Kementrian Lembaga: Polda Jabar

  • Isu Politik-Hukum Terkini: Penggeledahan Rumah Ridwan Kamil

    Isu Politik-Hukum Terkini: Penggeledahan Rumah Ridwan Kamil

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah isu politik dan hukum pada Jumat (11/4/2025) menarik perhatian pembaca. Berita penggeledahan rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, oleh KPK menjadi perbincangan hangat pembaca.

    Berita politik dan hukum lainnya, yakni Presiden Prabowo Subianto menjadi pembicara pada Antalya Diplomacy Forum (ADF) di Turki, dugaan pertemuan Djoko Tjandra dan Harun Masiku di Malaysia, pertemuan menteri Kabinet Merah Putih dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi), hingga kasus pemerkosaan oleh dokter PPDS di RSHS.

    Isu Politik dan Hukum Terkini Beritasatu.com

    1. Penggeledahan Rumah Ridwan Kamil, KPK Sita Motor dan Bukti Elektronik

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan turut menyita sepeda motor saat menggeledah rumah mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK). Penggeledahan ini terkait penyidikan kasus pengadaan iklan di lingkungan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB).

    KPK belum merilis lebih detail terkait jumlah barang yang disita dari rumah Ridwan Kamil. Meski demikian, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengonfirmasi kendaraan yang disita merupakan sepeda motor.

    Asep menerangkan, pihaknya berencana untuk memanggil pihak lainnya sebagai saksi terlebih dahulu sebelum memeriksa Ridwan Kamil. Maksud tujuannya agar KPK dapat memperoleh informasi lengkap terlebih dahulu terkait peran sosok yang akrab disapa Kang Emil itu.

    2. Prabowo Jadi Pembicara di ADF dalam Kunjungan ke Turki

    Presiden Prabowo Subianto bertolak dari Ankara menuju Antalya untuk menghadiri Antalya Diplomacy Forum (ADF), Jumat (11/4/2025). Forum internasional tersebut menjadi salah satu agenda penting dalam rangkaian kunjungan Prabowo ke Turki.

    Antalya Diplomacy Forum tahun ini mengangkat tema diplomasi sebagai kekuatan penyeimbang di tengah meningkatnya fragmentasi global. Forum ini dihadiri oleh para pemimpin negara, diplomat, serta tokoh internasional dari berbagai belahan dunia.

    Forum yang diikuti oleh pemimpin dunia tersebut, dibuka langsung Presiden Republik Turki, Recep Tayyip Erdogan. Selanjutnya, Prabowo menjadi pembicara dalam sesi khusus bertajuk ADF Talk, yang mempertemukan para pemimpin dunia untuk bertukar pandangan mengenai isu-isu global.

    3. KPK Endus Perpindahan Uang Saat Djoko Tjandra dan Harun Masiku Bertemu

    Selain berita terkait penggeledahan rumah Ridwan Kamil, berita lainnya, KPK mengendus dugaan perpindahan uang dari Djoko Tjandra ke Harun Masiku saat pertemuan keduanya di Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan tersebut pun sempat didalami KPK saat memeriksa Djoko Tjandra sebagai saksi terkait kasus yang menjerat Harun, Rabu (9/4/2025).

    Uang dimaksud diduga hendak dimanfaatkan oleh Harun Masiku untuk menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang telah menjalani proses hukum atas suap tersebut. Suap yang melibatkan Harun Masiku pun terbongkar saat KPK melakukan operasi tangkap tangan pada awal 2020 lalu. Hanya saja, hingga lima tahun berselang yang bersangkutan masih buron dan keberadaannya terus diburu.

    4. Bertemu Jokowi, Menteri KKP dan Menkes Dapat Wejangan Soal Ini

    Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bertemu mantan Presiden Jokowi di kediamannya, Jalan Kutai Utara Nomor 1, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat (11/4/2025).

