Kementrian Lembaga: PN Jakarta Selatan

  • Sidang Perdana Tom Lembong Terkait Kasus Impor Gula Digelar 6 Maret

    Sidang Perdana Tom Lembong Terkait Kasus Impor Gula Digelar 6 Maret

    Jakarta

    Sidang perdana mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, dalam kasus dugaan korupsi impor gula segera digelar. Sidang akan digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    Dilihat dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Sabtu (1/3/2025), sidang perdana Tom Lembong akan digelar pada Kamis (6/3). Agenda sidang adalah pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU).

    “Kamis, 6 Maret 2025, jam 09.00 WIB sampai dengan selesai, agenda sidang pertama,” demikian tertulis dalam laman resmi SIPP PN Jakpus.

    Berkas perkara Tom Lembong teregister dengan nomor 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst. Sidang diagendakan digelar di ruang Prof Dr. H. Muhammad Hatta Ali Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

    Sebagai informasi, dalam kasus ini, Tom Lembong dan Charles Sitorus telah ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian Kejagung kembali menetapkan 9 tersangka lainnya. Sehingga total tersangka kasus impor gula menjadi 11 orang.

    Tom juga sempat mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan. Namun, gugatan praperadilan Tom ditolak Majelis Hakim PN Jakarta Selatan. Artinya status tersangka Tom Lembong sudah sah dan sesuai aturan hukum.

    Perbuatan Tom Lembong dkk diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp 578 miliar. Atas perbuatannya, Tom Lembong dkk dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    (mib/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui

    Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui

    Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman pidana badan eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias
    Karen Agustiawan
    , dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau
    liquefied natural gas
    (LNG).
    Karen yang sebelumnya dihukum 9 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, diperberat menjadi 13 tahun bui oleh majelis kasasi Mahkamah Agung (MA).
    Baik pengadilan tingkat pertama, banding, maupun kasasi sama-sama menilai tindakan Karen dalam membeli LNG secara melawan hukum terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,8 triliun.
    Majelis kasasi MA menyatakan, Karen terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
    “Pidana penjara 13 tahun,” sebagaimana dikutip dari situs resmi MA, Jumat (28/2/2025).
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan waktu cukup lama untuk menangani perkara dugaan korupsi Karen ini.
    Meski sudah menangani kasus tersebut bertahun-tahun, KPK baru resmi mengumumkan Karen sebagai tersangka pada Selasa (19/9/2023).
    Adapun pengadaan LNG yang menjadi materi penyidikan KPK berlangsung sejak 2011-2021.
    Sebelum resmi menahan Karen pada Selasa itu, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat perusahaan minyak dan gas pelat merah tersebut.
    Di antara mereka adalah eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dan eks Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
    Perkara ini berawal dari rencana Pertamina membeli gas alam cair untuk menanggulangi defisit gas dalam negeri pada 2009-2040.
    Karen yang menjabat Direktur Utama pada 2009-2014 kemudian meneken kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier luar negeri, Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat (AS).
    Namun, kontrak pembelian itu dilakukan Karen tanpa mengikuti prosedur pengadaan yang berlaku seperti kajian komprehensif.
    “Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dilakukan sama sekali, sehingga tindakan KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” kata ketua KPK saat itu, Firli Bahuri.
    Setelah pembelian tersebut, semua kargo yang dibeli dari CCL LLC tidak terserap di pasar domestik.
    Akibatnya, kargo LNG mengalami kelebihan suplai dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
    Kondisi ini menimbulkan kerugian nyata.
    Pertamina akhirnya harus menjual LNG itu dengan rugi ke pasar internasional.
    Menurut Firli, tindakan Karen bertentangan dengan ketentuan di internal Pertamina.
    Di antaranya Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero.
    “Dari perbuatan menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dollar AS, yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun (perhitungan awal),” tutur Firli.
    Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, Karen menggugat KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) melalui tim kuasa hukumnya pada Jumat (6/10/2023).
    KPK menghadirkan 121 bukti untuk menghadapi dalil-dalil Karen dan menghadirkan ahli.
    Setelah persidangan selama tujuh hari, hakim memutuskan menolak permohonan Karen.
    Setelah berkas penyidikan lengkap, Karen diserahkan kepada jaksa penuntut umum.
    Ia pun diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Dalam tahapan pembuktian, Karen mendapatkan hak untuk menghadirkan saksi meringankan atau a de charge.
    Tak tanggung-tanggung, mantan bos perusahaan pelat merah itu menghadirkan Wakil Presiden RI ke-10, Jusuf Kalla (JK).
    “Saya ingin hadirkan Pak JK karena beliau kan yang terlibat di Perpres ya, yang tadi dibilang ya bahwa harus lebih banyak (penggunaan) gas dan itu memang kita lakukan,” kata Karen.
    Namun, Karen kembali kalah melawan KPK.
    Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menghukum Karen 9 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan penjara.
    Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.
    Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
    Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut Karen divonis 11 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tom Lembong Tak Pegang Sepeserpun Uang Korupsi Gula Rp565 M, tapi Tetap Diselidiki

