Kementrian Lembaga: PN Jakarta Selatan

  • Silfester Divonis Penjara dalam Kasus Memfitnah JK pada 2019, Namun hingga Kini Belum Dieksekusi

    Silfester Divonis Penjara dalam Kasus Memfitnah JK pada 2019, Namun hingga Kini Belum Dieksekusi

    GELORA.CO –  Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis melakukan kunjungan ke Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, pada Kamis, 31 Juli 2025. Agenda tersebut adalah mendesak pihak berwajib segera memproses hukum untuk Ketua Solidaritas Merah Putih, Silfester Matutina.

    Dari pantauan KBA News, mereka melakukan konferensi pers sekitar pukul 13:30 WIB. Mereka yang hadir dalam acara tersebut antara lain Ahmad Khozinudin, Roy Suryo, Kurnia Tri Royani dan beberapa Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis lainnya.

    Koordinator Non Litigasi Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis, Ahmad Khozinudin mengatakan, kasus Silfester Matutina tersebut terjadi tahun 2019.

    Kasus bermula, saat keluarga mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla (JK) mengadukan Silfester Matutina ke pihak kepolisian tahun 2017. Tim advokat keluarga JK melaporkan Silfester Matutina ke Bareskrim Polri. Ia menuding bahwa banyaknya masyarakat yang miskin saat itu disebabkan karena adanya korupsi yang dilakukan oleh keluarga JK.

    Selain itu, ia juga dilaporkan karena tudingan soal intervensi JK dalam Pilkada DKI 2017. Silfester Matutina memfitnah JK menggunakan agama dan menggunakan masjid untuk memenangkan Anies Baswedan. Pada intinya, laporan itu ditindaklanjuti dan berujung vonis hingga tingkat Kasasi di Mahkamah Agung (MA).

    Ahmad Khozinudin memaparkan, dalam putusan Kasasi dengan nomor perkara: 287 K/Pid/2019 atas nama terdakwa Silfester Matutina, yang telah diputus pada hari Senin tanggal 20 Mei 2019, telah menyatakan:

    Pertama, menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I/Terdakwa Silfester Matutina dan Pemohon Kasasi II/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tersebut.

    Kedua, memperbaiki Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 297/Pid/2018/PT.DKI tanggal 29 Oktober 2018 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 100/PID.B/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 30 Juli 2018 tersebut mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa menjadi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan.

    Ketiga, membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah).

    Dasar pertimbangan Judex Juris putusan kasasi nomor: 287 K/Pid/2019 tanggal 20 Mei 2019 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 297/Pid/2018/PT.DKI tanggal 29 Oktober 2018 Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 100/PID.B/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 30 Juli 2018 tersebut adalah karena terdakwa Silfester Matutina telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan fitnah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 311 KUHP.

    “Hingga saat ini menurut berbagai sumber informasi yang kami terima belum pernah dilakukan eksekusi terhadap Silfester Matutina. Padahal, vonis 1 tahun 6 bulan untuk terdakwa Silfester Matutina telah berkekuatan hukum tetap,” kata Ahmad Khozinudin.

    Ia juga mengatakan, ada informasi bahwa Silfester Matutina telah meminta maaf kepada JK dan JK sudah memaafkan. Akan tetapi, kata dia, maaf dari JK ini tidak membatalkan putusan Kasasi Mahkamah Agung dan tidak bisa menunda apalagi membatalkan proses eksekusi.

    Kecuali, lanjut dia, Silfester Matutina meminta maaf saat keluarga JK membuat laporan. Kemudian, laporan tersebut dicabut, maka kasus selesai.

    Proses hukum terhadap Silfester Matutina telah melewati proses penyidikan di Polri, penuntutan oleh Jaksa, hingga vonis oleh Hakim di Pengadilan tingkat pertama.

    “Vonis itu, juga sudah diajukan Banding dan Kasasi. Hingga akhirnya, putusan Kasasi mengganjar pidana penjara 1 tahun 6 bulan, atas kelancangan mulut Silfester Matutina terhadap keluarga Pak JK,” ujarnya.

