Kementrian Lembaga: PN Jakarta Selatan

  • Nikita Mirzani Diduga Sempat Minta Uang Rp15 M ke Pengusaha Skincare Selain Reza Gladys

    Nikita Mirzani Diduga Sempat Minta Uang Rp15 M ke Pengusaha Skincare Selain Reza Gladys

    JAKARTA – Sidang kasus dugaan pengancaman dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat aktris Nikita Mirzani kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Dalam sidang kali ini, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menghadirkan saksi fakta yaitu Melvina Husyanti yang merupakan pemilik merek skincare Daviena.

    Pada kesaksiannya, Melvina mengaku dimintai uang ‘tutup mulut’ oleh Nikita Mirzani sebesar Rp15 Miliar.

    “Berapa yang diminta Terdakwa?,” tanya Jaksa Penuntut Umum saat sidang, Kamis, 28 Agustus.

    “Pada saat itu diminta Rp15 miliar,” jawab Melvina Husyanti, pemilik brand skincare Daviena.

    Melvina menuturkan ia tidak mengetahui alasan pihak Nikita Mirzani meminta uang sebesar Rp15 miliar tersebut kepadanya. Namun ia menduga agar Nikita berhenti mengulas jelek terkait merek skincare miliknya.

    “Untuk apa?,” tanya Jaksa Penuntut Umum.

    “Saya tidak tahu. Agar produknya tidak di-review jelek,” jawab Melvina Husyanti lagi.

    Saat dimintai uang Rp15 Miliar, Melvina mengatakan kalau ia tidak sanggup karena kondisi bisnisnya saat itu juga sedang bermasalah. Ia pun menawar untuk memberikan Rp2 Miliar kepada Nikita Mirzani.

    “(Saya bilang) Iya, saya tidak mampu karena pada saat itu saya lagi tagih uang saya lagi banyak banget karena saya lagi kembalikan seller,” tutur Melvina Husyanti.

    “Saya sanggupnya 2 miliar, begitu,” lanjutnya.

    Sayangnya pihak Nikita Mirzani menolak penawaran tersebut hingga akhirnya Melvina menaikkan jumlah harga negosiasinya menjadi Rp3 Miliar.

    “Nah, terus apa kata Terdakwa?,” tanya Jaksa Penuntut Umum.

    “Beliau tidak mau. Kemudian saya menaikkan lagi menjadi 3 miliar,” jawab Melvina Husyanti.

    Bukannya diterima, Nikita Mirzani malah meminta Melvina untuk mencicil uang ‘tutup mulut’ Rp15 Miliar itu dan bahkan memintanya menjual mobil ferari miliknya.

    “Terus apa lagi yang dikatakan oleh Terdakwa?,” tanya Jaksa Penuntut Umum lagi.

    “Intinya jual mobil aja, 3 mobil. (Nikita Mirzani bilang) ‘Cicil aja atau jual mobil Ferrarinya’,” pungkas Melvina Husyanti.

  • Terdakwa kasus judol Rajo Emirsyah divonis 10 tahun penjara

    Terdakwa kasus judol Rajo Emirsyah divonis 10 tahun penjara

    Jakarta (ANTARA) – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar kepada terdakwa kasus judi daring (online/judol) Rajo Emirsyah.

    “Menyatakan terdakwa Rajo Emirsyah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana dakwaan alternatif kesatu,” kata Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Rio Barten saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

    Apabila denda Rp1 miliar tidak dibayar oleh terdakwa maka diganti menjadi penjara selama tiga bulan.

    Sebelumnya, Rajo Emirsyah dituntut 15 tahun penjara. Sidang tuntutan perkara Rajo tertutang dalam nomor 217/Pid.Sus/2025 PN.JKT.SEL.

