Kementrian Lembaga: PN Jakarta Timur

  • 9
                    
                        Tangis Korban Penggusuran Pulogebang, Tertipu Rp 150 Juta karena Beli Lahan Milik Perumnas
                        Megapolitan

    9 Tangis Korban Penggusuran Pulogebang, Tertipu Rp 150 Juta karena Beli Lahan Milik Perumnas Megapolitan

    Tangis Korban Penggusuran Pulogebang, Tertipu Rp 150 Juta karena Beli Lahan Milik Perumnas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur telah mengeksekusi sejumlah bangunan yang berdiri di lahan milik Perumnas di
    Pulogebang
    , Cakung, Jakarta Timur pada Rabu (12/2/2025).
    Penggusuran ini bukan hanya sekadar tindakan hukum, tetapi juga menyisakan kesedihan bagi warga yang selama ini menempati tempat tersebut.
    Bangunan permanen dan semi permanen yang digusur dihancurkan dengan menggunakan empat eskavator.
    Lapak barang bekas dan kolam tempat pemancingan umum juga tak lepas dari penggusuran. Total lahan yang dieksekusi ini seluar 38.000 meter persegi.
    Di lokasi, tampak tangisan dan protes dari warga yang kehilangan tempat tinggal. Mereka merasa tidak ada sosialisasi dari pihak terkait sebelum tindakan ini dilakukan.
    Mamat (54), salah satu warga yang terdampak penggusuran, menceritakan pengalaman pahitnya.
    Ia mengaku telah tinggal di lahan itu selama tiga tahun. Mamat membeli rumah dari seseorang yang mengaku sebagai ahli waris tanah tersebut. Mamat bahkan menerima akta jual beli (AJB) dari transaksi itu.
    Namun, ia baru menyadari bahwa AJB yang ia miliki adalah palsu setelah menerima surat dari PN Jakarta Timur yang menyatakan bahwa tanah tempat tinggalnya adalah milik Perumnas.
    “Ada surat, walaupun itu bodong AJB. Ya jelas-jelas
    dibohongin
    ,
    dibohongin
    dua kali ini,” ungkap Mamat saat ditemui
    Kompas.com,
    Rabu (12/2/2025).
    Mamat mengaku membeli rumah tersebut dengan harga Rp 150 juta secara tunai.
    Mamat semakin sesak karena ia masih terikat utang untuk rumah yang kini sudah digusur.
    Ia menjelaskan bahwa ia meminjam uang dari Bank DKI sebesar Rp 150 juta untuk membeli rumah yang ternyata tidak sah itu.
    “SK saya saja masih di Bank DKI buat beli ini. Nyicilnya ke Bank DKI. Kalau ini (rumah) belinya tunai enggak nyicil,” tuturnya.
    Dengan cicilan sekitar Rp 2 juta per bulan. Namun, cicilan Mamat baru berjalan dua tahun dari lima tahun tenor pinjamannya.
    Kini, ia harus menghadapi kenyataan pahit kehilangan rumah sebelum utangnya lunas.
    “Lima tahun pinjamnya, baru jalan dua tahun,” tambahnya.
    Ia juga mengungkapkan bahwa banyak warga lain di lokasi yang telah membeli rumah lebih dari enam tahun.
    Sebagai langkah lanjut, warga yang terdampak
    penggusuran di Pulogebang
    akan dipindahkan ke Rumah Susun (Rusun) Seruni Pulogebang.
    Sekitar 50 kepala keluarga (KK) akan direlokasi akibat dampak dari penggusuran ini. Mamat menjelaskan, mereka telah didata oleh pihak Perumnas dan PN Jakarta Timur.
    “Asal dipindahkan dengan layak kami siap saja. Nanti pindah ke Rusun Seruni, semuanya pindah ke sana,” jelas Mamat dengan harapan meski dalam kondisi sulit.
    Warga dijanjikan akan tinggal secara gratis di Rusun Seruni selama tiga bulan ke depan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemarin, Perayaan Cap Go Meh hingga penggusuran rumah di Pulogebang

    Kemarin, Perayaan Cap Go Meh hingga penggusuran rumah di Pulogebang

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita yang tersaji di kanal Metro pada Rabu (12/2) masih menarik disimak kembali untuk mengawali aktivitas di pagi hari Anda, mulai dari Perayaan Imlek 2025 atau Cap Go Meh di Glodok, hingga penggusuran rumah warga di Jakarta Timur.

    Berikut lima berita pilihan yang bisa menemani Anda yang sedang beraktivitas maupun dalam perjalanan:

    1. Mahfud dan Anies serta Pram-Doel hadiri Cap Go Meh di Glodok

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah tokoh mulai dari Mahfud MD, Anies Baswedan, Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Terpilih Pramono Anung-Rano Karno, Pj Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Veronica Tan menghadiri akhir perayaan Imlek 2025 atau Cap Go Meh di Glodok, Jakarta Barat, Rabu.

    Selengkapnya di sini

    2. Pemkot Jakpus lakukan razia parkir liar di trotoar

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota (Pemkot) Administrasi Jakarta Pusat (Jakpus) menggelar razia parkir liar yang berada di bahu jalan dan trotoar selama satu bulan ke depan, sejak Rabu ini hingga 12 Maret 2025.

