Kementrian Lembaga: PN Jakarta Selatan

  • Terbongkar Suap di Vonis Lepas Migor dari Mafia Perkara Zarof Ricar

    Terbongkar Suap di Vonis Lepas Migor dari Mafia Perkara Zarof Ricar

    Jakarta

    Lagi-lagi Kejaksaan Agung (Kejagung) menjerat hakim sebagai tersangka perkara suap. Usut punya usut ternyata masih ada benang merah antara perkara saat ini dan kasus suap yang juga diusut Kejagung sekitar 3 bulan lalu.

    Kasus terbaru ini terkait dengan putusan ontslag atau lepas terhadap korporasi dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Di balik putusan itu, kejaksaan menduga ada permainan mata antara hakim dengan pengacara para terdakwa.

    Alhasil, sejumlah tersangka dijerat. Berikut daftarnya:

    1.⁠ ⁠Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
    2.⁠ ⁠Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim
    3.⁠ ⁠Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim
    4.⁠ ⁠Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim
    5.⁠ ⁠Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera
    6.⁠ ⁠Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
    7.⁠ ⁠Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacara

    Awalnya ada 3 korporasi yang sejatinya sedang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dalam perkara dugaan korupsi minyak goreng atau migor itu. Ketiganya memberikan kuasa pada Marcella dan Ariyanto. Secara mengejutkan, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam, dan Ali menjatuhkan putusan ontslag atau lepas yang artinya bahwa perbuatan yang dilakukan 3 korporasi itu bukanlah tindak pidana.

    Dari pengusutan kejaksaan ditemukan adanya informasi dugaan suap di balik putusan itu. Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanto diketahui sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Waka PN Jakpus) yang memiliki wewenang menunjuk hakim yang mengadili perkara.

    Yang jadi pertanyaan adalah dari mana sumber informasi kejaksaan?

    Rupa-rupanya perkara ini masih ada kaitan dengan perkara lain yang juga sebelumnya diusut jaksa yaitu perkara suap terkait vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Kasus yang dibongkar awal tahun ini melibatkan sejumlah tersangka yaitu:

    Alur suapnya kurang lebih sama yaitu dari ibunda Ronald Tannur bersama-sama dengan Lisa Rahmat memberikan suap ke para hakim agar Ronald Tannur divonis bebas dalam sidang terkait kematian Dini Sera Afrianti. Lalu apa peran Zarof Ricar?

    Dalam kasus ini, Zarof Ricar diduga sebagai makelar perkara yang menghubungkan pemberi suap ke hakim. Dalam pengembangan perkara, Kejaksaan sempat menemukan banyak bukti dugaan gratifikasi. Ternyata dari sinilah Kejaksaan juga menemukan adanya informasi pemberian suap dari Marcella Santoso ke para hakim yang mengadili kasus dugaan korupsi migor.

    “Jadi begini. Kan penyidik setelah putusan ontslag ya tentu menduga ada indikasi tidak baik. Ada dugaan tidak murni ontslag itu tapi ketika dalam penanganan perkara di Surabaya (kasus suap terkait vonis bebas Ronald Tannur), ada juga informasi soal itu, soal nama MS (Marcella Santoso) itu,” ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Harli Siregar dalam jumpa pers pada Sabtu, 12 April 2025.

    “Bukan dalam perkara (Ronald) Tannur tapi ZR (Zarof Ricar),” Harli menegaskan.

    Memang nama Zarof Ricar ini cukup mengejutkan di awal kemunculannya. Bayangkan saja ada temuan uang lebih dari Rp 1 triliun saat itu di mana sebagian terkait perkara vonis bebas Ronald Tannur dan sisanya masih diusut kejaksaan. Perkara suap di balik vonis ontslag kasus korupsi migor ini bisa jadi salah satu dari kepingan perkara yang terkuak dari Zarof Ricar.

    (dhn/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Profil dan Kekayaan Hakim Djuyamto, Pernah Tolak Praperadilan Hasto, Kini Jadi Tahanan Kejagung

    Profil dan Kekayaan Hakim Djuyamto, Pernah Tolak Praperadilan Hasto, Kini Jadi Tahanan Kejagung

    loading…

    Profil dan kekayaan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto diulas dalam artikel ini. Foto/Dok SindoNews/Ari Sandita

    JAKARTA – Profil dan kekayaan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto diulas dalam artikel ini. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap atau gratifikasi vonis lepas atau onslag perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil atau minyak kelapa sawit mentah ( CPO ).

