Kementrian Lembaga: PN Jakarta Selatan

  • 21 Motor Mewah Terkait Kasus Suap Vonis Lepas Korporasi CPO Disita, Butuh 3 Towing untuk Angkut – Halaman all

    21 Motor Mewah Terkait Kasus Suap Vonis Lepas Korporasi CPO Disita, Butuh 3 Towing untuk Angkut – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 21 motor mewah yang diduga terkait kasus suap dan gratifikasi atas vonis lepas atau ontslag tiga terdakwa korporasi kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng, di Pengadilan Tpikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Kasus itu sendiri turut melibatkan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang kini menjabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

    Motor-motor mewah tersebut termasuk merk ternama seperti Harley Davidson, Triumph, hingga Vespa, dan dibawa ke Gedung Kartika Kejagung menggunakan tiga truk towing pada Minggu (13/4/2025) sekitar pukul 17.55 WIB.

    Motor-motor yang tertata rapi di atas truk tersebut menambah daftar barang bukti yang berhasil diamankan dalam penyelidikan Kejagung terkait kasus yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

    Tak hanya motor, Kejagung juga menyita tujuh unit sepeda dari berbagai merk, seperti BMC dan Lynskey.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar mengatakan, penyitaan kendaraan mewah ini dilakukan setelah penggeledahan yang dilakukan di beberapa lokasi.

    “Penyidik baru saja melakukan penggeledahan di beberapa tempat. Baru saja kita menerima sekitar 21 unit sepeda motor dengan berbagai jenis dan 7 unit sepeda,” kata Harli di Gedung Kejagung.

    Namun, Harli enggan memberikan rincian lebih lanjut mengenai siapa yang memiliki kendaraan-kendaraan mewah tersebut.

    “Setelah seluruhnya barang bukti yang diperoleh karena kan ini bukan hanya ini, ada terkait uang, ada terkait dokumen dan sebagainya. Nanti akan kami sampaikan,” katanya.

    Kejagung sebelumnya telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, termasuk Muhammad Arif Nuryanta, yang juga merupakan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tersangka lainnya adalah panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, WG, serta dua advokat MS dan AR.

    Mereka diduga terlibat dalam pengurusan perkara ekspor CPO dengan melibatkan beberapa korporasi besar seperti Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, yang telah diputuskan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.

    Mereka diduga kuat menerima suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara korupsi pemberian fasilitas CPO dan turunannya pada periode Januari 2021-Maret 2022.

    Selain kendaraan mewah, barang bukti yang disita Kejagung juga mencakup uang tunai dalam berbagai mata uang, termasuk Dolar Singapura, Dolar Amerika, dan Rupiah, serta beberapa mobil mewah seperti Ferrari, Nissan GT-R, dan Mercedes-Benz.

    Penyidik Kejagung kini terus mendalami aliran suap dan gratifikasi yang mengalir dalam perkara ini, dan dipastikan akan ada pengembangan lebih lanjut dalam kasus besar ini.

  • Ketua PN Jaksel Tersangka Suap Rp 60 M Ternyata Hakim Kasus KM 50, Netizen Sebut karena Muhabalah

    Ketua PN Jaksel Tersangka Suap Rp 60 M Ternyata Hakim Kasus KM 50, Netizen Sebut karena Muhabalah

    GELORA.CO – Kasus yang menjerat Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, menjadi topik bahasan di laman X atau Twitter dengan cuitan 60 M.

    Hakim Muhammad Arif ini memang sudah ditetapkan Kejagung menjadi tersangka kasus korupsi suap dan gratifikasi.

    Lalu sebagian netizen menyebut ini sebagai karma atau karena muhabalah dalam kasus KM 50 Laskar FPI dimana Muhammad Arif merupakan hakim dalam kasus ini tahun 2022 lalu.

    Dari amatan Pojoksatu.id, kasus korupsi Rp60 miliar dengan tersangka Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta dan tiga tersangka lain ini jadi bahasan utama di laman X.

