PN Jaksel Tidak Terima Praperadilan Paulus Tannos
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com –
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan tidak menerima permohonan gugatan praperadilan dari buron kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik Paulus Tannos melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dalam pokok perkara menyatakan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” kata Hakim tunggal Halida Rahardhini di ruangan sidang utama PN Jakarta Selatan, Selasa.
Halida menilai permohonan
praperadilan Paulus Tannos
itu prematur (error in objecto).
Dengan demikian, melalui putusan sidang praperadilan ini juga, penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP terkait Paulus Tannos tetap dilanjutkan.
“Permohonan Praperadilan a quo adalah ‘error in objecto’ dan bersifat prematur untuk diajukan,” ucapnya.
Adapun pertimbangan terkait vonis tidak dapat menerima gugatan praperadilan Paulus Tannos yakni penangkapan dan penahanan terdakwa dilakukan otoritas Singapura.
“Bukan penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum Indonesia KPK atau termohon menurut hukum acara yang diatur dalam KUHAP,” ucapnya.
Dia menambahkan, gugatan yang diajukan oleh Paulus ditetapkan tidak termasuk dalam objek praperadilan sebagaimana aturan yang berlaku.
Maka itu, gugatan praperadilan ini dinyatakan prematur untuk diajukan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sementara, tim Biro Hukum KPK, Indah menyatakan bahwa pihaknya menghargai keputusan dari hakim PN Jaksel yang menolak gugatan praperadilan Paulus Tannos.
Dia juga membenarkan bahwa memang Paulus ditangkap oleh otoritas Singapura, bukan KPK. Proses hukum acara yang ada di Singapura tidak berdasarkan hukum acara di Indonesia.
“Kami menghargai dan terima kasih terhadap keputusan hakim pra-peradilan yang telah menolak permohonan dari pemohon,” ucap Indah.
KPK mengumumkan bahwa Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin telah ditangkap di Singapura pada awal Januari 2025. Saat ini, yang bersangkutan sedang menjalani proses ekstradisi di pengadilan Singapura.
Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik pada 13 Agustus 2019. KPK menduga kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut sekitar Rp2,3 triliun.
Namun, Paulus Tannos melarikan diri ke luar negeri dan mengganti identitasnya. Dia lantas dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron komisi antirasuah itu sejak 19 Oktober 2021.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: PN Jakarta Selatan
-
/data/photo/2025/01/24/67930e00f1a8c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
PN Jaksel Tidak Terima Praperadilan Paulus Tannos Nasional 2 Desember 2025
-

Pertimbangan Hakim PN Jaksel Tak Terima Gugatan Praperadilan
Bisnis.com, JAKARTA — Majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menjelaskan pertimbangan terkait vonis tidak dapat menerima gugatan praperadilan Paulus Tannos.
Hakim Tunggal, Halida Rahardhini menjelaskan bahwa dirinya berpendapat penangkapan dan penahanan Paulus Tannos dilakukan otoritas Singapura.
“Bukan penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum Indonesia KPK atau termohon menurut hukum acara yang diatur dalam KUHAP,” ujar Halida di ruang sidang PN Jaksel, Selasa (2/12/2024).
Dia menambahkan, gugatan yang diajukan oleh Paulus ditetapkan tidak termasuk dalam objek praperadilan sebagaimana aturan yang berlaku.
Oleh sebab itu, gugatan praperadilan ini dinyatakan error in objecto dan bersifat prematur untuk diajukan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Menimbang karena permohonan praperadilan a quo adalah error in objecto dan bersifat prematur maka permohonan praperadilan dinyatakan tidak dapat diterima,” pungkasnya.
Di samping itu, tim Biro Hukum KPK, Indah menyatakan bahwa pihaknya menghargai keputusan dari hakim PN Jaksel yang menolak gugatan praperadilan Paulus Tannos.
Dia juga membenarkan bahwa memang Paulus ditangkap oleh otoritas Singapura, bukan KPK. Dengan demikian, proses hukum acara yang ada di Singapura tidak berdasarkan hukum acara di Tanah Air.
“Kami menghargai dan terima kasih terhadap keputusan hakim pra-peradilan yang telah menolak permohonan dari pemohon. Karena dari tadi pertimbangannya kan karena pemohon itu memang belum ditangkap [KPK] sehingga penangkapan oleh otoritas Singapura itu bukan berdasarkan KUHAP,” ujarnya usai sidang, Selasa (2/12/2025).
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memutuskan untuk tidak dapat menerima permohonan gugatan praperadilan dari terdakwa kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos. Sidang terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka Paulus Tannos itu dipimpin oleh Hakim tunggal Halida Rahardhini di ruangan sidang utama PN Jakarta Selatan.
“Dalam pokok perkara menyatakan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” kata Halida di ruang sidang PN Jaksel, Selasa (2/12/2025).
Halida menilai permohonan praperadilan Paulus Tannos itu error in objecto dan bersifat prematur. Dengan demikian, melalui putusan sidang praperadilan ini juga, penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP terkait Paulus Tannos tetap dilanjutkan.
“Permohonan Praperadilan a quo adalah error in objecto dan bersifat prematur untuk diajukan,” pungkasnya.
Sekadar informasi, Paulus Tannos merupakan tersangka KPK dalam kasus korupsi e-KTP sejak 2019.
-

PN Jaksel tolak praperadilan Paulus Tannos
Jakarta (ANTARA) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan tidak menerima atau menolak permohonan gugatan praperadilan dari buron kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik Paulus Tannos melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Dalam pokok perkara menyatakan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” kata Hakim tunggal Halida Rahardhini di ruangan sidang utama PN Jakarta Selatan, Selasa.
Halida menilai permohonan praperadilan Paulus Tannos itu prematur (error in objecto).
Dengan demikian, melalui putusan sidang praperadilan ini juga, penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP terkait Paulus Tannos tetap dilanjutkan.
“Permohonan Praperadilan a quo adalah ‘error in objecto’ dan bersifat prematur untuk diajukan,” ucapnya.
Adapun pertimbangan terkait vonis tidak dapat menerima gugatan praperadilan Paulus Tannos yakni penangkapan dan penahanan terdakwa dilakukan otoritas Singapura.
“Bukan penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum Indonesia KPK atau termohon menurut hukum acara yang diatur dalam KUHAP,” ucapnya.
Dia menambahkan, gugatan yang diajukan oleh Paulus ditetapkan tidak termasuk dalam objek praperadilan sebagaimana aturan yang berlaku.
Maka itu, gugatan praperadilan ini dinyatakan prematur untuk diajukan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sementara, tim Biro Hukum KPK, Indah menyatakan bahwa pihaknya menghargai keputusan dari hakim PN Jaksel yang menolak gugatan praperadilan Paulus Tannos.
Dia juga membenarkan bahwa memang Paulus ditangkap oleh otoritas Singapura, bukan KPK. Maka, proses hukum acara yang ada di Singapura tidak berdasarkan hukum acara di Indonesia.
“Kami menghargai dan terima kasih terhadap keputusan hakim pra-peradilan yang telah menolak permohonan dari pemohon,” ucap Indah.
KPK mengumumkan bahwa Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin telah ditangkap di Singapura pada awal Januari 2025. Saat ini, yang bersangkutan sedang menjalani proses ekstradisi di pengadilan Singapura.
Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik pada 13 Agustus 2019. KPK menduga kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut sekitar Rp2,3 triliun.
Namun, Paulus Tannos melarikan diri ke luar negeri dan mengganti identitasnya. Dia lantas dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron komisi antirasuah itu sejak 19 Oktober 2021.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Tok! PN Jaksel Putuskan Tak Terima Praperadilan Paulus Tannos
Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memutuskan untuk tidak dapat menerima permohonan gugatan praperadilan dari terdakwa kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos.
Sidang terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka Paulus Tannos itu dipimpin oleh Hakim tunggal Halida Rahardhini di ruangan sidang utama PN Jakarta Selatan.
“Dalam pokok perkara menyatakan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” kata Halida di ruang sidang PN Jaksel, Selasa (2/12/2025).
Halida menilai permohonan praperadilan Paulus Tannos itu error in objecto dan bersifat prematur.
Dengan demikian, melalui putusan sidang praperadilan ini juga, penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP terkait Paulus Tannos tetap dilanjutkan.
“Permohonan Praperadilan a quo adalah error in objecto dan bersifat prematur untuk diajukan,” pungkasnya.
Sekadar informasi, Paulus Tannos merupakan tersangka KPK dalam kasus korupsi e-KTP sejak 2019.
Dia sempat berstatus DPO dan mengelabui petugas dan pergi ke Singapura agar terhindar dari jeratan hukum.
Paulus pernah memalsukan identitasnya dengan mengubah nama menjadi Tjihin Thian Po dan memiliki paspor negara Guinea-Bissau.
Aparat penegak hukum di Indonesia bekerja sama dengan interpol di Singapura hingga akhirnya Paulus ditangkap.
Setelahnya, dia ditahan sementara di Changi Prison, Singapura. Tannos kini tengah menjalani sidang ekstradisi ke Indonesia.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5367861/original/020806600_1759317902-20251001-Budi_Prasetyo-HEL_5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Orang yang Berurusan dengan KPK Dapat Pengampunan, Ini Respons KPK
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi membebaskan mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, bersama dua mantan direksi lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Muhammad Adhi Caksono, pada Jumat 28 November 2025.
Pembebasan itu dilakukan setelah KPK mengeksekusi putusan inkrah dan menerima salinan Keputusan Presiden (Keppres) mengenai rehabilitasi untuk ketiga mantan petinggi BUMN tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pembebasan dilakukan usai berakhirnya masa pikir-pikir pascaputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 20 November. Masa tersebut berakhir pada 27 November, sehingga putusan berkekuatan hukum tetap mulai berlaku pada 28 November.
“Pascainkrah, kemudian kami melaksanakan keputusan rehabilitasi tersebut,” kata Budi di Gedung KPK, Jumat 28 November 2025.
Menurutnya, proses administratif dimulai sejak pagi ketika Keppres rehabilitasi tiba di KPK. Setelah seluruh dokumen diproses dan berita acara ditandatangani, ketiganya keluar dari rutan pada sore hari.
“Tadi seluruh prosesnya berjalan dengan baik, dengan lancar. Didampingi juga oleh kuasa hukum. Ada beberapa berita acara yang sudah dibaca dan ditandatangani. Artinya seluruh prosedur sudah dilalui dengan baik, dan kepada Ibu Ira, Bapak Adhi, dan juga Bapak Yusuf, sudah kami keluarkan dari Rutan KPK pada sore hari ini,” ujar Budi.
Budi menyampaikan bahwa tahapan rehabilitasi selanjutnya kini menjadi kewenangan Kementerian Hukum dan HAM sesuai mekanisme yang berlaku.
“Untuk selanjutnya, rehabilitasi dilakukan oleh Kementerian Hukum dengan berkoordinasi dengan instansi terkait, sebagaimana disebutkan dalam keputusan presiden,” imbuhnya.
-
/data/photo/2025/11/13/6914cbdbb847b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Majelis Hakim Tolak Nota Pembelaan Laras Faizati, Sidang Lanjut ke Pokok Perkara Megapolitan 25 November 2025
Majelis Hakim Tolak Nota Pembelaan Laras Faizati, Sidang Lanjut ke Pokok Perkara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak nota pembelaan (eksepsi) terdakwa penghasutan demo akhir Agustus 2025,
Laras Faizati
, Senin (24/11/2025). Dengan putusan sela ini, persidangan perkara dilanjutkan menuju pemeriksaan pokok.
“Seluruh keberatan penasihat hukum terdakwa tersebut sudah sepatutnya dinyatakan tidak diterima,” kata hakim ketua, I Ketut Darpawan, dalam putusan sela, Senin.
“Menimbang bahwa oleh karena keberatan penasihat hukum terdakwa tidak diterima, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan menyatakan perkara ditangguhkan sampai dengan putusan akhir,” sambung hakim.
Majelis hakim menilai perbedaan perbuatan Laras yang tercantum dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dengan hasil berita acara pemeriksaan (BAP) harus dibuktikan melalui pemeriksaan pokok di persidangan.
“Uraian perbuatan terdakwa yang tidak sesuai dengan yang terdakwa terangkan pada saat pemeriksaan, menurut Majelis Hakim sudah terkait dengan materi pokok perkara yang harus diperiksa terlebih dahulu kebenarannya dalam persidangan sebelum diputus oleh Majelis Hakim,” tutur hakim.
Poin pembelaan kuasa hukum Laras terkait salah pengetikan pasal oleh JPU juga tidak dianggap fatal dan dapat menyulitkan Laras dalam membela diri.
“Mengenai keberatan penulisan Pasal 48 ayat 1 juncto 32 ayat 2 UU ITE menurut Majelis Hakim adalah kesalahan pengetikan yang tidak mengakibatkan terdakwa kesulitan untuk membela dirinya dalam persidangan,” ujar hakim.
Pasal yang salah dicantumkan JPU adalah Pasal 48 ayat 1 juncto Pasal 32 ayat 2 UU ITE, seharusnya Pasal 48 ayat 1 juncto Pasal 32 ayat 1 UU ITE. Perbedaan keduanya terkait tindakan membagikan informasi secara daring.
Ayat 1 mengatur tentang informasi atau dokumen orang lain yang diubah, dihilangkan, atau dirusak, sedangkan Ayat 2 mengatur penyampaian atau pemindahan informasi yang dilakukan orang yang tidak berhak.
Majelis hakim menegaskan, perbuatan Laras telah memenuhi unsur tindak pidana dan akan tetap menggunakan pasal dakwaan sebagai dasar pemeriksaan dan pertimbangan persidangan.
“Uraian dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum yang berisi perbuatan terdakwa yang dianggap memenuhi unsur tindak pidana disertai dengan waktu dan tempat tindak pidana tersebut dilakukan, menurut Majelis Hakim sudah cukup sebagai dasar pemeriksaan di persidangan,” kata hakim.
Sidang dilanjutkan Kamis (27/11/2025) dengan agenda pembuktian oleh penuntut umum.
JPU mendakwa Laras Faizati atas penghasutan publik melakukan tindakan anarkistis saat demonstrasi akhir Agustus 2025. Penghasutan ini terkait kematian
driver
ojek
online
(ojol) Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis Brimob pada Kamis (28/8/2025).
Laras, yang bekerja di kantor ASEAN Inter-Parliamentary Assembly, kemudian mengungkapkan rasa marah dan sedihnya melalui unggahan Instagram Story keesokan harinya, Jumat (29/8/2025).
Ia mengambil foto di dalam kantornya yang berdinding kaca, membelakangi Gedung Mabes Polri, berpose menunjuk dan membentangkan tangan ke arah gedung.
Dalam salah satu unggahannya, Laras menuliskan narasi yang dinilai mengajak publik melakukan tindakan anarkis.
“Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia artinya adalah, ‘Ketika kantormu tepat disebelah Mabes Polri. Tolong bakar gedung ini dan tangkap mereka semua! Aku ingin sekali membantu melempar batu, tapi ibuku ingin aku pulang. Mengirim kekuatan untuk semua pengunjuk rasa!!’” kata jaksa.
Selain unggahan, jaksa mengaitkan percobaan pembakaran fasilitas di sekitar Pom Bensin Mabes Polri dengan tindakan Laras. Laras ditangkap empat hari kemudian di rumahnya oleh aparat kepolisian dari Mabes Polri.
Dalam kasus ini Laras didakwa dengan empat pasal sekaligus, yaitu Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mengatur penyebaran informasi kebencian berbasis SARA.
Selanjutnya, Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang ITE, yang mengatur perbuatan melawan hukum berupa perubahan, perusakan, atau penyembunyian informasi elektronik milik orang lain atau publik.
Kemudian, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan kekerasan atau pelanggaran hukum terhadap penguasa umum.
Lalu, Pasal 161 ayat (1) KUHP tentang penyiaran atau penyebaran tulisan yang berisi ajakan melakukan tindak pidana atau perlawanan terhadap pemerintah.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

KPK Vs Tannos Saling Serang di Praperadilan
Jakarta –
KPK dan pihak tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, saling serang dalam sidang praperadilan. KPK menyebut Tannos harusnya tidak bisa mengajukan gugatan praperadilan, kenapa?
KPK menyebut hal itu dikarenakan Tannos masih ada dalam daftar pencarian orang (DPO) dan red notice. KPK menyinggung aturan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 2018.
“Bahwa pemohon ini statusnya masih dalam status daftar pencarian orang (DPO) dan juga red notice. Jadi sampai saat ini statusnya masih DPO,” kata tim biro hukum KPK di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Senin (24/11/2025).
“Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 ada larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status pencarian orang,” sambungnya.
Hakim lalu meminta tanggapan KPK itu dimasukkan ke jawaban tertulis yang akan disampaikan pada sidang Selasa (25/11). Dalam sidang hari ini, kubu Paulus Tannos meminta hakim menggugurkan status tersangka e-KTP.
Klaim Administrasi Penetapan Tersangka Cacat
Pihak Paulus Tannos lalu menyebutkan ada sejumlah cacat administrasi dalam surat penetapan tersangka Paulus Tannos yang dikeluarkan KPK. Pertama, tim pengacara Paulus mengatakan KPK abai dalam menuliskan status warga negara Guinea-Bissau yang juga dimiliki Paulus Tannos.
“Kebangsaan yang ditulis di bagian identitas ini adalah tidak lengkap dan keliru karena pemohon telah menjadi warga negara Guinea-Bissau sejak tahun 2019 yang mana hal ini telah diberi oleh pemerintah Guinea-Bissau kepada pemerintah Indonesia sejak tanggal 5 September 2019,” ujar pengacara Paulus, Damian Agata Yuvens, membacakan gugatan praperadilan.
Pengacara Paulus Tannos juga menyebutkan kliennya harus diproses berdasarkan hukum sebagai warga negara Guinea-Bissau.
“Berdasarkan uraian di atas, terbukti bahwa objek praperadilan tidak memenuhi formalitas dari surat perintah penangkapan, berupa adanya identitas tersangka yang lengkap dan benar sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 KUHAP dan karenanya beralasan bagi hakim praperadilan untuk menyatakan objek praperadilan tidak sah,” tutur Damian.
Kubu Paulus Tannos juga menyoroti surat penetapan tersangka yang dikeluarkan KPK. Pihak Paulus menyatakan surat itu tidak sah karena tidak ditandatangani oleh penyidik.
Surat penetapan tersangka Paulus Tannos diketahui diteken oleh Wakil Ketua KPK saat itu, Nurul Ghufron. Kubu Paulus menyinggung revisi UU KPK yang menempatkan pimpinan KPK bukan lagi berstatus penyidik.
Tannos Ngaku Kewarganegaraan Ganda
Paulus Tannos menggugat status tersangka kasus korupsi e-KTP yang disematkan KPK. Tannos yang saat ini berstatus buron itu menyinggung dua kewarganegaraan yang saat ini dimilikinya.
Hal itu disampaikan tim pengacara Paulus Tannos dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera, Jakarta Selatan, Senin (24/11/2025). Pengacara Paulus, Damian Agata Yuvens, menyebut penetapan tersangka dari KPK kepada kliennya tidak sah.
“Syarat identitas yang lengkap dan benar tidak dipenuhi oleh objek praperadilan karena pemohon disebutkan hanya berkebangsaan Indonesia saja pada kolom kebangsaan di bagian objek praperadilan,” kata Damian.
Damian menyebut identitas kebangsaan yang dicantumkan KPK dalam surat penetapan tersangka tidak sah. Pasalnya, kata Damian, KPK abai terhadap status Paulus Tannos yang juga memiliki kewarganegaraan Guinea-Bissau.
Berikut bunyi petitum praperadilan Paulus Tannos:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan pemohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan tidak sah dan tidak berdasar hukum Surat Perintah Penangkapan Nomor Sprin.Kap/08/DIK.01.02/01/11/2024 tertanggal 26 November 2024 yang diterbitkan oleh termohon
3. Menyatakan tidak sah setiap dan seluruh tindakan yang dilakukan maupun keputusan yang dikeluarkan termohon yang berkenaan dengan surat perintah penangkapan nomor Nomor Sprin.Kap/08/DIK.01.02/01/11/2024 tertanggal 26 November 2024
4. Membebankan biaya perkara yang timbul kepada negaraPaulus Tannos ditetapkan KPK sebagai tersangka karena perannya sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthapura pada 2019. Paulus Tannos ditetapkan tersangka meski keberadaannya tak diketahui di mana. Tannos diduga mengatur pertemuan-pertemuan yang menghasilkan peraturan teknis bahkan sebelum proyek dilelang.
Dia kemudian secara menjadi buron sejak 19 Oktober 2021. Di Januari 2025, Paulus Tannos ditangkap di Singapura. Penangkapan itu merupakan permintaan dari otoritas Indonesia.
Paulus Tannos saat ini masih menjalani persidangan ekstradisi di Singapura sebelum dipulangkan ke Indonesia. Pengadilan Singapura juga telah menolak keterangan saksi ahli yang diajukan buron kasus e-KTP, Paulus Tannos. Meski begitu, Paulus Tannos masih tetap menolak untuk dipulangkan ke Indonesia.
KPK Pede Menang
KPK mengaku percaya diri (pede) menghadapi gugatan praperadilan dari buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos. KPK menyinggung status buronan dari Paulus Tannos yang akan menjadi pemberat.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyinggung praperadilan yang pernah diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming (MM). Saat itu, gugatan praperadilan Mardani ditolak karena berstatus daftar pencarian orang (DPO).
“Praperadilannya kalau tidak salah saudara MM, pada saat itu juga kan ditolak karena DPO kan,” kata Asep di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (24/11/2025).
Asep mengatakan KPK akan menunjukkan ke pengadilan terkait bukti DPO Paulus Tannos. Bukti itu, kata Asep, diyakini akan menggugurkan gugatan dari Tannos.
“Artinya sidang praperadilan dilaksanakan, nanti dari kami akan menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah DPO,” ucapnya.
Halaman 2 dari 4
(azh/azh)
-

KPK: Paulus Tannos Dilarang Ajukan Praperadilan Gara-gara Masih DPO
Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan Thian Po Tjhin alias Paulus Tannos seharusnya tidak bisa atau dilarang mengajukan praperadilan karena masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Diketahui pada hari ini, Senin (24/11/2025) pihak Paulus Tannos tengah menjalani sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan pihaknya akan meminta penjelasan keabsahan DPO yang mengajukan praperadilan.
“Kami nanti juga rencana akan menyampaikan terkait dengan keabsahan seorang DPO untuk mengajukan praperadilan,” kata Budi, Senin (24/11/2025).
Sebab, larangan DPO mengajukan praperadilan tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 1 tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan bagi Tersangka yang Melarikan Diri atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dalam surat tersebut disampaikan bawa seseorang yang masuk DPO tidak bisa mengajukan praperadilan dan jika permohonan praperadilan dilakukan, maka putusan hakim tidak dapat diterima.
Surat itu juga menjadi landasan bagi biro hukum KPK untuk mempertimbangkan praperadilan Paulus Tannos.
“Tentu ini penting untuk dipertimbangkan oleh Majelis hakim sesuai dengan Sema 1 2018,” jelas Budi.
Sekadar informasi, Paulus Tannos merupakan tersangka KPK dalam kasus korupsi e-KTP sejak 2019. Dia mengelabui petugas dan pergi ke Singapura agar terhindar dari jeratan hukum.
Paulus pernah memalsukan identitasnya dengan mengubah nama menjadi Tjihin Thian Po dan memiliki paspor negara Guinea-Bissau.
Aparat penegak hukum di Indonesia bekerja sama dengan interpol di Singapura hingga akhirnya Paulus ditangkap. Setelahnya, dia ditahan sementara di Changi Prison, Singapura. Kini, Paulus Tannos tengah menjalani sidang ekstradisi ke Indonesia.
-

Paulus Tannos Masuk DPO dan Red Notice, Dilarang Ajukan Praperadilan
Jakarta –
Tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK. Kubu KPK mengatakan Paulus Tannos masih ada dalam daftar pencarian orang (DPO) dan red notice sehingga tak bisa mengajukan gugatan praperadilan.
KPK menyinggung aturan dalam surat edaran Mahkamah Agung nomor 1 Tahun 2018. Surat itu, menurut KPK, melarang pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri dalam status daftar pencarian orang (DPO).
“Bahwa pemohon ini statusnya masih dalam status daftar pencarian orang (DPO) dan juga red notice. Jadi sampai saat ini statusnya masih DPO,” kata tim biro hukum KPK di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Senin (24/11/2025).
“Berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 ada larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status pencarian orang,” sambungnya.
Hakim lalu meminta tanggapan KPK itu dimasukkan dalam jawaban tertulis yang akan disampaikan pada sidang Selasa (25/11). Dalam sidang hari ini, kubu Paulus Tannos meminta hakim menggugurkan status tersangka e-KTP.
Pihak Paulus Tannos menyebut ada sejumlah cacat administrasi dalam surat penetapan tersangka Paulus Tannos yang dikeluarkan KPK. Pertama, tim pengacara Paulus menyebut KPK abai dalam menuliskan status warga negara Guinea-Bissau yang juga dimiliki Paulus Tannos.
“Kebangsaan yang ditulis di bagian identitas ini adalah tidak lengkap dan keliru karena pemohon telah menjadi warga negara Guinea-Bissau sejak tahun 2019 yang mana hal ini telah diberi oleh pemerintah Guinea-Bissau kepada pemerintah Indonesia sejak tanggal 5 September 2019,” ujar pengacara Paulus, Damian Agata Yuvens, membacakan gugatan praperadilan.
Pengacara Paulus Tannos juga menyebutkan kliennya harus diproses berdasarkan hukum sebagai warga negara Guinea-Bissau.
“Berdasarkan uraian di atas, terbukti bahwa objek praperadilan tidak memenuhi formalitas dari surat perintah penangkapan, berupa adanya identitas tersangka yang lengkap dan benar sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 1 KUHAP dan karenanya beralasan bagi hakim praperadilan untuk menyatakan objek praperadilan tidak sah,” tutur Damian.
Kubu Paulus Tannos juga menyoroti surat penetapan tersangka yang dikeluarkan KPK. Pihak Paulus menyatakan surat itu tidak sah karena tidak ditandatangani oleh penyidik.
Surat penetapan tersangka Paulus Tannos diketahui diteken oleh Wakil Ketua KPK saat itu, Nurul Ghufron. Kubu Paulus menyinggung revisi UU KPK yang menempatkan pimpinan KPK bukan lagi berstatus penyidik.
Paulus Tannos ditetapkan KPK sebagai tersangka karena perannya sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthapura pada 2019. Paulus Tannos ditetapkan tersangka meski keberadaannya tak diketahui di mana. Paulus Tannos diduga mengatur pertemuan-pertemuan yang menghasilkan peraturan teknis bahkan sebelum proyek dilelang.
Dia kemudian secara menjadi buron sejak 19 Oktober 2021. Di Januari 2025, Paulus Tannos ditangkap di Singapura. Penangkapan itu merupakan permintaan dari otoritas Indonesia.
Paulus Tannos saat ini masih menjalani persidangan ekstradisi di Singapura sebelum dipulangkan ke Indonesia. Pengadilan Singapura juga telah menolak keterangan saksi ahli yang diajukan buron kasus e-KTP, Paulus Tannos. Meski begitu, Paulus Tannos masih tetap menolak untuk dipulangkan ke Indonesia.
Halaman 2 dari 3
(ygs/haf)
/data/photo/2025/07/16/6877bf4cb233d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)