“Naluri Dagang” Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Sebanyak 29
hakim
telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dalam kurun waktu 13 tahun, sejak 2011 hingga 2024.
Data tersebut merupakan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (
ICW
), yang menemukan bahwa 29 hakim tersebut diduga menerima suap untuk mengatur hasil putusan.
“Berdasarkan pemantauan ICW, sejak tahun 2011 hingga tahun 2024, terdapat 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mereka diduga menerima suap untuk ‘mengatur’ hasil putusan. Nilai suap mencapai Rp 107.999.281.345,” lewat keterangan resmi ICW, Rabu (16/4/2025).
Kini pada awal 2025, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat hakim sebagai tersangka dalam
kasus suap
penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
Keempat hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU).
Lalu ada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang memberikan suap kepada Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto.
ICW menilai, perlu adanya pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola internal di Mahkamah Agung (MA).
“Penetapan tersangka suap menunjukkan bahaya mafia peradilan. Praktik jual-beli vonis untuk merekayasa putusan berada pada kondisi kronis,” tulis ICW.
ICW juga mendesak MA untuk memandang mafia peradilan sebagai masalah laten yang harus segera diberantas.
MA harus memetakan potensi korupsi di lembaga pengadilan dengan menggandeng Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan elemen masyarakat sipil.
“Mekanisme pengawasan terhadap kinerja hakim dan syarat penerimaan hakim juga perlu diperketat. Ini dilakukan untuk menutup ruang potensi korupsi,” tulis ICW.
Anggota
Komisi III
DRP Hinca Panjaitan mengatakan, empat hakim yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor CPO menandakan banyaknya hakim yang mempunyai naluri berdagang.
Ia melihat, banyak hakim saat ini yang melihat keadilan dapat menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan.
“Pada realitasnya banyak hakim yang berkompromi dengan naluri dagang. Akhirnya, keadilan jadi komoditas, seolah bisa dijual dan dibeli. Menurut saya, suap terjadi karena pelaku melihat manfaat ekonomi yang melebihi risiko,” ujar Hinca lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/4/2025).
Hinca mengatakan, suap terhadap hakim dapat disebabkan dua hal, yakni kekosongan moralitas atau longgarnya pengawasan
Di samping itu, ia juga menanggapi wacana dinaikkannya gaji hakim untuk mencegah terjadinya praktik suap.
Menurutnya, praktik suap tetap dapat terjadi di lingkungan peradilan dengan caranya tersendiri.
“Maka godaan suap akan tetap menemukan jalannya. Kita bisa menambah angka pendapatan setinggi langit, tetapi bila peluang lolos dari hukuman lebih menggoda, akhirnya transaksi hitam menjadi pilihan rasional,” ujar politikus Partai Demokrat itu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: PN Jakarta Selatan
-
/data/photo/2025/04/14/67fc7fce51c66.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
"Naluri Dagang" Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024 Nasional 16 April 2025
-
/data/photo/2025/04/13/67fb07cec1d2d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO Nasional 16 April 2025
Ketua PN Jaksel Masih Bungkam Soal Aliran Dana Kasus Suap Ekspor CPO
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Kejaksaan Agung
menyatakan, hingga kini Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
,
Muhammad Arif Nuryanta
(MAN) masih enggan buka suara terkait aliran dana dalam kasus dugaan suap untuk kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
“Tetapi, sekarang kan MAN juga belum bicara,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar saat konferensi pers di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Harli menyebutkan, berdasarkan pemeriksaan sejauh ini, baru majelis hakim yang mengakui aliran dana yang mereka terima untuk memberikan putusan ontslag kepada para terdakwa korporasi.
“Yang baru bicara itu kan baru dari majelis hakimnya. Yang menyatakan ada menerima Rp 4,5 miliar di awal untuk membaca berkas, ada menerima Rp 4,5 miliar juga, ada menerima Rp 5 miliar, ada menerima Rp 6 miliar,” jelas Harli.
Saat ini, penyidik juga masih mendalami aliran dana dan besaran uang yang diterima oleh pihak-pihak lainnya.
Dari uang suap senilai Rp 60 miliar, baru Rp 22,5 miliar yang sudah terungkap jelas, yaitu mengalir ke majelis hakim yang menangani perkara.