    Sudah ada 7.481 postingan ‘60 M’ hingga Minggu sore (13/4/2025). Sebagian netizen mengaitkan ini dengan kasus KM 50 yang divonis tahun 2022 lalu.

    “M Arif Nuryanta Hakim yang menangani kasus KM 50 FPI tersangkut kasus Tipikor menerima suap 60 M dalam perkara ekspor CPO di PN Jakpus,” kata akun @yaniarsim.

    “Alhamdulillah ini baru di dunia, karena siapa berbuat pasti akan ada balasanya,”kata akun @danu_ budiyono.

    “Semoga untuk putusan yang dibuat nya pada perkara km 50, dia tidak dibayar,”kata akun @AgustaLeon4.

    “Karena Muhabalah,”kata akun@NoorPeni.

    “Hidupnya akan sengsara sepanjang masa,” kata akun@CacaHendy.

    “Semua akan dapat karmanya,” tulis akun@IOytes.

    Diketahui, Hakim Arif ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu malam, 12 April 2025 bersama tiga orang lain.

    Ketiganya yakni Kuasa Hukum Korporasi Marcella Santoso (MS) dan Advokat Ariyanto (AR), serta Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG).

    Kasus ini terjadi saat Muhammad Arif Nuryanta menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat tahun 2024 lalu.

    Berdasarkan laman PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta berpendidikan S2. Pengadilan Tinggi Jakarta melantik Arif Nuryanta sebagai Ketua PN Jakarta Selatan pada Rabu, 6 November 2024 silam.

    Kontroversi Kasus KM 50

    Nama Muhammad Arif Nuryanta sebelumnya pernah menjadi sorotan publik saat memutus lepas dua terdakwa penembak Laskar FPI atau dikenal sebagai peristiwa KM 50.

    Kedua terdakwa yang divonis lepas ini merupakan anggota polisi yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella.

    Tindakan melawan hukum terdakwa adalah merampas nyawa orang lain dengan melakukan penembakan anggota FPI di dalam mobil Xenia milik polisi pada 7 Desember 2020.

    Perbuatan pidana itu, sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP, masuk dalam dakwaan primer jaksa.

    Atas dakwaan itu, majelis hakim berpendapat seluruh unsur dalam dakwaan primer jaksa terbukti, tetapi perbuatan itu merupakan upaya membela diri.

    Dengan demikian, kedua polisi tersebut tidak dapat dihukum, sehingga dilepaskan dari segala tuntutan hukum.***

  • Kasus Suap Vonis Korupsi Ekspor CPO, Kejagung Sita 21 Sepeda Motor

    Kasus Suap Vonis Korupsi Ekspor CPO, Kejagung Sita 21 Sepeda Motor

    Jakarta Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menyita 21 unit sepeda motor dari berbagai jenis dan merek terkait kasus dugaan suap vonis lepas terkait perkara korupsi persetujuan ekspor minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) periode 2021-2022.

    Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, barang bukti tersebut disita setelah penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) melakukan penggeledahan di beberapa lokasi hari ini.

    “Baru saja kita menerima sekitar 21 unit sepeda motor dengan berbagai jenis dan tujuh unit sepeda,” ujarnya di kantor Kejagung, Minggu (13/4/2025).

    Kendaraan yang disita merupakan motor-motor mewah dan beberapa sepeda berbagai merek, termasuk beberapa unit Harley Davidson. Mengenai detail model dan pemilik kendaraan tersebut Harli belum merinci secara detail. 

    “Nanti akan disampaikan secara komprehensif dari siapanya, kemudian kepemilikannya karena barang bukti yang diperoleh bukan hanya ini. Ada terkait uang, dokumen, dan sebagainya,” katanya.

    Harli menegaskan, barang bukti kasus suap vonis lepas korupsi ekspor CPO saat ini sudah berada di Kejagung. Penyitaan tersebut, menambah daftar panjang barang bukti yang sudah disita Kejagung.