  • 6
                    
                        Nikita Mirzani Murka Saat Sidang, Tolak Kembali ke Rutan dan Berseteru dengan Jaksa
                        Megapolitan

    6 Nikita Mirzani Murka Saat Sidang, Tolak Kembali ke Rutan dan Berseteru dengan Jaksa Megapolitan

    Nikita Mirzani Murka Saat Sidang, Tolak Kembali ke Rutan dan Berseteru dengan Jaksa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Terdakwa kasus dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU)
    Nikita Mirzani
    murka dan menolak kembali ke rumah tahanan (rutan) usai persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (31/7/2025).
    Nikita mendesak Majelis Hakim PN Jaksel memutar audio dalam
    flashdisk
     yang ia berikan dalam sidang. 
    Kata Nikita, audio itu berisi percakapan antara jaksa penuntut umum (JPU) dengan Dokter Reza Gladys, pelapor kasus dugaan pemerasan dan TPPU yang menjerat Nikita. Menurut dia, percakapan itu memengaruhi jalannya persidangan kasus ini.
    Adapun permintaan tersebut disampaikan Nikita sesaat setelah Ketua Majelis Hakim Khairul Soleh menutup jalannya sidang. Saat itu, hakim meminta Nikita dibawa kembali ke rumah tahanan (rutan).
    “Jadi kita tunda untuk saksi penuntut umum hari Kamis depan tanggal 7 Agustus 2025. Terdakwa tetap jaga kesehatan dan kembali lagi ke tahanan, dan kepada penuntut umum untuk menghadirkan lagi terdakwa…” kata Hakim Khairul.
    “Izin, Yang Mulia. Saya tidak mau balik ke tahanan. Saya minta rekamannya diputar di muka persidangan,” katanya di kursi terdakwa ruang sidang utama PN Jakarta Selatan.
    Nikita menolak kembali ke rutan karena menurutnya kasus ini konyol.
    “Saya enggak mau pulang ke rutan untuk kasus pidana yang konyol seperti ini. Sudah cukup lima bulan saya berdiam diri,” katanya dengan nada tinggi. 
    Lantaran hakim tak merespons, Nikita malah mengancam akan memutar sendiri audio yang dia maksud.
    “Kalau tidak, saya putar sendiri dari
    handphone
    ,” katanya.
    Tak lama, petugas perempuan berseragam cokelat menghampiri Nikita dan hendak membawanya kembali ke rutan. Namun, Nikita menolak.
    Nikita lantas beranjak dari kursi terdakwa di hadapan Majelis Hakim menuju kursi penasihat hukumnya di sisi kanan ruang sidang. 
    Ia duduk dengan wajah penuh emosi sambil memegang ponsel. Saat itu, Majelis Hakim sudah meninggalkan ruangan.
    Namun, Nikita yang duduk langsung menolak dan berulang kali menepis tangan jaksa tersebut.
    “Anda akan mempunyai waktu untuk mengirimkan alat bukti. Setelah kami selesai dengan saksi-saksi kami. Anda punya waktu untuk namanya keterangan yang saksi, alat bukti lain, barang bukti lain. Berdasarkan KUHAP,” kata jaksa kepada Nikita.
    Situasi memanas, baik jaksa maupun Nikita terlihat geram. Nikita lantas bangkit dari tempat duduknya dan kembali menolak dipakaikan rompi tahanan. 
    Tak mau kalah, sang jaksa terus meminta Nikita memakai rompi tahanan. Mata sang jaksa terlihat melotot dan nada bicaranya meninggi. 
    “Pakai! Pakai!” kata jaksa.
    Jaksa juga menjelaskan bahwa persidangan telah ditutup dan akan dilanjutkan pekan depan. 
    Namun, sang terdakwa berulang kali menepis tangan jaksa itu dengan keras hingga rompi tahanan terjatuh. 
    “Jangan sentuh saya! Saya sudah dikriminalisasi selama lima bulan. Waktu saya sudah habis terbuang. Saya tidak bisa merawat anak-anak saya. Saya minta rekaman diputar,” kata Nikita dengan nada tinggi.
    Tak berapa lama, aparat keamanan datang dan membawa Nikita keluar dari ruang sidang secara paksa. Nikita pun akhirnya memakai sendiri rompi tahanan yang semula ia tolak.
    Nikita dibawa keluar ruang sidang dengan pengawalan ketat. Sang terdakwa masih tampak menggerutu. 
    Pada akhirnya, Nikita tetap dikembalikan ke Rutan Pondok Bambu. Sementara sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi akan digelar pada Kamis (7/8/2025).
    Sebelumnya diberitakan, Nikita Mirzani didakwa melakukan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap pemilik produk kecantikan bernama dokter Reza Gladys.
    Perbuatan itu dilakukan Nikita bersama asistennya, Ismail Marzuki.
    Dakwaan ini dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/6/2025).
    “Melakukan tindak pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia,” kata jaksa.
    Nikita disebut melakukan siaran langsung TikTok melalui akun @nikihuruhara di mana ia menjelek-jelekkan Reza dan produknya berulang kali.
    Nikita menuding, kandungan produk kecantikan Reza berpotensi menyebabkan kanker kulit.
    “Kalian tahu enggak, kalian pake bahan-bahan yang lama-lama, kalian bisa kena kanker kulit. Udah kalian enggak punya uang, kena kanker kulit, aduh repot,” tutur jaksa Refina menirukan pernyataan Nikita saat siaran langsung.
    Nikita juga mengajak warganet tidak lagi menggunakan produk apa pun dari Glafidsya.
    “Atas perbuatan terdakwa Nikita Mirzani tersebut, membuat saksi Reza menjadi terancam kredibilitasnya sebagai pemilik dari produk Glafidsya dan akan mengakibatkan penurunan penjualan dari produk Glafidsya,” tutur Refina.
    Satu minggu setelahnya, rekan sesama dokter bernama Oky Pratama memprovokasi Reza untuk memberikan uang ke Nikita supaya tidak lagi menjelek-jelekkan produknya.
    Reza pun merencanakan pertemuan mediasi dengan Nikita melalui asistennya, Ismail Marzuki.
    Melalui Ismail, Nikita justru mengancam Reza dengan mengatakan bahwa ia bisa dengan mudah menghancurkan bisnis Reza. Oleh karenanya, Nikita meminta uang tutup mulut sebesar Rp 5 miliar.
    Lantaran merasa terancam, Reza akhirnya bersedia memberikan uang, namun “hanya” Rp 4 miliar.
    Atas kejadian tersebut, Reza merasa diperas sehingga melaporkan kasus ini ke kepolisian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nikita Mirzani hadiri sidang pemeriksaan saksi di PN Jaksel