    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menahan Djuyamto alias DJU bersama dua tersangka lainnya, hakim anggota Agam Syarif Baharuddin alias ASB dan Ali Muhtarom alias AM selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.

    “Terhadap para tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan berdasarkan surat perintah penahanan nomor 25 tanggal 13 April 2025 untuk tersangka ASB, tersangka atas nama AM berdasarkan surat perintah penahanan nomor 26 tanggal 13 April 2025,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung dalam konferensi pers di Kejagung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025) dini hari.

    “Dan yang terakhir atas nama tersangka DJU berdasarkan surat perintah penahanan nomor 27 tanggal 13 April 2025, ketiga tersangka dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) RI,” sambungnya.

    Qohar menambahkan bahwa ASB menerima uang USD setara Rp4,5 miliar, DJU menerima uang USD setara Rp6 miliar, dan AM menerima uang USD setara Rp5 miliar. Adapun pasal yang disangkakan terhadap ketiga orang tersebut adalah Pasal 12 huruf C juncto Pasal 12 huruf B, juncto Pasal 6 ayat 2, juncto Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

    Sebelumnya, Kejagung secara resmi menetapkan empat orang tersangka dalam kasus suap perkara tersebut. Keempat tersangka itu yakni; Eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta yang kini Ketua PN Jakarta Selatan, Pengacara Korporasi Marcella Santoso, Panitera Muda PN Jakut Wahyu Gunawan, dan tersangka berinisial AR.

    Lalu, siapa Djuyamto?
    Berdasarkan informasi dari laman resmi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto menjabat sebagai hakim dengan pangkat Pembina Utama Madya (IV/d). Pria kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah, 18 Desember 1967 ini menyelesaikan studi S1 dan S2 di Universitas Sebelas Maret Solo (UNS).

  • MA Berhentikan Sementara Empat Hakim dan Panitera Tersangka Suap Putusan Perkara Migor

    MA Berhentikan Sementara Empat Hakim dan Panitera Tersangka Suap Putusan Perkara Migor

    loading…

    Juru Bicara MA Hakim Agung Yanto saat jumpa pers di Kantor MA, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025). MA memberhentikan sementara empat hakim dan panitera, yang ditetapkan tersangka kasus dugaan suap dalam penanganan perkara Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan

    JAKARTA Mahkamah Agung (MA) menyatakan akan memberhentikan sementara empat majelis hakim dan panitera, yang ditetapkan tersangka kasus dugaan suap dalam penanganan perkara Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Tipikor. Keempatnya telah ditahan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    “Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara,” ujar Juru Bicara MA Hakim Agung Yanto saat jumpa pers di Kantor MA, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).

    Menurutnya, MA akan memberhentikan para hakim dan panitera secara permanen bila sudah ada putusan inkrah dari pengadilan. “Dan jika telah ada putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap (BHT) akan diberhentikan tetap,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Yanto berkata, MA menghormati proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani perkara tersebut. Menurutnya, hakim dapat ditindak hukum bila ada perintah dari Jaksa Agung.

    “Hakim dapat dilakukan tindakan penangkapan dan penahanan atas perintah Jaksa Agung dengan persetujuan Ketua Mahkamah Agung ,” ujarnya.

    Ia pun mengajak seluruh pihak untuk menghormati dan menjunjung asas praduga tam bersalah. “Kita semua wajib menghormati asas praduga tidak bersalah selama proses hukum berlangsung,” katanya.

    Sekedar informasi, Kejagung telah menetapkan tersangka terhadap empat hakim dalam kasus dugaan suap terkait putusan onslag atau lepas dalam perkara Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada Industri Kelapa Sawit periode Januari 2021-Maret 2022.