    Beberapa barang bukti yang disita antara lain:
    1 Satu unit mobil sport Nissan GTR
    2. Satu unit Ferrari Spider
    3. Satu unit Mercedes Benz G-Class
    4. Dua unit Land Rover Defender
    5. Satu  unit Toyota Land Cruiser
    6. Dua unit motor Harley Davidson

    Kejagung juga telah menyita uang sebesar Rp 288 miliar dalam kasus tersebut. Dengan penyitaan terbaru ini, total uang yang disita dalam kasus tersebut kini mencapai Rp 1,4 triliun.

    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus suap vonis lepas. Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso, panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Ariyanto, serta Wahyu Gunawan. Keempatnya diduga terlibat dalam pengaturan vonis lepas untuk perkara korupsi ekspor CPO.

    Penyidikan kasus suap vonis lepas korupsi ekspor CPO ini masih terus bergulir. Kejagung menegaskan akan mendalami lebih jauh potensi keterlibatan pihak lain dalam jaringan praktik kotor yang mencoreng integritas hukum di Indonesia.

  • Kejagung Sita 21 Motor Mewah Terkait Suap Penanganan Ekspor CPO, Ini Merek-mereknya

    Kejagung Sita 21 Motor Mewah Terkait Suap Penanganan Ekspor CPO, Ini Merek-mereknya

    PIKIRAN RAKYAT – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 21 unit sepeda motor mewah, termasuk Harley Davidson, Honda Monkey, Piaggio, BMW, dan Triumph, serta 7 unit sepeda pada Minggu, 13 April 2025. Penyitaan dilakukan terkait dugaan suap penanganan perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.  

    Berdasarkan pantauan, puluhan motor dan sepeda diangkut menggunakan tiga towing dan tiba di Kejagung sekira pukul 17.55 WIB. Akan tetapi, belum diketahui secara pasti dari tangan siapa saja kendaraan-kendaraan tersebut disita. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, barang bukti tersebut didapat hasil penggeledahan di beberapa tempat. 

    “Penyidik baru saja melakukan penggeledahan di beberapa tempat, baru saja kita menerima sekitar 21 unit sepeda motor dengan berbagai jenis dan 7 unit sepeda,” kata Harli Siregar kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Minggu, 13 April 2025.

    Harli mengatakan, pihaknya akan menyampaikan informasi terperinci soal penyitaan kendaraan-kendaraan tersebut. Menurutnya, ada beberapa penyidik yang masih berada di luar daerah untuk mencari barang bukti. 

    “Kita akan rilis secara lengkap apa yang sudah dilakukan oleh penyidik terhadap penyitaan barang bukti. Karena masih ada juga penyidik yang kerja di luar daerah,” ujar Harli.

    Ketua PN Jakarta Selatan Jadi Tersangka 

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi ekspor CPO atau minyak sawit mentah yang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). Saat penanganan kasus ini, Arif menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus. 

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Abdul Qohar menyampaikan, penetapan tersangka terhadap MAN dilakukan setelah penyidik mengantongi bukti kuat adanya praktik suap dalam proses penanganan perkara korupsi tersebut. 

    “Penyidik menemukan adanya alat bukti baik berupa dokumen dan uang yang mengarah pada suap atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Jakpus,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers, Sabtu, 12 April 2025, malam.

    Penggeledahan juga dilakukan kembali pada Sabtu (12/4) di berbagai lokasi di Jakarta dan beberapa daerah di luar ibu kota. Hasilnya, penyidik menemukan sejumlah barang bukti berupa dokumen dan uang tunai yang mengarah pada dugaan suap terhadap hakim yang menangani perkara korupsi ekspor CPO.

    Dalam penggeledahan di rumah dan mobil milik Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda perdata PN Jakpus dan rumah seorang pengacara berinisial AR, Kejagung menemukan barang bukti yakni: 

    – Uang Dolar Singapura sebanyak 40 ribu 

    – 5.790 Dolar Amerika Serikat 

    – 200 yen

    – Rp10 juta 

    – 3.400 Dolar Singapura

    – 600 Dolar Amerika Serikat

    – 11 Juta Rupiah dari mobil milik WD  

    – Rp136 juta dari rumah AR  

    Selain itu, disita juga uang dalam pecahan asing dan rupiah yang disimpan dalam amplop, dompet, dan tas. Beberapa kendaraan mewah seperti satu unit Ferrari, Nissan GT-R, Mercedes-Benz, dan Lexus turut diamankan sebagai barang bukti.

    “Selanjutnya penyidik membawa beberapa orang panitera muda perdata pada PN Jakarta Utara. MS dan AR berprofesi sebagai advokat karena ditemukan dokumen dan uang dari yang bersangkutan. MAN ketua Pengadilan Negeri Kaksel. Karena digeledah ditemukan beberapa uang,” tutur Abdul Qohar. 

    Rp60 Miliar untuk Putusan Onslag

    Dari hasil pemeriksaan, penyidik mengungkap adanya dugaan suap senilai Rp60 miliar yang diberikan kepada Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Suap tersebut diduga diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO terhadap tiga korporasi besar, yakni Permata Hijau Grup, Wilmar Grup, dan Musim Mas Grup.

    Ketiga perkara tersebut telah diputus pada 19 Maret 2025 oleh majelis hakim PN Jakpus dengan putusan onslag atau lepas dari segala tuntutan hukum. Suap kepada Muhammad Arif Nuryanta diduga diberikan oleh pengacara atas nama Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) melalui Wahyu Gunawan (WG).

    “Jadi ketiga perkara korporasi terdiri dari beberapa perusahaan tersebut sudah diputus tanggal yang sama tanggal 19 maret 2025,” ucap Abdul Qohar.

    “Terkait putusan onslaag ditemuka fakta alat bukti MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap atau gratifikasi kepada MAN sebanyak diduga sebanyak Rp 60 Miliyar. Dimana pemberian suap diberikan melalui WG. Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara di maksud agar majelis hakim yang mengadili memberikan putusan onslaag,” katanya melanjutkan.

    Empat Tersangka Resmi Ditahan 

    Setelah pemeriksaan intensif, Kejagung menetapkan empat orang sebagai tersangka:

    1. Wahyu Gunawan (WG) selaku Panitera Muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara 

    2. Marcella Santoso (MS) selaku pengacara

    3. Ariyanto (AR) selaku pengacara

    4. Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

    Para tersangka dijerat pasal-pasal berbeda sesuai peran masing-masing dalam tindak pidana korupsi ini. Mereka resmi ditahan selama 20 hari ke depan sejak Sabtu, 12 April 2025. 

    “Tersangka WG di rutan kelas 1 Jaktim cabang KPK. Tersangka MS ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Tersangka AR ditahan dirutan Salemba Kejaksan Negeri Jaksel. Tersangka MAN ditahan di rutan Salemba cabang Kejagung,” ujar Abdul Qohar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Skandal Suap Vonis Lepas Kasus Ekspor CPO, Kejagung Periksa 2 Hakim

    Skandal Suap Vonis Lepas Kasus Ekspor CPO, Kejagung Periksa 2 Hakim

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus dugaan suap vonis lepas terkait perkara korupsi persetujuan ekspor minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) periode 2021-2022 semakin dalam diselidiki Kejaksaan Agung (Kejagung). Pada Minggu (13/4), dua orang saksi yang merupakan hakim resmi diperiksa dalam rangkaian pengusutan kasus ini.

    Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, dua hakim yang diperiksa adalah Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom. “Mereka diperiksa sejak tadi pagi dan sedang berlangsung,” ujarnya kepada Beritasatu.com, Minggu (13/4/2025).

    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus suap vonis lepas. Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, pengacara Marcella Santoso, panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Ariyanto, serta Wahyu Gunawan. Keempatnya diduga terlibat dalam pengaturan vonis lepas untuk perkara korupsi ekspor CPO.

    Tak hanya pemeriksaan saksi, Kejagung juga berhasil mengamankan sejumlah barang bukti yang cukup mencengangkan. Uang tunai dalam bentuk mata uang asing dan beberapa mobil mewah.

    Beberapa barang bukti yang disita antara lain:
    1 Satu unit mobil sport Nissan GTR
    2. Satu unit Ferrari Spider
    3. Satu unit Mercedes Benz G-Class
    4. Dua unit Land Rover Defender
    5. Satu  unit Toyota Land Cruiser
    6. Dua unit motor Harley Davidson

    Penyidikan kasus suap vonis lepas korupsi ekspor CPO ini masih terus bergulir. Kejagung menegaskan akan mendalami lebih jauh potensi keterlibatan pihak lain dalam jaringan praktik kotor yang mencoreng integritas hukum di Indonesia.

  • Kejagung Periksa Dua Hakim Terkait Putusan Lepas Tiga Korporasi di Kasus Ekspor CPO, Ini Nama-namanya 

    Kejagung Periksa Dua Hakim Terkait Putusan Lepas Tiga Korporasi di Kasus Ekspor CPO, Ini Nama-namanya 

    PIKIRAN RAKYAT –Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua majelis hakim yang menjatuhkan putusan lepas atau onslag terhadap tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau ekspor crude palm oil (CPO) periode Januari 2021-Maret 2022. Pemeriksaan dilakukan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus terhadap hakim Agam Syarif Baharuddin dan hakim Ali Muhtarom, Minggu, 13 April 2025. 

    “Yang sedang diperiksa: Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Minggu, 13 April 2025. 

    Lebih lanjut, Harli menyampaikan, penyidik masih menunggu kehadiran Ketua Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut, yakni Djuyamto. Meskipun dikabarkan Djuyamto telah datang ke Kejagung pada Sabtu dini hari, kata Harli, hal tersebut tidak terinfo ke penyidik.

    “Katanya tadi subuh sekira pukul 02.00, (Djuyamto) datang ke kantor tapi tidak terinfo ke penyidik, hari ini yang bersangkutan sedang ditunggu, mudah-mudahan datang,” ujar Harli.

    Ketua PN Jakarta Selatan Jadi Tersangka 

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi ekspor CPO atau minyak sawit mentah yang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). Saat penanganan kasus ini, Arif menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus. 

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Abdul Qohar menyampaikan, penetapan tersangka terhadap MAN dilakukan setelah penyidik mengantongi bukti kuat adanya praktik suap dalam proses penanganan perkara korupsi tersebut. 

    “Penyidik menemukan adanya alat bukti baik berupa dokumen dan uang yang mengarah pada suap atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Jakpus,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers, Sabtu, 12 April 2025, malam.

    Penggeledahan juga dilakukan kembali pada Sabtu (12/4) di berbagai lokasi di Jakarta dan beberapa daerah di luar ibu kota. Hasilnya, penyidik menemukan sejumlah barang bukti berupa dokumen dan uang tunai yang mengarah pada dugaan suap terhadap hakim yang menangani perkara korupsi ekspor CPO.

    Barang Bukti Suap 

    Dalam penggeledahan di rumah dan mobil milik Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda perdata PN Jakpus dan rumah seorang pengacara berinisial AR, Kejagung menemukan barang bukti yakni: 

    – Uang Dolar Singapura sebanyak 40 ribu 

    – 5.790 Dolar Amerika Serikat 

    – 200 yen

    – Rp10 juta 

    – 3.400 Dolar Singapura

    – 600 Dolar Amerika Serikat

    – 11 Juta Rupiah dari mobil milik WD  

    – Rp136 juta dari rumah AR  

    Selain itu, disita juga uang dalam pecahan asing dan rupiah yang disimpan dalam amplop, dompet, dan tas. Beberapa kendaraan mewah seperti satu unit Ferrari, Nissan GT-R, Mercedes-Benz, dan Lexus turut diamankan sebagai barang bukti.

    “Selanjutnya penyidik membawa beberapa orang panitera muda perdata pada PN Jakarta Utara. MS dan AR berprofesi sebagai advokat karena ditemukan dokumen dan uang dari yang bersangkutan. MAN ketua Pengadilan Negeri Kaksel. Karena digeledah ditemukan beberapa uang,” tutur Abdul Qohar. 

    Rp60 Miliar untuk Putusan Onslag

    Dari hasil pemeriksaan, penyidik mengungkap adanya dugaan suap senilai Rp60 miliar yang diberikan kepada Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Suap tersebut diduga diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO terhadap tiga korporasi besar, yakni Permata Hijau Grup, Wilmar Grup, dan Musim Mas Grup.

    Ketiga perkara tersebut telah diputus pada 19 Maret 2025 oleh majelis hakim PN Jakpus dengan putusan onslag atau lepas dari segala tuntutan hukum. Suap kepada Muhammad Arif Nuryanta diduga diberikan oleh pengacara atas nama Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) melalui Wahyu Gunawan (WG).

    “Jadi ketiga perkara korporasi terdiri dari beberapa perusahaan tersebut sudah diputus tanggal yang sama tanggal 19 maret 2025,” ucap Abdul Qohar.

    “Terkait putusan onslaag ditemuka fakta alat bukti MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap atau gratifikasi kepada MAN sebanyak diduga sebanyak Rp 60 Miliyar. Dimana pemberian suap diberikan melalui WG. Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara di maksud agar majelis hakim yang mengadili memberikan putusan onslaag,” katanya melanjutkan.

    Empat Tersangka Resmi Ditahan 

    Setelah pemeriksaan intensif, Kejagung menetapkan empat orang sebagai tersangka:

    1. Wahyu Gunawan (WG) selaku Panitera Muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara 

    2. Marcella Santoso (MS) selaku pengacara

    3. Ariyanto (AR) selaku pengacara

    4. Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

    Para tersangka dijerat pasal-pasal berbeda sesuai peran masing-masing dalam tindak pidana korupsi ini. Mereka resmi ditahan selama 20 hari ke depan sejak Sabtu, 12 April 2025, dengan lokasi penahanan sebagai berikut:

    “Tersangka WG di rutan kelas 1 Jaktim cabang KPK. Tersangka MS ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Tersangka AR ditahan dirutan Salemba Kejaksan Negeri Jaksel. Tersangka MAN ditahan di rutan Salemba cabang Kejagung,” ujar Abdul Qohar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • IM57+ Institute Desak Reformasi Lembaga Peradilan Usai Ketua PN Jaksel Jadi Tersangka Suap CPO – Halaman all

    IM57+ Institute Desak Reformasi Lembaga Peradilan Usai Ketua PN Jaksel Jadi Tersangka Suap CPO – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito, mendesak adanya reformasi dan pembenahan lembaga peradilan sebagai pilar utama penegakan hukum di Indonesia.

    Hal itu disampaikannya merespons Kejaksaan Agung (Kejagung), yang menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, sebagai tersangka kasus penanganan perkara suap ekspor crude palm oil (CPO), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    “Untuk terjadinya reform menjadi suatu syarat mutlak adanya pembenahan dari lembaga penegak hukum dan auditor,” kata dia kepada wartawan Minggu (13/4/2025).

    Selain itu, kata Lakso, juga ditetapkannya Ketua PN Jaksel sebagai tersangka menunjukkan masih banyaknya pekerjaan rumah dalam membenahi lembaga peradilan.

    “Penangkapan ini menunjukan bahwa ternyata pekerjaan rumah dalam pembenahan lembaga peradilan belum ditindaklanjuti secara serius,” ucapnya.

    “Terlebih, apabila benar Kejaksaan mampu membuktikan bahwa suap ini berkaitan dengan proses hukum perkara korupsi, maka ini menjadi indikasi terjadinya korupsi dalam penanganan kasus korupsi,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Lakso menekankan pentingnya fokus yang lebih besar dari aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Koordinator dan Pengawas Tipikor (kortastipikor), untuk menyasar lembaga-lembaga penegak hukum itu sendiri.

    “Tidak akan terjadi perubahan signifikan tanpa adanya upaya serius untuk membersihkan ‘sapu’ yang digunakan dalam memberantas korupsi,” ujarnya.

    IM57+ Institute juga mendorong Mahkamah Agung (MA) untuk mengambil langkah radikal guna menyelesaikan persoalan ini secara menyeluruh.

    Ia menilai, perlu ada keterlibatan pihak eksternal agar reformasi dapat berjalan secara objektif dan independen.

    “MA perlu melibatkan pihak eksternal dalam proses reform ini untuk menunjukan keseriusan serta mendorong independensi penanganannya,” pungkas Lakso.

    Sebagai informasi, Kejaksaan Agung RI mengungkap secara gamblang motif di balik skandal suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Sebelumnya, korps Adhyaksa telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan suap perkara tersebut.

    Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    Sementara itu Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.

    “Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.

    Abdul Qohar menjelaskan jika suap tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.

    “Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah,” ujar Abdul Qohar.

    “Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, dimana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG,” imbuhnya.

    Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa itu. Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp17 triliun.

  • Arti Vonis Lepas Terkait Suap Hakim Rp 60 M di Kasus Korupsi Minyak Goreng

    Arti Vonis Lepas Terkait Suap Hakim Rp 60 M di Kasus Korupsi Minyak Goreng

    Jakarta

    Publik kembali dikejutkan dengan kasus penyuapan yang kini menjerat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Arif diduga menerima suap Rp 60 miliar dan mengatur vonis onslag atau lepas. Apa sebenarnya vonis lepas itu dan kaitannya dengan kasus suap ini?

    Dari rangkuman detikcom, Minggu (13/4/2025), Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Sabtu (12/5) malam menggelar konferensi pers kasus suap vonis onslag atau lepas tiga terdakwa korporasi kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Mereka yang dijerat yakni Arif, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

    “Dan terkait dengan putusan onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung.

    Marcella Santoso dan Ariyanto diketahui merupakan pengacara tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng. Total ada tiga terdakwa korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng ini mulai dari Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini lalu memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.

    Vonis lepas itu berbeda jauh dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum. Dalam tuntutannya, jaksa menuntut uang pengganti sebesar Rp 937 miliar kepada Permata Hijau Group, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp 11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group.

    Pengusutan Kejagung menemukan bukti adanya suap di balik vonis lepas tersebut. Marcella Santoso dan Ariyanto diduga memberikan suap Rp 60 miliar kepada Muhammad Arif Nuryanta melalui Wahyu Gunawan.

    Qohar mengatakan Arif Nuryanta menggunakan jabatannya sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat saat itu dalam mengatur vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.

    “Jadi MAN saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang saat ini yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan telah menerima, diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslags,” kata Qohar.

    Tentang Vonis Lepas

    Putusan bebas dan putusan lepas memiliki pengertian yang berbeda meski sama-sama tidak bisa memenjarakan terdakwa. Terkait putusan bebas dalam Pasal 191 ayat 1 KUHAP menyebutkan terdakwa dapat diputus bebas apabila dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atau perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.

    Berikut bunyinya:

    Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.

    Sementara putusan lepas diatur dalam Pasal 191 ayat (2) KUHAP. Di mana, dalam pasal itu disebutkan terdakwa dapat diputus melakukan perbuatan yang didakwakan, namun tidak memenuhi syarat-syarat untuk dipidana. Berikut bunyi pasalnya:

    Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum

    Dalam Pasal 191 ayat 3 KUHAP disebutkan terdakwa bisa langsung bebas dari tahanan setelah putusan lepas dijatuhkan hakim. Berikut bunyi pasalnya:

    Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah terdakwa perlu di tahan.

    Itu artinya putusan lepas ini bisa membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum karena tidak memenuhi syarat untuk dipidana. Meskipun, dalam putusannya, hakim telah menyatakan perbuatan yang didakwakan terhadap terdakwa itu terbukti.

    (whn/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Survei LSI: Kejagung Jadi Lembaga Penegak Hukum Paling Dipercaya Publik – Page 3

    Survei LSI: Kejagung Jadi Lembaga Penegak Hukum Paling Dipercaya Publik – Page 3

    Sementara itu, Kejaksaan Agung menetapkan empat orang sebagai tersangka terkait dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengatakan, Kejaksaan Agung mengantongi alat bukti permulaan yang cukup, sehingga statusnya dinaikan dari saksi menjadi tersangka.

    “Pada hari ini, penyidik Kejaksaan agung menetapkan 4 orang sebagai tersangka karena telah ditemukan bukti yang cukup terjadi tindak pidana suap atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Abdul Qohar saat konferensi pers, Sabtu (12/4/2025).

    Abdul Qohar menerangkan, keempat orang tersangka di antaranya WG selaku Panitera Muda perdata pada PN Jakarta Pusat, dua orang selaku advokat atas nama MS dan AR, serta MAN selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

    Menurut Abdul Qohar, keempat tersangka diduga menerima suap atau gratifikasi saat penanganan kasus Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022.

    Dalam perkara ini, MS dan AR menyuap Rp60 miliar melalui perantara WG untuk diberikan kepada MAN.

    “Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit dalam kurun waktu antara bulan Januari 2022 sampai dengan bulan Maret 2022 agar majelis hakim yang mengadili memberikan putusan ontslag van alle recht vervolging),” ucap dia.

  • Kejagung Dalami Aliran Dana Rp60 Miliar Hasil Suap Ketua PN Jaksel di Kasus Minyak Goreng – Page 3

    Kejagung Dalami Aliran Dana Rp60 Miliar Hasil Suap Ketua PN Jaksel di Kasus Minyak Goreng – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mendalami aliran dana Rp60 miliar yang diduga diterima tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di kasus suap dan atau gratifikasi penanganan perkara di PN Jakarta Pusat, yaitu vonis terdakwa korporasi dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari-April 2022.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, Muhammad Arif Nuryanta sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tersangka Wahyu Gunawan (WG) selaku Panitera Muda Perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) sempat berkomunikasi untuk mengurus perkara dengannya.

    “WG waktu itu panitera ya, panitera, orang kepercayaan dari tadi yang saya sampaikan, MAN. Kemudian melalui dia lah terjadi adanya kesepakatan itu,” tutur Qohar, Minggu (13/4/2025).

    Hasil dari komunikasi tersebut membuahkan penunjukan atas jajaran majelis hakim yang menyidangkan terdakwa korporasi di kasus minyak goreng. Adapun susunannya adalah Ketua Majelis Hakim Djuyamto, serta hakim anggota Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.

    “Dan kemudian ditunjuklah tiga majelis hakim. Apakah ketiga majelis hakim mendapatkan itu (aliran dana) atau tidak, ini yang sedang kami dalami. Tapi yang pasti putusannya sesuai dengan yang diminta,” jelas dia.

    Qohar menyatakan, penyidik tengah mendalami dugaan aliran dana kepada majelis hakim yang menyidangkan terdakwa korporasi di kasus minyak goreng tersebut.

    “Ya, ini kita dalami. Sedang ditelusuri,” Qohar menandaskan.