    Pantauan Beritasatu.com, menteri KKP datang lebih dahulu dan diterima Jokowi di kediaman. Sekitar satu jam berselang ia pun keluar dari kediaman diantar Jokowi. Sementara itu, Menkes Budi Gunadi Sadikin bersama istri yang tiba saat menteri KKP masih berada di dalam kediaman sempat menunggu 15 menit di ruang transit sebelum akhirnya diterima Jokowi.

    Kepada awak media, menteri KKP mengatakan kedatangannya untuk silaturahmi. Dalam pertemuan tersebut ia mengaku mendapat banyak masukan dari Jokowi. Sama seperti menteri KKP, Budi juga mengatakan kedatangannya untuk silaturahmi dengan Jokowi.

    5. Kasus Pemerkosaan oleh Dokter PPDS, Polisi Selidiki TKP RSHS

    Ditreskrimum Polda Jabar bersama Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri, bersama Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri melakukan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter PPDS Unpad, Jumat (11/4/2025) sore.

    Olah TKP dilakukan di ruangan 717 lantai 7 Pusat Pelayanan Ibu dan Anak Terpadu RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Surawan mengatakan, olah TKP ini dilakukan guna melengkapi berkas perkara terkait pemerkosaan oleh dokter PPDS terhadap pendamping pasien.

    Demikian isu politik dan hukum terkini Beritasatu.com, di antaranya terkait penggeledahan rumah Ridwan Kamil.

  • Korban Pemerkosaan dr Priguna Bertambah, Anggota DPR: Ini Kasus Sistemik

    Korban Pemerkosaan dr Priguna Bertambah, Anggota DPR: Ini Kasus Sistemik

    Jakarta

    Korban yang diduga diperkosa dokter Priguna Anugerah P (31) bertambah menjadi tiga wanita. Anggota Komisi IX DPR Ashabul Kahfi menyebut kasus ini sistemik dan serius.

    “Kami di Komisi IX DPR RI sangat prihatin dengan informasi terbaru bahwa jumlah korban dalam kasus dugaan pemerkosaan oleh dokter Priguna bertambah menjadi tiga orang. Ini bukan sekadar memperparah situasi, tapi juga menandakan bahwa kasus ini mungkin jauh lebih sistemik dan serius dari yang kita bayangkan di awal,” ujar Ashabul kepada wartawan, Jumat (11/4/2025).

    Ashabul menduga masih ada korban lain yang belum berani bicara atau melapor. Dia menilai kasus ini menunjukkan kegagalan sistem di rumah sakit dan lembaga pendidikan dokter.

    “Pertambahan jumlah korban menunjukkan adanya potensi korban lain yang selama ini mungkin belum berani bicara dan ini harus jadi alarm bagi semua pihak, bahwa kita tak boleh anggap remeh persoalan ini. Ini bukan hanya soal individu, tapi tentang kegagalan sistem pengawasan dan etika profesi di lingkungan rumah sakit dan lembaga pendidikan kedokteran,” ujarnya.

    Dia menyebut Komisi IX DPR mendorong kepolisian untuk mengusut tuntas agar seluruh korban mendapatkan haknya. Ashabul juga mendesak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan institusi pendidikan dokter agar meninjau ulang prosedur terkait pendidikan spesialis.

    “Ini juga saatnya bagi institusi terkait untuk introspeksi, bagaimana mungkin seorang dokter bisa melakukan tindakan sehina itu terhadap pasien dan keluarganya lebih dari satu kali?” katanya.

    “Sebagai mitra pengawas Kementerian Kesehatan, kami mendesak Kemenkes untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap prosedur rekrutmen, pengawasan, dan mekanisme pengaduan di fasilitas layanan kesehatan, baik di rumah sakit pemerintah maupun swasta,” kata Charles.

    Foto: Wakil Ketua Komisi IX Charles Honoris (Silvia/detikcom)

    Charles menegaskan tak boleh ada toleransi terhadap aksi bejat Priguna. Dia berharap pelaku bisa dihukum seberat-beratnya.