“Sekarang itu yang kita dalami, apakah misalnya Rp 60 miliar ini memang total diserahkan oleh AR melalui WG kepada MAN? Lalu, dia mendapat apa? Nah, keterangan-keterangan ini sekarang yang terus akan digali dari saksi-saksi yang ada,” kata Harli lagi.
Saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG); serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani
kasus ekspor CPO
divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Deretan Kasus Artis yang Ditangani Hotma Sitompul, Narkoba Raffi Ahmad hingga KDRT Lesty Kejora
TRIBUNJAKARTA.COM – Rekam jejak Hotma Sitompul, pengacara senior Indonesia yang tutup usia pada hari ini, Rabu (16/4/2025) sudah tak bisa diragukan lagi.
Namanya di dunia hukum kian melejit lantaran menangani kasus-kasus besar di Indonesia.
Selain kasus-kasus besar, Hotma Sitompul yang juga saudara Ruhut Sitompul ini turut menangani kasus yang menimpa artis Indonesia.
Di tahun 2013, Hotma Sitompul menangani kasus narkoba yang menimpa Raffi Ahmad.
Raffi Ahmad ditangkap atas kasus dugaan penyalahgunaan narkoba pada 27 Januari 2013.
Saat itu, Raffi Ahmad ditangkap dikediamannya oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).
Adapun barang bukti dari Tempat Kejadian Perkara (TKP) yakni dua linting ganja dan 14 butir pil ekstasi.
Kemudian, dalam podcast Deddy Corbuzier, ayah Rafatar itu mengungkap kalau dulu dia menggunakan obat tersebut yang termasuk jenis cathinone (katinon).
lihat foto
KLIK SELENGKAPNYA: Berikut Sosok dan Harta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta yang Ditangkap Kejaksaan Agung pada Sabtu (12/4/2025).Selanjutnya di tahun 2019 ia juga menangani kasus yang menimpa Baim Wong.
Kasus tersebut merupakan kasus perdata Baim Wong dengan QQ Production milik Astrid.
Persidangannya pun berlangsung di Pengadilan Negeri Bogor, Jawa Barat.
Selanjutnya, di tahun 2022, Hotma Sitompul digandeng Rizky Billar sebagai pengacaranya.
Ayah tiri dari Bams eks vokalis Samson ini menjadi kuasa hukum tersangka kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap Lesty Kejora.
Diketahui, kasus ini sempat membuat heboh.
Pasalnya pada 28 September 2022 pukul 01.51 WIB dini hari, pemilik nama asli Muhammad Rizky itu melakukan KDRT terhadap istrinya di kediaman keduanya, Cilandak, Jakarta Selatan.
Saat itu, Rizky Billar melakukan kekerasan fisik dengan mendorong dan membanting Lesty Kejora ke kasur serta mencekik leher Lesty.
Hingga akhirnya Lesty Kejora jatuh ke lantai.
Tak sampai di situ, pada paginya, Rizky Billar menarik tangan istrinya itu ke arah kamar mandi.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
-

Tersangka Kasus Suap Hakim Perkara Ekspor CPO jadi 8, Ini Daftarnya
Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap perkara ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.
Tersangka teranyar ini berasal pihak swasta yakni Muhammad Syafei (MSY) selaku Head of Social Security and License atau Kepala Legal Wilmar Group.
Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan Syafei berperan sebagai penyedia uang suap agar kasus minyak goreng korporasi itu bisa divonis lepas atau onstlag.
Mulanya, Syafei hanya menyediakan Rp20 miliar. Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) meminta uang itu dikalikan tiga atau menjadi Rp60 miliar.
“Lalu Tersangka MS menghubungi Sdr. MSY dan Sdr. MSY menyanggupi akan menyiapkan permintaan tersebut dalam mata uang asing [SGD atau USD],” ujar Qohar di Kejagung, Selasa (15/4/2025).
Singkatnya, uang itu diterima Arif dan kemudian diduga didistribusikan kepada tiga hakim mulai dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom sebesar Rp22,5 miliar.