    Nikita Mirzani hadiri sidang pemeriksaan saksi di PN Jaksel

    Nikita Mirzani hadiri sidang pemeriksaan saksi dari terdakwa dalam kasus pemerasan dan pengancaman bos perawatan kulit (skincare), Reza Gladys di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (31/7/2025). ANTARA/Luthfia Miranda Putri.

    Nikita Mirzani hadiri sidang pemeriksaan saksi di PN Jaksel
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Kamis, 31 Juli 2025 – 14:23 WIB

    Elshinta.com – Nikita Mirzani dan asistennya, Ismail Marzuki menghadiri sidang pemeriksaan saksi dari pihak terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus pemerasan dan pengancaman bos perawatan kulit (skincare), Reza Gladys. Berdasarkan pantauan di lokasi, Nikita sebagai terdakwa sudah tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis pagi, sekitar pukul 10.27 WIB.

    Dia datang dengan menaiki mobil tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Tampilannya dengan rambut dikepang dan bergelombang, mengenakan kemeja putih dan rompi tahanan berwarna merah. Kedatangannya disambut ramai oleh wartawan memasuki ruang tunggu maupun persidangan di ruang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Sementara, saksi dari pihak Nikita yang dijadwalkan hadir, yakni dr. Oky Pratama, yang dikenal sebagai dokter estetika, pengusaha, dan influencer. Dia tiba di PN Jaksel sekitar pukul 10.18 WIB. Lalu, saksi lainnya yakni Dokter Detektif atau ‘Doktif’ diketahui merupakan akun milik Dokter Samira, seorang influencer yang juga dikenal sebagai pemilik merek skincare Glafidsya.

    Namun Doktif diketahui tak bisa hadir karena tengah berada di Korea Selatan. Kemudian, pelapor yakni Reza Gladys dan suaminya, Attaubah Mufid sudah tiba lebih dulu di PN Jaksel sekitar pukul 09.57 WIB. Kedatangan keduanya untuk memenuhi panggilan sebagai pelapor dalam kasus dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh Nikita Mirzani.

    Dakwaan yang dibacakan JPU dalam persidangan sebelumnya, disebut Nikita Mirzani mengancam bos perawatan kulit (skincare) milik dokter Reza Gladys (RGP) membayar Rp4 miliar untuk uang tutup mulut terkait produk yang dijual. Disebutkan juga, Nikita menggunakan uang tersebut untuk membayar sisa kredit pemilikan rumah (KPR).

