Kementrian Lembaga: PN Jakarta Selatan

  • Pengamanan sidang praperadilan Khariq sesuai prosedur

    Pengamanan sidang praperadilan Khariq sesuai prosedur

    Jakarta (ANTARA) – Pengamanan sidang praperadilan pembacaan putusan aktivis terdakwa admin Aliansi Mahasiswa Penggugat, Khariq Anhar soal kasus dugaan penghasutan demo 25-30 Agustus 2025 oleh polisi sudah sesuai prosedur tetap (SOP/protap).

    “Kita bukan arogan, itu protap. Kita menjalankan protap,” kata Kapolsek Pasar Minggu Kompol Anggiat Sinambela kepada wartawan di Jakarta, Senin.

    Anggiat merespon itu terkait aksi petugas merebut alat peraga massa aksi yang menuntut pembebasan aktivis dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Dia menegaskan pengambilan poster itu sesuai aturan yang melarang masyarakat membawa alat peraga di persidangan.

    Oleh karena itu, tegasnya, pihaknya berani untuk mengambil peralatan itu.

    “Kan nggak boleh bawa spanduk atau apa pun seperti poster di persidangan, kapan sidangnya? Kita menjaga marwah persidangan,” ucapnya.

    Sebelumnya, viral di media sosial Instagram, sebuah video yang memperlihatkan polisi merebut alat peraga demonstran di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Para demonstran yang tak terima mencoba menarik sang polisi. Namun akhirnya polisi tersebut meninggalkan kerumunan tersebut.

    Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menolak praperadilan aktivis terdakwa admin Aliansi Mahasiswa Penggugat, Khariq Anhar soal kasus dugaan penghasutan demo 25-30 Agustus 2025.

    Sidang tersebut dimulai pada pukul 10.00 WIB.

    Kasus tersebut terdaftar dalam dua nomor perkara.

    Pertama, perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka dengan nomor perkara teregister 131/Pid. Pra/2025/PN JKT.SEL dan termohon Kepala Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya Asep Edi Suheri.

    Kedua, perkara sah atau tidaknya penyitaan dengan nomor perkara teregister 128/Pid. Pra/2025/PN JKT.SEL dan termohon Direktur Reserse Siber Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Vonis Hukuman Dibacakan Besok, Nikita Mirzani Berharap Keajaiban

    Vonis Hukuman Dibacakan Besok, Nikita Mirzani Berharap Keajaiban

    Jakarta, Beritasatu.com – Selebritas Nikita Mirzani menanti keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pemerasan yang dilaporkan oleh dr Reza Gladys. Sidang pembacaan vonis hukuman terhadap Nikita Mirzani akan digelar Besok, Selasa (28/10/2025).

    Menjelang putusan, Nikita Mirzani menulis pesan penuh harap di akun Instagram-nya. Ia berharap, putusan hakim bisa adil dan mencerminkan kebenaran sejati.

    “Saya menaruh harapan dan doa kepada Allah Swt, serta kepada Bapak Yang Mulia Majelis Hakim yang arif dan bijaksana sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini,” kata Nikita Mirzani, Senin (27/10/2025).

    Ia menambahkan, pasal hukum bisa berubah tetapi kebenaran tidak akan bisa dibelokkan.

    Dalam unggahan yang sama, ibu tiga anak itu mengungkapkan kekecewaannya terhadap tuntutan yang diajukan jaksa.

    Menurutnya, tuntutan 11 tahun penjara yang diberikan tidak adil dan tidak berdasarkan nurani hukum.

    “JPU menuntut saya dengan hukuman 11 tahun penjara, angka yang kejam, bahkan melebihi tuntutan kasus korupsi triliunan rupiah,” ujarnya.

    Nikita Mirzani menuding, jaksa seolah menjadi kepanjangan tangan pihak tertentu yang ingin menjatuhkannya.

    “Apakah keadilan kini diukur dari seberapa besar amarah Penuntut Umum, bukan dari seberapa kuat bukti di persidangan?” ujarnya.

    Meski menghadapi tuntutan berat, Nikita Mirzani mengaku pasrah pada keputusan hakim, tetapi dirinya yakin bahwa kebenaran akan terungkap.

    “Biarlah sejarah mencatat bahwa di ruang sidang ini, keadilan berdiri tegak di atas kebenaran,” tutupnya.