    Selengkapnya di sini

    3. Dinkes DKI: Vaksin dengue bisa didapatkan di faskes swasta

    Jakarta (ANTARA) – Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyatakan saat ini vaksin dengue yang dapat digunakan untuk mengurangi risiko terkena dan keparahan demam berdarah dengue (DBD) bisa didapatkan di fasilitas kesehatan (fakses) swasta karena belum menjadi program wajib pemerintah.

    Selengkapnya di sini

    Petugas gabungan saat merazia parkir liar di Jakarta, Rabu (12/2/2025). ANTARA/Ho-Pemkot Jakpus

    4. PAM Jaya: Layanan air perpipaan Jakarta 2024 naik jadi 70,29 persen

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Pelayanan Perumda PAM Jaya Syahrul Hasan mengungkapkan bahwa cakupan layanan air perpipaan di Jakarta per akhir tahun 2024 berhasil mencapai 70,29 persen atau naik tiga persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

    Selengkapnya di sini

    5. PN Jaktim gusur puluhan rumah warga di Pulogebang

    Jakarta (ANTARA) – Puluhan rumah warga yang berdiri di lahan kosong di Jalan Dokter Sumarno, Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, digusur oleh aparat gabungan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu.

    Selengkapnya di sini

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Hidup Kekurangan, Korban Penggusuran Lahan di Pulogadung Bingung Cari Tempat Tinggal
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        12 Februari 2025

    Hidup Kekurangan, Korban Penggusuran Lahan di Pulogadung Bingung Cari Tempat Tinggal Megapolitan 12 Februari 2025

    Hidup Kekurangan, Korban Penggusuran Lahan di Pulogadung Bingung Cari Tempat Tinggal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Watini (56), salah satu korban penggusuran lahan Perumnas di Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, kebingungan harus pindah ke mana.
    Watini mengaku sudah tinggal di lahan tersebut selama 13 tahun. Ia kini harus mencari tempat tinggal baru padahal suaminya tengah sakit.
    “Bapaknya (suami Watini) sakit-sakitan terus,” kata Watini saat ditemui
    Kompas.com
    , Rabu (12/2/2025).
    Watini mengaku tak punya cukup uang untuk mengontrak rumah. Bahkan, saking kekurangannya, Watini menitipkan anaknya yang berusia 15 tahun di panti asuhan.
    “Ini anak saya titipin di Panti Duren Sawit. Saya dagang es kopyor, saya dorong gerobak tiap hari,” tutur Watini.
    Watini memahami bahwa lahan yang semula ia tempati adalah milik Perumnas. Namun, dia berharap pemerintah memberikan solusi tempat tinggal bagi warga terdampak.
    “Ini tanah pemerintah. Katanya pemerintah mau memperhatikan yang rendah, kenapa yang rendah diperlakukan kayak gini,” ujar dia.
    Sementara, Mamat (54), korban lainnya mengungkap, warga yang kena gusur akan direlokasi ke Rumah Susun (Rusun) Seruni Pulogebang. Katanya, ada sekitar 50 KK yang akan dipindahkan ke rusun tersebut.
    “Asal dipindahkan dengan layak kita siap saja. Nanti pindah ke Rusun Seruni, semuanya pindah ke sana,” ungkap Mamat.
    Mamat menjelaskan, dirinya dan warga terdampak lain sudah didata oleh pihak Perumnas dan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
    Warga terdampak dijanjikan tinggal secara cuma-cuma selama tiga bulan di Rusun Seruni.
    Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menggusur sejumlah bangunan yang berdiri di lahan milik Perumnas di Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, Rabu (12/2/2025). Proses penggusuran ini diwarnai tangisan dari warga yang tergusur.
    Pengamatan
    Kompas.com
    di lokasi, bangunan yang digusur ini terdiri dari rumah tinggal, lapak barang bekas dan kolam tempat pemancingan umum. Total lahan yang dieksekusi ini seluas 38.000 meter persegi.
    Bangunan-bangunan permanen dan semi permanen itu dirobohkan menggunakan empat ekskavator.
    Proses eksekusi yang dilakukan PN Jakarta Timur ini menuai protes dari warga yang menghuni bangunan-bangunan itu. Mereka mengaku tidak ada sosialisasi dari pihak terkait sebelum terjadinya penggusuran.
    Sejumlah ibu-ibu terlihat menangis histeris melihat bangunannya dihancurkan oleh eskavator.
    Sambil menangis, ibu-ibu itu berteriak agar para petugas menghentikan proses pengosongan lahan ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Penganiayaan Pegawai Toko Roti: Jaksa Ungkap Berkas George Sugama Halim Belum Lengkap – Halaman all

    Kasus Penganiayaan Pegawai Toko Roti: Jaksa Ungkap Berkas George Sugama Halim Belum Lengkap – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus penganiayaan terhadap Dwi Ayu Darmawati, seorang karyawan berusia 19 tahun di sebuah toko kue di Cakung, Jakarta Timur, terus menjadi perhatian masyarakat.