    Tom Lembong Tak Pegang Sepeserpun Uang Korupsi Gula Rp565 M, tapi Tetap Diselidiki

    PIKIRAN RAKYAT – Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) tidak termasuk ke daftar sembilan tersangka yang harus membayar kerugian dalam kasus korupsi impor gula. Ia sejauh ini terbukti tidak memegang sepeserpun uang ratusan miliar rupiah yang sudah disita Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menyebut, Tom Lembong tak diminta ikut bayar kerugian negara sebab kerugian itu tak terjadi saat dirinya menjabat sebagai Menteri Perdagangan (Mendag).

    Adapun kerugian negara imbas korupsi importasi gula itu mencapai Rp578 miliar. Nilai itu merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Ini adalah kerugian di tahun 2016, yang pada saat itu pejabatnya bukan Pak Menteri Perdagangan saat itu, bukan Pak Thomas Lembong,” kata Abdul Qohar, dalam jumpa pers, Selasa, 25 Februari 2025.

    “Jadi karena bukan pada masa beliau, maka kerugian itu tidak dibebankan kepada para tersangka yang disangkakan melanggar ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi bersama-sama dengan Pak Thomas Lembong,” ujarnya menambahkan.

    Meski begitu, Qohar belum menyatakan ada tidaknya keuntungan bagi Tom Lembong dalam dugaan korupsi tersebut. Ia menyatakan, semuanya akan terbuka dalam persidangan.

    “Bahwa apakah ada aliran uang Pak TTL. Ini nanti akan kita lihat bersama di depan persidangan. Perkara ini untuk dua tersangka yang terdahulu saat ini sudah dalam tahap penuntutan dan insyaallah dalam minggu ini akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk disidangkan,” ujar dia.

    Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 11 orang sebagai tersangka, termasuk Tom Lembong, yang diduga terlibat dalam impor gula yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

    Tom sebelumnya juga mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, gugatan tersebut ditolak oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan karena status tersangka yang dijatuhkan kepadanya oleh Kejaksaan Agung telah sah dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

    Rincian 9 Tersangka Sumber Uang Sitaan Kejagung

    Qohar mengungkapkan bahwa uang ratusan miliar tersebut berasal dari sembilan tersangka yang berasal dari perusahaan gula swasta, yaitu:

    Tonny Wijaya N.G. (TW) selaku Direktur Utama PT Angels Products (AP) sebesar Rp150.813.450.163,81. Wisnu Hendraningrat (WN) selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo (AF) sebesar Rp60.991.040.276,14. Hansen Setiawan (HS) selaku Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ) sebesar Rp41.381.685.068,19. Indra Suryaningrat (IS) selaku Direktur Utama PT Medan Sugar Industry (MSI) sebanyak Rp77.212.262.010,81. Then Surianto Eka Prasetyo (TSEP) selaku Direktur Utama PT Makassar Tene (MT) sebesar Rp39.249.282.287, 52. Hendrogianto Antonio Tiwon (HAT) selaku Direktur PT Duta Sugar International (DSI) sebanyak Rp41.226.293.608,16. Ali Sanjaya B. (ASB) selaku Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas (KTM) sebesar Rp47.868.288.631,28. Hans Falita Hutama (HFH) selaku Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur (BMM) sebesar Rp74.583.958.290,79. Eka Sapanca (ES) selaku Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU) Rp32.012.811.588,55. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Surat Dakwaan Tuntas, Tom Lembong Segera Disidang

    Surat Dakwaan Tuntas, Tom Lembong Segera Disidang

    Jakarta

    Berkas perkara mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di kasus dugaan korupsi impor gula akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tom Lembong akan segera disidang.

    Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar. Selain Tom, Mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Charles Sitorus yang juga merupakan tersangka pada kasus tersebut juga dilimpahkan hari ini.

    “Hari ini kami sampaikan kepada media bahwa jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) akan melimpahkan ke Pengadilan perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam importasi gula atas nama TTL dan CS,” kata Harli kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (26/2/2025).

    “Kami sekarang sedang berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat terkait dengan proses pelimpahannya ke Pengadilan Tipikor,” lanjutnya.

    Saat ditanya mengenai kemungkinan uang pengganti yang akan dibebankan terhadap Tom Lembong dalam kasus itu, Harli menyebut perihal itu harus melihat pada poin-poin yang didakwakan jaksa terhadap Tom.

    “Karena ini kan masih berproses. Misalnya, apakah JPU mendakwakan yang bersangkutan menerima sesuatu? Nah ini kan harus dikonteks lagi, diverifikasi,” ucap Harli.

    “Ini susahnya. Misalnya di dalam surat dakwaan, dia ada menerima sesuatu, misalnya. Berarti kan harus ada kewajiban terhadap pembayaran uang pengganti. Tapi bahwa kemarin pengembalian itu sudah memenuhi uang penggantinya, kerugiannya seluruhnya, mungkin itu bisa ditaksirkan seperti itu. Makanya harus kita lihat dulu surat dakwaannya seperti apa,” jelasnya.

    Mengenai itu, kata dia, akan berproses sampai adanya putusan hakim dalam perkara itu. Karena itu, pihaknya masih akan menunggu putusan pengadilan atas perkara itu berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

    “Oh iya dong, sampai putusan itu inkrah, karena kan itu yang saya sebutkan tadi. Kalau ternyata jaksa penuntut umum misalnya membuat dalam surat dakwaannya bahwa yang bersangkutan menerima atau menikmati, sekian misalnya,” ucap Harli kembali menerangkan.

    “Kita kan belum lihat surat dakwaannya. Nah ini diverifikasi ternyata benar. Berarti kan beban itu kan tetap ada. Tetapi karena pengembaliannya misalnya sudah penuh, maka kan nggak perlu. Itu yang dimaksudkan kemarin,” pungkas dia.

    Sebagai informasi, dalam kasus ini, Tom Lembong dan Charles Sitorus telah ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian Kejagung kembali menetapkan 9 tersangka lainnya. Sehingga total tersangka kasus impor gula menjadi 11 orang.

    Tom juga sempat mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan. Namun, gugatan praperadilan Tom ditolak Majelis Hakim PN Jakarta Selatan. Artinya status tersangka Tom Lembong sudah sah dan sesuai aturan hukum.

    Perbuatan Tom Lembong dkk diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp 578 miliar. Atas perbuatannya, Tom Lembong dkk dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

    (yld/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Bacakan Duplik, Terdakwa Kasus Dugaan Penipuan dan Penggelapan Minta Hakim Putus Seadil-adilnya – Halaman all

    Bacakan Duplik, Terdakwa Kasus Dugaan Penipuan dan Penggelapan Minta Hakim Putus Seadil-adilnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Ted Sioeng memasuki agenda pembacaan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

    Pihak pengusaha Ted Sioeng berharap majelis hakim memutus perkara ini dengan seadil-adilnya dan seobjektifnya berdasar fakta. 

    Kuasa hukum Ted Sieong, Julianto Asis, membacakan duplik dengan pernyataan yang tegas terkait posisi hukum kliennya.

    Julianto juga membantah semua tuduhan yang dilontarkan kepada kliennya. Pengacara ini menyinggung Jaksa yang terlalu ambisi dalam kasus ini.

    “Betapa kejam penuntut umum, hilang nurani karena ambisi,” ujar Julianto di PN Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).

    “Sekalipun penuntut umum memiliki keyakinan tersendiri bahwa terdakwa bersalah, janganlah tersulut emosi di bawah irah-irah demi keadilan. Mengapa ia selalu diucap rasa keadilan, bukan pikiran keadilan, bukan penegakan keadilan, karena keadilan hanya terlahir dari perasaan yang memiliki hati nurani, bukan perasaan emosi,” katanya.

    Dia menyampaikan beberapa poin penting terkait perkara yang sedang berjalan dan perbedaan antara proses pidana dan perdata yang sedang diproses secara bersamaan.