    Nikita Mirzani didakwa melanggar Pasal 45 Ayat (10) juncto Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang ITE dan Pasal 369 KUHP tentang pemerasan, serta Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang TPPU.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntutnya dengan hukuman penjara 11 tahun atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan.

  • PN Jaksel Tolak Praperadilan Delpedro pada Kasus Penghasutan Demo

    PN Jaksel Tolak Praperadilan Delpedro pada Kasus Penghasutan Demo

    Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan untuk menolak permohonan gugatan praperadilan dari Delpedro Marhaen.

    Sidang terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka Direktur Lokataru itu dipimpin oleh Hakim tunggal Sulistiyanto Rokhmad Budiharto.

    “Mengadili, satu, menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,” kata Sulistiyanto di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).

    Sulistiyanto menilai penetapan tersangka Delpedro oleh penyidik kepolisian telah sesuai dengan prosedur dan sah menurut hukum yang berlaku.

    Adapun, melalui putusan sidang praperadilan ini juga, penyidikan kasus dugaan penghasutan demonstrasi berujung ricuh terkait Delpedro tetap dilanjutkan.

    Sekadar informasi, Delpedro telah jadi tersangka lantaran dituding telah menghasut anak di bawah umur melakukan tindakan anarkis serta menyebarkan informasi bohong melalui media sosial.

    Delpedro juga disebut kepolisian telah membuat seruan yang diunggah melalui akun Instagram Lokataru Foundation untuk tidak takut untuk melawan saat demonstrasi.

    Atas perbuatannya, Delpedro dipersangkakan pasal berlapis mulai dari Pasal 160 KUHP, Pasal 45A Ayat 3 Juncto Pasal 28 Ayat 3 UU No.1/2024 tentang ITE, hingga Pasal 76H Jo Pasal 15 Jo Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

  • Cekcok Jelang Putusan Praperadilan Delpedro dkk, Polisi Remukan Poster Kelompok Aktivis

    Cekcok Jelang Putusan Praperadilan Delpedro dkk, Polisi Remukan Poster Kelompok Aktivis

    Bisnis.com, JAKARTA — Situasi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sempat gaduh menjelang putusan sidang praperadilan Delpedro Marhaen Cs pada Senin (27/10/2025).

    Sidang putusan gugatan praperadilan ini dilakukan secara maraton untuk keempat tersangka penghasutan demo yakni Delpedro, Khariq Anwar, dan admin @gejayanmemanggil Syahdan Husein.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, sekitar 10.20 WIB, kondisi gaduh itu terjadi usai hakim PN Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan mahasiswa Universitas Riau Khariq Anhar dalam kasus penghasutan demo.

    Setelah itu, pendukung mulai menyatakan protes dan terus menggaungkan bahwa Khariq beserta rekan aktivis lainnya tidak bersalah. Bahkan, sejumlah poster tampak diangkat sebagai poster seruan protes tas penindakan hukum terhadap Delpedro dkk.

    Setelah itu, pihak keamanan termasuk kepolisian mulai mengimbau agar kelompok aktivis itu tidak melakukan aksi yang mengganggu jalannya persidangan lain. Dengan demikian, kepolisian meminta agar kelompok itu bisa tenang jika ingin menyaksikan persidangan yang ada.

    Cekcok pun terjadi antara kelompok aktivis dan pihak kepolisian. Dari kelompok aktivis ingin tetap berada di PN Jaksel untuk menyaksikan persidangan praperadilan Delpedro dkk. Di samping itu, pihak kepolisian meminta agar kelompok itu tetap tenang.

    Di tengah cekcok itu, terdapat satu anggota kepolisian berpangkat melati satu atau komisaris polisi (Kompol) yang terlihat geram. Dia adalah Kapolsek Pasar Minggu Kompol Anggi AT Sinambela.

    Dalam kerumunan itu dia terlihat mengambil, meremukan dan membuang salah satu poster yang dibawa kelompok aktivis. Aksi itu kemudian diteriaki oleh massa yang tengah berkerumun itu.

    “Ngapain sih pak,” teriak salah satu pria di tengah kerumunan itu.

    Terlihat, poster yang diremukan itu memiliki latar hitam dengan gambar tangan seseorang memegang pengeras suaran dan bertuliskan “Orang Berhak Kritis”.