    Rajo didakwa menerima Rp15 miliar yang merupakan uang tutup mulut praktik perlindungan situs judol agar tidak diblokir oleh Kementerian Kominfo (kini Kementerian Komunikasi dan Digital/Komdigi)

    Uang itu didapatkan dari pegawai Kominfo, yakni Denden Imadudin, Syamsul Arifin, Fakhri Dzulfiqar, Yoga Priyanka Sihombing dan Yudha Rahman Setiadi.

    Dalam persidangan, Rajo mengungkapkan bahwa uang Rp15 miliar digunakan untuk pergi “jalan-jalan” ke luar negeri bersama mantan kekasihnya, perjalanan menaiki motor (touring) dan memberangkatkan 47 orang pergi umrah.

    Dalam perkara dengan terdakwa klaster TPPU, terdakwa dikenakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan TPPU atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan TPPU atau Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan TPPU.

    Dalam kasus ini terdapat empat klaster. Klaster pertama merupakan koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus dan Alwin Jabarti Kiemas.

    Kemudian klaster para mantan pegawai Kementerian Kominfo yang menjadi terdakwa, yakni Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin dan Yudha Rahman Setiadi.

    Selain itu Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N dan Radyka Prima Wicaksana.

    Kemudian, klaster pengelola agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.

    Kemudian, klaster TPPU, yakni Rajo Emirsyah dan Darmawati.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hakim vonis terdakwa judol Komdigi Darmawati empat tahun penjara

    Hakim vonis terdakwa judol Komdigi Darmawati empat tahun penjara

    Jakarta (ANTARA) – Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sulistyo Muhamad Dwi Putro memvonis terdakwa kasus judi daring (online/judol) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Darmawati selama empat tahun penjara.

    “Menjatuhkan pidana selama empat tahun,” kata Hakim Ketua Sulistyo dalam sidang putusan terdakwa kasus judi daring (online/judol) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.

    Hakim juga menyebutkan Darmawati dikenakan pidana denda sejumlah Rp250 juta, apabila tidak dibayar maka diganti kurungan selama tiga bulan.

    Hakim juga mempertimbangkan keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

    Hal yang memberatkan yakni terdakwa tidak mendukung program pemerintah mengenai pemblokiran laman judi daring.

    “Keadaan yang meringankan terdakwa mengaku memutuskan perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa masih menjadi ibu yang butuh perhatian dan merawat tiga orang anak,” ucapnya.

    Dengan demikian, Darmawati bersalah dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengelolaan situs judi daring di Kementerian Komdigi.

    Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus judi daring (online/judol) Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Darmawati selama 12 tahun penjara.

    Dalam kasus ini terdapat empat klaster. Klaster pertama merupakan klaster koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus dan Alwin Jabarti Kiemas.

    Kemudian klaster para mantan pegawai Kementerian Kominfo yang jadi terdakwa, yakni Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.

    Kemudian, klaster selanjutnya yakni klaster pengelola agen situs judi daring. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.

    Kemudian, klaster Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU, yakni Rajo Emirsyah dan Darmawati.

    Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya telah menetapkan sebanyak 28 tersangka kasus laman judol yang melibatkan oknum di Kementerian Komdigi.

    Pada April 2024, suami Darmawati bernama Agus mengetahui praktik penjagaan laman judi daring agar tidak diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) atau Komdigi saat ini.

    Kemudian, Agus juga ikut mengoordinasikan beberapa agen penghubung dengan pemilik laman perjudian untuk melakukan pengurusan penjagaan laman judi daring.

    Selama April-Oktober 2024, Agus menerima uang pembagian dan diserahkan kepada istrinya secara langsung di kontrakan kawasan Tangerang Selatan maupun transfer.