    Keempat hakim itu ialah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) selaku hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat; Djuyamto (DJU) selaku hakim Pengadilan Jakarta Selatan dan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang menjabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

  • MA Berhentikan Sementara Hakim-Panitera yang Jadi Tersangka Suap Vonis Migor

    MA Berhentikan Sementara Hakim-Panitera yang Jadi Tersangka Suap Vonis Migor

    Jakarta

    Mahkamah Agung (MA) memberhentikan sementara hakim-hakim dan panitera yang terlibat perkara suap vonis onstslag atau putusan lepas pada kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng. Ketiganya yakni hakim Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, dan hakim Djuyamto.

    “Kita semua wajib menghormati asas praduga tak bersalah selama proses hukum berlangsung, hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara,” ujar Juru Bicara MA, Yanto, dalam konferensi persnya, Senin (14/4/2025).

    “Jika telah ada putusan yang berkekuatan tetap akan diberhentikan tetap,” tambahnya.

    Yanto menyebut MA menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) tersebut. Dia menyebut putusan lepas itu belum berkekuatan hukum tetap karena jaksa mengajukan kasasi pada 27 Maret.

    “⁠Putusan pada Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut belum berkekuatan hukum tetap, karena penuntut umum telah mengajukan upaya hukum kasasi pada tanggal 27 Maret 2025 setelah berkas kasasi lengkap, Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus segera mengirimkan berkas kasasi ke Mahkamah Agung secara elektronik,” ujarnya.

    Kemudian, Yanto juga mengatakan Mahkamah Agung sangat prihatin atas peristiwa yang terus mendera dunia peradilan. Dia menyebut pihaknya telah membentuk satgassus yang mengawasi kinerja di wilayah hukum Jakarta.

    “Mahkamah Agung segera menerapkan aplikasi penunjukan majelis hakim secara robotik pada pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding sebagaimana telah ditetapkan Mahkamah Agung untuk meminimalisir terjadinya potensial korupsi,” tambahnya.

    Sebelumnya, Ketua PN Jaksel ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, ada pula 3 hakim, serta panitera muda pada PN Jakarta Utara dan pengacara yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

    Tiga hakim itu adalah hakim Agam Syarif Baharudin, hakim Ali Muhtaro, dan hakim Djuyamto. Ketiganya diduga menerima uang suap senilai Rp 22,5 miliar atas vonis lepas tersebut.

    Tiga hakim itu bersekongkol dengan Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

    (azh/dhn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Isi Garasi Agam Syarif Baharuddin Hakim PN Jakpus yang Ditahan Kejagung, Ada Motor dan Mobil Hadiah

    Isi Garasi Agam Syarif Baharuddin Hakim PN Jakpus yang Ditahan Kejagung, Ada Motor dan Mobil Hadiah

    TRIBUNJAKARTA.COM – Terkuak isi garasi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Agam Syarif Baharuddin yang ditahan Kejaksaan Agung.

    Ia ditahan bersama hakim lainnya di  Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.

    Agam Syarif Baharuddin merupakan satu dari tiga hakim yang diduga  menerima suap dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) sebesar 22,5 Miliar.

    Uang itu digunakan agar putusan perkara ekspor crude palm oil (CPO) untuk tiga perusahaan besar itu onslag atau putusan lepas.

    Ketiga hakim tersebut yakni Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU)

    “Untuk ASB menerima uang dolar dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp 4,5 miliar. Kemudian DJU menerima uang dolar jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp 6 miliar, dan AM menerima uang berupa dolar ASB jika disetarakan rupiah sebesar Rp5 Miliar,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar. 

    Profil

    Agam Syarif Baharuddin adalah seorang hakim yang saat ini bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Agam Syarif Baharuddin lahir di Bogor pada 24 Maret 1969. Menurut informasi dari laman IKAHI, Agam Syarif merupakan Hakim Tingkat Pertama yang bertugas di PN Jakarta Timur.

    Ia merupakan lulusan Magister Hukum dari Universitas Sebelas Maret, dengan fokus studi pada ilmu hukum.

    Dia mendapat gelar sarjana dari Universitas Sebelas Maret (UNS) dan mendapat gelar master dari Universitas Syiah Kuala. Selama berkarier sebagai penegak hukum, Agam pernah menjabat sebagai Ketua PN Demak dan bertugas di beberapa wilayah di Jawa Tengah.

    KLIK SELENGKAPNYA: Berikut Sosok dan Harta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta yang Ditangkap Kejaksaan Agung pada Sabtu (12/4/2025).