Dari uang tersebut juga, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara mendapatkan jatah USD50.000 atas jasanya yang menghubungkan Arif dengan pengacara sekaligus tersangka Ariyanto.
Adapun, atas penetapan Syafei ini, total tersangka kasus suap tersebut menjadi 8 orang. Berikut perinciannya:
1. Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN)
2. Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG)
3. Pengacara Ariyanto (AR)
4. Pengacara Marcella Santoso (MS)
5. Hakim Djuyamto (DJU)
6. Hakim Agam Syarif Baharudin (ASB)
7. Hakim Ali Muhtarom (AM)
8. Head of Social Security and License Wilmar Group, Muhammad Syafei (MSY).
-

Daftar 8 Orang Tersangka Kasus CPO: 1 Orang Baru Diungkap Kejagung, Skandal Suap Tembus Rp60 Miliar
TRIBUNJAKARTA.COM – Sebanyak delapan tersangka sudah diumumkan menjadi tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.
Nama-nama yang sudahd itetapkan menjadi tersangka memilik berbagai profesi di antaranya hakim dan juga kuasa hukum.
Kasus ini berhasil terbongkar dan angka suap yang diberikan kepada sejumlah pihak sangat besar menyentuh angka Rp60 miliar.
Kasus suap ini berawal dari keinginan memuluskan perkara korupsi ekspor CPO dari tiga korporasi CPO mendapat vonis lepas.
Ketiga korporasi CPO itu adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Ariyanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi kasus tersebut berkomunikasi dengan tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari.
Lalu, Wahyu Gunawan berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan permintaan vonis onslag tersebut.
Arif pun menyetujui permintaan tersebut. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi pihak pengacara yakni dengan melipat gandakan uang suap tersebut.
“Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” tuturnya.
Permintaan itu pun disetujui, oleh pihak pengacara tersangka korporasi dan diserahkan kepada Arif melalui Wahyu Gunawan.
“Pada saat itu wahyu Gunawan diberi oleh Muhamad Arif Nuryanta sebesar 50.000 USD sebagai jasa penghubung dari Muhamad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” ungkapnya.
Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.
Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar.
Terbaru kini Kejagung menetapkan satu orang tersangka yakni Head and Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei (MSY).
“Kami menetapkan 1 orang tersangka atas nama MSY di mana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Adapun pasal yang disangkakan kepada yang bersangkutan yaitu melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a, juncto Pasal 5 Ayat 1, juncto Pasal 13, juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat 1 di Tap UU Hukum Pidana.
“Terhadap tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan, terhitung mulai hari ini di rutan Salemba Cabang Kejagung RI,” ucapnya.
Daftar 8 orang yang sudah ditetapkan tersangka:
Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Ketua PN Jakarta Selatan
Agam Syarif Baharuddin (ASB), Hakim PN Jakarta Pusat
Ali Muhtarom (AM), Hakim PN Jakarta Pusat
Djuyamto (DJU), Hakim PN Jakarta Selatan
Wahyu Gunawan (WG), Panitera Muda Perdata Jakarta Utara
Marcella Santoso (MS), Kuasa Hukum Korporasi CPO
Ariyanto Bakri (AB), Kuasa Hukum Korporasi CPO
Muhammad Syafei (MSY), Head and Social Security Legal Wilmar Group
(TribunJakarta)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.
Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
-

Peran Kepala Legal Wilmar Group di Kasus Suap Hakim Vonis Putusan Lepas
Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap peran Head of Social Security and License Wilmar Group, Muhammad Syafei (MSY), dalam skandal suap hakim yang memvonis ontslag atau lepas terhadap terdakwa korporasi pada perkara korupsi minyak goreng. Syafei disebut menjadi pihak yang menyediakan uang suap Rp 60 miliar guna memuluskan putusan perkara itu.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan kronologi praktik suap itu. Dia mengatakan pemberian suap itu berawal ketika pertemuan antara Ariyanto (AR) selaku pengacara dari terdakwa korporasi kasus korupsi bahan baku minyak goreng dengan panitera bernama Wahyu Gunawan (WG). Keduanya telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Dalam pertemuan itu, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto bahwa perkara yang tengah berproses di PN Tipikor Jakpus itu harus diurus. Jika tidak, maka putusan yang dijatuhkan bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa.