  • Sidang Putusan Praperadilan Delpedro Dkk Digelar Hari Ini

    Sidang Putusan Praperadilan Delpedro Dkk Digelar Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang putusan Direktur Lokataru Delpedro Marhaen Cs hari ini, Senin (27/10/2025).

    Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, sidang Delpedro bakal digelar di ruang sidang 04 pada pukul 10.00 WIB.

    “Senin, 27 Oktober 2025. Agenda :putusan hakim,” dalam SIPP PN Jakarta Selatan, dikutip Senun (27/10/2025).

    Selain Delpedro, hakim juga akan menggelar sidang vonis gugatan praperadilan dari tersangka lainnya seperti Muzzafar Salim, Khariq Anwar, dan admin @gejayanmemanggil Syahdan Husein.

    Pada intinya, Delpedro dkk melayangkan gugatan praperadilan ini agar menuntut hakim untuk membatalkan status tersangka mereka dalam perkara penghasutan terkait demo akhir Agustus lalu.

    Dalam catatan Bisnis, Delpedro telah jadi tersangka lantaran dituding telah menghasut anak dibawah umur melakukan tindakan anarkis serta menyebarkan informasi bohong melalui media sosial.

    Delpedro juga disebut kepolisian telah membuat seruan yang diunggah melalui akun Instagram Lokataru Foundation untuk tidak takut untuk melawan saat demonstrasi.

    Atas perbuatannya, Delpedro dipersangkakan pasal berlapis mulai dari Pasal 160 KUHP, Pasal 45A Ayat 3 Juncto Pasal 28 Ayat 3 UU No.1/2024 tentang ITE, hingga Pasal 76H Jo Pasal 15 Jo Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Direktur LSM Lokataru Foundation Delpedro Marhaen mendadak ditangkap Polda Metro Jaya tanpa alasan yang jelas. 

    Hal tersebut terungkap dari unggahan akun Instagram resmi @lokataru_foundation. Akun tersebut menuliskan bahwa Delpedro Marhaen dijemput paksa oleh polisi yang bertugas di Polda Metro Jaya pada Senin (1/9/2025) sekitar pukul 22.45 WIB di kediamannya. 

    Anehnya, anggota Polisi yang menjemput paksa Delpedro Marhaen tersebut tidak menggunakan mobil Polisi sesuai dengan prosedur, namun menggunakan mobil sipil Suzuki Ertiga. 

    Pelanggaran prosedur lain yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap Delpedro Marhaen adalah tidak menjelaskan dasar hukum penangkapan dan menunjukkan surat perintah penangkapan.

    “Aparat langsung membawanya ke Polda Metro Jaya,” tulis akun tersebut. 

    Aksi yang dilakukan Polisi dari Polda Metro Jaya tersebut dinilai sebagai tindakan sewenang-wenang Kepolisian karena tidak ada protap yang diikuti sesuai dengan KUHAP.

  • Wajah Jaksa Pucat di Ruang Sidang Gegara Johnson Panjaitan

    Wajah Jaksa Pucat di Ruang Sidang Gegara Johnson Panjaitan

    Oleh:Agung Nugroho

    KABAR duka datang dari kalangan pegiat hukum dan hak asasi manusia. 

    Johnson Panjaitan, pengacara dan aktivis HAM yang dikenal lantang membela rakyat kecil dan korban pelanggaran keadilan, berpulang meninggalkan duka mendalam bagi banyak kalangan yang pernah berjuang bersamanya.

    Bagi generasi aktivis reformasi, nama Johnson Panjaitan tak sekadar pengacara. Ia adalah simbol keberanian melawan ketidakadilan. 

    Kenangan paling kuat tentangnya muncul dari masa sidang Subversif Partai Rakyat Demokratik (PRD) tahun 1996-1997, ketika ia mendampingi para aktivis muda yang dituduh melawan negara.

    Setiap kali Johnson hadir di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, suasana berubah tegang. Para jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung kerap terlihat gugup, bahkan sebelum sidang dimulai. 

    Mereka sering mampir ke sel tahanan hanya untuk menanyakan, “Apakah Johnson Panjaitan mendampingi hari ini?”

    Jika jawabannya ya, wajah mereka langsung pucat. Johnson tampil dengan suara menggelegar, menyanggah setiap pernyataan jaksa, dan tak segan memotong pertanyaan yang dianggap menyesatkan. 

    Ia tak pernah gentar, bahkan ketika hakim menegur keras tindakannya.