    Kasus ini melibatkan George Sugama Halim, anak pemilik toko, yang diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap Dwi.

    Apa kabar terbaru dalam penanganan kasus tersebut?

    Hingga saat ini, berkas perkara penganiayaan tersebut ternyata masih belum dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.

    Menurut Yanuar Adi Nugroho, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, berkas perkara tersebut masih perlu dilengkapi oleh penyidik Satreskrim Polres Metro Jakarta Timur.

    “Petunjuk kita ada yang belum dipenuhi penyidik. Sudah kami kembalikan untuk dilengkapi sesuai petunjuk,” ungkap Yanuar saat dikonfirmasi pada Rabu, 12 Februari 2025.

    Berkas perkara ini pertama kali diserahkan kepada kejaksaan pada 3 Januari 2025, namun pada 10 Januari 2025, jaksa menyatakan bahwa berkas tersebut belum lengkap.

    Proses hukum yang berlarut-larut ini menciptakan rasa tidak pasti bagi korban, Dwi, dan keluarganya, yang berharap agar keadilan segera ditegakkan.

    Berkas perkara penganiayaan dilakukan George dikembalikan ke penyidik karena dinyatakan belum dapat dilimpah ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, atau naik ke tahap penuntutan.

    Bila mengacu pasal 110 ayat 2 dan 3 KUHAP memang tidak disebutkan adanya batas waktu bagi penyidik untuk melengkapi berkas perkara kasus pidana mereka tangani.

    Namun dalam Pedoman Jaksa Agung Nomor 24 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum disebutkan ketentuan apabila penyidik tak kunjung melengkapi berkas.

    Bila dalam 30 hari sejak berkas perkara dikembalikan penyidik belum menindaklanjuti petunjuk diberikan, maka Kejaksaan dapat mengirimkan surat permintaan perkembangan penyidikan.

    “Penuntut Umum mengirimkan surat permintaan perkembangan penyidikan kepada penyidik,” ujar Yanuar.

    Surat permintaan perkembangan penyidikan itu untuk memastikan sudah sejauh mana perkembangan berkas perkara setelah Kejaksaan memberikan petunjuk ke penyidik.

    Jika dalam 30 hari sejak surat dikirim penyidik belum menindaklanjuti petunjuk, maka Kejaksaan akan mengembalikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke penyidik.

    “Demi kepastian hukum serta sesuai asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan, SPDP (kasus penganiayaan dilakukan George) tersebut dikembalikan kepada penyidik,” tutur Yanuar.

    Awak media sudah berupaya mengonfirmasi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur, AKBP Armunanto Hutahean terkait proses pelimpahan berkas perkara penganiayaan George.

    Tapi hingga berita ditulis Armunanto urung merespon sudah sejauh mana proses pelimpahan berkas perkara penganiayaan dilakukan George Sugama Halim kepada Dwi Ayu Darmawati.

    Kasus penganiayaan

    Dwi menjadi korban penganiayaan pada 17 Desember 2024.

    Dalam insiden tragis itu, ia dianiaya oleh George hingga mengalami pendarahan di kepala dan memar di beberapa bagian tubuhnya, termasuk tangan, kaki, paha, dan pinggang.

    Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan besar:

    Bagaimana seorang anak pemilik toko bisa berbuat demikian kepada karyawannya?

    George bahkan nekat melempar patung, kursi, dan loyang pembuatan kue ke arah Dwi, menunjukkan tindakan yang sangat agresif.

    Kasus ini bukan hanya sekadar masalah hukum, tetapi juga mencerminkan realitas kehidupan pekerja muda yang sering kali terjebak dalam situasi berbahaya di tempat kerja.

    Harapan untuk Perbaikan

    Ketika berita tentang kasus ini menyebar, banyak pihak mulai bersuara tentang perlunya melindungi pekerja dari kekerasan dan pelecehan.

    Dwi dan para pekerja muda lainnya berhak untuk mendapatkan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari ancaman.

    Ini adalah sebuah panggilan bagi masyarakat dan pemerintah untuk memastikan bahwa tidak ada yang akan menjadi korban kekerasan di tempat kerja.

    Sumber: Tribun Jakarta

  • Kemarin, Perayaan Cap Go Meh hingga penggusuran rumah di Pulogebang

    ASN Pemkot Jaktim tertipu beli rumah di lahan yang terkena gusur

    Jakarta (ANTARA) – Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Jakarta Timur merasa tertipu karena membeli rumah di lahan milik Perumnas yang terkena gusur oleh petugas Pengadilan Negeri Jaktim di Jalan Dokter Sumarno, Pulogebang, Cakung.

    “Ya jelas-jelas dibohongi, dibohongi lagi, Ini dua kali. Karena mau didatangin beko, ya silahkan datangin beko. Tapi, jangan coba-coba merusak rumah saya,” kata Mamat (54) di Jakarta, Rabu.

    Dia dirinya membeli bangunan rumah seharga Rp150 juta yang akhirnya kini ikut dibongkar PN Jaktim.