“Pada saat itu, Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng mentah harus diurus. Jika tidak, putusannya bisa maksimal. Bahkan, melebihi tuntutan jaksa penuntut umum,” kata Qohar dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025).
Wahyu kemudian meminta Ariyanto selaku penasehat tersangka korporasi untuk mempersiapkan biaya pengurusan perkara. Permintaan itu kemudian diteruskan Ariyanto kepada Marcella Santoso (MS) yang juga merupakan pengacara terdakwa korporasi.
Marcella juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu. Mendapat informasi itu, Marcella kemudian bertemu dengan Syafei guna menyampaikan informasi biaya pengurusan perkara tersebut. Syafei menyanggupinya.
Hanya saja, Qohar menyebut, kala itu Syafei menyampaikan bahwa biaya yang disediakan pihak korporasi hanya sebesar Rp 20 miliar. Menindaklanjuti hal itu, Wahyu bersama Ariyanto melakukan pertemuan dengan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang waktu itu Arif masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
“Dalam hal ini, MAN atau Muhammad Arif Nuryanta meminta agar uang Rp 20 miliar dikalikan tiga, sehingga jumlahnya Rp 60 miliar,” jelas Qohar.
Setelah pertemuan tersebut, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto agar segera menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar tersebut. Permintaan itu diteruskan kepada Marcella yang kemudian menghubungi Syafei.
Tak lama, Syafei menghubungi Marcella dan mengatakan bahwa uang yang diminta telah disiapkan. Marcella kemudian mengarahkan Syafei kepada Ariyanto. Hingga akhirnya keduanya bertemu di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, dalam rangka penyerahan uang Rp 60 miliar.
Uang senilai Rp 60 miliar itu kemudian diantarkan Ariyanto ke rumah panitera Wahyu Gunawan di kawasan Jakarta Utara. Oleh Wahyu uang tersebut langsung diserahkan kepada Arif.
“Saat penyerahan uang tersebut, Arif memberikan uang kepada Wahyu Gunawan sebanyak USD 50 ribu (setara Rp 839,9 juta),” terang dia.
Kini, Syafei (MSY) telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
“Penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup, sehingga pada malam ini menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY. Dimana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group,” imbuh Qohar.
Atas perbuatannya, tersangka Syafei dikenai Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 13 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sebanyak tujuh tersangka dalam skandal suap vonis lepas kasus migor. Ketujuh tersangka terdiri dari empat hakim, satu panitera dan dua pengacara. Berikut daftarnya:
1. Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
2. Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim
3. Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim
4. Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim
5. Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera
6. Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
7. Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacaraAwalnya ada 3 korporasi yang sejatinya sedang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dalam perkara dugaan korupsi minyak goreng atau migor itu. Ketiganya memberikan kuasa pada Marcella dan Ariyanto. Secara mengejutkan, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam, dan Ali menjatuhkan putusan ontslag atau lepas yang artinya bahwa perbuatan yang dilakukan 3 korporasi itu bukanlah tindak pidana.
Dari pengusutan kejaksaan ditemukan adanya informasi dugaan suap di balik putusan itu. Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanto diketahui sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Waka PN Jakpus) yang memiliki wewenang menunjuk hakim yang mengadili perkara.
Singkatnya terjadi kongkalikong antara pihak Marcella-Ariyanto dengan Muhammad Arif Nuryanto. Duit suap Rp 60 miliar mengalir ke Arif Nuryanto dan sebagian di antaranya dialirkan ke 3 majelis hakim. Sedangkan Wahyu Gunawan selaku panitera menjadi perantara suap.
(ond/fca)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Kejagung Sita Mobil hingga Sepeda Brompton saat Penggeledahan Terkait Suap Vonis Lepas CPO – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penggeledahan di tiga lokasi berbeda terkait kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng.
Adapun tiga lokasi yang digeledah penyidik Kejagung terletak di dua wilayah, yakni Palembang Sumatera Selatan dan DKI Jakarta.
“Bahwa pada hari ini tanggal 15 April 2025 tim penyidik Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia melakukan penggeledahan di tiga tempat di dua provinsi,” kata Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejagung, Abdul Qohar saat konferensi pers, Selasa (15/4/2025).