    Usai sidang, Johnson kerap mendatangi meja jaksa dan memarahi mereka dengan nada tinggi. Para jaksa yang biasanya garang itu duduk diam, pucat, seolah merekalah yang sedang diadili. 

    Johnson menjadikan ruang sidang bukan sekadar tempat perdebatan hukum, melainkan panggung moral untuk menegakkan kebenaran.

    Kini, Johnson Panjaitan telah pergi. Namun gema suaranya yang mengguncang ruang-ruang sidang, keberaniannya menantang kekuasaan, dan ketulusannya membela kaum tertindas akan terus hidup dalam ingatan banyak orang.

    Selamat jalan, Johnson Panjaitan.

    Engkau berpulang sebagai pembela rakyat yang tak pernah tunduk pada ketakutan, dan sejarah akan mencatat keberanianmu.

    Johnson Panjaitan meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON), Cawang, Jakarta Timur, pada Minggu pagi, 26 Oktober 2026.

    Jenazah Jhonson Panjaitan disemayamkan di Rumah Duka RS UKI Cawang, Jakarta Timur. 

    Jenazah selanjutnya dimakamkan pada Minggu sore, 26 Oktober 2025, di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur. 

    (Direktur Jakarta Institute)

  • Kasus Pengadaan Sarana Rumah DPR 2020, KPK Panggil Sekjen DPR

    Kasus Pengadaan Sarana Rumah DPR 2020, KPK Panggil Sekjen DPR

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR, Indra Iskandar (IS) sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan Rumah Jabatan Anggota (RJA) DPR RI tahun anggaran 2020.

    Iskandar dijadwalkan diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat (24/10/2025). 

    “Hari ini dijadwalkan pemanggilan saksi Sdr. IS, selaku Sekretaris Jenderal DPR RI,” kata Jubir KPK Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (24/10/2025).

    Indra diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi, meskipun dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka. Budi mengatakan, Iskandar akan dimintai keterangan terkait perkara ini.

    Namun, Budi belum merincikan hal apa saja yang didalami oleh penyidik lembaga antirasuah. Materi pemeriksaan akan diumumkan setelah pemeriksaan selesai.

    Dalam perkara ini, KPK menemukan dugaan mark-up anggaran pengadaan sarana Rumah Jabatan Anggota DPR tahun 2020. Total nilai proyek pengadaan mencapai sekitar Rp120 miliar, sedangkan estimasi kerugian negara mencapai puluhan miliar.

    Iskandar adalah salah satu dari 7 tersangka yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Hiphi Hidupati, mantan Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR RI; Tanti Nugroho, Direktur Utama PT Daya Indah Dinamika; 

    Juanda Hasurungan Sidabutar Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada; Kibun Roni Direktur Operasional PT Avantgarde Production; Andrias Catur Prasetya Project Manager PT Integra Indocabinet; dan Edwin Budiman selaku pihak swasta.

    Indra sempat mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena tidak terima atas status tersangka dan penyitaan beberapa barang bukti. Namun dia mencabut permohonannya.

    KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara. Hingga kini, KPK belum mengumumkan konstruksi perkara secara lengkap.

  • Beda Pendapat Ahli Hukum Soal SPDP Penetapan Tersangka Delpedro dkk
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        22 Oktober 2025

    Beda Pendapat Ahli Hukum Soal SPDP Penetapan Tersangka Delpedro dkk Megapolitan 22 Oktober 2025