    Dari uang hasil penjagaan laman perjudian itu, dipergunakan oleh terdakwa untuk membelanjakan beberapa barang mewah, mobil dan perhiasan.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Majelis Hakim: Silfester Matutina Tak Serius Ajukan Peninjauan Kembali
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Agustus 2025

    Majelis Hakim: Silfester Matutina Tak Serius Ajukan Peninjauan Kembali Megapolitan 27 Agustus 2025

    Majelis Hakim: Silfester Matutina Tak Serius Ajukan Peninjauan Kembali
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menilai Silfester Matutina, terpidana kasus pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla, tidak serius dalam mengajukan peninjauan kembali (PK).
    “Kami menganggap pemohon tidak menggunakan haknya untuk hadir di persidangan dalam permohonan peninjauan kembali, tidak bersungguh-sungguh dalam mengajukan permohonan ini,” tutur Hakim Ketua I Ketut Darpawan di ruang sidang utama PN Jaksel, Rabu (27/8/2025).
    Sebab, Silfester lagi-lagi tidak hadir setelah sidang sempat ditunda pada Rabu (20/8/2025) pekan lalu.
    Saat itu, Silfester mengaku sakit dan harus beristirahat selama lima hari.
    Hari ini pun, Silfester beralasan sakit dan memohon kepada majelis hakim untuk mengundur persidangan.
    Surat keterangan sakit yang diserahkan tim kuasa hukumnya tak mencantumkan nama dokter pemeriksa dan penyakit yang diderita Silfester.
    Dengan mempertimbangkan surat tersebut dan penolakan dari pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, hakim pun menggugurkan sidang tersebut.
    “Sikap dari kami usai mendengarkan pandangan dari kedua belah pihak dan pemeriksaan permohonan peninjauan kembali ini kami nyatakan gugur ya,” kata hakim sebelum menutup persidangan.
    Saat Hakim bertanya terkait hal tersebut pada kuasa hukum, mereka pun kebingungan.
    Pasalnya, Silfester yang semula telah menyanggupi untuk hadir ke persidangan hari ini justru mengirimkan surat itu tadi pagi ke kantor kuasa hukumnya.
    “Beberapa hari yang lalu sebetulnya kami sudah siap. Tapi tadi pagi mendapat surat (sakit) tadi,” kata kuasa hukum, Triyono Haryanto, kepada hakim.
    Kuasa hukum juga menyebutkan bahwa mereka pun tak tahu tentang keberadaan Silfester saat ini.
    Mereka mengaku membatasi diri untuk hanya mengurus perkara sidang PK dan tidak memasuki ranah pribadi Silfester.
    “Kami memang tidak mengetahui sakitnya apa, karena memang kami tidak mengikuti pemohon ada di mana dan sedang apa, seperti apa,” tambah Triyono.
    Sebelumnya, Silfester dilaporkan ke Mabes Polri oleh kuasa hukum JK pada 2017. Relawan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu dinilai memfitnah dan mencemarkan nama baik JK dan keluarganya melalui orasi.
    Namun, Silfester membantah tuduhan tersebut. Ia menyebut, pernyataannya merupakan bentuk kepedulian terhadap situasi bangsa.
    “Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” kata Silfester kepada Kompas.com, Senin (29/5/2017) silam.
    Laporan itu kemudian diproses hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Putusan kasasi menyatakan Silfester terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara.
    Namun, Silfester mengaku sudah berdamai dengan Jusuf Kalla. Ia mengeklaim hubungannya dengan mantan wakil kepala pemerintahan itu baik-baik saja.
    “Saya mau jawab juga mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla,” tegas dia di Polda Metro Jaya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Majelis Hakim: Silfester Matutina Tak Serius Ajukan Peninjauan Kembali
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Agustus 2025

    Kuasa Hukum Tak Sempat Sampaikan Argumen Usai PK Silfester Matutina Gugur Megapolitan 27 Agustus 2025