Qohar menuturkan, dari hasil penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti salah satunya dokumen yang berkaitan dengan perkara tersebut.
Selain dokumen, penyidik juga menyita barang bukti berupa mobil dan sepeda milik para tersangka.
“Dalam penggeledahan tersebut ditemukan sejumlah dokumen yang berkaitan dengan perkara ini. Kemudian juga melakukan penyitaan untuk 2 unit mobil Mercedes-Benz (Mercy), 1 mobil merk Honda CRV, kemudian ada 4 sepeda Brompton,” jelasnya.
Terkait hal ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar menambahkan, bahwa penggeledahan di Jakarta dilaksanakan di Apartemen Place Kuningan Lantai 9 Unit II, Jakarta Selatan.
Sedangkan penggeledahan di Palembang, Harli menjelaskan, penyidik menggeledah rumah yang terletak di Jalan Kancil Putih I, LR Puskesmas 11, RT 036/RW010 Kelurahan Demang Lebar Daun, Kecamatan Ilir Barat I.
Sementara satu lokasi penggeledahan lainnya, Harli hanya mengatakan bahwa kegiatan itu dilakukan di sebuah rumah yang dijadikan kantor.
“Penggeledahan itu dilakukan terkait (tersangka) MSY (Muhammad Syafei),” kata Harli.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan satu orang tersangka baru dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah penyidik Jampidsus Kejagung menemukan alat bukti yang cukup.
KASUS VONIS LEPAS – Penampakan tersangka baru kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor CPO, Legal PT Wilmar Group Muhammad Syafei saat digiring petugas Kejaksaan Agung ke mobil tahanan, Selasa (15/4/2025). (Dok Kejagung)
Adapun tersangka baru ini yakni Head and Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei (MSY).
“Sehingga malam ini menetapkan 1 orang tersangka atas nama MSY di mana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Adapun pasal yang disangkakan kepada yang bersangkutan yaitu melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a, juncto Pasal 5 Ayat 1, juncto Pasal 13, juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat 1 di Tap UU Hukum Pidana.
“Terhadap tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan, terhitung mulai hari ini di rutan Salemba Cabang Kejagung RI,” ucapnya.
Untuk informasi, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.
Ketujuh orang itu yakni MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu MS dan AR berprofesi sebagai advokat.
Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Ariyanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi kasus tersebut berkomunikasi dengan tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari.
Lalu, Wahyu Gunawan berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan permintaan vonis onslag tersebut.
Arif pun menyetujui permintaan tersebut. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi pihak pengacara yakni dengan melipat gandakan uang suap tersebut.
“Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” tuturnya.
Permintaan itu pun disetujui, oleh pihak pengacara tersangka korporasi dan diserahkan kepada Arif melalui Wahyu Gunawan.
“Pada saat itu wahyu Gunawan diberi oleh Muhamad Arif Nuryanta sebesar 50.000 USD sebagai jasa penghubung dari Muhamad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” ungkapnya.Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.
Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar. (*)
-

Kejagung Dalami Sumber Duit Suap Rp 60 M Selain Wilmar di Kasus Vonis Lepas
Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan masih terus mendalami keterlibatan korporasi-korporasi dalam kasus suap Rp 60 miliar di balik vonis ontslag atau lepas terdakwa korporasi pada perkara korupsi minyak goreng. Saat ini baru terkuak duit pelicin itu berasal dari Head of Social Security and License Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY).
“Jadi itulah yang saat ini sedang kami kembangkan ya,” kata Qohar dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025) malam. Qohar menjawab pertanyaan tentang apakah ada perusahaan lain selain Wilmar yang terlibat memberikan duit pelicin Rp 60 miliar itu.
Qohar masih belum dapat menjelaskan lebih detail mengenai asal-usul suap. Dia menegaskan proses penyidikannya masih berjalan.
“Penyidikan terus berjalan dengan waktu yang sangat cepat. Tiga hari penyidik sudah menetapkan 8 orang tersangka,” ucap dia.