    Korban pemerkosaan dokter PPDS, Priguna Anugerah, ternyata bukan hanya wanita inisial FH (21). Ada dua pasien RSHS Bandung lainnya yang juga menjadi korban Priguna.

    “Dua orang lagi sudah dilakukan pemeriksaan kemarin. Benar, kedua orang ini menerima perlakuan yang sama dari Tersangka,” kata Dirkrimum Polda Jabar Kombes Surawan di Mapolda Jabar, dilansir detikJabar, Jumat (11/4).

    Priguna memerkosa dua korban tersebut pada waktu yang berbeda. Namun lokasinya sama dengan korban FH.

    “Kejadian pada tanggal 10 Maret dan 16 Maret. Modus sama dengan dalih akan melakukan anestesi dan kedua akan melakukan uji alergi terhadap obat bius. Korban dibawa ke tempat yang sama, keduanya pasien,” ujarnya.

    (azh/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Olah TKP, Polisi Sebut Priguna Hapal Situasi dan Kondisi Rumah Sakit – Halaman all

    Olah TKP, Polisi Sebut Priguna Hapal Situasi dan Kondisi Rumah Sakit – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pihak kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat terkait kasus rudapaksa yang melibatkan dokter residen Universitas Padjadjaran (Unpad) bernama Priguna Anugerah, Jumat (11/4/2025).

    Polda Jabar bersama Puslabfor dan Dokkes mendatangi gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung, tempat tersangka merudapaksa para korbannya.

    Selama dua jam melakukan olah TKP, pihak kepolisian menemukan bahwa tersangka paham situasi dan kondisi gedung tersebut.

    Demikian yang disampaikan Ditreskrimum Polda Jabar, Kombes Surawan.

    “Ruangan (TKP) itu terletak di ujung. Ada beberapa barang bukti yang kami temukan di sana sebagaimana yang telah kami sampaikan ketika konferensi pers beberapa waktu lalu.”

    “Pelaku juga ternyata sudah mempelajari situasi rumah sakit. Dia naik lift ke lantai 6 dahulu, kemudian dia naik tangga ke lantai 7,” ujar Surawan, dikutip dari TribunJabar.id.

    Ia menambahkan, pelaku beraksi tanpa didampingi dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).

    “Pelaku ini melancarkan aksinya sendiri di ruangan yang tak terkunci dan ruangan itu akan digunakan untuk perawatan perempuan,” katanya.

    Sebelumnya, Surawan juga mengatakan bahwa ada dua korban baru lagi yang melapor.

    Kedua korban yang berusia 21 dan 31 tahun tersebut pun telah dilakukan pemeriksaan.

    “Benar bahwa ada dua korban ini ternyata telah menerima perlakuan yang sama dari tersangka dengan modus sama.”

    “Kejadiannya terjadi pada 10 Maret dan 16 Maret 2025 atau dengan kata lain sebelum kejadian yang menimpa FH (21),” katanya di Polda Jabar, Jumat (11/4/2025).

    Surawan mengatakan, tersangka beraksi dengan modus melakukan analisa anestesi dan uji alergi terhadap obat bius.

    “Korban-korbannya dibawa ke tempat yang sama, yakni Gedung MCHC lantai 7. Tapi, untuk yang dua korban tambahan ini merupakan pasien RSHS,” katanya.

    Ia juga meluruskan soal kabar adanya surat pencabutan laporan.

    “Enggak ada (pencabutan). Jadi, enggak ada cabut laporan korban yang kami proses hukumnya,”

    “Begitu juga dengan informasi upaya damai, itu enggak ada, sebab ini adalah perbuatan berulang,” ujar Surawan di Mapolda Jabar, Jumat (11/4/2025).

    Mengutip TribunJabar.id, ia menuturkan, salah satu perbuatan yang tidak bisa diselesaikan dengan cara restorative justice (RJ) ialah tindakan yang berulang.

    Surawan juga mengatakan, sejauh ini dari bukti-bukti yang didapatkan tim penyidik maupun keterangan saksi, tersangka beraksi satu orang dan belum ada tersangka baru.

    “Si pelaku lakukan aksinya ini belum lama. Kami sekarang sedang lakukan uji DNA dari bukti-bukti yang diamankan dengan mendapatkan dukungan dari Pusdokkes dan mungkin tiga sampai empat hari hasilnya keluar,” katanya.

    Sebelumnya, pengacara tersangka, Ferdy Rizky menuturkan bahwa kliennya sudah meminta maaf ke korban.

    “Intinya, kami akan kooperatif membantu memberikan hak-haknya tersangka dan kami akan kawal proses ini sampai akhirnya mempunyai keputusan,” katanya ditemui di Jalan Soekarno Hatta, Kamis (10/4/2025).

    Fredy juga menuturkan saat pertemuan, pihak korban sempat menunjukkan bukti pencabutan laporan meski tak mempengaruhi proses hukum.

    “Pencabutan itu terjadi 23 Maret 2025,” kata Ferdy.

    Sebagian atikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Fakta Baru Kasus Cabul Dokter Residen di RSHS Bandung: Pelaku Hapal Situasi dan Kondisi Rumah Sakit

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJabar.id, Muhamad Nandri Prilatama)

  • STR dan SIP Dicabut Priguna Anugerah Tidak Bisa Buka Praktik Dokter Seumur Hidup – Halaman all

    STR dan SIP Dicabut Priguna Anugerah Tidak Bisa Buka Praktik Dokter Seumur Hidup – Halaman all

    Priguna Anugerah Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap keluarga pasien.

    Tayang: Jumat, 11 April 2025 17:03 WIB

    Tribunjabar.id

    DOKTER PELAKU RUDAPAKSA – Konferensi pers Polda Jabar atas kasus rudapaksa keluarga pasien RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung oleh dokter residen Priguna Anugerah Pratama (berkaus biru) di Mapolda Jabar, Rabu 9 April 2025. Polisi menduga korban lebih dari satu orang. 

    ​TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) langsung mengambil langkah tegas terhadap dokter Priguna Anugerah Pratama dengan mencabut Surat Izin Praktik (SIP) dan menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR).

    Sebagai informasi, Priguna Anugerah Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat.

    “KKI secara resmi menonaktifkan Surat Tanda Registrasi (STR) milik yang bersangkutan pada Kamis (10/4/2025), segera setelah status tersangka ditetapkan oleh aparat penegak hukum,” ujar Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) drg Arianti Anaya, MKM pada keterangan resmi, Jumat (11/5/2025).

    Langkah ini diikuti dengan koordinasi bersama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat untuk mencabut Surat Izin Praktik (SIP) atas nama Priguna Anugerah Pratama.

    Drg Arianti menegaskan pencabutan STR dan SIP merupakan sanksi administratif tertinggi dalam profesi kedokteran di Indonesia.

    “Dengan demikian, setelah SIP dicabut, yang bersangkutan tidak dapat lagi berpraktik sebagai dokter seumur hidup,” tegasnya.

    Sebagai langkah lanjutan, Kementerian Kesehatan juga telah memerintahkan penghentian sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat.

    Penghentian ini bertujuan memberikan ruang untuk evaluasi menyeluruh terhadap sistem tata kelola dan pengawasan dalam pelaksanaan program PPDS di RSHS.

    “Evaluasi yang dilakukan diharapkan mampu menghasilkan sistem pengawasan yang lebih ketat, transparan, dan responsif terhadap potensi pelanggaran hukum maupun etika oleh peserta program pendidikan dokter spesialis,” tutup drg Arianti.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’61’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter PPDS, Polisi Selidiki TKP RSHS

    Dugaan Pemerkosaan oleh Dokter PPDS, Polisi Selidiki TKP RSHS

    Bandung, Beritasatu.com – Ditreskrimum Polda Jabar bersama Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri, bersama Pusat Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Pusdokkes) melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter PPDS Unpad, Jumat (11/4/2025) sore.

    Olah TKP dilakukan di ruangan 717 lantai 7 Pusat Pelayanan Ibu dan Anak Terpadu RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Pantauan Beritasatu.com, petugas kepolisian tiba di RSUP Hasan Sadikin sekitar pukul 15.43 WIB.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Kombes Pol Surawan mengatakan, pihaknya akan melakukan olah TKP pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah Pratama terhadap pendamping keluarga pasien.

    “Mau lihat TKP dahulu,” ujar Surawan memasuki ruangan di RSUP Hasan Sadikin.

    Olah TKP ini dilakukan guna melengkapi berkas perkara terkait pemerkosaan oleh dokter PPDS terhadap pendamping pasien.

    Sebelumnya, Direktur Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar Kombes Pol Surawan mengatakan, setelah dilakukan penyelidikan terungkap adanya dua korban baru, yakni pasien berusia 21 dan 31 tahun.

    Korban diperkosa dengan modus yang sama, oleh dokter PPDS Priguna Anugerah Pratama (31) pada 10 dan 16 Maret 2025.

  • DPR minta RS perketat seleksi tenaga medis imbas kasus dokter PPDS

    DPR minta RS perketat seleksi tenaga medis imbas kasus dokter PPDS

    Polda Jabar saat menghadirkan tersangka berinisial PAP atas kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada keluarga pasien di Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/4/2025). (ANTARA/Rubby Jovan)

    DPR minta RS perketat seleksi tenaga medis imbas kasus dokter PPDS
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 11 April 2025 – 11:49 WIB

    Elshinta.com – Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal meminta seluruh rumah sakit (RS) memperketat seleksi tenaga medis dan residen untuk mencegah berulangnya kasus seperti pemerkosaan oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran.

    “Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi rumah sakit agar menerapkan manajemen seleksi dan pengawasan yang lebih ketat untuk mengantisipasi kejadian serupa,” kata dia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Pimpinan DPR di bidang kesejahteraan rakyat (kesra) itu pun meminta agar pelaku pemerkosaan itu dihukum seberat-beratnya.

    Menurut Cucun, tidak ada toleransi terhadap tindakan pemerkosaan, terlebih jika dilakukan oleh tenaga medis yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat.

    “Lebih-lebih tempatnya di rumah sakit yang berkewajiban untuk memastikan keamanan bagi masyarakat,” kata dia.

    Ia mengingatkan pelaku harus tetap diproses secara hukum, walaupun telah di-blacklist Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan menyampaikan permintaan maaf.

    “Tindakan pelaku tetap harus diproses hukum untuk mendapatkan sanksi. Hal ini sebagai upaya penegakan keadilan dan edukasi publik,” ucapnya.

    Ia juga mendorong adanya kerja sama yang erat antara pihak manajemen RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung dan Universitas Padjadjaran dalam pemulihan korban.

    Dia menekankan pentingnya pendampingan psikologis dan sosial secara optimal agar korban bisa bangkit dari trauma.

    “Hal ini untuk memastikan bahwa pendampingan terhadap korban dan proses pemulihan benar-benar optimal sehingga dampak psikologis dan sosial dapat diatasi,” kata dia.

    Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Barat menahan seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP (31) atas dugaan kekerasan seksual terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

    Polisi juga mengungkapkan adanya indikasi kelainan perilaku seksual pada pelaku, yang menjadi tersangka kasus pemerkosaan terhadap keluarga pasien. Temuan itu berdasarkan pemeriksaan awal terhadap dokter PPDS terduga pelaku pemerkosaan berinisial PAP (31).

    Sumber : Antara

  • Nggak Boleh Kompromi, Harus Dihukum Berat

    Nggak Boleh Kompromi, Harus Dihukum Berat

    loading…

    Tersangka Priguna Anugerah Pratama (31), dokter anastesi peserta PPDS Unpad saat diperlihatkan di Polda Jabar, beberapa waktu lalu. Tersangka memperkosa anggota keluarga pasien di RSHS Bandung. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez mengecam tindak pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah Pratama (31), dokter anastesi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Gilang mendesak polisi mengusut tuntas kasus ini. Dia meminta polisi memberikan hukuman maksimal terhadal tersangka. Desakan didasari lantatan kasus ini tak hanya merusak citra dunia kedokteran, tapi juga kejahatan serius yang melukai nilai kemanusiaan.

    “Pelaku harus dihukum seberat-beratnya karena apa yang dilakukannya sungguh amat biadab,” ujar Gilang, Jumat (11/4/2025).

    Menurut dia, tindak kekerasan seksual dalam lingkungan fasilitas kesehatan merupakan kejahatan berat dan tidak hanya mencederai korban secara fisik dan psikis, tetapi juga mengoyak kepercayaan publik terhadap institusi medis.

    “Nggak boleh ada ruang kompromi terhadap pelaku kekerasan seksual, apalagi jika terjadi di institusi publik yang seharusnya melindungi rakyat,” tegasnya.

    Komisi III DPR akan memantau proses penegakan hukum yang tengah dilakukan Polda Jawa Barat. Dia juga mendorong aparat penegak hukum untuk menggunakan seluruh instrumen hukum yang ada untuk memberikan keadilan bagi korban.

    Gilang meminta polisi segera mengusut tuntas kasus ini agar ada keadilan bagi korban, terlebih pihak kepolisian telah menyatakan adanya dua korban lain atas tindakan kekerasan seksual pelaku.

    Menurut dia, perbuatan dokter PPDS terhadap korban yang tengah menunggu orang tuanya di rumah sakit termasuk perbuatan sangat keji dan tidak bisa ditolerir.

    “Simpati yang mendalam bagi korban yang tak hanya menjadi korban kekerasan seksual dari pihak yang seharusnya memberikan perlindungan, tapi juga harus menanggung tambahan kesedihan karena sang ayah meninggal,” ucapnya.

    Diketahui, dokter PPDS anestesi dari Unpad bernama Priguna Anugerah Pratama memperkosa anggota keluarga pasien di RSHS Bandung. Korban merupakan perempuan berusia 21 tahun.

    Modus pelaku dengan berpura-pura meminta donor darah korban untuk ayahnya yang sedang kritis. Korban dibawa ke lantai gedung RSHS baru yang belum dioperasikan lalu dibius, kemudian diperkosa.

    Priguna sudah ditetapkan tersangka dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara. Tak hanya itu, Unpad juga telah memberhentikan pelaku dari program PPDS dan izin praktik dokter Priguna dicabut. Kasus ini juga menyebabkan PPDS Anestasiologi dan Terapi Intensif di RSHS Bandung diberhentikan sementara.

    (jon)

  • Fakta Terkait Kasus Dokter PPDS Perkosa Anak Pasien, Korban Bertambah

    Fakta Terkait Kasus Dokter PPDS Perkosa Anak Pasien, Korban Bertambah

    Bisnis.com, JAKARTA — Dokter Anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad, Priguna Anugrah Pratama (PAP) terancam pidana maksimal 12 tahun jika diputus bersalah dalam kasus dugaan kekerasan seksual. 

    PAP saat ini telah berstatus sebagai tersangka. Di dijerat dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak pasien yang tengah dirawat di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Atas perbuatannya itu, Polda Jawa Barat telah mengenakan pasal Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    “Adapun, ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun,” ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan kepada wartawan, dikutip Jumat (11/4/2025).

    Kronologi Kasus

    Diberitakan sebelumnya, kasus ini mencuat setelah korban FA (21) melaporkan peristiwa dugaan kekerasan seksual dialaminya di RSHS Bandung, pada Selasa (18/3/2025) sekitar 01.00 WIB.

    Kala itu, korban tengah menunggu ayahnya yang tengah dirawat. Kemudian, PAP menghampiri korban dan memintanya untuk melakukan transfusi darah.

    Dalam pelaksanaannya, PAP diduga telah menyuntikkan cairan yang membuat korban tak sadarkan diri.

    Singkatnya, usai peristiwa itu, korban mengalami kesakitan di area saluran kencing. Di samping itu, menemukan sisa sperma yang diduga milik PAP di tubuh korban.

    3 Korban

    Di lain sisi, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Pol Surawan menyatakan bahwa korban kekerasan seksual PAP menjadi tiga orang.

    Perinciannya, dua tambahan korban itu berasal dari laporan yang menghubungi layanan hotline Polda Jawa Barat.

    “Ada dua korban [baru], [menghubungi polisi] melalui hotline. Dua korban ini bersangkutan pasien, peristiwa berbeda dengan yang kami tangani,” kata Surawan, Kamis (10/4/2025).

    Menurutnya, modus tersangka dalam menjalankan aksi bejatnya serupa dengan korban pertama, yakni dengan mengambil sampel darah dan korban dibius. 

    “Rata-rata modusnya sampai dalih [yaitu] mengambil sampel darah, DNA, dan dibius pemerkosaan pada korban,” tambahnya.

    Motif Seksual 

    Sementara itu, Surawan mengatakan motif dari dokter PPDS Unpad melakukan kekerasan tersebut karena berkaitan dengan fantasi seksual.

    Dia menjelaskan bahwa tersangka PAP diduga memiliki fantasi seksual untuk berhubungan dengan orang yang pingsan.

    Namun demikian, Surawan menekankan bahwa hal tersebut masih perlu dilakukan pendalaman oleh pihak-pihak terkait.

     “[Motifnya] punya fantasi sendiri lah gitu. Senang kalau orang mungkin [korbannya] pingsan gitu ya,” tutur Surawan.

    Mau Bunuh Diri

    Surawan juga mengungkap bahwa pelaku sempat melakukan upaya percobaan bunuh diri sebelum ditangkap di apartemen yang berlokasi di Kota Bandung pada (23/3/2025).

    “Ditangkap di apartemen, pelaku sempat mau bunuh diri juga, sempat memotong mencoba memotong nadi. Sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap,” pungkasnya.

  • Dua Bayi Hilang hingga Keluarga Pasien Dicabuli Dokter, RS Hasan Sadikin Harus Di-banned!

    Dua Bayi Hilang hingga Keluarga Pasien Dicabuli Dokter, RS Hasan Sadikin Harus Di-banned!

    GELORA.CO – Kejadian dokter PPDS cabul Priguna Anugerah hanyalah satu dari banyak contoh gagalnya pihak RS Hasan Sadikin dalam memberikan pelayanan pada pasien. Sebelum kasus asusila, RS Hasan Sadikin juga sempat kebobolan dua kali terkait penculikan bayi, pada 2014 dan 1984.

    Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina mengatakan rumah sakit mestinya memberikan kenyamanan bagi pasien. Ia kecewa lantaran di RS terjadi pelecehan seksual, menurutnya pihak RS Hasan Sadikin ikut berperan sehingga peristiwa pencabulan terjadi.

    “Jadi ada kenyamanan kita mengantarkan orang tua kita, kita berharap akan tersembuhkan, tapi kok malah terjadi pemerkosaan,” lanjutnya.

    Ia menyebut ulah dokter PPDS ini harus dikawal hingga tuntas. Politikus PKB ini juga menyarankan RSHS untuk diblokir buntut peristiwa tersebut.

    “Sangat mengerikan kondisi seperti ini. Kasus harus segera diselesaikan, karena ini permasalahan yang sangat menakutkan dalam kondisi kita sangat berharap perlindungan dokter. Dan rumah sakit harus di-banned (diblokir) juga, didenda! Jangan mentang-mentang mereka punya cara. Kita juga harus mengawal agar mereka punya rasa secure kepada pasien,” tutur dia.

    Seperti diketahui, Priguna Anugerah sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan terkait pemerkosaan anak pasien. Dia dijerat dengan Pasal 6 C dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

    Tersangka merupakan warga Pontianak diduga memperkosa keluarga pasien berinisial FH (21). Kasus ini berawal ketika tersangka meminta korban untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung pada Tanggal 18 Maret 2025 pada pukul 01.00 WIB.

    Setelah sampai di Gedung MCHC tersangka meminta korban untuk mengganti pakaian dengan baju operasi warna hijau, lalu diminta untuk melepas baju dan celananya. Pada saat itu tersangka memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban kurang lebih 15 kali.

    “Kemudian tersangka menghubungkan jarum tersebut ke selang infus, setelah itu tersangka menyuntikkan cairan bening ke selang infus tersebut dan beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri,” Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan dilansir detikJabar, Kamis (10/5).

    Saat sadar pukul 04.00 WIB, korban merasakan perih di bagian tertentu ketika buang air kecil. Korban pun menceritakan hal tersebut kepada orang tuanya.

    Asal tahu saja, pada 2014 lalu RS Hasan Sadikin juga lalai dalam menjaga bayi pasiennya. Tepat pada Selasa 25 Maret 2014, penculikan bayi terjadi. Dari rekaman CCTV pelaku perempuan bertubuh tambun terlihat santai dalam beraksi menunjukkan lemahnya pengamanan di RS.

    Direktur RS kala itu, Bayu Wahyudi mengakui bahwa penculikan ini bukan yang pertama pernah terjadi pada 1984. Nasib bayi yang diculik pun tak tahu rimbanya, pihak RS terlihat cuek dengan kelalaiannya. “Waktu 30 tahun lalu atau (tahun) 84 pernah terjadi. Saya waktu itu belum di sini (RSHS),” kata Bayu singkat, Rabu 26 Maret 2014.

  • Kemenkes Hentikan Sementara Kegiatan PPDS Anestesi di RS Hasan Sadikin Bandung, Sebulan Dievaluasi – Halaman all

    Kemenkes Hentikan Sementara Kegiatan PPDS Anestesi di RS Hasan Sadikin Bandung, Sebulan Dievaluasi – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menginstruksikan kepada RSUP Hasan Sadikin (RSHS) untuk menghentikan sementara kegiatan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di lingkungan RSHS selama satu bulan.

    Kemenkes menyampaikan, langkah ini diambil untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan pengawasan serta tata kelola setelah adanya tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr. PAP.

    Diketahui dr PAP merupakan peserta PPDS Anestesiologi yang diduga memperkosa keluarga pasien dengan modus akan diambil darahnya untuk transfusi. 

    “Penghentian sementara ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi proses evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan sistem pengawasan PPDS di lingkungan RSHS,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman dilansir dari website resmi, Jumat (11/4/2025). 

    Di sisi lain, Kemenkes meminta RSHS agar bekerjasama dengan FK Unpad untuk upaya-upaya perbaikan yang diperlukan.

    Sehingga insiden serupa atau tindakan-tindakan yang melanggar hukum dan etika kedokteran tidak terulang kembali.

    PELAKU PENCABULAN – Pelaku pencabulan terhadap salah seorang keluarga pasien RS Hasan Sadikin Bandung, ditampilkan oleh Ditreskrimum Polda Jabar, Rabu (9/4/2025). Oknum dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran (FK) di salah satu universitas di Sumedang, Jabar, ditetapkan sebagai tersangka. (Tangkap layar kanal YouTube Kompas TV)

    Kemenkes juga akan mewajibkan seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes untuk melakukan test kejiwaan berkala bagi peserta PPDS di seluruh angkatan. 

    Tes berkala diperlukan untuk menghindari manipulasi test kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik.

    Kemenkes sudah meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) atas nama dr. PAP. 

    Pencabutan STR ini secara otomatis akan membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) yang bersangkutan.

    “Kami akan terus memantau proses penanganan kasus ini dan mendorong seluruh institusi pendidikan serta fasilitas kesehatan untuk memperketat pengawasan, memperbaiki sistem pelaporan. Serta membangun lingkungan yang bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun,” tutup Aji.