    Kuasa Hukum Tak Sempat Sampaikan Argumen Usai PK Silfester Matutina Gugur
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Peninjauan kembali (PK) perkara pencemaran nama baik terhadap Jusuf Kalla (JK) dengan terpidana Silfester Matutina digugurkan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).
    Tim kuasa hukum Silfester mengaku bahwa mereka sebenarnya telah menyiapkan argumen tambahan yang sudah tersusun dalam memori tambahan.
    “Tambahannya banyak. Sudah di meja saya tadi. Tapi enggak sempat (disampaikan) karena memang (sidang) ditutup,” ungkap kuasa hukum Silfester, Triyono Haryanto, kepada wartawan usai sidang, Rabu.
    Menurut Triyono, memori tambahan itu disiapkan karena alasan perdamaian yang diajukan Silfester kepada majelis hakim dalam sidang tidak dianggap cukup.
    “Faktanya mungkin kami masih kurang kalau hanya alasan itu (damai). Makanya saya sampaikan ke pemohon, saya undang beberapa hari yang lalu, kami bikin memori tambahan,” tambah Triyono.
    PK dinyatakan gugur setelah permohonan penundaan yang diajukan Silfester berbekal surat keterangan sakit dinyatakan tidak sah.
    Majelis hakim tidak melihat kejelasan nama dokter yang memeriksa maupun penjelasan penyakit yang diderita Silfester.
    Dengan alasan itu, ditambah penolakan dari jaksa, majelis hakim akhirnya menggugurkan sidang PK.
    “Demikian sikap dari kami usai mendengarkan pandangan dari kedua belah pihak dan pemeriksaan permohonan peninjauan kembali ini kami nyatakan gugur ya,” kata Hakim Ketua, I Ketut Darpawan.
    Sebelumnya, Silfester tidak hadir dalam sidang PK yang semula dijadwalkan pada Rabu (20/8/2025) lalu.
    Ia hanya mengirimkan surat kepada majelis hakim yang menyatakan bahwa ia sedang sakit dan butuh waktu istirahat untuk memulihkan diri.
    “Kami menerima surat permohonan dan informasi tidak dapat hadir sidang, pemohon melampirkan surat keterangan sakit,” ujar hakim.
    Dengan begitu, sidang pun ditunda oleh majelis hakim.
    “Dengan alasan ini, kami menjadwalkan kembali persidangan hari Rabu tanggal 27 Agustus,” kata hakim
    Sebelumnya, Silfester dilaporkan ke Mabes Polri oleh kuasa hukum Jusuf Kalla pada 2017. Relawan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu dinilai memfitnah dan mencemarkan nama baik JK dan keluarganya melalui orasi.
    Namun, Silfester membantah tuduhan tersebut. Ia menyebut, pernyataannya merupakan bentuk kepedulian terhadap situasi bangsa.
    “Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” kata Silfester kepada
    Kompas.com
    , Senin (29/5/2017) silam.
    Laporan itu kemudian diproses hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Putusan kasasi menyatakan Silfester terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara.
    Adapun Silfester mengaku sudah berdamai dengan Jusuf Kalla. Ia mengeklaim hubungannya dengan mantan wakil kepala pemerintahan itu baik-baik saja.
    Saya mau jawab juga mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla,” tegas dia di Polda Metro Jaya, Senin (4/8/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ini alasan Silfester Matutina ajukan PK

    Ini alasan Silfester Matutina ajukan PK

    Jakarta (ANTARA) – Tim kuasa hukum terpidana kasus penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Silfester Matutina menyatakan alasan sang klien mengajukan sidang pengajuan kembali (PK) karena ingin damai.

    “Karena ada menurut dia, ada perdamaian,” kata kuasa hukum Silfester Matutina, Triyono Haryanto kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.

    Triyono mengatakan, menurut sang klien perdamaian itu bisa terjadi sebelum putusan.

    Maka itu, dia mengatakan jika seandainya PK tidak digugurkan, maka pihaknya bisa mengajukan damai dalam persidangan.

    “Makanya saya dan pemohon membuat memori tambahan yang banyak, tadi tak sempat karena memang ditutup,” ucapnya.

    Sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menggugurkan permohonan PK terpidana kasus penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Silfester Matutina.

    Hakim menyatakan surat pernyataan dari rumah sakit terkait Silfester yang masih dirawat tak bisa diterima.

    Sejumlah pertanyaan menurut hakim tak bisa terjawab dalam keterangan surat tersebut.

    Sebelumnya, PN Jaksel kembali menjadwalkan sidang lanjutan permohonan PK terpidana kasus penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Silfester Matutina pada Rabu siang jam 13.00 WIB di ruang sidang utama.

    Sebelumnya, sidang PK Silfester sempat ditunda pada 20 Agustus 2025.

    PN Jaksel menyebutkan Silfester mengalami sakit nyeri pada dadanya dan membutuhkan istirahat selama lima hari.

    Silfester Matutina yang merupakan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), menjadi terpidana kasus penyebaran fitnah terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

    Dia diduga menyebarkan fitnah mengenai Jusuf Kalla saat berorasi pada 2017.

    Atas perbuatannya itu, Silfester divonis satu tahun penjara oleh pengadilan tingkat pertama. Terhadap putusan tersebut, dia mengajukan banding.

    Akan tetapi, pada tingkat kasasi, vonis Silfester diperberat menjadi 1,5 tahun penjara.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gugurnya PK Silfester Matutina di Kasus Fitnah Jusuf Kalla
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Agustus 2025

    Gugurnya PK Silfester Matutina di Kasus Fitnah Jusuf Kalla Megapolitan 27 Agustus 2025

    Gugurnya PK Silfester Matutina di Kasus Fitnah Jusuf Kalla
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sidang peninjauan kembali (PK) Silfester Matutina, terpidana kasus fitnah dan pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, resmi dinyatakan gugur.
    Keputusan itu dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu (27/8/2025).
    Hakim Ketua I Ketut Darpawan menegaskan, PK tidak dapat dilanjutkan lantaran Silfester kembali mangkir dari persidangan.
    “Kami nyatakan pemeriksaan ini selesai dan gugur ya,” ujar Ketut di ruang sidang utama.
    Menurut majelis hakim, alasan ketidakhadiran Silfester yang disampaikan melalui tim kuasa hukumnya tidak dapat diterima.
    Silfester meminta penundaan sidang dengan alasan sakit, namun dokumen yang diajukan tidak memenuhi syarat formil.
    “Alasan yang diajukan pemohon berdasarkan surat pernyataan istirahat dan sakit, ini tidak bisa kami terima. Tidak jelas menurut kami alasan sakitnya. Dengan demikian alasan pemohon untuk tidak hadir hari ini tidak sah,” jelas Ketut.
    Hakim juga menilai pemohon tidak serius dalam menjalani proses hukum.
    “Dengan demikian maka kami menganggap pemohon tidak mempergunakan haknya untuk hadir di persidangan dalam permohonan peninjauan kembali, tidak bersungguh-sungguh dalam mengajukan permohonan ini,” imbuhnya.
    Kasus hukum Silfester bermula pada 2017, ketika ia dilaporkan kuasa hukum Jusuf Kalla ke Mabes Polri.
    Relawan Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu dianggap menyampaikan orasi yang memfitnah dan mencemarkan nama baik JK serta keluarganya.
    Silfester lantas membantah tuduhan tersebut.
    “Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” ucapnya kepada
    Kompas.com
    pada 29 Mei 2017.
    Proses hukum berlanjut hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Putusan kasasi menyatakan Silfester terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara.
    Meski telah divonis bersalah, Silfester mengaku hubungannya dengan Jusuf Kalla sudah kembali baik.
    Ia bahkan mengklaim telah beberapa kali bertemu dengan JK.
    “Saya mau jawab juga mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla,” kata Silfester di Polda Metro Jaya, Senin (4/8/2025).
    (Reporter: Hanifah Salsabila | Editor: Abdul Haris Maulana)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gugurnya PK Silfester Matutina di Kasus Fitnah Jusuf Kalla
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        27 Agustus 2025

    PK Silfester Matutina Gugur, Hakim: Surat Alasan Sakitnya Tak Jelas Megapolitan 27 Agustus 2025

    PK Silfester Matutina Gugur, Hakim: Surat Alasan Sakitnya Tak Jelas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
     Majelis hakim menyatakan bahwa surat keterangan sakit dari terpidana Silfester Matutina tidak sah dalam pengajuan penundaan sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).
    Hakim Ketua I Ketut Darpawan mengatakan tidak ada keterangan yang menjelaskan penyakit apa yang diderita Silfester 
    “Tidak jelas menurut kami alasan sakitnya. Dengan demikian alasan pemohon untuk tidak hadir hari ini tidak sah,” kata Ketut Darpawan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu.
    Selain itu,tidak disebutkan juga nama dokter yang memeriksa Silfester sehingga dinyatakan sakit.
    Rumah sakit yang mengeluarkan surat tersebut hari ini juga berbeda dengan pekan lalu.
    “Karena pertama sakitnya tidak jelas, tidak ada keterangan sakit apa, yang kedua dokternya juga tidak tahu siapa yang memeriksa. Ada paraf tanda tangan tapi nama dokternya tidak jelas,” tutur Hakim.
    Setelah berdiskusi selama kurang lebih satu jam, akhirnya hakim pun memutuskan untuk menggugurkan sidang peninjauan kembali ini.
    “Demikian sikap dari kami usai mendengarkan pandangan dari kedua belah pihak dan pemeriksaan permohonan peninjauan kembali ini kami nyatakan gugur ya,” kata Hakim.
    Sebelumnya, Silfester dilaporkan ke Mabes Polri oleh kuasa hukum Jusuf Kalla pada 2017.
    Relawan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) itu dinilai memfitnah dan mencemarkan nama baik JK dan keluarganya melalui orasi.
    Namun, Silfester membantah tuduhan tersebut. Ia menyebut, pernyataannya merupakan bentuk kepedulian terhadap situasi bangsa.
    “Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita,” kata Silfester kepada Kompas.com, Senin (29/5/2017) silam.
    Laporan itu kemudian diproses hingga ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
    Putusan kasasi menyatakan Silfester terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara.
    Adapun Silfester mengaku sudah berdamai dengan Jusuf Kalla. Ia mengeklaim hubungannya dengan mantan wakil kepala pemerintahan itu baik-baik saja.
    “Saya mau jawab juga mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian. Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla,” tegas dia di Polda Metro Jaya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ary Bakri Ungkap Wahyu Gunawan Pernah Minta Kerjaan Sebelum Kasus CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Agustus 2025

    Ary Bakri Ungkap Wahyu Gunawan Pernah Minta Kerjaan Sebelum Kasus CPO Nasional 27 Agustus 2025

    Ary Bakri Ungkap Wahyu Gunawan Pernah Minta Kerjaan Sebelum Kasus CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengacara Ariyanto Bakri mengungkapkan bahwa Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, pernah menyinggung tentang permintaan kerjaan sebelum kasus korupsi terkait perusahaan crude palm oil (CPO) bergulir.
    Hal ini terungkap saat Ary Bakri, sapaan Ariyanto Bakri, dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam sidang penanganan perkara kasus korupsi suap hakim yang memberikan vonis ontslag atau vonis lepas kepada korporasi crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng (migor).
    “Dan, beliau (Wahyu) sering katakan, ‘Kalau ada kerjaan kasih saya’. Dia bilang gitu,” ujar Ariyanto saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (27/8/2025).
    Ary Bakri mengatakan bahwa dirinya pertama kali mengenal Wahyu melalui media sosial.
    Saat itu, Ary Bakri yang sering membuat konten dan menjadi influencer juga menarik perhatian Wahyu.
    “Sebelum Covid, mungkin 2-3 tahun, saudara Wahyu sering
    sounding
    sama saya di medsos,” cerita Ariyanto.
    Sejak sebelum Covid-19 melanda dunia pada tahun 2019, Wahyu sudah pernah menghubungi Ariyanto dan memperkenalkan diri sebagai Panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
    Awalnya berkomunikasi melalui medsos, Ariyanto dan Wahyu bertemu dalam satu acara motor.
    Keduanya diketahui sama-sama penyuka motor Harley Davidson.
    “Kemudian pada pagi Minggu, itu berapa tahun lalu, saya lupa, ya kita ketemu di perkumpulan motor, sebatas obrolan motor,” kata Ariyanto.

    Saat itu, kasus perkara CPO belum terjadi. Namun, keduanya masih saling menjaga komunikasi.
    Kemudian, ketika ada perkara korporasi CPO, komunikasi antara Ary Bakri dan Wahyu menjadi lebih intens.
    Dalam kasus ini, Ary Bakri menjadi pihak yang mewakili tiga korporasi CPO.
    Melalui Ary Bakri, tiga korporasi ini menyuap para hakim agar mendapatkan vonis ontslag.
    Kelima terdakwa diduga menerima uang suap senilai Rp 40 miliar.
    Rinciannya, Eks Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, menerima Rp 15,7 miliar; satu orang menerima Rp 2,4 miliar.
    Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar.
    Lalu, para hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
    Dalam perkara ini, para hakim diduga menerima suap untuk menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging terhadap terdakwa tiga korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
    Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
    Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
    Majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas itu diketuai oleh hakim Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom.
    Putusan diketok di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
    Atas perbuatannya, para terdakwa diancam dengan Primair Pasal 12 huruf c subsider Pasal 12 huruf a, jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tetapkan Rudy Ong Chandra Jadi Tersangka Kasus Suap IUP di Kaltim 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 Agustus 2025

    KPK Tetapkan Rudy Ong Chandra Jadi Tersangka Kasus Suap IUP di Kaltim Nasional 25 Agustus 2025

    KPK Tetapkan Rudy Ong Chandra Jadi Tersangka Kasus Suap IUP di Kaltim
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan pengusaha tambang Rudy Ong Chandra sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur periode 2013-2018, pada Senin (25/8/2025).
    “KPK sebelumnya telah menetapkan 3 tersangka yaitu AFI, DDW, ROC (Rudy Ong),” kata Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin.
    Kasus korupsi yang menjerat Rudy Ong ini merupakan pengembangan penyidikan dari kasus dugaan suap IUP di Kalimantan Timur yang dilakukan KPK sejak September 2024.
     
    KPK sebelumnya turut menetapkan Gubernur Kalimantan Timur 2008-2018 Awang Faroek Ishak (AFI) dan putri dari Awang Faroek sekaligus Ketua Kadin, Dayang Donna Walfiaries Tania sebagai tersangka dalam perkara ini.
    Dalam proses penyidikan perkara ini, Rudy Ong pernah mengajukan praperadilan pada Oktober 2024 di PN Jakarta Selatan.
    Kemudian pada November 2024, hakim memutus gugatan tersebut tidak diterima.
    “Proses penyidikan dan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Sdr. ROC sah,” ujar Asep.
    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Rudy ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 22 Agustus sampai dengan 10 September 2025.
    “Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” ujar Asep.
    Atas perbuatannya, Rudy Ong Chandra disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Sebelumnya, KPK menjemput paksa Rudy Ong terkait kasus dugaan suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur, pada Kamis (21/8/2025).
    Rudy Ong tiba di Gedung Merah Putih KPK pukul 21.36 WIB.
    Ia digiring penyidik KPK memasuki Gedung KPK dengan tangan diborgol.
    Rudy menutup wajahnya ketika tiba di Gedung Merah Putih KPK, bahkan ia merangkak saat memasuki ruang pemeriksaan lantai 2 untuk menghindari sorotan awak media.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.