Karena itu, Qohar meminta masyarakat untuk bersabar menunggu kepastian lainnya terkait perkara itu. Dia berjanji akan menyampaikan perkembangan kasus secara terbuka.
“Tentu pekerjaan yang sangat singkat dan tentu pekerjaan yang sangat cepat. Untuk itu saya minta para teman-teman bersabar, Setiap perkembangan pasti akan kami sampaikan,” kata Qohar.
“Dari korporasi, sampai saat ini belum. Kan saya bilang Ini kan nanti dikembangkan terus ya. Baru tiga hari, harus sabar,” tutur Qohar.
“Penyidik kita itu jumlahnya sangat terbatas. Yang ditangani sangat banyak. Teman-teman jurnalis minta semuanya cepat selesai. Berarti harus sabar ya, pasti akan kita sampaikan,” imbuh dia.
Adapun kini total ada 8 tersangka dalam perkara ini. Berikut rinciannya:
1. Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
2. Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim
3. Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim
4. Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim
5. Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera
6. Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
7. Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacara
8. Muhammad Syafei (MSY) selaku Head of Social Security and License Wilmar GroupAwalnya ada 3 korporasi yang sejatinya sedang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dalam perkara dugaan korupsi minyak goreng atau migor itu. Ketiganya memberikan kuasa pada Marcella dan Ariyanto. Secara mengejutkan, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam, dan Ali menjatuhkan putusan ontslag atau lepas yang artinya bahwa perbuatan yang dilakukan 3 korporasi itu bukanlah tindak pidana.
Dari pengusutan kejaksaan ditemukan adanya informasi dugaan suap di balik putusan itu. Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanto diketahui sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Waka PN Jakpus) yang memiliki wewenang menunjuk hakim yang mengadili perkara.
Singkatnya terjadi kongkalikong antara pihak Marcella-Ariyanto dengan Muhammad Arif Nuryanto. Duit suap Rp 60 miliar mengalir ke Arif Nuryanto dan sebagian di antaranya dialirkan ke 3 majelis hakim. Sedangkan Wahyu Gunawan selaku panitera menjadi perantara suap.
(ond/fca)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Jadi Tersangka Baru Kasus Suap Vonis Lepas CPO, Ini Peran Legal PT Wilmar Group Muhammad Syafei – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Legal PT Wilmar Group Muhammad Syafei sebagai tersangka baru kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Usai ditetapkan sebagai tersangka, alhasil terungkap peran dari Syafei dalam kasus yang turut melibatkan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Djuyamto dan kawan-kawan itu.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, Syafei diketahui berperan menyediakan uang kepada pengacara tiga korporasi CPO, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri yang telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka.
Qohar mengatakan fakta itu diperoleh bermula dari adanya pertemuan antara Arianto dengan tersangka Wahyu Gunawan yang merupakan panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Kata Qohar, Wahyu menyampaikan pada Arianto yang mengharuskan agar perkara minyak goreng atau CPO itu diurus.
“Jika tidak, putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan Penuntut umum,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Selasa (15/4/2025).
Masih dalam pertemuan tersebut, Wahyu lanjut Qohar juga menyampaikan pada Arianto untuk segera menyiapkan biaya kepengurusan perkara tersebut.
Atas permintaan dari Wahyu itu, Arianto lantas menyampaikan hasil pertemuannya kepada Marcella Santoso yang kemudian ditindaklanjuti dengan bertemu Syafei.
Qohar menjelaskan, pertemuan antara Marcella dan Syafei terjadi di rumah makan Daun Muda di Jalan Walter Mongonsidi, Jakarta Selatan.
“MS menyampaikan perihal informasi yang diperoleh dari AR dimana saat itu WG yang mengatakan bahwa WG bisa membantu pengurusan perkara minyak goreng yang ditanganinya,” jelas Qohar.
Setelah mendapat informasi dari Marcella, Syafei pun mengatakan bahwa telah dibentuk tim yang disiapkan untuk mengurus perkara tersebut.
Selang dua pekan, Ariyanto kemudian kembali dihubungi oleh Wahyu Gunawan. Saat itu Wahyu menekankan pada Arianto agar perkara tersebut segera diurus.
Usai memperoleh informasi itu, Arianto lantas kembali menyampaikannya kepada Marcella Santoso.