    Mamat yang sudah tinggal se​lama tiga tahun di lahan tersebut mengaku membeli bangunan rumah dari salah satu orang yang mengaku ahli waris.

    Dari pembelian tersebut, Mamat mendapatkan Akta Jual Beli (AJB).

    “SK saya aja masih di Bank DKI. Beli-beli ini. Nah, saya nyicil tiap bulan ke Bank DKI. Kalau beli rumahnya ini tunai,” ujar Mamat.

    Sebelumnya, puluhan rumah warga yang berdiri di lahan kosong di Jalan Dokter Sumarno, Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, digusur oleh aparat gabungan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu.

    Pihak PN Jaktim juga mengerahkan ratusan personel dan empat alat ekskavator untuk mengeksekusi sekitar 20 unit rumah warga yang terbuat dari material kayu dan triplek yang berlangsung sejak pukul 10.30 WIB.

    “Kami melakukan eksekusi penggusuran terhadap satu bidang tanah seluas 38.000 meter persegi sesuai surat keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang berada di Kecamatan Cakung,” kata juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Trisno di lokasi.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • PN Jaktim gusur puluhan rumah warga di Pulogebang

    PN Jaktim gusur puluhan rumah warga di Pulogebang

    Jakarta (ANTARA) – Puluhan rumah warga yang berdiri di lahan kosong di Jalan Dokter Sumarno, Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, digusur oleh aparat gabungan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu.

    Pihak PN Jaktim juga mengerahkan ratusan personel dan empat alat ekskavator untuk mengeksekusi sekitar 20 unit rumah warga yang terbuat dari material kayu dan triplek yang berlangsung sejak pukul 10.30 WIB.

    “Kami melakukan eksekusi penggusuran terhadap satu bidang tanah seluas 38.000 meter persegi sesuai surat keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang berada di Kecamatan Cakung,” kata juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Trisno di lokasi.

    Tanah itu terdiri dari rumah tinggal, lapak barang bekas, dan kolam tempat pemancingan umum.

    Saat eksekusi dimulai, warga setempat sempat protes kepada pihak PN Jakarta Timur karena penggusuran tidak melewati proses prosedur yang tepat.

    “Tidak ada ganti rugi, kompensasi ga ada, Akta Jual Beli (AJB) ada, akta notarisnya ada. AJB-nya ada, tidak ada ganti rugi, tidak ada sosialisasi. Saya sudah tinggal di sini lima tahun,” kata salah satu warga yang rumahnya terkena gusur, Risa (36).

    Warga yang rumahnya terkena gusur, Risa (36) dan Suprapti (58) di Jalan Dokter Sumarno, Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, Rabu (12/2/2025). ANTARA/Siti Nurhaliza

    Hal serupa dikatakan Suprapti (58), wanita paruh baya yang terus berlinang air mata menyaksikan rumahnya di eksekusi petugas. Suprapti tetap mengemas barang miliknya dan memindahkan barang tersebut dari dalam rumah ke bagian luar rumah.

    “Saya tuh udah lama di sini, masa sekarang diusir-usir nanti saya mau tinggal dimana. Saya hidup sendirian, saya ga banyak minta, saya hanya mau layak tinggal di sini,” keluh Suprapti.

    Penertiban bangunan yang dijaga oleh aparat TNI, Polri dan Satpol PP Jakarta Timur berlangsung kondusif . Terlihat juga aparat turut mengatur arus lalu lintas sekitar dan membantu warga memindahkan barang keluar rumah.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Eks Panitera PN Jaktim Ngaku Baru Tahu Cek Rp 1 M saat Diperiksa Kasus Suap

    Eks Panitera PN Jaktim Ngaku Baru Tahu Cek Rp 1 M saat Diperiksa Kasus Suap

    Jakarta

    Eks panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rina Pertiwi, mengaku baru mengetahui soal cek Rp 1 miliar terkait pengurusan eksekusi lahan saat diperiksa. Rina mengaku baru tahu cek itu saat dipanggil Kejati DKI Jakarta.

    Hal itu disampaikan Rina Pertiwi saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengurusan eksekusi lahan salah satu perusahaan BUMN. Mulanya, jaksa mendalami nomor rekening milik Rina.

    “Apakah pada rekening tersebut Saudara pernah menerima dana dari Dede Rahmana?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (3/2/2025).

    “Ya, waktu itu pembayaran sewa,” jawab Rina.

    Rina mengatakan uang yang diterima dari Dede merupakan pengembalian sewa pinjaman modal. Namun, dia mengaku baru tahu soal penerimaan cek Rp 1 miliar oleh Dede dari Ali Sopyan saat dipanggil Kejati DKI Jakarta.

    “Saudara mengetahui bahwa ada cek sebesar Rp 1 miliar yang diterima Dede Rahmana dari Ali Sopyan?” tanya jaksa.

    “Iya, setelah dipanggil oleh Kejati,” jawab Rina.

    “Setelah dipanggil?” tanya jaksa.

    “Iya, saya baru tahu,” jawab Rina.

    Rina mengatakan Dede tak pernah menanyakan terkait cek Rp 1 miliar tersebut. Jumlahnya, kata Rina, juga baru ia ketahui saat pemeriksaan oleh Kejati DKI Jakarta.