    Agam Syarif pernah menangani kasus yang berkaitan dengan Habib Rizieq di PN Jakarta Timur terkait kerumunan Megamendung.

    Pada 19 Maret 2025, Agam Syarif Baharuddin menjadi salah satu anggota majelis hakim yang memutuskan vonis lepas (onslag) terhadap tiga korporasi besar—Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group—dalam kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor crude palm oil (CPO).

    Putusan ini menuai kontroversi karena bertentangan dengan tuntutan jaksa yang menilai bahwa perbuatan para terdakwa telah merugikan perekonomian negara hingga triliunan rupiah.

  • PROFIL Djuyamto, Sosok dengan Jabatan Mentereng Terima Suap Rp7,5 M, Pernah Bikin Kubu Hasto Kecewa

    PROFIL Djuyamto, Sosok dengan Jabatan Mentereng Terima Suap Rp7,5 M, Pernah Bikin Kubu Hasto Kecewa

    TRIBUNJAKARTA.COM – Sosok Djuyamto kini sedang menjadi buah bibir karena namanya ditetapkan sebagai tersangka ole Kejaksaan Agung (Kejagung) RI pada Minggu (13/4/2025) malam. 

    Ia bersama dua hakim lainnya ditetapkan tersangka dalam kasus suap pemberi vonis onslag atau lepas dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO).

    Dalam kasus itu, Djuyamto bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim.

    Dua hakim lainnya yakni Ali Muhtarom (AM) sebagai Hakim AdHoc dan Agam Syarif Baharudin (ASB) sebagai Hakim Anggota.

    Djuyamto disebut menerima aliran dana suap untuk pengurusan perkara saat ditunjuk menjadi Ketua Majelis Hakim perkara tersebut oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan.

    Sosok kelahiran Sukoharjo pada 18 Desember 1967 disebut menerima suap paling banyak di antara 2 hakim lainnya.

    Djuyamto menerima suap sekitar Rp 7,5 miliar. Sedangkan hakim Agam Syarif Baharudin (ASB) menerima suap Rp 6 miliar dan Ali Muhtarom (AM) menerima Rp 6,5 miliar.

    Sosok Djuyamto

    KLIK SELENGKAPNYA: Berikut Sosok dan Harta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta yang Ditangkap Kejaksaan Agung pada Sabtu (12/4/2025).

    Sosok Djuyamto sudah wara-wiri menangani banyak kasus besar di Indonesia.

    Ia kini menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Jabatannya pun mentereng tercatat di posisi Pembina Utama Muda (IV/c) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Sebelumnya, ia pernah bertugas di sejumlah tempat seperti PN Tanjungpandan, PN Temanggung, PN Karawang, PN Dompu, PN Bekasi, PN Jakarta Utara.  

    Dia juga masuk dalam kepengurusan Ikatan Hakim Indonesia sebagai Sekretaris Bidang Advokasi.  

    Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto saat berbicara di depan awak media, Kamis (30/3/2023). Djuyamto merupakan satu dari tiga hakim yang ditetapkan Kejaksaan Agung sebagai  tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) untuk tiga perusahaan besar pada Minggu (13/4/2025). (KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo) (KOMPAS.com/Dzaky Nurcahyo)

    Namanya semakin terkenal karena sudah banyak menangani kasus besar di antaranya sidang obstruction of justice kasus Ferdy Sambo hingga kasus permohonan praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Dalam perkara ini Djuyamto menjadi hakim tunggal.

    Diketahui, Hasto menggugat KPK lantaran ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam perkara eks calon anggota legislatif dari PDI-P, Harun Masiku.

    Dalam putusannya, Djuyamto tidak menerima gugatan praperadilan yang diajukan Hasto.

    “Mengadili, mengabulkan eksepsi dari termohon, menyatakan permohonan pemohon kabur atau tidak jelas,” kata Hakim Djuyamto dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).

    “Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak diterima,” kata Djuyamto.

    Keputusan yang dibuat Djuyamto sempat membuat kubu Hasto kecewa.

    Kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy mengatakan putusan hakim belum mengacu pada objek pengujian penetapan tersangka dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    “Jadi, sekali lagi, kami perlu sampaikan ini belum selesai. Tidak ada keputusan bahwa substansi permohonan pra peradilan kami ditolak,” ujar Ronny.

    Ia juga pernah menangani kasus kasus pembunuhan satu keluarga di Bekasi dengan terdakwa Harris Simamora saat pindah ke Pengadilan Negeri Kota Bekasi di tahun 2020.

    Saat itu Djuyamto menjadi ketua majelis hakim.

    Nama Djuyamto kembali disorot saat dia ditunjuk sebagai humas, sekaligus anggota majelis hakim di sidang obstruction of justice kasus Ferdy Sambo dengan terdakwa Hendra Kurniawan Cs. 

    Sebagaimana diketahui, Brigjen Hendra Kurniawan Cs diadili terkait perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

    Tak Hanya Brigjen Hendra, AKBP Arif Rahman dan Kombes Pol Agus Nurpatria juga akan disidang dalam perkara yang sama.

    Dalam sidang tersebut, Ahmad Suhel menjadi Ketua Majelis Hakim.

    Sementara Djuyamto menjadi anggota majelis hakim bersama Hendra Yuristiawan.

    Profil Djuyamto

    Djuyamto lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967. Dia menuntaskan studi S1 dan S2 di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Solo (UNS).

    Gelar doktornya juga diperoleh di Fakultas Humum UNS. 

    Djuyamto diketahui merupakan seorang hakim.

    Saat ini Djuyamto bertugas sebagai Pejabat Humas di PN Jakarta Selatan.

    Kini, Djuyamto juga masuk jajaran pengurus pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) periode 2019-2022.

    Dalam situs IKAHI, ikahi.or.id, Djuyamto menjadi anggota Komisi IV, yakni bagian Kehumasan, Advokasi dan Pengabdian Masyarakat.

    Diberitakan Tribunnews.com, Djuyamto pernah menjabat sebagai Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    Ia juga pernah menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Dompu, Nusa Tenggara Barat.

    Djuyamto pun sempat pindah ke Pengadilan Negeri kota Bekasi.

    Harta Kekayaan Djuyamto 

    Melansir dari laman elhkpn https://elhkpn.kpk.go.id/, Djuyamto diketahui memiliki harta kekayaan yang totalnya mencapai Rp 2,9 miliar.

    Berikut rinciannya.

    A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 2.450.000.000

    1. Tanah dan Bangunan Seluas 149 m2/80 m2 di KAB / KOTA KARANGANYAR, HASIL SENDIRI Rp.900.000.000

    2. Tanah dan Bangunan Seluas 150 m2/95 m2 di KAB / KOTA SUKOHARJO, HIBAH DENGAN AKTA Rp.950.000.000

    3. Tanah dan Bangunan Seluas 980 m2/152 m2 di KAB / KOTA SUKOHARJO, HASIL SENDIRI Rp.600.000.000

    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 454.000.000

    1. MOTOR, HONDA BEAT SEPEDA MOTOR Tahun 2015, HASIL SENDIRI Rp. 4.000.000

    2. MOTOR, VESPA SEPEDA MOTOR Tahun 2020, HASIL SENDIRI Rp. 25.000.000

    3. MOBIL, TOYOTA INNOVA REBORN Tahun 2023, HASIL SENDIRI Rp. 425.000.000

    C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 96.100.000

    D. SURAT BERHARGA Rp. —-

    E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 145.000.000

    F. HARTA LAINNYA Rp. 60.000.000

    Sub Total Rp. 3.205.100.000

    III. HUTANG Rp. 250.000.000

    IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN (II-III) Rp. 2.955.100.000

    (TribunJakarta/TribunTimur/Kompas.com)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Kasus Suap Vonis Lepas, Puan Maharani Desak Evaluasi Integritas Hakim

    Kasus Suap Vonis Lepas, Puan Maharani Desak Evaluasi Integritas Hakim

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua DPR Puan Maharani menyatakan keprihatinannya atas penangkapan dan penetapan tiga hakim sebagai tersangka dalam kasus suap vonis lepas korupsi ekspor crude palm oil (CPO) oleh tiga perusahaan besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

    Puan menilai kasus ini harus menjadi momentum untuk mengevaluasi integritas para penegak hukum, khususnya hakim.

    “Sebaiknya dievaluasi bagaimana kemudian integritas dari para penegak hukum untuk bisa dibenahi,” ujar Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/4/2025).

    Diberitakan sebelumnya, tiga hakim yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung adalah Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat serta Djuyamto dari PN Jakarta Selatan. Ketiganya langsung ditahan.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menyebut, mereka merupakan majelis hakim yang memvonis lepas tiga perusahaan dalam kasus dugaan korupsi ekspor CPO. Uang suap miliaran rupiah diduga mereka terima melalui Muhammad Arif Nuryanta, saat itu menjabat sebagai wakil ketua PN Jakarta Pusat.

    Suap vonis lepas tersebut diduga berasal dari Ariyanto, pengacara yang mewakili korporasi terdakwa dalam kasus tersebut.

    “Ketiga hakim itu mengetahui tujuan penerimaan uang tersebut, yaitu agar perkara tersebut diputus ontslag (vonis lepas),” jelas Qohar dalam konferensi pers, Minggu (13/4/2025) malam.

    Kejagung menahan ketiga hakim di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan. Dengan penetapan ini, total tersangka dalam kasus dugaan suap vonis lepas korupsi ekspor CPO menjadi tujuh orang.

    Empat tersangka sebelumnya ialah Wahyu Gunawan (panitera muda perdata PN Jakarta Utara), Marcella Santoso dan Ariyanto (advokat), serta Muhammad Arif Nuryanta (mantan Ketua PN Jakarta Selatan).

    Putusan vonis lepas (ontslaag van rechtsvervolging) terhadap tiga perusahaan tersebut dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025. Kasus suap vonis lepas ini masih bergulir di Kejagung.

  • Profil Djuyamto, Pernah Pimpin Sidang Hasto Kini Tersangka Kasus Suap Migor

    Profil Djuyamto, Pernah Pimpin Sidang Hasto Kini Tersangka Kasus Suap Migor

    Bisnis.com, JAKARTA — Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Djuyamto telah ditetapkan sebagai tersangka pada kasus dugaan suap dalam kepengurusan perkara minyak goreng korporasi di PN Jaksel.

    Dia ditetapkan tersangka atas perannya yang diduga menerima suap agar perkara minyak goreng korporasi itu divonis lepas atau onslag.

    Adapun, saat memutus perkara itu, Djuyamto duduk sebagai ketua majelis hakim. Sementara, Agam Syarif Baharudin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) menjadi hakim anggota.

    “Ketiga orang tersebut adalah ABS selaku hakim PN Jaksel, tersangka AM, tersangka DJU yang bersangkutan hakim PN Selatan yang saat itu menjabat ketua majelis hakim,” ujar Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar di Kejagung, Senin (14/4/2025).

    Qohar menambahkan, Djuyamto diduga telah menerima uang suap sebesar Rp7,5 miliar dalam kasus kepengurusan perkara pemberian fasilitas ekspor minyak goreng korporasi tersebut.

    Profil Djuyamto

    Djuyamto lahir pada 18 Desember 1967 di Sukoharjo. Dia menuntaskan pendidikan sarjana dan magister di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Solo (UNS).   

    Berdasarkan situs resmi PN Jakarta Selatan, Djuyamto menjabata sebagai hakim dengan pangkat pembina utama madya.

    Kemudian, Djuyamto mengawali kariernya di PN Tanjungpandan pada 2002.

    Dia juga sempat ditugaskan di PN Temanggung, PN Karawang, PN Dompu, hingga PN Jakarta Utara.

    Sementara itu, saat ini Djuyamto dikenal sebagai hakim sekaligus pejabat humas di PN Jakarta Selatan.

    Adapun, Djuyamto juga sempat menjadi pengadil pada sejumlah kasus terkenal, seperti kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

    Selanjutnya, menjadi hakim anggota sidang kasus obstruction of justice atau penghalangan perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

    Belakangan, Djuyamto juga telah menjadi halim tunggal pada kasus gugatan praperadilan perkara Ronald Tannur atas terdakwa hakim Heru Hanindyo.