“Kemudian MS kembali bertemu lagi dengan MSY di tempat makan Daun Muda, di tempat yang sama dengan pertemuan tadi,” ucapnya.
“Dan saat itu MSY memberitahukan atau mengatakan bahwa biaya yang disediakan korporasi sebesar Rp 20 miliar,” katanya.
Berdasarkan hasil pertemuan dengan Syafei, Marcella kemudian menggelar pertemuan dengan Arianto, Wahyu dan tersangka sekaligus mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta di Rumah Makan Layer Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.
Dalam pertemuan itu Arif Nuryanta mengultimatum Marcella dan Arianto bahwa perkara minyak goreng tersebut tidak bisa diputus bebas.
“Tetapi bisa diputus Onslag dan yang bersangkutan dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryanta meminta agar uang Rp 20 miliar dikalikan jadi tiga sehingga jumlah totalnya Rp 60 miliar,” ujar Qohar.
Setelah pertemuan tersebut, Wahyu Gunawan menyampaikan lagi kepada Arianto untuk segera menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar seperti yang diminta Arif.
Arianto kemudian menyampaikan kepada Marcella dan lalu dilanjutkan lagi kepada Syafei.Saat Marcella menghubungi Syafei, pegawai Wilmar Group itu pun menyanggupi dan akan menyiapkan uang tersebut dalam bentuk dollar Amerika Serikat (USD) atau Dollar Singapura (SGD).
Syafei kemudian menghubungi Marcella dan menyatakan bahwa uang suap tersebut telah siap untuk diantar.
“Selanjutnya MS memberikan nomor Hp AR ke MSY untuk pelaksanaan penyerahan. Setelah ada komunikasi antara AR dan MSY, kemudian AR bertemu dengan MSY diperkirakan SCBD dan selanjutnya MSY menyerahkan uang tersebut kepada AR,” jelasnya.
KASUS SUAP – Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Ia menyampaikan pihaknya kembali menetapkan satu orang tersangka baru dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO. (Tangkap layar kanal YouTube KEJAKSAAN RI)
Usai menerima uang dari Syafei, Arianto langsung mengantarkannya ke rumah Wahyu Gunawan di Cluster Ebonny Jalan Eboni 6 Blok AE, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara.
Setelah menerima uang, Wahyu lantas menyerahkannya kepada Arif Nuryanta dan ia mendapat jatah sebesar 50.000 USD atau setara Rp 800 juta (kurs rupiah saat ini).
“Kemudian berdasarkan keterangan saksi dan dokumen baik yang diperoleh hari ini maupun dua hari lalu, penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup sehingga menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY dimana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group,” jelas Qohar.
Untuk informasi, Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.
Ketujuh orang itu yakni MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu MS dan AR berprofesi sebagai advokat.
Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Ariyanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi kasus tersebut berkomunikasi dengan tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari.
Lalu, Wahyu Gunawan berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan permintaan vonis onslag tersebut.
Arif pun menyetujui permintaan tersebut. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi pihak pengacara yakni dengan melipat gandakan uang suap tersebut.
“Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” tuturnya.
Permintaan itu pun disetujui, oleh pihak pengacara tersangka korporasi dan diserahkan kepada Arif melalui Wahyu Gunawan.
“Pada saat itu wahyu Gunawan diberi oleh Muhamad Arif Nuryanta sebesar 50.000 USD sebagai jasa penghubung dari Muhamad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” ungkapnya.
Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.
Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar. (*)
-

Kejagung Ungkap Sumber Suap Rp 60 M ke Ketua PN Jaksel hingga Hakim Kasus Migor
Jakarta –
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap asal-usul duit sogokan Rp 60 miliar ke hakim di balik vonis ontslag atau lepas terhadap terdakwa korporasi perkara korupsi minyak goreng. Belakangan diungkap uang itu berasal dari seseorang berinisial MSY.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyebut pihaknya telah menetapkan MSY atau Muhammad Syafei selaku Head of Social Security and License Wilmar Group sebagai tersangka baru dalam perkara itu. Dengan penetapan itu, total ada delapan tersangka yang dijerat Kejagung dalam skandal suap itu.