    Beda Pendapat Ahli Hukum Soal SPDP Penetapan Tersangka Delpedro dkk
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ahli hukum beda pendapat soal Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) penetapan tersangka dalam sidang praperadilan Delpedro Marhaen dkk di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
    Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, SPDP wajib diberikan kepada seseorang yang akan ditetapkan sebagai tersangka paling lama tujuh hari sebelumnya.
    “Bahwa SPDP itu harusnya diturunkan dalam jangka waktu tujuh hari, juga termasuk kepada terlapor,” jelas Bivitri dalam sidang praperadilan Muzaffar Salim, Rabu (22/10/2025).
    Ia juga menyoroti prosedur penyidikan sebelum penetapan tersangka harus dilakukan dengan asas kehati-hatian dan tidak boleh semena-mena.
    “Kalau dari pertimbangan hukumnya, kita akan melihat bahwa hakim itu ingin bilang proses penegakan hukum, terutama penyidikan itu tidak boleh dilakukan semena-mena. Tapi harus berdasarkan asas kehati-hatian,” jelas dia.
    Sementara itu, ahli hukum pidana Universitas Kristen Indonesia, Hendri Jayadi Pandiangan, mengatakan ada kondisi khusus untuk SPDP tidak disampaikan kepada calon tersangka maupun keluarganya.
    Kondisi tersebut ketika penyelidikan berangkat dari kasus yang dilaporkan anggota kepolisian atau laporan polisi model A.
    “Model A ini khusus. Sehingga administratifnya tidak ada keharusan menyampaikan SPDP. Maka ini bisa dikesampingkan. Jadi sah-sah saja. Karena sesuai dengan Perkap-nya,” jelas Hendri sebagai saksi pihak Polda Metro dalam siang praperadilan Delpedro Marhaen.
    Lebih lanjut, Hendri juga menyebutkan bahwa penundaan penyampaian SPDP bisa dilakukan dalam keadaan darurat dan ditetapkan oleh presiden.
    “Dalam suatu penegakan hukum, ada kategorinya. Saya kasih ilustrasi, negara dalam keadaan darurat, administrasinya lama, sementara harus segera dilakukan,” tutur dia.
    Polisi telah menetapkan enam orang admin media sosial sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghasutan anak di bawah umur untuk melakukan aksi anarkistis di Jakarta pada akhir Agustus 2025.
    Enam orang tersebut salah satunya Delpedro. Sementara lima orang lainnya berinisial MS, SH, KA, RAP, dan FL.
    Keenam orang itu diduga membuat konten yang menghasut dan mengajak para pelajar dan anak di bawah umur untuk melakukan tindakan anarkistis di Jakarta, termasuk Gedung DPR/MPR RI.
    Selain itu, keenamnya juga disebut melakukan siaran langsung saat aksi anarkistis itu dilakukan.
    “Menyuarakan aksi anarkis dan ada yang melakukan live di media sosial inisial T sehingga memancing pelajar untuk datang ke gedung DPR/MPR RI sehingga beberapa di antaranya melakukan aksi anarkis dan merusak beberapa fasilitas umum,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Ade Ary Syam Indradi di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/9/2025) malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta hingga Djuyamto Bakal Dituntut Rabu Depan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 Oktober 2025

    Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta hingga Djuyamto Bakal Dituntut Rabu Depan Nasional 22 Oktober 2025

    Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta hingga Djuyamto Bakal Dituntut Rabu Depan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, Hakim nonaktif Djuyamto, dan tiga terdakwa lainnya akan menghadapi tuntutan dalam kasus suap majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO) pada Rabu (29/10/2025).
    “Pemeriksaan dinyatakan selesai. Tuntutan satu minggu. Kami berikan kesempatan kepada JPU untuk mempersiapkan,” kata Hakim Ketua Effendi, dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
    Sebelum palu hakim diketuk, salah satu pengacara dari kubu terdakwa sempat menyela.
    Ia meminta agar majelis hakim mempertegas kapan dan pukul berapa sidang tuntutan akan dimulai.
    Namun, majelis hakim berpendapat bahwa sidang kasus suap CPO ini sudah mulai memasuki babak akhir.
    Untuk itu, sidang akan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB pada hari yang ditentukan.
    “Insya Allah besok (sidang selanjutnya) sudah pembacaan tuntutan. Sidang kita buka kembali 1 minggu ke depan, Rabu tanggal 29 Oktober 2025,” kata Hakim Effendi, saat menutup persidangan.
    Jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan ini menerima suap dengan total nilai mencapai Rp 40 miliar.
    Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
    Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
    Atas suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
    Sementara itu, Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan terlibat dalam proses negosiasi dengan pengacara dan proses untuk mempengaruhi majelis hakim agar memutus perkara sesuai permintaan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • JPU Nilai Nikita Mirzani Tak Punya Kapasitas Edukasi Produk Kecantikan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        20 Oktober 2025

    JPU Nilai Nikita Mirzani Tak Punya Kapasitas Edukasi Produk Kecantikan Megapolitan 20 Oktober 2025