    Berdasarkan informasi yang tertera dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, perkara dengan nomor 362/Pid.Sus/2025/PN JKT.SEL telah dilimpahkan pada Selasa (17/6). Jaksa Penuntut Umum mendakwa Nikita Mirzani dan asistennya, Ismail Marzuki dengan Pasal 45 ayat 10 huruf A dan Pasal 27B Ayat (2) dari UU ITE, sebagaimana diubah dalam UU No. 1 Tahun 2024, serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang, yang dikaitkan dengan Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

    Sumber : Antara

  • Nikita diminta lapor terkait dugaan Reza Gladys “main mata” dengan JPU

    Nikita diminta lapor terkait dugaan Reza Gladys “main mata” dengan JPU

    Jakarta (ANTARA) – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meminta Nikita Mirzani melapor terkait dugaan Reza Gladys dan suaminya, Attaubah Mufid yang “main mata” dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pemerasan dan pengancaman bos perawatan kulit (skincare).

    “Tidak ada yang transaksional. Silakan dilaporkan saja ke yang berwajib, jangan ragu-ragu,” kata Hakim Kairul Soleh dalam sidang pemeriksaan saksi dari terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.

    Kairul mengatakan hal itu terkait tudingan yang disampaikan Nikita jelang sidang pemeriksaan saksi.

    Saat itu, Nikita meminta waktu pada hakim Kairul Soleh menyampaikan keberatan.

    “Saya sangat terkejut setelah mendengar rekaman suara percakapan dan melihat screenshot percakapan yang patut diduga berasal dari keluarga Reza Gladys dan dokter Mufid. Yang patut diduga telah mengatur JPU dan majelis hakim,” kata Nikita.

    Nikita membawa bukti yang dinilai memiliki indikasi kuat untuk menjatuhkan dirinya lewat proses hukum yang dianggap tidak adil. Dia menilai rekaman itu sudah diatur secara masif dan terkoordinir.

    “Hal ini terbukti sebagaimana dengan adanya rekaman dalam diska lepas (flash disk) yang akan saya serahkan kepada majelis hakim. Saya mohon setelah majelis hakim mendengar isi flash disk ini untuk segera membebaskan saya dari Rutan Pondok Bambu,” ucapnya.

    Lalu, Nikita menyerahkan bukti tersebut dan hakim Kairul Soleh memberikan klarifikasi tegas bahwa tidak ada transaksi apa pun yang melibatkan pihak pengadilan.

    Dakwaan yang dibacakan JPU dalam persidangan sebelumnya, disebut Nikita Mirzani mengancam bos perawatan kulit (skincare) milik dokter Reza Gladys (RGP) membayar Rp4 miliar untuk uang tutup mulut terkait produk yang dijual.

    Disebutkan juga, Nikita menggunakan uang tersebut untuk membayar sisa kredit pemilikan rumah (KPR).

    Berdasarkan informasi yang tertera dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, perkara dengan nomor 362/Pid.Sus/2025/PN JKT.SEL telah dilimpahkan pada Selasa (17/6).

    Jaksa Penuntut Umum mendakwa Nikita Mirzani dan asistennya, Ismail Marzuki dengan Pasal 45 ayat 10 huruf A dan Pasal 27B Ayat (2) dari UU ITE, sebagaimana diubah dalam UU No. 1 Tahun 2024, serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang, yang dikaitkan dengan Pasal 55 Ayat 1 KUHP.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sidang tuntutan Fariz RM terkait kasus narkoba ditunda lagi

    Sidang tuntutan Fariz RM terkait kasus narkoba ditunda lagi

    Jakarta (ANTARA) – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kembali menunda sidang Fariz Roestam Munaf (Fariz RM) terkait kasus penyalahgunaan narkoba yang seharusnya digelar Senin (28/7) ini menjadi Senin (4/8) depan.

    “Sidang ditunda seminggu, yakni Senin 4 Agustus 2025,” kata Hakim Lusiana Amping di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.

    Lusiana mengatakan perkara ini ditunda lantaran jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan belum siap.

    Dengan demikian, sidang ini ditunda kedua kalinya yang sebelumnya seharusnya digelar Senin (21/7) menjadi Senin (28/7).

    Sementara itu, Fariz RM mengaku akan mengikuti prosedur saat ditanyakan apakah ada rasa kekecewaan saat mengetahui sidangnya ditunda kembali.

    “Saya mengikuti prosedur,” ucap Fariz.

    Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Fariz RM akan menjalani sidang pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Dalam surat dakwaan, jaksa menyebut Fariz dan sopirnya, Andres Deni Kristyawan (ADK) diduga melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta dalam tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum, berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I.

    Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Kedua, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang mengadili oleh karena terdakwa ditahan di daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan tempat kediaman sebagian besar saksi-saksi yang dipanggil lebih dekat pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman.

    Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 112 ayat (1) Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

    Sebelumnya, pada Selasa (18/2), polisi menangkap sang musisi di Dipati Ukur, Lebak Gede, Coblong, Bandung, Jawa Barat berdasarkan keterangan ADK bahwa Fariz juga memesan barang haram itu kepada ADK.

    Polisi kemudian menetapkan keduanya sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan narkotika yakni ADK dan Fariz RM (FRM).

    Barang bukti yang disita dari Fariz RM yakni narkoba jenis ganja dan sabu.

    Fariz disangkakan Pasal 111 ayat (1), Pasal 112 ayat (1), Pasal 114 ayat (1) UU RI No 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman lima sampai 20 tahun penjara.

    Musisi Fariz RM pernah beberapa kali terlibat kasus narkoba yakni pada 2008, 2014, 2018 dan 2025.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Ade irma Junida
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Perjalanan Kasus Hasto Kristiyanto: dari Tersangka KPK hingga Vonis 3,5 Tahun Penjara

    Perjalanan Kasus Hasto Kristiyanto: dari Tersangka KPK hingga Vonis 3,5 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA — Setelah perjalanan empat bulan persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat akhirnya memutuskan vonis penjara 3,5 tahun kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor PN Jakpus itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, yakni 7 tahun penjara. Hasto dinyatakan terbukti memberikan uang suap secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif JPU.

    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan [3,5 tahun] dengan pidana denda sebesar Rp 250 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto di PN Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).

    Selain penjara 3,5 tahun, denda yang dijatuhi ke Hasto juga lebih ringan, yaitu sebesar Rp600 juta subsider enam bulan kurungan.

    Adapun, Hasto dibebaskan dari dakwaan kesatu JPU yakni perintangan penyidikan sebagaimana diatur pada pasal 21 UU Tipikor jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU dinilai tidak bisa membuktikan dan memberikan bukti konkret di pengadilan terkait dengan upaya Hasto merintangi maupun mencegah penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan saksi di persidangan.

    Dengan dijatuhinya vonis terhadap Hasto, maka total empat orang termasuk dirinya sudah diseret ke pengadilan. Tiga orang sebelumnya adalah Wahyu, mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina dan orang kepercayaan Hasto, Saeful Bahri. Ketiga orang itu telah menyelesaikan hukuman pidana penjaranya pada awal-awal penanganan perkara yang bermula dari OTT 2020 itu. 

    Tuntutan JPU kepada Hasto

    Pada sidang pembacaan tuntutan dari JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.

    JPU meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melakukan obstruction of justice, yakni mencegah penyidikan pada 8 Januari 2020, serta merintangi penyidikan pada 6 Juni 2024. Hakim juga diminta menyatakan Hasto terbukti ikut memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, di antaranya senilai Rp400 juta. 

    KPK pun menyatakan bahwa sudah berusaha menyampaikan seluruh bukti keterlibatan Hasto, yang diperoleh dari penyelidikan hingga penuntutan perkara tersebut. Lembaga antirasuah memastikan bakal menghormati putusan hakim. 

    Sementara itu, usai pembacaan duplik, Jumat (18/7/2025), Hasto kukuh menyatakan bahwa perkara yang menjeratnya ini semakin membuktikan adanya rekayasa hukum dan kriminalisasi. 

    Sekjen PDIP sejak 2015 itu lalu berpesan kepada para kader, anggota dan simpatisan Partai Banteng itu, untuk menunggu keputusan hakim dengan memohon doa kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

    “Dan apapun putusan yang diterima, yang diputuskan dalam pengadilan ini tradisi kita ketika peristiwa 27 Juli, adalah taat kepada hukum. Keputusan akan diambil 2 hari jelang 27 Juli peringatan Kuda Tuli yang terjadi pada 1996, semoga ini menjadi suatu nafas bagi berhembusnya angin keadilan dan kebenaran di dalam penegakan hukum yang sarat tekanan-tekanan politik ini,” ucapnya. 