    Apabila berbicara mengenai kerugian materiil dalam perkara ini, pihak yang mengeklaim mengalami kerugian sudah menyelesaikan hal tersebut melalui jalur perdata, khususnya di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

    “Kerugian materiil yang disebutkan sudah diselesaikan di forum perdata. Dengan demikian, tuduhan pidana terhadap terdakwa tidak dapat dibenarkan,” kata Julianto.

    Di persidangan, Julianto menekankan pentingnya prinsip hukum dalam sebuah perkara pidana.

    Ia mengutip asas hukum in criminalibus probantiones bedent esse luce clariores, yang menyatakan bahwa bukti dalam perkara pidana harus lebih terang dari cahaya.

    Hal ini menurutnya adalah dasar dalam memperoleh keyakinan yang sah atas suatu perkara pidana. 

    “Dengan berbekal doa dan semangat untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran, kami meyakini bahwa keadilan itu tetap akan datang dari wakil Tuhan di muka bumi, yakni majelis hakim yang mulia,” tuturnya.

    Pihaknya berharap, majelis hakim menegaskan bahwa Ted tidak terbukti secara sah dan meyakinkan tak bersalah melakukan tindak pidana.

    “Memerintahkan agar Terdakwa Ted Sioeng dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan diucapkan. Atau, apabila majelis hakim berpendapat lain, Julianto memohon agar putusan dijatuhkan seadil-adilnya (ex aequo et bono),” kata Julianto.

    Sebaliknya, di kesempatan sama, jaksa menyatakan sudah membuktikan seadil-adilnya dalam perkara ini.

    Dia menyerahkan sepenuhnya putusan kepada hakim.

    “Kami sudah membuktikan seadil-adilnya dan sesuai saksi dan keadilan materil sesuai KUHAP. Mengenai putusan itu adalah putusan terbaik dari majelis hakim,” kata Jaksa penuntut umum seusai sidang.

    Sidang bakal dilanjutkan kembali pada Rabu pekan depan pada 5 Maret 2025 dengan agenda vonis.

    Seusai sidang, Julianto Asis kembali menegaskan posisi hukum kliennya.

    Dalam gugatan ini, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menetapkan Sioeng pailit lewat putusan 55/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst.

    Ted Sioeng di pemidanaan itu, disebut melarikan diri menjadi buronan Interpol, kemudian dipulangkan. 

    Di proses pengadilan, saksi ahli perdata/perbankan dari UGM Nindyo Pramono dan ahli hukum pidana dari UII Mudzakkir, menyampaikan senada, terdakwa Ted Sioeng tidak bisa dipidana jika merujuk pada putusan pailit yang dikeluarkan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

    Nindyo menekankan, kepailitan masuk dalam asas hukum yang menyatakan peraturan khusus menggantikan peraturan umum atau disebut lex specialis.

    “Kalau merujuk Undang-Undang Kepailitan yaitu Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), ada salah satu pasal bisa merujuk kalau tidak salah Pasal 29 dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, tegas dinyatakan kalau sudah perkara kepailitan dan debitur dijatuhkan dalam keadaan pailit, maka perkara-perkara di luar kepailitan menjadi gugur, termasuk perkara yang berkaitan dengan peradilan yang sedang berlangsung menjadi gugur. Karena kepailitan adalah lex specialis,” kata Nindyo.

    Mudzakir berpendapat, harusnya proses yang terjadi adalah eksekusi putusan pengadilan niaga mengenai kepailitan, bukan malah pidana.

    Sehingga, tidak tepat kalau dilaporkan dugaan penipuan dan penggelapan karena perjanjian sudah berakhir.

  • Ted Sioeng minta hakim vonis seadil-adilnya terkait kasus penipuan

    Ted Sioeng minta hakim vonis seadil-adilnya terkait kasus penipuan

    Jakarta (ANTARA) – Terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada, Ted Sioeng meminta hakim menjatuhkan vonis seadil-adilnya terkait kasus penipuan dan penggelapan senilai Rp133 miliar milik PT Bank Mayapada Internasional Tbk.

    “Dengan berbekal doa dan semangat untuk mendapatkan keadilan dan kebenaran, kami meyakini bahwa keadilan itu tetap akan datang dari wakil Tuhan di muka bumi, yakni Majelis Hakim yang mulia,” kata kuasa hukum Ted Sieong, Julianto Asis dalam agenda pembacaan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa.