    JPU Nilai Nikita Mirzani Tak Punya Kapasitas Edukasi Produk Kecantikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jaksa penuntut umum (JPU) menilai terdakwa Nikita Mirzani tak punya kapasitas mengedukasi masyarakat mengenai kandungan berbahaya dalam sebuah produk kecantikan.
    Pasalnya, latar belakang Nikita sebagai artis tidak relevan dengan peran memberikan edukasi kepada publik.
    “Bahwa terdakwa Nikita Mirzani tidak mempunyai kedudukan hukum dan keahlian dalam melakukan edukasi tentang kesehatan kulit,” kata jaksa dalam sidang penyampaian replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/10/2025).
    Jaksa menilai tindakan Nikita yang mengedukasi masyarakat lewat video maupun siaran langsung hanyalah bagian dari akting.
    Ia menjelaskan bahwa akting pada umumnya dilakukan dengan berpura-pura dan membuat audiens percaya pada konteks fiksi yang disampaikan.
    “Jadi kalau ada seorang artis yang mengatakan dirinya melakukan edukasi kesehatan kulit, maka penuntut umum beranggapan hal tersebut masuk dalam keahliannya, yaitu akting,” terang jaksa.
    Menurut Jaksa, klaim yang disampaikan Nikita kepada masyarakat luas disebut justru merupakan modus operandi untuk meraup keuntungan pribadi.
    “Sehingga terlihat jelas bahwa perkataan terdakwa Nikita Mirzani yang seolah-olah melakukan edukasi kepada masyarakat justru menjadi sebuah modus operandi dalam melakukan pemerasan kepada pihak lain,” tutur jaksa.
    Jaksa kemudian menyoroti hal-hal yang disampaikan dan dilakukan Nikita selama persidangan.
    Nota pembelaan yang disampaikan Nikita pada Kamis (16/10/2025) lalu dinilai sebagai bagian dari permainan perannya yang banyak direkayasa.
    “Kami ingin mengingatkan agar terdakwa Nikita Mirzani tidak menganggap persidangan ini sebagai dunia akting yang pada intinya menghindari memainkan peran,” kata jaksa.
    Adapun Nikita Mirzani didakwa melakukan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap pemilik produk kecantikan bernama dokter Reza Gladys.
    Perbuatan itu dilakukan Nikita bersama asistennya, Ismail Marzuki.
    Kejadian ini bermula dari unggahan video Tiktok akun
    @
    dokterdetektif yang mengulas produk kecantikan Glafidsya milik Reza Gladys pada Rabu (9/10/2024).
    Menurut pemilik akun, Samira, kandungan produk Glafidsya berupa serum vitamin C
    booster
    tidak sesuai dengan klaim.
    Harganya pun disebut tidak sesuai dengan kualitasnya.
    Dua hari kemudian, Samira kembali mengulas lima produk Glafidsya lainnya, yakni sabun cuci muka, serum, dan krim malam yang lagi-lagi disebut tidak sesuai klaim.
    Dalam video itu, Samira mengajak warganet tidak membeli produk yang diklaim dapat menahan penuaan dini ini.
    Samira lantas meminta Reza minta maaf ke publik dan menghentikan penjualan produknya untuk sementara.
    Reza pun memenuhi permintaan Samira dengan mengunggah video perminta maaf.
    Di sinilah Nikita Mirzani muncul. Nikita tiba-tiba melakukan siaran langsung TikTok melalui akun
    @
    nikihuruhara di mana ia menjelek-jelekkan Reza dan produknya berulang kali.
    Nikita menuding, kandungan produk kecantikan Reza berpotensi menyebabkan kanker kulit.
    Dia juga juga mengajak warganet tidak lagi menggunakan produk apa pun dari Glafidsya.
    Satu minggu setelahnya, rekan sesama dokter bernama Oky memprovokasi Reza untuk memberikan uang ke Nikita supaya tidak lagi menjelek-jelekkan produknya.
    Melalui Ismail, Nikita justru mengancam Reza dengan mengatakan bahwa dia bisa dengan mudah menghancurkan bisnis Reza Gladys.
    Oleh karenanya, Nikita meminta uang tutup mulut sebesar Rp 5 miliar.
    Lantaran merasa terancam, Reza akhirnya bersedia memberikan uang, namun “hanya” Rp 4 miliar. Atas kejadian itu, Reza mengalami kerugian sebesar Rp 4 miliar.
    Ia pun melaporkan kejadian ini ke Polda Metro Jaya pada Selasa (3/12/2024).
    Atas perbuatannya, Nikita dan Ismail dijerat Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, Pasal 369 KUHP tentang pemerasan serta Pasal 3, 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.