    “Apakah sebelumnya Dede Rahmana pernah menjelaskan terkait uang itu?” tanya jaksa.

    “Belum,” jawab Rina.

    “Belum pernah dijelaskan?” tanya jaksa.

    “Belum,” jawab Rina.

    “Terkait cek itu, apakah cek itu jumlahnya Saudara tahu?” tanya jaksa.

    “Pada saat di Kejati, iya,” jawab Rina.

    “Rp 1 miliar?” tanya jaksa.

    “Iya,” jawab Rina.

    Sidang Tuntutan

    Adapun sidang tuntutan Rina Pertiwi di kasus dugaan korupsi terkait pengurusan eksekusi lahan salah satu perusahaan BUMN segera digelar. Sidang akan digelar pada Senin (10/2).

    “Kita tunda 1 Minggu dulu, mudah mudahan bisa selesai. Tanggal 10 ya. Jadi sidang ditunda sampai dengan hari Senin, tanggal 10 Februari 2025,” kata ketua majelis hakim Eko Aryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin(3/1/2025).

    Sebelumnya, Rina Pertiwi, didakwa menerima suap sebesar Rp 1 miliar terkait pengurusan eksekusi lahan salah satu perusahaan BUMN. Jaksa mengatakan Rina menerima bagian Rp 797 juta dari total suap tersebut.

    “Telah menerima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, jika antara beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).

    Kasus ini bermula dari gugatan perdata ahli waris pemilik tanah di Jalan Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur, yang dikuasai BUMN. Ahli waris itu memberikan kuasa ke seseorang bernama Ali Sopyan.

    Gugatan perdata itu telah diputus hingga peninjauan kembali (PK) dengan hasil menghukum perusahaan BUMN membayar ganti rugi sebesar Rp 244.604.172.000 (Rp 244 miliar). Ali meminta bantuan Johanes dan Sareh Wiyono untuk mengurus eksekusi hasil putusan PK tersebut.

    Ada tiga kali pertemuan yang dilakukan antara Ali, Johanes, dan Sareh untuk membahas eksekusi putusan PK tersebut. Singkatnya, Ali memasukkan surat permohonan eksekusi putusan PK melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Jaktim, dan telah lebih dulu menghubungi Rina, yang bersedia membantu mengurus eksekusi putusan tersebut.

    “Bahwa setelah Saksi Ali Sopyan menerima surat kuasa tanggal 18 Februari 2020, selanjutnya pada pertengahan Februari 2020 Saksi Ali Sopyan memasukkan surat permohonan eksekusi tanggal 24 Februari 2020 melalui PTSP Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan bertemu dengan Terdakwa di PTSP di mana sebelum Saksi Ali Sopyan datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk memasukkan surat permohonan eksekusi tersebut, Sareh Wiyono telah menghubungi Terdakwa, yang saat itu menjabat sebagai panitera pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur,” ujar jaksa.

    Jaksa mengatakan surat permohonan eksekusi itu diteruskan ke meja ketua PN Jaktim. Lalu, surat permohonan itu didisposisi ke Rina selaku panitera.

    “Bahwa setelah surat permohonan eksekusi dimasukkan ke PTSP, kemudian diteruskan ke meja ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk mendapatkan disposisi mengenai pelaksanaan eksekusi perdatanya. Selanjutnya surat tersebut didisposisi kepada Terdakwa selaku panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur,” ucap jaksa.

    Rina kemudian membuat resume surat permohonan eksekusi lahan yang diajukan Ali. Inti resume itu menerangkan penyitaan tak bisa dilakukan oleh pihak mana pun ke aset badan milik negara/daerah, melainkan dimasukkan dalam DIPA anggaran di tahun berjalan atau tahun selanjutnya.

    “Yang isinya pada poin 7 adalah sebagai berikut; bahwa oleh karena Termohon eksekusi adalah badan usaha milik negara merupakan instansi pemerintah, maka sesuai ketentuan Pasal 50 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang menyatakan bahwa uang atau barang milik negara atau daerah tidak dapat dilakukan penyitaan. Oleh karena itu, maka pelaksanaan eksekusi tidak didahului dengan sita eksekusi dan pelaksanaan eksekusi membebankan pemenuhan isi putusan tersebut untuk dimasukkan dalam anggaran DIPA pada para termohon eksekusi tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya,” ujar jaksa.

    Jaksa mengatakan Rina tak menjalankan resume tersebut. Jaksa mengatakan, pada kenyataannya, Rina tetap melakukan penyitaan pada rekening salah satu perusahaan BUMN senilai Rp 244.604.172.000 (Rp 244 miliar).

    “Akan tetapi faktanya diproses faktanya proses pelaksanaan eksekusi terhadap putusan peninjauan kembali nomor 795PK tanggal 14 November 2019 tetap dilaksanakan oleh Terdakwa selaku panitera pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur,” ujar jaksa.

    Jaksa mengatakan Rina diyakini menerima bagian dari total suap Rp 1 miliar terkait eksekusi lahan dari Ali Sopyan itu sebesar Rp 797 juta. Uang itu diterima Rina secara transfer dan cash.