    Kronologi Keterlibatan Hasto di Pusaran Kasus Harun Masiku 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Hasto resmi ditetapkan tersangka oleh KPK pada 23 Desember 2024. Pada saat itu, pimpinan KPK jilid VI baru saja selesai serah terima jabatan dari pimpinan periode 2019-2024. 

    Sebelumnya, KPK memeriksa Hasto pada 10 Juni 2024 sebagai saksi. Pada pemeriksaan itu, penyidik turut menyita ponsel dan buku catatan Hasto yang berisi informasi kepartaian. 

    Tidak hanya itu, penyidik turut menyita ponsel dan barang-barang milik staf DPP PDIP yang kerap mengawal Hasto, yaitu Kusnadi. 

    Status saksi Hasto pada perkara Harun Masiku bertahan hanya sampai dengan Desember 2024. Pada 23 Desember, KPK resmi menaikkan status Hasto dan advokat sekaligus kader PDIP, Donny Tri Istiqomah, ke tersangka. 

    Rumah Hasto lalu digeledah pada 7 Januari 2025 di Bekasi, Jawa Barat dan Kebagusan, Jakarta. KPK menyebut terdapat beberapa bukti yang disita berupa catatan dan bukti elektronik. Kemudian, pada 13 Januari 2025, Hasto diperiksa sebagai tersangka selama 3,5 jam. Namun, saat itu, penyidik memutuskan belum menahannya. 

    Sebelum ditahan, Hasto dan tim penasihatnya pun melakukan berbagai perlawanan hukum dengan mengajukan praperadilan. Pada Juni 2024, pada bulan yang sama penyitaan ponsel Hasto, tim penasihat hukumnya mengajukan gugatan praperadilan terhadap penyidik KPK di PN Jakarta Selatan. 

    Kemudian, pada Januari 2025, dia juga mengajukan praperadilan untuk melawan status tersangka yang ditetapkan KPK terhadapnya pada Desember 2024.

    Namun, Hakim Tunggal Praperadilan PN Jakarta Selatan, Djuyamto saat itu menyatakan permohonan praperadilan Hasto untuk melawan status tersangka di kasus perintangan penyidikan dan suap, tidak dapat diterima. Putusan dibacakan pada 13 Februari 2025. 

    Hakim menyatakan Hasto tidak bisa mengajukan praperadilan untuk dua perkara sekaligus. Dia seharusnya mengajukan permohonan terpisah untuk masing-masing perkara. 

    Tim penasihat hukumnya pun langsung bergerak cepat untuk mengajukan kembali praperadilan dalam dua perkara berbeda di PN Jakarta Selatan setelah itu. 

    Namun demikian, penyidik KPK sudah terlebih dahulu melakukan penahanan terhadap Hasto pada 20 Februari 2025. 

    Proses penyelesaian penyidikan terhadap Hasto pun tak memakan waktu lama. Penyidik resmi menyerahkan berkas perkara kepada tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau pelimpahan Tahap 2 pada 6 Maret 2025. Sidang perdananya pun dijadwalkan pada 14 Maret 2024. 

    Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Tidak hanya itu, Hasto juga didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Vonis Hasto Kristiyanto Dibacakan Siang Ini, 7 Tahun Penjara?

    Vonis Hasto Kristiyanto Dibacakan Siang Ini, 7 Tahun Penjara?

    Jakarta, Beritasatu.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto akan menghadapi sidang pembacaan vonis dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 dan obstruction of justice (OOJ) dalam penyidikan kasus Harun Masiku. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025) pukul 13.30 WIB.

    “Putusan akan dibacakan setelah Salat Jumat,” kata Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto dalam sidang sebelumnya. Ia akan memimpin sidang bersama dua hakim anggota, Sunoto dan Sigit Herman Binaji.

    Hasto ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 24 Desember 2024 dan sempat dua kali mengajukan praperadilan di PN Jakarta Selatan, tetapi semuanya ditolak. Ia akhirnya ditahan KPK sejak 20 Februari 2025.

    Sejak sidang perdana pada 14 Maret 2025, proses hukum Hasto telah berlangsung lebih dari belasan kali. Sebanyak enam ahli dan 16 saksi, termasuk mantan Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan penyidik KPK telah dihadirkan.

    Jaksa KPK menuntut Hasto dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta. Ia dinilai terbukti menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta demi memuluskan PAW caleg Harun Masiku. Tak hanya itu, Hasto juga disebut menghalangi penyidikan dengan menyuruh ajudan dan stafnya menenggelamkan ponsel agar tak disita penyidik.

    Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor, serta pasal-pasal dalam KUHP terkait perbuatan berlanjut dan penyertaan.

    Dalam pledoi, Hasto membantah semua dakwaan dan menyebut jaksa KPK mengabaikan fakta persidangan. Namun, jaksa tetap pada tuntutan awal dan menyebut bantahan Hasto sebagai bentuk pengaburan hukum.

    Sidang vonis yang digelar siang ini akan menjadi penentu nasib politikus senior PDIP tersebut. Akankah hakim mengabulkan tuntutan jaksa atau justru meringankan hukumannya?

  • dr. Oky Pratama Sarankan ‘Sumpal Mulut’ Nikita Mirzani Pakai Uang

    dr. Oky Pratama Sarankan ‘Sumpal Mulut’ Nikita Mirzani Pakai Uang

    JAKARTA – Dokter Reza Gladys memberikan kesaksian dalam sidang di kasus pengancaman dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang mengungkap awal mula keterlibatannya dengan terdakwa, Nikita Mirzani dan asistennya Ismail Marzuki.

    Dalam keterangannya, Reza menyebut nama dr. Oky Pratama sebagai pihak yang menyarankannya untuk menyelesaikan masalah dengan Nikita Mirzani menggunakan uang dan menghubungkannya dengan terdakwa.

    Semua berawal pada 27 Oktober, ketika Reza Gladys mengeluhkan ulasan buruk dan hinaan yang ia terima di media sosial kepada dr. Oky Pratama, yang ia sebut sebagai teman sejawat dan teman dekat.

    “Kemudian di tanggal 27 (Oktober), saya menceritakan sebagai teman sejawat dan sebagai teman dekat kepada dr. Oky Pratama. Saya mengatakan bahwa saya di review jelek, saya dihina-hina di media sosial oleh akun yang bernama Dokter Detektif dan Nikita Mirzani,” ujar Reza Gladys saat sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis, 24 Juli.

    Menurut kesaksian Reza, dr. Oky Pratama kemudian memberikan sebuah saran spesifik terkait Nikita Mirzani. Ia menyarankan Reza untuk bertemu dan memberikan sejumlah uang.

    “Kemudian dr. Oky Pratama menyuruh saya melakukan, ‘kalau ke dokter detektif teh aku nggak kebal, kalau ke Nikita coba deh teteh tuh harus ketemu sama dia, teteh tuh harus sumpal mulutnya pakai uang’,” lanjutnya.

    Setelah memberikan saran tersebut, dr. Oky Pratama disebut mengarahkan Reza Gladys untuk menghubungi terdakwa, Ismail Marzuki.

    “Izin melanjutkan Yang Mulia, kemudian dr. Oky Pratama menyuruh saya melakukan unthk menghubungi terdakwa yaitu Ismail Marzuki,” tutur Reza Gladys.

    Reza menambahkan bahwa pada malam harinya, dr. Oky kembali menghubunginya melalui panggilan video untuk meyakinkannya agar segera menghubungi Ismail Marzuki. Hal ini dilakukan dengan alasan demi mengamankan bisnis Reza dari serangan di media sosial.

    “Kemudian setelah itu dr. Oky Pratama di malam itu menelfon saya lagi melalui video call dan meyakinkan, ‘teteh, harus hubungi kalau misalnya teteh mau aman. Mau sampai kapan teteh dihancurkan di media sosial? Teteh mau jualan kan?’,” sambungnya.

    Meskipun telah didesak dan diberikan nomor kontak, Reza Gladys menegaskan bahwa ia tidak pernah sekalipun menghubungi Ismail Marzuki.

    “Kemudian dr. Oky Pratama menutup telfonnya. Kemudian beliau mengirimkan nomor Ismail Marzuki kepada saya pada tanggal 27. Tetapi saya tidak menghubunginya sama sekali,” tandas Reza Gladys.

  • Nikita Mirzani Emosi Bertemu Reza Gladys pada Persidangan

    Nikita Mirzani Emosi Bertemu Reza Gladys pada Persidangan

    Jakarta, Beritasatu.com – Sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa artis Nikita Mirzani dan asistennya, Mail Syahputra, kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (24/7/2025). Dalam sidang yang akhirnya mempertemukan Nikita dengan dokter Reza Gladys tersebut, tatapan tajam Nikita terhadap Reza terlihat sejak persidangan dimulai.