“Penyidik menyimpulkan telah ditemukan dua alat bukti yang cukup, sehingga pada malam ini menetapkan satu orang tersangka atas nama MSY. Dimana yang bersangkutan sebagai Social Security Legal Wilmar Group,” kata Qohar dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025) malam.
Qohar menyebut dugaan suap tersebut berawal saat pertemuan antara Ariyanto (AR) selaku pengacara dari terdakwa korporasi kasus korupsi bahan baku minyak goreng dengan panitera bernama Wahyu Gunawan (WG) di. Keduanya juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Dalam pertemuan itu, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto bahwa perkara yang tengah berproses di PN Tipikor Jakpus itu harus diurus. Jika tidak, maka putusan yang dijatuhkan bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa.
“Dalam pertemuan tersebut, Wahyu Gunawan juga menyampaikan agar AR selaku pihak korporasi untuk menyiapkan biaya kepengurusannya,” ungkap Qohar.
Mendapat informasi itu, Marcella kemudian bertemu dengan Syafei guna menyampaikan informasi biaya pengurusan perkara tersebut. Syafei menyanggupinya.
Hanya saja, kala itu dia menyampaikan bahwa biaya yang disediakan pihak korporasi hanya Rp 20 miliar. Menindaklanjuti hal itu, Wahyu bersama Ariyanto melakukan pertemuan dengan Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN).
“Dalam hal ini, MAN atau Muhammad Arif Nuryantah meminta agar uang Rp 20 miliar dikalikan tiga, sehingga jumlahnya Rp 60 miliar,” jelas Qohar.
Setelah pertemuan tersebut, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto agar segera menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar tersebut. Permintaan itu diteruskan kepada Marcella yang kemudian menghubungi Syafei.
Qohar menyebut bahwa Syafei menyanggupi permintaan Rp 60 miliar itu dan langsung menyiapkan uangnya dalam bentuk pecahan mata uang asing.
Tak lama, Syafei menghubungi Marcella dan mengatakan bahwa uang yang diminta telah disiapkan. Dia juga menanyakan kemana uang tersebut harus diantar.
Marcella kemudian mengarahkan Syafei kepada Ariyanto. Hingga akhirnya keduanya bertemu di kawasan SCBD, Jakarta Selatan dalam rangka penyerahan uang Rp 60 miliar.
Uang senilai Rp 60 miliar itu kemudian diantarkan Ariyanto ke rumah panitera Wahyu Gunawan di kawasan Jakarta Utara. Oleh Wahyu uang tersebut langsung diserahkan kepada Arif.
“Saat penyerahan uang tersebut, Arif memberikan uang kepada Wahyu Gunawan sebanyak USD 50 ribu (setara Rp 839,9 juta),” terang dia.
Kini, Syafei (MSY) langsung ditahan di Rumah Tahanan Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Atas perbuatannya, Syafei dijerat Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 13 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sebanyak tujuh tersangka dalam skandal suap vonis lepas kasus migor. Ketujuh tersangka terdiri dari empat hakim, satu panitera dan dua pengacara. Berikut daftarnya:
1. Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
2. Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim
3. Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim
4. Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim
5. Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera
6. Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
7. Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacaraAwalnya ada 3 korporasi yang sejatinya sedang diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group dalam perkara dugaan korupsi minyak goreng atau migor itu. Ketiganya memberikan kuasa pada Marcella dan Ariyanto. Secara mengejutkan, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam, dan Ali menjatuhkan putusan ontslag atau lepas yang artinya bahwa perbuatan yang dilakukan 3 korporasi itu bukanlah tindak pidana.
Dari pengusutan kejaksaan ditemukan adanya informasi dugaan suap di balik putusan itu. Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanto diketahui sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Waka PN Jakpus) yang memiliki wewenang menunjuk hakim yang mengadili perkara.
Singkatnya terjadi kongkalikong antara pihak Marcella-Ariyanto dengan Muhammad Arif Nuryanto. Duit suap Rp 60 miliar mengalir ke Arif Nuryanto dan sebagian di antaranya dialirkan ke 3 majelis hakim. Sedangkan Wahyu Gunawan selaku panitera menjadi perantara suap.
(ond/fca)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini