi paling banyak itu di tweet media sosial, itu yang menurut kami bagian dari pengaduan juga,” kata dia.

    YLKI menyatakan siap mengawal kasus ini agar pelaku ditindak tegas dan kerugian konsumen bisa dikembalikan.

    “Ya tentu kami sebagai lembaga perlindungan konsumen akan mengawal hal ini. Dari awal juga kami tetap bersuara bahwa ini suatu hal yang merugikan konsumen,” kata Arianto.

    Pihaknya juga mengapresiasi langkah aparat yang mulai mengungkap merek-merek beras bermasalah. Namun, Arianto mendesak agar pengawasan terus diperketat dan pelaku diberi sanksi tegas.

    “Kami tentu meminta kepada pemerintah atau lembaga terkait, agar terus melakukan pengawasan terkait masalah beras ini, dan juga agar memperketat lagi. Misalnya memberikan efek jera ya, kalau misalnya ada temuan sudah fix bahwa ini suatu pelanggaran, maka kita YLKI meminta kepada aparat penegak hukum itu untuk menjatuhkan sanksi ya, sebagai efek jera dan dapat mengembalikan kerugian-kerugian konsumen di masyarakat,” pungkas Arianto.

    Adapun keluhan soal beras oplosan yang tidak sesuai mutu dan volume pada label, juga disuarakan langsung oleh konsumen kepada CNBC Indonesia. Sejumlah konsumen seperti Ety, Rina, dan Cika mengaku kecewa karena kualitas produk tidak sebanding dengan harga.

    “Iya pasti merasa dirugikan sekali. Selama ini beli beras Sania atau Setra Ramos itu 5 kg, nggak taunya nggak sampai 5 kg dan ternyata dioplos berasnya. Pasti, saya merasa ditipu,” kata Ety kepada CNBC Indonesia, dihubungi terpisah.

    Sementara Rina menilai beras yang dibelinya gampang basi dan tak layak dikonsumsi meski berlabel premium. “Saya beli harga premium tapi berasnya jelek. Jadi gampang basi saya masak nasi, bau,” keluhnya.

    Senada, Cika juga menyebut kualitas beras tak sesuai label. “Merasa dibohongi. Nggak tahunya yang saya beli harganya aja premium, tapi kualitasnya sama kayak beras murah. Sangat dirugikan ya,” ujarnya.

    Ketiganya berharap pemerintah bertindak lebih tegas, memberi sanksi dan memperbaiki sistem agar kepercayaan publik terhadap beras kemasan kembali pulih.

    (wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Wapres Gibran sebut kasus karhutla menurun 85 persen dalam 10 tahun

    Wapres Gibran sebut kasus karhutla menurun 85 persen dalam 10 tahun

    Riau, Pekanbaru (ANTARA) – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menilai kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia telah menurun hingga 85 persen dalam kurun waktu sepuluh tahun lebih sejak 2014.

    “Saya lihat dari tahun 2014 sampai tahun ini, kasus-kasus kebakaran hutan ini sudah sangat menurun sekali. Sudah menurun hampir 80-85 persen,” kata Wapres Gibran usai meninjau Posko Karhutla di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, Senin.

    Dalam kunjungannya meninjau bekas lokasi karhutla, Wapres mengapresiasi kinerja tim gabungan, baik dari BNPB dan BPBD, Satgas Karhutla, serta Forkopimda yang telah mengantisipasi agar karhutla di Riau segera padam.

    Menurut Gibran, operasi modifikasi cuaca (OMC) yang dilakukan tim gabungan hingga water bombing telah berhasil mengendalikan titik api yang tersebar.

    “Kalau dilihat sewaktu kita landing, keadaannya kan sudah mendung, ya. Ini karena ada proses modifikasi cuaca dan juga rutin ada water bombing. Jadi saya lihat untuk di Riau ini sudah cukup terkendali,” kata Gibran.

    Terkait dengan pelaku pembakaran hutan dan lahan, Gibran memaparkan ada 51 tersangka dari 41 kejadian yang sudah diamankan Polda Riau.

    Gibran pun menekankan kepada kepala daerah untuk menegakkan hukum yang berlaku, serta mengimbau perusahaan maupun petani untuk tidak melakukan pembukaan lahan sawit.

    “Saya sudah diskusi dengan Pak Gubernur, masalah regulasi harus ditegakkan lagi. Jangan lagi ada pembukaan-pembukaan lahan yang tidak sesuai dengan aturan. Kita ingin aturan ditegakkan. Kita tidak ingin kejadian-kejadian seperti ini terulang lagi,” kata Gibran.

    Berdasarkan keterangan dari BNPB, Riau telah menetapkan status tanggap darurat karhutla dengan kurun waktu 22 Juli sampai 4 Agustus 2025.
    Adapun Satgas Karhutla tetap bersiaga seiring dengan masih berlangsungnya puncak musim kemarau di sejumlah wilayah.

    Khusus untuk Provinsi Riau, curah hujan pada 10 hari pertama Agustus diperkirakan sangat rendah, yakni 20–50 milimeter terutama di wilayah utara dan barat. Pada dasarian kedua dan ketiga, curah hujan diperkirakan meningkat hingga 150 milimeter per 10 hari.

    Meski terjadi peningkatan curah hujan, indeks FFMC/Fine Fuel Moisture Code menunjukkan tingkat kemudahan terbakar di lapisan atas permukaan tanah masih tergolong sangat tinggi dan akan mulai signifikan pada 30 Juli 2025, lalu menurun setelah 3 Agustus.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Wapres Gibran Ungkap Tersangka Kasus Kebakaran Hutan Tembus 51 Orang

    Wapres Gibran Ungkap Tersangka Kasus Kebakaran Hutan Tembus 51 Orang

    Bisnis.com, Jakarta — Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menyebut Polda Riau menetapkan 51 tersangka terkait perkara tindak pidana kebakaran hutan (karhutla).

    Gibran menjelaskan bahwa kondisi karhutla yang terjadi di Riau saat ini sudah semakin terkendali setelah aparat penegak hukum menetapkan puluhan tersangka. 

    Menurut Gibran, meskipun sudah kondusif, namun Gibran tetap meminta pemangku kepentingan terkait untuk melakukan upaya preventif agar kebakaran tidak semakin meluas di Riau.

    “Tadi disampaikan, sudah ada 51 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Ke depan, penegakan hukum, monitoring, dan deteksi dini sangat penting,” tutur Gibran di Jakarta, Senin (28/7/2025). 

    Dia juga menegaskan bahwa regulasi dan pengawasan untuk pembukaan lahan kini menjadi semakin penting, sehingga menurut Gibran, perlu dibuatkan aturan agar tidak merusak lingkungan di kemudian hari.

    “Tadi saya berdiskusi dengan Pak Gubernur, soal regulasi harus lebih ditegakkan lagi ke depan. Jangan lagi ada pembukaan lahan yang tidak sesuai aturan. Kita ingin aturan ditegakkan,” katanya.

    Berkaitan dengan itu, Gibran juga apresiasi kinerja dari seluruh pemangku kepentingan yang selama ini bekerja sama dan bekerja keras dalam menangani kasus karhutla di Riau.

    “Saya apresiasi Pak Gubernur dan Pak Wali Kota, Forkopimda, semuanya sudah bekerja keras. Penegakan hukum dan deteksi dini sangat penting dan hari ini modifikasi cuaca berhasil,” ujarnya.

  • Mentan Apresiasi Polda Riau Bongkar Praktik Beras Oplosan di Pekanbaru

    Mentan Apresiasi Polda Riau Bongkar Praktik Beras Oplosan di Pekanbaru

    JAKARTA – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengapresiasi keberhasilan jajaran Polda Riau dalam mengungkap kasus pengoplosan beras di Jalan Sail, Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru. 

    Dalam penggerebekan tersebut, polisi menyita kurang lebih 9 ton barang bukti beras oplosan berbagai merek dari tangan seorang pengusaha lokal berinisial R yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

    Modus yang dijalankan tersangka adalah mencampur beras berkualitas rendah dengan beras reject, kemudian mengemasnya ke dalam karung berlabel SPHP Bulog ukuran 5 kg. 

    Kemasan itu seolah-olah menunjukkan bahwa beras tersebut adalah beras subsidi SPHP Bulog, padahal isi di dalamnya jauh di bawah standar mutu. Akibatnya, masyarakat harus membayar jauh lebih mahal, bahkan selisih harga bisa mencapai Rp5.000 hingga Rp9.000 per kilogram, tergantung jenis dan kemasan.

    “Saya sangat mengapresiasi kerja cepat Polda Riau. Pengungkapan ini menunjukkan komitmen nyata untuk melindungi masyarakat dari kecurangan pangan, sesuai arahan yang kita diskusikan,” ujar Mentan di Jakarta, Minggu 27 Juli, disitat Antara.

    Sebagai informasi, Mentan baru saja menyelesaikan kunjungan kerjanya ke Pekanbaru pada Selasa, 22 Juli 2025. Dalam pertemuan dengan Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan, Mentan menyoroti isu strategis ketahanan pangan, termasuk dugaan praktik curang dalam distribusi beras. 

    Sehari kemudian, Polda Riau langsung melakukan penggerebekan dan menetapkan tersangka.

    Mentan menegaskan, praktik pengoplosan seperti ini merusak sistem distribusi pangan nasional dan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. 

    Program SPHP merupakan program strategis nasional yang disubsidi oleh negara untuk menjamin ketersediaan beras berkualitas dengan harga terjangkau.

    “Praktik pengoplosan adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Program SPHP didukung subsidi dari uang rakyat untuk membantu daya beli masyarakat dan menjaga inflasi. Saya bangga Polda Riau bergerak cepat pasca diskusi kita,” tegasnya.

    Ia juga menyebutkan, pemerintah pusat bersama Satgas Pangan Mabes Polri akan terus memperkuat pengawasan distribusi beras, termasuk menindak praktik serupa yang diduga terjadi di sejumlah daerah. 

    Dalam catatan Kementan, sebelumnya ditemukan 212 merek beras bermasalah di 10 provinsi dengan potensi kerugian masyarakat mencapai Rp99,35 triliun per tahun.

    Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan menegaskan, pengungkapan kasus ini merupakan bentuk nyata pelaksanaan arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memastikan keamanan konsumen dan menciptakan stabilitas kamtibmas.

    “Arahan Bapak Kapolri adalah bagaimana kita hadir di tengah masyarakat dan memberikan rasa aman melalui upaya-upaya yang menciptakan situasi kamtibmas yang baik,” ujarnya.

    Sementara itu, Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro mengungkapkan, selain modus pengemasan ulang beras oplosan ke karung SPHP Bulog, pelaku juga membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemasnya ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.

    Barang bukti yang disita antara lain 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung beras bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.

    Tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

    “Dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar,” pungkas Kombes Ade.

  • Temuan Mengejutkan usai Polisi Gerebek Gudang Beras Oplosan di Pekanbaru

    Temuan Mengejutkan usai Polisi Gerebek Gudang Beras Oplosan di Pekanbaru

    Liputan6.com, Pekanbaru – Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menangkap seorang pria berinisial R. Dia merupakan terduga pengoplos beras Bulog SPHP dengan beras kualitas buruk dan sudah tidak laku di pasaran.

    Kapolda Riau Inspektur Jenderal Herry Heryawan menjelaskan, tersangka merupakan distributor beras di Jalan Mulyorejo, Kota Pekanbaru. Tersangka ditangkap dengan barang bukti 9 ton beras oplosan.

    “Tersangka R merupakan distributor beras,” kata Herry didampingi Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Ade Kuncoro, Sabtu petang, 26 Juli 2025.

    Herry menjelaskan, ada dua modus licik yang dijalankan tersangka R. Pertama membeli beras medium dan bahkan beras reject dari distributor tidak resmi lalu dicampur dan dikemas ulang menggunakan karung SPHP Bulog palsu.

    Yang mengejutkan, beras oplosan kemudian dijual ke 20 minimarket dan toko sembako di Pekanbaru. Pelaku menjual beras oplosan ini dengan harga hingga Rp13.000 per kilogram, padahal modalnya hanya sekitar Rp6.000 hingga Rp8.000 per kilogram.

    Modus kedua adalah mengganti kemasan beras berkualitas rendah dengan merek-merek premium yang sudah dikenal luas di pasaran, seperti Fruit, Aira, Family dan Anak Daro. 

    Dengan modal sekitar Rp11.000 per kilogram, pelaku menjualnya kembali sebagai beras premium dengan harga hingga Rp16.000 per kilogram. Praktik beras oplosan di Pekanbaru ini sudah berlangsung 2 tahun.

    “Ini bukan sekadar pelanggaran hukum tapi keserakahan, negara sudah memberikan subsidi tapi justru dimanipulasi untuk kepentingan pribadi,” lanjut Kapolda dengan nada geram.

     

    *** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Warga Ditipu Beli Beras Premium Mahal Tapi Oplosan, Mentan Amran Murka

    Warga Ditipu Beli Beras Premium Mahal Tapi Oplosan, Mentan Amran Murka

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengapresiasi keberhasilan jajaran Polda Riau dalam mengungkap kasus pengoplosan untuk dijadikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dan beras premium di Jalan Sail, Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

    Dalam kasus ini, polisi menyita 9 ton beras oplosan dari seorang pengusaha atau distributor lokal berinisial R yang kini sudah ditetapkan tersangka. Atas perbuatannya, diperkirakan masyarakat harus membayar Rp 5.000 – Rp 7.000 per kilogram lebih mahal dari yang seharusnya. Bahkan diperkirakan selisihnya dapat mencapai Rp 9.000 jika dioplos menjadi beras premium. Selain itu, diduga kualitas beras juga berada di bawah standar mutu.

    “Saya sangat mengapresiasi kerja cepat Polda Riau. Pengungkapan ini menunjukkan komitmen nyata untuk melindungi masyarakat dari kecurangan pangan, sesuai arahan yang kita diskusikan,” ungkap Amran dalam keterangannya, Minggu (27/7/2025).

    Sebagai informasi, Amran baru saja menyelesaikan kunjungan kerjanya ke Kota Pekanbaru pada Selasa, 22 Juli 2025. Di sana, Amran berdiskusi serius dengan Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan dan menyoroti isu ketahanan pangan, termasuk dugaan praktik pengoplosan beras yang merugikan masyarakat. Sehari kemudian, polisi bergerak cepat melakukan penggerebekan sekaligus penangkapan.

    Amran mengungkapkan praktik pengoplosan beras telah merusak program SPHP yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk memastikan akses masyarakat terhadap beras berkualitas dengan harga terjangkau.

    “Praktik pengoplosan adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Program SPHP didukung subsidi dari uang rakyat untuk membantu daya beli masyarakat dan menjaga inflasi. Saya bangga Polda Riau bergerak cepat pasca diskusi kita,” katanya.

    Amran menambahkan pemerintah memperketat pengawasan distribusi beras SPHP yang berlangsung di seluruh Indonesia dengan melibatkan satgas pangan dan jajaran kepolisian di daerah. Ia juga menyinggung temuan sebelumnya bahwa 212 merek beras di 10 provinsi bermasalah, dengan kerugian masyarakat mencapai Rp99,35 triliun per tahun akibat praktik serupa.

    “Kami akan terus bersinergi dengan Satgas Pangan Mabes Polri dan aparat penegak hukum lainnya untuk memastikan tidak ada lagi oknum yang bermain-main dengan pangan rakyat. Pelaku harus dihukum berat untuk efek jera,” katanya.

    Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan mengatakan bahwa penggerebekan yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak kejahatan yang merugikan konsumen.

    “Arahan Bapak Kapolri adalah bagaimana kita hadir di tengah masyarakat dan memberikan rasa aman melalui upaya-upaya yang menciptakan situasi kamtibmas yang baik,” katanya.

    Sementara itu, operasi yang dipimpin Direktorat Reskrimsus Polda Riau di bawah Kombes Ade Kuncoro mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R. Pertama, pelaku mencampur beras SPHP Bulog dengan beras berkualitas buruk atau reject dan kedua, pelaku membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemasnya ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.

    Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.

    “Negara sudah memberikan subsidi, tapi dimanipulasi oknum untuk keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dagang, tapi kejahatan yang merugikan anak-anak kita yang membutuhkan pangan bergizi,” kata Irjen Herry.

    Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.

    (wur/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Oplosan beras rendah jadi SPHP rugikan negara hingga konsumen

    Oplosan beras rendah jadi SPHP rugikan negara hingga konsumen

    Ilustrasi – Karungan beras SPHP. ANTARA/HO-Humas Bapanas

    YLKI: Oplosan beras rendah jadi SPHP rugikan negara hingga konsumen
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Minggu, 27 Juli 2025 – 16:10 WIB

    Elshinta.com – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana menegaskan kasus dugaan pengoplosan beras kualitas rendah dijadikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dan premium di Riau merugikan negara, petani hingga konsumen.

    “YLKI mendukung untuk pemerintah melakukan investigasi secara komprehensif dari seluruh rantai pasok beras, melakukan penindakan tegas tanpa pandang bulu dan pemberantasan mafia beras yang merugikan negara, petani dan konsumen,” kata Niti dilansir dari ANTARA, Minggu.

    Ia mengatakan YLKI menuntut adanya transparansi untuk masyarakat dari hasil investigasi dan penindakan tersebut.

    “YLKI akan tetap mengawal kasus ini hingga tuntas. Ini suatu bentuk penipuan dan merugikan bagi negara dengan penyalahgunaan anggaran negara dengan melakukan pengoplosan (beras kualitas rendah menjadi) SPHP,” ujar dia. 

    Hal itu merupakan pelanggaran berat hak konsumen, apalagi beras komoditas pangan esensial bagi konsumen, katanya, menegaskan. 

    “Jadi ini termasuk dalam hak fundamental konsumen untuk mendapatkan beras yang sesuai,” katanya.

    Dia menyebutkan ancaman pidana menanti apabila beras yang diproduksi tidak sesuai dengan standar. Hal itu berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun dan denda Rp2 miliar.

    Lebih lanjut dia mengatakan tindak pengoplosan komoditas tersebut dapat menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran. Konsumen tidak mendapatkan haknya dengan kualitas beras yang tidak sesuai.

    “Pada dasarnya konsumen berhak untuk menuntut ganti rugi secara materil dan immateril ,” ujar dia. 

    Niti menyarankan perlunya penguatan sistem pengawasan dari hulu sampai hilir di setiap rantai pasok beras. Pengawasan juga perlu dilakukan secara pre-market, dengan pemeriksaan administrasi, pemeriksaan fisik sarana prasarana dan laboratorium untuk melakukan quality control.

    “Pengawasan ‘post market’ ketika beras sudah masuk ritel juga harus dijaga kualitas dengan melakukan pengawasan secara berkala,” tuturnya.

    Ia mengatakan peran konsumen juga sangat penting dalam memberantas praktik pengoplosan beras.

    Menurut dia, konsumen bisa berperan sebagai pengawas, mata, dan telinga dari praktik kecurangan di lapangan serta melaporkan kepada pihak berwenang sebagai bentuk hadirnya masyarakat kritis dan tekanan publik yang kuat sehingga dilakukan penindakan oleh pemerintah.

    “Dalam UU Perlindungan Konsumen lembaga konsumen juga diberikan amanat dan peran untuk melakukan pengawasan bersama dengan pemerintah dan masyarakat terhadap pelindung konsumen,” kata Niti.

    Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengatakan penggerebekan yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak kejahatan yang merugikan konsumen.

    Ia mengatakan operasi yang dipimpin Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Ade Kuncoro pada Kamis (24/7), mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R.

    Pertama, pelaku mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject kemudian dikemas ulang menjadi beras SPHP, dan kedua pelaku membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemas ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.

    Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.

    “Negara sudah memberikan subsidi, tapi dimanipulasi oknum untuk keuntungan pribadi. Ini bukan sekadar penipuan dagang, tapi kejahatan yang merugikan anak-anak kita yang membutuhkan pangan bergizi,” kata Irjen Herry.

    Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.

    Sumber : Antara

  • YLKI Minta Transparansi Hasil Pemberantasan Mafia Beras

    YLKI Minta Transparansi Hasil Pemberantasan Mafia Beras

    Jakarta, Beritasatu.com – Pengoplosan beras kualitas rendah untuk dijadikan beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) Bulog dan premium di Riau telah merugikan negara, petani hingga konsumen.

    Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana mengatakan, pihaknya mendukung pemerintah melakukan investigasi secara komprehensif dari seluruh rantai pasok beras.

    “Lakukan tidakan tegas, tanpa pandang bulu dan pemberantasan mafia beras yang merugikan negara, petani dan konsumen,” kata Niti seperti dilansir dari Antara, Minggu (27/7/2025).

    Dia mengatakan, YLKI menuntut adanya transparansi untuk masyarakat dari hasil investigasi dan penindakan tersebut.

    “YLKI akan tetap mengawal kasus ini hingga tuntas. Ini suatu bentuk penipuan dan merugikan bagi negara dengan penyalahgunaan anggaran negara dengan melakukan pengoplosan (beras kualitas rendah menjadi) SPHP,” ujar dia.

    Menurutnya, pelaku pengoplosan bisa diancam dengan hukuman pidana. Pasalnya, hal itu sudah tertuang dalam Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana 5 tahun dan denda Rp 2 miliar.

    Diberitakan sebelumnya, Polda Riau menyita 9 ton beras oplosan dari pengusaha atau distributor lokal berinisial R yang kini sudah ditetapkan tersangka. R ditangkap di Jalan Sail, Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

    Barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, empat karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.

    Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f, serta Pasal 9 ayat (1) huruf d dan h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.

  • Mentan Murka, Warga Bayar Rp9.000 Lebih Mahal untuk 1 Kg Beras Premium Oplosan

    Mentan Murka, Warga Bayar Rp9.000 Lebih Mahal untuk 1 Kg Beras Premium Oplosan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan masyarakat membayar Rp9.000 lebih mahal untuk membeli 1 kg beras premium oplosan.

    Hal ini terungkap dari Polda Riau berhasil mengungkap kasus pengoplosan untuk dijadikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Bulog dan beras premium di Jalan Sail, Kelurahan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

    Dalam kasus ini, polisi menyita 9 ton beras oplosan dari seorang pengusaha atau distributor lokal berinisial R yang kini sudah ditetapkan tersangka. Atas perbuatannya, diperkirakan masyarakat harus membayar Rp5.000 hingga Rp7.000 per kg lebih mahal dari yang seharusnya. 

    Bahkan, diperkirakan selisihnya dapat mencapai Rp9.000 jika dioplos menjadi beras premium. Selain itu, diduga kualitas beras juga berada di bawah standar mutu.

    Amran mengungkapkan, praktik pengoplosan beras telah merusak program SPHP yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk memastikan akses masyarakat terhadap beras berkualitas dengan harga terjangkau.

    “Praktik pengoplosan adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Program SPHP didukung subsidi dari uang rakyat untuk membantu daya beli masyarakat dan menjaga inflasi,” kata Amran melalui keterangan resmi, Minggu (27/7/2025)

    Mentan Amran

    Oleh karena itu, pemerintah memperketat pengawasan distribusi beras SPHP yang berlangsung di seluruh Indonesia dengan melibatkan Satgas Pangan dan jajaran kepolisian di daerah. Amran juga menyinggung temuan sebelumnya bahwa 212 merek beras di 10 provinsi bermasalah, dengan kerugian masyarakat mencapai Rp99,35 triliun per tahun akibat praktik serupa.

    “Kami akan terus bersinergi dengan Satgas Pangan Mabes Polri dan aparat penegak hukum lainnya untuk memastikan tidak ada lagi oknum yang bermain-main dengan pangan rakyat. Pelaku harus dihukum berat untuk efek jera,” katanya.

    Sebelumnya, Amran baru saja menyelesaikan kunjungan kerjanya ke Kota Pekanbaru pada Selasa (22/7/2025). Di sana, Amran berdiskusi dengan Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan dan menyoroti isu ketahanan pangan, termasuk dugaan praktik pengoplosan beras yang merugikan masyarakat. 

    Sehari kemudian, polisi bergerak cepat melakukan penggerebekan sekaligus penangkapan. Herry mengatakan bahwa penggerebekan yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari arahan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak kejahatan yang merugikan konsumen.

    “Arahan Bapak Kapolri adalah bagaimana kita hadir di tengah masyarakat dan memberikan rasa aman melalui upaya-upaya yang menciptakan situasi kamtibmas yang baik,” katanya.

    Sementara itu, operasi yang dipimpin Direktorat Reskrimsus Polda Riau di bawah Kombes Ade Kuncoro mengungkap dua modus operandi yang dilakukan tersangka R. Pertama, pelaku mencampur beras medium dengan beras berkualitas buruk atau reject kemudian di-repacking menjadi beras SPHP. 

    Kedua, pelaku membeli beras murah dari Pelalawan dan mengemasnya ulang dalam karung bermerek premium seperti Aira, Family, Anak Dara Merah, dan Kuriak Kusuik untuk menipu konsumen.

    Adapun barang bukti yang disita meliputi 79 karung beras SPHP oplosan, 4 karung bermerek premium berisi beras rendah, 18 karung kosong SPHP, timbangan digital, mesin jahit, dan benang jahit.