    Situasi makin memanas ketika kuasa hukum Nikita Mirzani, Fahmi Bachmid, menyatakan keberatan atas kesaksian Reza yang dinilai berbeda dengan keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang telah ada sebelumnya, Nikita ikut melontarkan protes karena merasa pernyataan Reza tidak sesuai dengan isi BAP.

    “Di sini tidak ada! (mengacu pada BAP),” seru Nikita protes.

    Pantauan Beritasatu.com di lokasi, perdebatan berlanjut antara tim kuasa hukum Nikita dengan pihak jaksa penuntut umum dan Reza Gladys ketika Nikita mempertanyakan legalitas produk skincare milik Reza. Nikita mempertanyakan apakah produk tersebut telah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau tidak.

    “Masa BAP kayak gini bisa bikin saya jadi tersangka. Sakit hati saya!,” tegas Nikita.

    Setelah persidangan, kepada awak media, Nikita mengakui dirinya begitu emosi  ketika bertemu langsung dengan Reza Gladys dan suaminya. Ia merasa dirugikan akibat BAP yang dianggapnya tidak sesuai dan menyebabkan dirinya ditahan.

    “Emosi lah, gimana ya kalian lihat ini ya BAP Reza, suami dan para saksi. Saya pun baca dan ketawa di sini kenapa BAP ini bisa ditahan begitu lama. Apa penyebabnya? Tetapi enggak apa-apa ya sudah ini kan sudah berjalan dan  masuk ke saksi nanti. Yang pasti memang dia (Reza Gladys) bohong,” jelas Nikita.

    Sebelumnya, Nikita Mirzani bersama asistennya, Mail Syahputra, dilaporkan Reza Gladys atas sangkaan pemerasan dan pelanggaran tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dirinya didakwa melakukan pengancaman melalui sarana elektronik terhadap Reza Gladys. Keduanya juga dijerat atas tuduhan pencucian uang atas dana yang diterima dari korban.

    Jaksa Penuntut Umum mendakwa Nikita Mirzani dan Mail Syahputra dengan Pasal 45 ayat (10) huruf A dan Pasal 27B ayat (2) dari UU ITE, sebagaimana diubah dalam UU No 1 Tahun 2024, serta Pasal 3 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang, yang dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) KUHP.

  • Sidang Nikita Mirzani Berlanjut, Reza Gladys Dihadirkan sebagai Saksi

    Sidang Nikita Mirzani Berlanjut, Reza Gladys Dihadirkan sebagai Saksi

    Jakarta, Beritasatu.com — Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa artis Nikita Mirzani dan sang asisten, Mail Syahputra pada Kamis (24/7/2025). Sidang kali ini beragendakan pemeriksaan saksi pelapor, yakni dokter Reza Gladys.

    Reza Gladys hadir bersama tiga saksi lainnya, termasuk sang suami, Attaubah Mufid. Dalam persidangan, tim kuasa hukum Nikita Mirzani mempertanyakan Reza Gladys terkait laporan yang ia buat di Polda Metro Jaya serta dugaan pemerasan senilai Rp 4 miliar, sebagaimana tercantum dalam dakwaan sebelumnya.

    “Saya merasa telah memberikan kesaksian di sidang ini,” kata Reza Gladys singkat.

    Pantauan Beritasatu.com, sidang hari ini begitu menyedot perhatian publik. Ruang sidang dipenuhi pengunjung, termasuk para penggemar Nikita Mirzani yang menyambut kehadirannya dengan antusias. Nikita pun membalas sambutan para pendukungnya dengan senyum dan lambaian tangan.

    Dalam proses persidangan, Nikita juga sempat mempertanyakan legalitas produk skincare milik Reza Gladys, termasuk status pendaftarannya di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan penjualannya secara daring.

    Sementara itu, dokter Reza Gladys juga tampak mendapat dukungan dari sejumlah pendukung yang hadir langsung di pengadilan. Suasana sempat menegang saat sang dokter memberikan kesaksian. Tatapan Nikita tak teralihkan dari Reza Gladys selama kesaksian berlangsung.

    Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Nikita Mirzani dan Mail Syahputra dengan dugaan pengancaman melalui sarana elektronik terhadap Reza Gladys, serta tuduhan pencucian uang dari dana yang diduga diterima dari pelapor.

    Pasal yang dikenakan meliputi Pasal 45 ayat (10) huruf a dan Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana diubah melalui UU No. 1 Tahun 2024, serta Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) KUHP.