    “Maka total keseluruhan uang yang diterima oleh Terdakwa dari Saksi Ali Sofyan melalui Saksi Dede Rahmana yaitu sebesar Rp 1 miliar. Dengan rincian yaitu uang sebesar Rp 797.500.000 (Rp 797 juta) diterima oleh Terdakwa dan sisanya sebesar Rp 202.500.000 (Rp 202 juta) diberikan oleh Terdakwa kepada Saksi Dede Rahmana,” ujar jaksa.

    Rina Pertiwi didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 12B atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    (mib/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Suap Eksekusi Lahan, Uang Rp 202 Juta Dari Eks Panitera PN Jakarta Timur Sempat Dibelikan Mobil – Halaman all

    Suap Eksekusi Lahan, Uang Rp 202 Juta Dari Eks Panitera PN Jakarta Timur Sempat Dibelikan Mobil – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Saksi Dede Rahmana mengaku menerima uang Rp 202,5 juta dari eks panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rina Pertiwi terkait kasus suap eksekusi lahan milik PT Pertamina.

    Dede menganggap uang tersebut sebagai rezeki untuk anak.

    Hakim Anggota Suparman Nyompa awalnya curiga dengan nilai uang yang diterima Dede dari Rina.

    Menurut hakim uang Rp 202,5 juta yang diterima Dede cukup besar.

    “Kok bisa terlalu besar 200 juta, biasanya orang kalau diberikan, istilahnya cuma buat uang-uang rokok atau apa, ini kok besar sekali 200 juta?” tanya Hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12/2024).

    Mendengar pertanyaan tersebut, Dede yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum sebagai saksi untuk terdakwa Rina Pertiwi mengaku tak tahu.

    “Ndak tahu Pak,” ucap Dede.

    Tak berhenti di situ, Hakim kembali mencecar Dede soal peranya dalam perkara sehingga bisa menerima uang ratusan juta dari Rina.

    Hakim bahkan membandingkan uang yang terima Dede dengan jasa makelar tanah yang biasanya mendapatkan fee 2,5 persen.

    “Atau memang saudara punya jasa besar untuk urusan ini, karena kalau hitung-hitungan besar sekali loh 200 juta. Kalau hitung-hitungan Rp 1 miliar, berarti 200 juta, 20 persen. Kalau jasa jual tanah saja, misalnya makelar kan 2,5 persen, ini 20 persen besar sekali loh?” tanya Hakim.

    Dede menyebut pada saat itu dirinya menganggap uang-uang yang diterimanya merupakan rejeki untuk anak-anaknya.

    “Rezeki saja pak. Tak tahu karena saya berdoa mudah-mudahan itu rezeki anak-anak, itu saja mikirnya,” kata dia.

    Dede pun menyebut uang tersebut sempat ia belikan mobil meskipun pada akhirnya dijual kembali.

    Setelah kasus tersebut mencuat, Dede mengaku telah menyerahkan uang yang diterimanya kepada pihak penyidik Kejaksaan.

    Adapun dari total Rp 202.500.000 yang diterimanya, Rp 200 juta di antaranya telah dikembalikan.

    “Diserahkan ke penyidik berapa?” tanya Hakim.

    “Rp 200 juta,” ucapnya.

    Dalam perkara ini sebelumnya, Mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rina Pertiwi didakwa telah menerima suap atau gratifikasi sebesar Rp 1 miliar terkait kepengurusan eksekusi lahan milik PT Pertamina.

    Sidang pembacaan dakwaan tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (21/11/2024).

    Adapun dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Rina disebut telah menerima Rp 797,5 juta dari total suap Rp 1 Miliar.

    Jaksa menilai Rina selaku Pegawai Negeri Sipil (PN) patut diduga telah menerima suap dan atau gratifikasi disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.

    “Yang bertentangan dengan kewajibannya jika diantara beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut,” kata Jaksa Arief Setia Nugroho saat bacakan berkas dakwaan Rina di ruang sidang.

    Perkara itu bermula atas adanya gugatan secara perdata berupa ganti rugi yang diajukan ahli waris di Pengadilan Negeri Jakarta Timur terhadap PT Pertamina atas lahan yang terletak di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur.

    Terkait gugatan ini, ahli waris pun menunjuk kuasa terhadap seseorang bernama Ali Sofyan.

    Kemudian gugatan itu pun telah diputus PN Jakarta Timur sampai dengan putusan di tingkat peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

    “Yang pada pokoknya menghukum PT Pertamina Persero membayar ganti rugi sebesar Rp 244.604.172.000,” kata Jaksa.

    Setelah ada putusan PK tersebut, Ali Sofyan selaku kuasa ahli waris pada November 2019 menghubungi seseorang bernama Yohanes Jamburmias dan Sareh Wiyono untuk meminta bantuan persoalan tanahnya.

    Di mana kata Jaksa, Ali Sofyan meminta bantuan kepada Yohanes untuk menyelesaikan proses eksekusi ganti rugi yang belum dibayarkan PT Pertamina.

    Ketiganya pun sempat menggelar pertemuan beberapa kali untuk membicarakan hal tersebut di sebuah hotel di wilayah Bogor, Jawa Barat.

    Singkatnya, atas permintaan bantuan Ali Sofyan, Sareh menghubungi Rina yang saat itu menjabat Panitera PN Jakarta Timur untuk turut membantu proses eksekusi putusan PK tersebut.

    “Atas permintaan Sareh Wiyono tersebut kemudian terdakwa menyetujuinya,” ucap Jaksa.

    Setelah itu Sareh, Ali, dan Rina pun melakukan pertemuan di rumah Sareh di Cibinong, Kabupaten Bogor.

    Dari hasil pertemuan tersebut Ali Sofyan pun kemudian membuat surat kuasa di Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk melakukan kepengurusan eksekusi putusan PK.

    Ketika memasukkan permohonan surat kuasa itu di PTSP PN Jakarta Timur, Ali Sofyan pun bertemu dengan terdakwa Rina Pertiwi.

    Sebelum adanya pertemuan antara Ali dan Rina, Sareh Wiyono kata Jaksa telah menghubungi Rina terlebih dahulu.

    “Dan saat itu Sareh Wiyono menyampaikan bahwa yang akan memasukkan permohonan eksekusi putusan PK perkara perdata adalah saksi Ali Sofyan agar dibantu terkait permohonan eksekusi dari saksi Ali Sofyan,” tutur Jaksa.

    Surat permohonan eksekusi itu pun kemudian diteruskan ke meja Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan dilakukan disposisi kepada Rina selaku panitera.

    Setelah menerima disposisi, Rina kemudian membuat resume nomor 11 di mana salah satu isi dari resume tersebut adalah bahwa PT Pertamina selaku termohon eksekusi merupakan BUMN, maka penyitaan tidak bisa dilakukan.

    Hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 50 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara.

    “Karena itu, maka pelaksanaan eksekusi tidak didahului dengan sita eksekusi dan pelaksanaan eksekusi membebankan pemenuhan isi putusan tersebut untuk dimasukkan dalam anggaran DIPA Pada para termohon eksekusi tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya,” jelas Jaksa.

    Namun, lanjut Jaksa, pada faktanya Rina selaku Panitera tidak menjalankan aturan yang tertera dalam resume tersebut.

    Di mana kata Jaksa Rina tetap melakukan proses eksekusi keputusan PK tersebut dengan menyita rekening sebesar Rp 244.604.172 milik PT Pertamina.

    “Bahwa pada tanggal 2 Juni 2020 juru sita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama Asmawan mendatangi BRI Jakarta Veteran untuk melakukan sita eksekusi berdasarkan surat tugas Nomor 05 tgl 29 Mei 2020 dan Berdasarkan berita acara eksekusi tgl 2 Juni 2020 nomor 5 Jo Nomor 11 Jo 127 Jo 162 Jo 1774 K Jo Nomor 79 PK telah dilakukan blokir rekening atas nama PT Pertamina Persero yang tersimpan di BRI Cabang Jakarta Veteran Jakarta Pusat sebesar Rp 244.604.172,” terang Jaksa.

    Setelah adanya penyitaan, tahap selanjutnya adalah proses pencairan uang ganti rugi yang kemudian diserahkan kepada Ali Sofian.

    Usai menerima uang ganti rugi, Ali Sofian kemudian memberikan uang kepada para pihak yang telah membantu proses eksekusi tersebut termasuk Rina.

    Adapun dalam dakwaannya, Jaksa menyebut bahwa Rina telah menerima suap total Rp 1 miliar dari Ali Sofyan selaku pemberi hadiah.

    “Maka total uang yang diterima terdakwa dari saksi Ali Sofian melalui saksi Dede Rahmana yaitu sebesar Rp 1 miliar dengan rincian sebesar Rp 797.500.000 diterima oleh terdakwa dan sisanya sebesar Rp 202.500.000 diberikan oleh terdakwa kepada saksi Dede Rahmana,” pungkasnya.

  • Eks Panitera PN Jaktim Buat Rekayasa Sewa Ruko hingga Jual Tanah untuk Tutupi Aliran Suap

    Eks Panitera PN Jaktim Buat Rekayasa Sewa Ruko hingga Jual Tanah untuk Tutupi Aliran Suap

    Eks Panitera PN Jaktim Buat Rekayasa Sewa Ruko hingga Jual Tanah untuk Tutupi Aliran Suap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan panitera
    Pengadilan Negeri Jakarta Timur
    (PN Jaktim) Rina Pertiwi membuat rekayasa sewa ruko senilai ratusan juta hingga pembelian lahan fiktif senilai Rp 1 miliar untuk menghindari pemeriksaan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jaktim.
    Informasi ini terungkap ketika jaksa penuntut umum menghadirkan pasangan suami istri, Dede Rahmana dan Yuningsih sebagai saksi kasus dugaan suap Rp 1 miliar terkait eksekusi lahan PT
    Pertamina
    senilai Rp 244,6 miliar yang menjerat Rina.
    Awalnya, jaksa mengkonfirmasi terkait rekayasa penyewaan ruko sebagai modus untuk menutupi bahwa uang itu berasal dari pemberi suap, Ali Sofyan. 
    “Tadi juga ada uang itu seolah olah untuk penyewaan. Tadi ada toko roti di Gamelia itu, itu tadi saksi katakan sudah disiapkan redaksi surat perjanjiannya?” tanya jaksa di
    Pengadilan Tipikor
    Jakarta Pusat, Senin (9/12/2024).
    “Beliau yang bikin,” jawab Dede.
    Dalam surat perjanjian itu disebutkan seakan-akan Rina meminjam modal untuk sewa Ruko dari Dede dan Yuningsih.
    Jaksa kemudian mengkonfirmasi penyewaan ini kepada Yuningsih. Sebab, kata Dede, perjanjian fiktif itu tidak boleh dilakukan dengan dirinya.
    “Tapi benar enggak itu ada sewa?” tanya jaksa.
    “Enggak,” jawab Yuningsih.
    Tidak hanya itu, Rina juga membuat cerita seolah-olah ia menjual tanah di Blok Pasir Simed, Desa Jangkurang, Leles, Garut, Jawa Barat senilai Rp 1 miliar.
    Dede mengakui dirinya menerima kwitansi pembelian tersebut atas perintah Rina yang merupakan rekayasa.
    “Yang disuruh Ibu Rina seolah-olah Rp 1 miliar,” tutur Dede.
    Padahal, tanah tersebut sebenarnya merupakan milik Dede. Ia membelinya dari warga Leles pada kurun 2008-2009.
    Saat itu, tanah tersebut masih di bawah kekuasaan Dede dan bahkan digunakan untuk membangun sekolah.
    “Masih Bapak kuasai?” tanya jaksa.
    “Masih kuasai,” jawab Dede.
    Dalam kasus ini, Rina didakwa menerima suap terkait eksekusi putusan Peninjauan Kembali (PK) perkara sengketa lahan PT Pertamina senilai Rp 244,6 miliar.
    Lahan itu terletak di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur dengan luas 1,2 hektar.
    Suap diberikan kuasa ahli waris A Soepandi, Ali Sofyan, agar Rina mengeksekusi uang di rekening milik PT Pertamina.
    Padahal, karena aset milik negara tidak bisa dilakukan penyitaan sebagaimana diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
    Eksekusi tidak bisa dilakukan dengan sita eksekusi sehingga pelaksanaan eksekusi dibebankan ke DIPA PT Pertamina pada tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya.
    “Selanjutnya pada 10 Juni 2020 terjadi penyerahan cek senilai Rp 244.604.172.000 kepada saksi Ali Sopyan oleh PN Jaktim yang dihadiri Panitera yaitu marten Teny Pietersz dan Juru Sita Trisno serta saksi Darmy Marasabessy, selaku kuasa dari ahli waris,” kata jaksa.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kriminal sepekan, judi “online”di Komdigi hingga vonis pembunuh Dante

    Kriminal sepekan, judi “online”di Komdigi hingga vonis pembunuh Dante

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa kriminal yang terjadi selama sepekan (3-10 November 2024) mulai dari kasus judi “online” yang melibatkan oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

    Kemudian, pembunuh dari anak artis Tamara Tyasmara, Dante, divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

    Berikut rangkuman beritanya, tampaknya masih layak untuk dibaca kembali guna menemani pagi Anda.

    1. Polisi sita Rp73,7 miliar pada kasus judol yang libatkan oknum Komdigi

    Polda Metro Jaya menyita sejumlah barang bukti sejumlah uang dengan total Rp73,7 miliar pada kasus judi online (judol) yang melibatkan oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

    Baca selengkapnya di sini

    2. Kepolisian tindaklanjuti WNI yang jadi bandar judol di Kamboja

    Polres Metro Jakarta Barat (Polres Jakbar) berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi bandar judi dalam jaringan (online/judol) di Kamboja.

    Baca selengkapnya di sini

    3. Yudha Arfandi, terdakwa pembunuhan Dante divonis 20 tahun penjara

    Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur memvonis terdakwa Yudha Arfandi karena terbukti secara sah melakukan pembunuhan berencana terhadap putra artis Tamara Tsyamara, Raden Adante Khalif Pramudityo alias Dante (6).

    Baca selengkapnya di sini

    4. Kerusuhan truk di PIK 2, warga diimbau kembalikan barang jarahan

    Polres Metro Tangerang Kota mengimbau kepada warga yang melakukan penjarahan saat kerusuhan dan penghadangan kendaraan truk tambang pembangunan Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kosambi (PSN-PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Banten untuk mengembalikan barang-barang tersebut.

    Baca selengkapnya di sini

    5. Kasus mayat tanpa kepala, Polisi: Korban sempat dicekik 20 menit

    Kepolisian menyebutkan bahwa tersangka berinisial FF (43) menghabisi berinisial SH (43) hingga meninggal dengan kondisi tanpa kepala di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Selasa (29/10) sempat mencekik korbannya itu selama 20 menit.

    Baca selengkapnya di sini
     

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2024