    Selain itu, dia juga didapuk sebagai hakim tunggal sidang gugatan praperadilan dari Sekretaris Jenderal PDIP HastoKristiyanto di kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.

    Djumyanto Punya Harta Rp2,9 Miliar 

    Berdasarkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN), Djuyamto memiliki harta kekayaan Rp2,9 miliar pada 2024.

    Dalam laporan itu, mayoritas harta Djuyamto berada dalam aset tanah dan bangunan sebesar Rp2,4 miliar. Aset tersebut tersebar di Karanganyar dan Sukoharjo.

    Kemudian, Djuyamto juga memiliki aset transportasi dan mesin sebesar Rp401 juta. Perinciannya, Honda Beat (2015) Rp2,5 juta; Motor Vespa (2020) Rp23,5 juta; dan Toyota Innova (2023) Rp375 juta.

    Selain itu, dia juga memiliki harta bergerak Rp 90,5 juta; kas dan setara mas Rp168 juta, harta lainnya Rp60 juta. Adapun, Djuyamto juga tercatat memiliki utang Rp250 juta.

  • Jatah Uang Suap Urus Perkara Ekspor CPO, 3 Hakim Dapat Rp22,5 Miliar

    Jatah Uang Suap Urus Perkara Ekspor CPO, 3 Hakim Dapat Rp22,5 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap pembagian uang dugaan suap yang diterima tersangka dalam kasus kepengurusan vonis ekspor minyak goreng tiga grup korporasi.

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan uang suap yang diduga diterima oleh Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta (MAN) Dkk berasal dari pengacara Aryanto.

    Awalnya, Aryanto menyiapkan Rp20 miliar agar kasus pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tiga grup korporasi divonis lepas atau onslag. Namun, Arif meminta agar Aryanto menaikkan uang suap itu menjadi Rp60 miliar.

    “Tersangka MAN menyetujui pernintaan untuk diputus Onslag namun meminta agar uang Rp20 miliar dua puluh miliar tersebut di kali 3 sehingga totalnya menjadi Rp60 miliar,” ujar Qohar di Kejagung, Senin (14/4/2025).

    Qohar merincikan, pembagian awal uang puluhan miliar itu diberikan kepada tiga oknum hakim sebesar Rp4,5 miliar agar kasus tersebut bisa diatensi.

    Tiga oknum hakim itu adalah Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtarom (AM) dan Djuyamto (DJU). Ketiganya ditunjuk Arif saat menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.

    Kemudian, Wahyu Gunawan (WG) selaku Panitera Muda PN Jakarta Utara telah menerima uang USD50.000 atau setara Rp837 juta sebagai jasa penghubung antara pengacara Aryanto dan Arif Dkk.

    “Tersangka WG mendapatkan US$50.000 sebagai jasa penghubung dari Tersangka MAN,” tambah Qohar.

    Selanjutnya, Arif memanggil Djuyamto Cs sekitar September atau Oktober 2024 untuk memberikan kembali uang Rp18 miliar.

    Uang itu kemudian dibagi tiga dengan Djuyamto, Agam dan Ali di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Selatan.

    Secara terperinci untuk porsinya, Agam menerima uang dugaan suap Rp4,5 miliar; Ali Rp5 miliar; dan Djuyamto Rp6 miliar.

    Adapun, dari uang Djuyamto itu disisihkan Rp300 juta untuk panitera. Alhasil, total uang suap yang diterima tiga hakim ini mencapai Rp22,5 miliar.

    Di samping itu, Qohar menyatakan bahwa penuidik Jampidsus masih mendalami terkait sisa uang suap dari Rp60 miliar sebesar Rp36 miliar.

    “Di mana sisanya? Inilah yang masih kami kembangkan. Apakah sisanya masih ada yang dibagi kepada orang lain, ataukah seluruhnya dikuasai atau dalam penguasaan yang bersangkutan yaitu tersangka MAN,” pungkasnya.

  • Rantai Suap Vonis Kasus Ekspor CPO: Dari Pengacara ke Panitera, Mengalir ke Tangan Tiga Hakim 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 April 2025

    Rantai Suap Vonis Kasus Ekspor CPO: Dari Pengacara ke Panitera, Mengalir ke Tangan Tiga Hakim Nasional 14 April 2025

    Rantai Suap Vonis Kasus Ekspor CPO: Dari Pengacara ke Panitera, Mengalir ke Tangan Tiga Hakim
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Tiga hakim yang membuat vonis lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor
    crude palm oil
    (CPO) ternyata disuap untuk membuat vonis tersebut. 
    Tiga hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) selaku hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, serta Djuyamto (DJU) selaku hakim Pengadilan Jakarta Selatan.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengatakan, pihaknya mendapat fakta adanya kesepakatan antara Aryanto (AR) selaku pengacara tersangka korporasi minyak goreng dengan tersangka Wahyu Gunawan (WG) yang merupakan panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
    Kesepakatannya adalah untuk mengurus perkara korupsi 3 korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus Onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp 20 miliar.
     
    “Selanjutnya kesepakatan tersebut disampaikan oleh tersangka WG kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, MAN (Muhammad Arif Nuryanta), agar perkara tersebut diputus Onslag. Tersangka MAN menyetujui permintaan untuk diputus Onslag, namun meminta agar uang Rp 20 miliar tersebut dikali 3 sehingga totalnya menjadi Rp 60 miliar,”kata Harli dalam keterangan resmi, Senin (14/4/2025).
    Kemudian Wahyu menyampaikan kepada Aryanto agar menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar. Aryanto pun menyerahkan uang Rp 60 miliar tersebut dalam bentuk mata uang dollar AS kepada Wahyu. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada tersangka Arif Nuryanta.
    “Dari kesepakatan tersebut, tersangka Wahyu mendapatkan 50.000 dollar AS sebagai jasa penghubung dari tersangka MAN,” jelas Harli.
    Setelah uang tersebut diterima, Arif yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunjuk Ketua Majelis Hakim yaitu Djuyamto, Hakim Ad Hoc Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharudin sebagai hakim anggota.
    Kemudian setelah terbit penetapan sidang, Arif memanggil Djuyamto dan Agam kemudian memberikan uang dollar AS yang setara dengan Rp 4,5 miliar. Tujuannya agar berkas perkara tersebut diatasi.
    “Kemudian uang Rp 4,5 miliar tersebut dimasukkan ke dalam goodie bag yang dibawa oleh ASB, kemudian dibagi 3 kepada ASB, AL, dan DJU,” jelas Harli.
    Harli menambahkan, sekitar bulan September atau Oktober 2024, Arif menyerahkan kembali uang dollar AS yang setara dengan Rp 18 miliar kepada Djuyamto yang kemudian dibagi 3 di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Selatan.
    Porsi pembagiannya, untuk Agam menerima uang dolar yang setara dengan Rp 4,5 miliar. Lalu, Djuyamto menerima uang setara dengan Rp 6 miliar. Uang dari bagian Djuyamto tersebut dibagikan lagi kepada Panitera sebesar Rp 300.000.000.
    “AL menerima uang berupa dollar AS yang setera dengan Rp 5 miliar. Sehingga total seluruhnya yang diterima Rp 22 miliar,” jelasnya.
    Harli bilang, ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang tersebut agar perkara tersebut diputus Onslag dan pada tanggal 19 Maret 2025 perkara tersebut di putus Onslag.
    “Berdasarkan alat bukti yang cukup pada malam hari ini penyidik menetapkan 3 orang sebagai tersangka, masing-masing, ABS, AM, dan DJU,” ujar Harli.
    Surat penetapan tersangka ABS selaku Karir pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ditetapkan melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-25/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-27/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025.
    Kemudian, tersangka AM selaku Hakim AD Hoc, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-26/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-28/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025.
    Sementara itu, tersangka DJU selaku hakim karir pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-27/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-29/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025.
    Tersangka ABS, Tersangka DJU, dan Tersangka AM disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 Ayat (2) jo. Pasal 18 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Para Tersangka dilakukan penahanan Rutan selama 20 hari ke depan, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 25/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025 atas nama tersangka ASB di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung;
    Lalu, Surat Perintah Penahanan Nomor: 26/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025 atas nama Tersangka AM di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, dan Surat Perintah Penahanan Nomor: 27/F.2/Fd.2/04/2025 tanggal 13 April 2025 atas nama Tersangka DJU di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.