    Julianto berharap majelis hakim memutus perkara ini dengan seadil-adilnya dan se-objektifnya berdasar fakta.

    Dia menegaskan perbuatan perdata antara pihaknya dengan Bank Mayapada dan Dato’ Tahir bukanlah pidana.

    Kemudian, dia juga menyampaikan beberapa poin penting terkait perkara yang sedang berjalan dan perbedaan antara proses pidana dan perdata yang sedang diproses secara bersamaan.

    Apabila berbicara mengenai kerugian materiil dalam perkara ini, kata dia, Bank Mayapada sebagai pihak yang mengklaim kerugian sudah menyelesaikan hal tersebut melalui jalur perdata, khususnya di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

    “Kerugian materiil yang disebutkan sudah diselesaikan di forum perdata. Dengan demikian, tuduhan pidana terhadap terdakwa tidak dapat dibenarkan,” ungkapnya.

    Karena itu, dia berharap, majelis hakim menegaskan bahwa Ted tidak terbukti secara sah dan meyakinkan tak bersalah melakukan tindak pidana.

    “Memerintahkan agar terdakwa Ted Sioeng dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan diucapkan. Atau apabila majelis hakim berpendapat lain, memohon agar putusan dijatuhkan seadil-adilnya (ex aequo et bono),” ujarnya.

    Dalam kesempatan sama, Jaksa menyatakan sudah membuktikan seadil-adilnya dalam perkara ini dengan menyerahkan sepenuhnya putusan kepada hakim.

    “Kami sudah membuktikan seadil-adilnya dan sesuai saksi dan keadilan materiil sesuai KUHAP. Mengenai putusan itu adalah putusan terbaik dari majelis hakim,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) seusai sidang.

    Sidang akan dilanjutkan kembali pada Rabu (5/3) dengan agenda vonis.

    Ted Sioeng didakwa JPU dengan pasal 378, Jo. pasal 372 KUHP dengan tuduhan melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan senilai Rp133 miliar milik PT Bank Mayapada Internasional Tbk.

    Ted Sioeng telah membantah semua tuduhan JPU dalam dakwaannya termasuk pinjaman awal ke Bank Mayapada sebesar Rp70 miliar yang disebutkan untuk pembelian 135 unit vila di kawasan Taman Buah Puncak, Cianjur.

    Kemudian, Ted Sioeng mengaku pinjaman Rp70 miliar tersebut untuk membeli apartemen milik Dato’ Sri Tahir di Singapura yang merupakan pemilik dan pemegang saham pengendali Bank Mayapada.

    Bahkan, kata dia, pembelian apartemen tersebut atas tawaran dan permintaan dari Dato Sri Tahir.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

  • Anggit Kurniawan Nasution Tak Jujur Pernah Jadi Napi Kasus Penipuan, MK Diskualifikasi Cawabup Pasaman

    Anggit Kurniawan Nasution Tak Jujur Pernah Jadi Napi Kasus Penipuan, MK Diskualifikasi Cawabup Pasaman

    PIKIRAN RAKYAT – Mahkamah Konstitusi (MK) diskualifikasi calon wakil bupati (cawabup) Pasaman Sumatera Barat Anggit Kurniawan Nasution karena terbukti tak jujur mengenai statusnya sebagai mantan terpidana kasus penipuan.

    MK dalam hal ini mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pasaman Nomor Urut 2 Mara Ondak dan Desrizal dalam sengketa Pilkada 2024.

    Ketua MK Suhartoyo membacakan amar dalam sidang pengucapan putusan akhir sengketa Pilkada 2024 di Gedung I Mahkamah Konstitusi, Jakarta pada Senin, 24 Februari 2025.

    “Menyatakan diskualifikasi terhadap Anggit Kurniawan Nasution sebagai calon wakil bupati Pasaman dalam Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Pasaman Tahun 2024,” ucap Suhartoyo seperti dikutip dari Antara.

    Anggit Kurniawan Nasution Punya SKCK

    MK menegaskan kembali, mantan terpidana yang dihukum di bawah 5 tahun penjara tak perlu menunggu masa jeda 5 tahun guna mencalonkan diri menjadi kepala atau wakil kepala daerah dalam pertimbangan putusan.

    Tapi yang bersangkutan tetap wajib secara terbuka dan jujur mengumumkan latar belakang dirinya sebagai mantan terpidana, dibuktikan surat keterangan pimpinan redaksi atau media.

    Anggit Kurniawan Nasution pernah dijatuhi hukuman pidana 2 bulan 24 hari dalam kasus tindak pidana penipuan, menurut Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 293/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel tanggal 26 Juli 2022.

    Ia pernah dipidana dengan hukuman di bawah 5 tahun penjara, sehingga Cawabup Pasaman, Sumatera Barat itu tak perlu menunggu masa jeda 5 tahun tapi diwajibkan jujur mengumumkan latar belakangnya pada publik.

    Menurut Mahkamah, Anggit Kurniawan sejak awal telah dapat menyampaikan pada KPU Kabupaten Pasaman bahwa pernah dijatuhi pidana tapi dinilai memilih menyembunyikan fakta.

    Anggit memiliki surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) tak pernah melakukan perbuatan tercela, dan mendapat surat keterangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menerangkan dirinya tidak pernah sebagai terpidana.

    Pemungutan Suara Ulang (PSU)

    Menurut MK, Anggit harusnya menolak SKCK ini dan menyatakan keberatan atas surat keterangan tak pernah dipidana jika masih ada rentang waktu perbaikan dokumen kelengkapan syarat pencalonan.

    “Sehingga tidak ada alasan bagi calon wakil bupati Anggit Kurniawan Nasution untuk menutupi latar belakang dirinya sebagai mantan terpidana kepada Termohon (KPU Kabupaten Pasaman) atau pemilih,” lanjutnya.

    MK menyatakan pencalonan Anggit sebagai calon wakil bupati Pasaman tahun 2024 tak memenuhi persyaratan dan cacat hukum sehingga beralasan untuk didiskualifikasi menurut pertimbangan hukum ini.

    Mahkamah memerintahkan KPU Kabupaten Pasaman selaku Termohon melakukan PSU paling lama 60 hari sejak putusan diucapkan tanpa mengikutsertakan Anggit.

    Calon bupati pendampingnya atas nama Welly Suhery tetap berhak ikut PSU. MK menyerahkan sepenuhnya pada partai pengusung tanpa mengubah nomor urut soal pengganti Anggit.

    Selain itu, MK memerintahkan KPU Kabupaten Pasaman menyelenggarakan 1 kali kampanye atau debat terbuka masing-masing pasangan calon menyampaikan visi, misi serta program sebelum PSU.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPU lakukan sejumlah langkah usai MK diskualifikasi cawabup Pasaman

    KPU lakukan sejumlah langkah usai MK diskualifikasi cawabup Pasaman

    Padang (ANTARA) – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) Ory Sativa Syakban mengatakan bahwa KPU Kabupaten Pasaman segera melakukan sejumlah tahapan menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendiskualifikasi calon wakil bupati (cawabup) Kabupaten Pasaman atas nama Anggit Kurniawan Nasution.

    “Setelah putusan MK ini maka KPU Pasaman sesegera mungkin melakukan beberapa hal di antaranya mengajukan dan mengusulkan anggaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemungutan suara ulang atau PSU,” kata Komisioner KPU Provinsi Sumbar Ory Sativa Syakban di Padang, Senin.

    MK dalam hal ini mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan pasangan calon bupati dan wakil bupati Pasaman nomor urut 2 Mara Ondak dan Desrizal. Perkara tersebut teregistrasi dengan Nomor 02/PHPU.BUP-XXIII/2025.

    Diskualifikasi Anggit Kurniawan Nasution sebagai cawabup Pasaman dikarenakan yang bersangkutan tidak jujur mengenai latar belakangnya yang pernah dipidana 2 bulan 24 hari dalam kasus tindak pidana penipuan.

    Selain pengajuan anggaran untuk pelaksanaan PSU, KPU Pasaman juga mesti segera berkoordinasi dengan banyak pihak termasuk melakukan sosialisasi, dan menyampaikan kepada publik bahwa PSU harus dilaksanakan dalam kurun waktu 60 hari pascaputusan MK.

    Sementara hal-hal yang berkaitan dengan tahapan, jadwal dan mekanisme detail lain terkait PSU di Kabupaten Pasaman, maka hal tersebut perlu menunggu arahan atau petunjuk langsung dari KPU RI, kata Ory.

    Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 293/Pid.B/2022/PN.Jkt.Sel pada 26 Juli 2022, Anggit Kurniawan Nasution pernah dijatuhi hukuman pidana 2 bulan 24 hari dalam kasus tindak pidana penipuan.

    Artinya, Anggit pernah dipidana dengan hukuman di bawah 5 tahun penjara. Oleh karena itu, Anggit tidak mesti menunggu masa jeda 5 tahun, tetapi diwajibkan secara jujur mengumumkan latar belakangnya itu kepada publik.

    Menurut Mahkamah, Anggit sejatinya sejak awal sudah bisa menyampaikan kepada KPU Kabupaten Pasaman bahwa pernah dijatuhi pidana. Namun, Anggit dinilai lebih memilih menyembunyikan fakta tersebut.

    Dalam putusan MK tersebut juga disebutkan PSU Kabupaten Pasaman dilaksanakan tanpa mengikutsertakan Anggit. Sementara untuk penggantinya para hakim MK menyerahkannya kepada partai pengusung.

    Pewarta: Muhammad Zulfikar
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

  • Diskualifikasi Cawabup Anggit Kurniawan, MK Putuskan Pilkada Pasaman Diulang

    Diskualifikasi Cawabup Anggit Kurniawan, MK Putuskan Pilkada Pasaman Diulang

    Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mendiskualifikasi calon wakil bupati (cawabup) Pasaman 2024 Anggit Kurniawan Nasution karena statusnya sebagai mantan terpidana yang tidak diungkapkan secara terbuka. Selain itu, MK memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Pasaman 2024 tanpa keterlibatan Anggit.

    Ketua MK Suhartoyo menyampaikan putusan ini dalam sidang sengketa Pilkada Pasaman 2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (24/2/2025). “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujarnya.

    Meski Anggit Kurniawan didiskualifikasi, Welly Suheri tetap maju sebagai calon bupati Pasaman 2024. Sementara itu, pengganti Anggit akan ditentukan partai politik (parpol) pengusung, dengan syarat verifikasi sesuai peraturan yang berlaku.

    “Sebagai pengganti Anggit, keputusan diserahkan kepada partai politik atau gabungan partai politik pengusung setelah verifikasi syarat sesuai ketentuan,” jelas Suhartoyo.

    Menurut MK, Anggit tidak mengungkapkan statusnya sebagai mantan terpidana kepada publik. Ia juga diduga berusaha menyembunyikan identitasnya dengan tidak mengoreksi surat catatan kepolisian yang menyatakan ia tidak pernah melakukan tindak pidana pada Pilkada Pasaman 2024.

    Selain itu, Anggit membiarkan kesalahan dalam surat keterangan tidak pernah dipidana dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meskipun surat tersebut kemudian dikoreksi pihak pengadilan.

    “Seharusnya Anggit menolak dan secara jujur menyatakan surat keterangan tersebut tidak benar dan tidak sesuai dengan data pribadi yang sebenarnya,” tegas Suhartoyo.

    Dengan adanya pelanggaran ini, MK menilai pencalonan Anggit cacat hukum. KPU diberi waktu 60 hari untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Pasaman 2024 tanpa mengikutsertakan Anggit sebagai cawabup.

    “Mahkamah Konstitusi tidak ragu untuk mendiskualifikasi Anggit Kurniawan Nasution serta memerintahkan PSU Pilkada Pasaman 2024 tanpa keikutsertaannya,” pungkas Suhartoyo.

  • PT Harmas Cabut Permohonan PKPU, Bukalapak Minta Majelis Hakim Melanjutkan Proses Persidangan – Halaman all

    PT Harmas Cabut Permohonan PKPU, Bukalapak Minta Majelis Hakim Melanjutkan Proses Persidangan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Bukalapak.comTbk (BUKA) tegas mempertahankan posisi hukumnya dalam sidang lanjutan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Harmas Jalesveva (Harmas) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. 

    Dalam persidangan yang digelar pada 19 Februari 2025, agenda utama adalah penyerahan kesimpulan dari masing-masing pihak sebelum memasuki tahap pembacaan putusan. Namun, secara mendadak, Harmas memutuskan untuk mencabut permohonan PKPU yang telah diajukannya.

    Meski demikian, BUKA tetap mengharapkan agar majelis hakim melanjutkan proses persidangan dan memberikan putusan atas perkara ini. BUKA menilai bahwa putusan dari majelis hakim sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan menjaga transparansi bagi dunia usaha, terutama dalam konteks penyelesaian perkara hukum ini

    Permohonan PKPU Harmas Sejak Awal Tidak Memenuhi Syarat Hukum

    Sejak awal, permohonan PKPU yang diajukan oleh Harmas dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Salah satu kejanggalan yang mencolok adalah pencantuman Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai kreditur lain dalam permohonan PKPU untuk memenuhi persyaratan adanya dua kreditur. 

    Padahal, yurisprudensi tetap Mahkamah Agung (MA) secara tegas menyatakan bahwa pajak tidak termasuk dalam kategori utang yang dapat dijadikan dasar permohonan PKPU. Selain itu, dalam persidangan, Harmas tidak pernah menghadirkan kreditur lain yang sah (DJP) untuk mendukung klaimnya. Hal ini memperkuat keraguan terhadap keabsahan permohonan PKPU Harmas.

    Selain itu, tuduhan bahwa BUKA memiliki utang jatuh tempo juga tidak berdasar dan tidak dapat dibuktikan oleh Harmas. Sebaliknya, fakta yang ada menunjukkan bahwa BUKA justru mengalami kerugian akibat wanprestasi Harmas yang gagal menyediakan ruang perkantoran di Gedung One Belpark. 

    Berdasarkan kesepakatan dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani pada Desember 2017, Harmas gagal menyelesaikan pembangunan ruang perkantoran sesuai tenggat waktu dan gagal menyerahkan ruangan sesuai spesifikasi yang telah disepakati. Akibatnya, BUKA terpaksa menuntut pengembalian dana booking deposit dan security deposit sebesar Rp6,46 miliar, yang hingga kini belum dikembalikan oleh Harmas.

    Pencabutan Permohonan PKPU oleh Harmas Tidak Menghapus Kewajiban Hakim Untuk Memberikan Putusan

    Dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli yang dihadirkan oleh BUKA menegaskan bahwa sengketa antara kedua belah pihak yang saat ini berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan belum memasuki titik akhir karena masih terdapat upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

    Dengan adanya proses hukum yang masih berjalan, unsur pembuktian sederhana dalam PKPU yang saat ini di proses oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjadi tidak terpenuhi.

    Anggota Komite Eksekutif BUKA, Kurnia Ramadhana, menegaskan bahwa pencabutan permohonan PKPU oleh Harmas semakin memperjelas lemahnya dasar hukum permohonan tersebut.

    “Sejak awal, kami telah melihat bahwa permohonan PKPU yang diajukan oleh Harmas tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah membuktikan bahwa tuduhan terhadap BUKA tidak berdasar. Oleh karena itu, kami tetap berharap majelis hakim tetap memberikan putusan atas perkara ini, meskipun Harmas telah mencabut permohonannya,” ujar Kurnia.

    Lebih lanjut, Kurnia menekankan bahwa pencabutan permohonan ini tidak seharusnya dijadikan celah untuk menghindari tanggung jawab hukum atau penyalahgunaan upaya hukum yang ada tanpa dasar yang jelas.

    “Kami meminta agar majelis hakim tetap membacakan putusan atas perkara ini demi memberikan kepastian hukum yang jelas bagi BUKA.

    Sebagai perusahaan terbuka, kami memiliki tanggung jawab besar kepada para pemangku kepentingan, terutama para pemegang saham, untuk memastikan bahwa setiap proses hukum yang kami hadapi memiliki kepastian dan transparansi,” tambahnya.

    BUKA Berkomitmen Menjaga Kepastian Hukum

    Dengan adanya pencabutan permohonan PKPU ini, BUKA menegaskan kembali bahwa perusahaan tetap dalam kondisi operasional yang stabil dan memiliki posisi keuangan yang kuat.

    Namun, perusahaan tetap berharap majelis hakim dapat memberikan putusan resmi atas perkara PKPU ini agar tidak terjadi spekulasi dan misinformasi di masyarakat mengenai posisi hukum BUKA.

    “Kami akan terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak kami tetap terlindungi sesuai hukum yang berlaku. Kami juga ingin memastikan bahwa tidak ada pihak yang menyalahgunakan mekanisme hukum untuk kepentingan tertentu tanpa dasar yang jelas. Kami percaya pada proses hukum yang adil, dan oleh karena itu, kami menantikan putusan resmi dari majelis hakim,” tutup Kurnia.