Kementrian Lembaga: PN Jakarta Selatan

  • Kejagung Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Tersangka Nadiem Makarim

    Kejagung Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Tersangka Nadiem Makarim

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung sudah siap melawan gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus korupsi Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna mengaku bahwa pihaknya belum menerima permohonan gugatan itu baik dari pihak pemohon maupun dari pihak pengadilan.

    Kendati demikian, menurut Anang, Nadiem Makarim sebagai tersangka memiliki hak untuk mengajukan gugatan praperadilan, jika tidak terima ditetapkan jadi tersangka dan ditahan dalam kasus korupsi digitalisasi pendidikan pengadaan Chromebook pada Kemendikbudristek.

    “Itu merupakan satu hak bagi tersangka dan penasihat hukumnya dan ini juga diatur di dalam ketentuan, baik itu KUHAP maupun putusan MK tahun 2014,” tutur Anang di Kejaksaan Agung, Selasa (23/9/2025).

    Anang mengaku bahwa Kejagung sudah siap melawan gugatan praperadilan yang dilayangkan tersangka Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Menurut Anang, sesuai aturan, praperadilan tersebut hanya untuk membuktikan sah atau tidaknya Nadiem Makarim menjadi tersangka pada kasus korupsi digitalisasi pendidikan pengadaan Chromebook pada Kemendikbudristek.

    “Kalau praperadilan itu konsepnya hanya sah atau tidaknya penyitaan, penangkapan, penggeledahan dan diperluas penetapan tersangka, itu saja,” katanya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, tersangka Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan melawan Kejaksaan Agung atas penetapan tersangka dan penahanan dirinya dalam kasus korupsi digitalisasi pendidikan.

    Penasihat Hukum Nadiem Makarim, Hana Pertiwi menilai bahwa penyidik Kejaksaan Agung tidak memiliki alat bukti yang cukup dan belum ada laporan kerugian negara dari lembaga yang berwenang untuk menetapkan Nadiem Makarim tersangka dan langsung ditahan.

    “Jadi yang kami permasalahkan itu belum ada 2 alat bukti yang cukup dan belum ada bukti kerugian negara dari lembaga yang berwenang,” tuturnya di PN Jaksel, Selasa (23/9/2025).

    Menurutnya, penetapan tersangka serta penahanan terhadap kliennya dianggap tidak sah karena tim penyidik Kejaksaan Agung belum memiliki alat bukti yang kuat terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek 

    “Jadi secara otomatis, penetapan klien saya menjadi tersangka dan penahanannya jadi tidak sah secara hukum,” katanya.

    Sebelumnya, mantan Menteri Dikbudristek Nadiem Makarim telah menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan pengadaan Chromebook periode 2019-2022.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan pihaknya telah memiliki alat bukti yang cukup sebelum menetapkan Nadiem sebagai tersangka. 

    “Hari ini telah menetapkan tersangka inisial Nadiem selaku Menteri Kebudayaan Riset dan Teknologi periode 2019-2024,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025). 

    Nadiem, kata Nurcahyo, berperan penting dalam korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. 

    Pasalnya, founder Go-Jek tersebut diduga memerintahkan pemilihan ChromeOS untuk mendukung program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.

  • Nadiem Makarim Ajukan Praperadilan Kasus Korupsi Chromebook

    Nadiem Makarim Ajukan Praperadilan Kasus Korupsi Chromebook

    Jakarta, CNBC Indonesia – Nadiem Makarim mengajukan gugatan praperadilan kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook. Objek gugatan tersebut terkait penetapan tersangka dan penahanan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi itu.

    “Hari ini daftar permohonan praperadilan atas nama Pak Nadiem Anwar Makarim,” kata tim kuasa hukum Nadiem, Hana Pertiwi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dikutip dari Detik.com, Selasa (23/9/2025).

    Dia mengatakan penetapan tersangka pada kliennya tidak memenuhi dua alat bukti yang sah. Salah satu buktinya adalah audit kerugian negara dari instansi yang berwenang dalam hal ini BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan).

    “Penetapan tersangkanya karena tidak ada dua alat bukti permulaan yang cukup, salah satunya bukti audit kerugian negara dari instansi yang berwenang. Instansi yang berwenang itu kan BPK atau BPKP, dan penahanannya kan otomatis kalau penetapan tersangka tidak sah, penahanan juga tidak sah,” ujarnya.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam program digitalisasi pendidikan pada 2019-2022. Dia juga ditahan sejak 4 September 2025 lalu selama 20 hari di Rutan Salemba, Jakarta.

    Korupsi pengadaan laptop Chromebook itu disebut merugikan negara sebesar Rp 1,98 triliun.

    Sebelum ditetapkan jadi tersangka, Nadiem telah diperiksa sebanyak dua kali. Pertama pada 23 Juni 2025 lalu dan sebulan kemudian 15 Juli 2025, kedua pemeriksaan berlangsung 12 jam dan 9 jam.

    Kejagung mengatakan terdapat grup WhatsApp bernama ‘Mas Menteri Core Team’, yang di dalamnya membicarakan program tersebut. Grup tersebut dibuat pada 19 Oktober 2019 oleh Nadiem, Jurist Tan dan Fiona Handayani.

    Pembahasan juga dilakukan terkait program tersebut beberapa kali. Jurist diketahui membahas pengadaan dengan YK dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) pada Desember 2019 serta memimpin pertemuan melalui zoom meeting beberapa waktu kemudian.

    Selain Nadiem, Jurist juga ditetapkan sebagai tersangka. Namun karena tidak berada di Indonesia dan sudah berulang kali tak memenuhi pemanggilan, namanya dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang.

    Tersangka lain yang sudah ditetapkan sebelumnya adalah SW, MUL dan IBAM. SW dan MUL juga telah dilakukan penahanan sementara, sedangkan IBAM menjadi tahanan kota karena sakit.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Hastag ‘Partai Mitra Judol’ dan Alwin Jabarti Kiemas Trending

    Hastag ‘Partai Mitra Judol’ dan Alwin Jabarti Kiemas Trending

    GELORA.CO – Aneh tapi nyata. Megawati Soekarnoputri dan PDIP mendapat serangan mendadak di lini masa X.

    Para akun penyerang ramai-ramai menggunakan tagar Partai Mitra Judol dan Alwin Jabarti Kiemas. Dua tagar yang disangkutpautkan ke Megawati Soekarnoputri selaku Ketum DPP PDIP.

    Alhasil, Partai Mitra Judol dan Alwin Jabarti Kiemas jadi trending topic di lini masa X.

    Dari ribuan cuitan atau unggahan yang beredar, para pemilik akun menyebarkan berita vonis terkait penjagaan judi online atau judol terhadap Alwin Jabarti Kiemas.

    Alwin sendiri dikenal publik sebagai keponakan dari almarhum Taufiq Kiemas, suami dari Megawati.

    Vonis Penjara Keponakan Taufiq Kiemas

    Menariknya, vonisnya sendiri sudah dijatuhkan hakim sejak lama. Yakni, pada Selasa 26 Agustus 2025 dan humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rio Barten, membenarkan hal ini.

    Disebutkan, Majelis Hakim PN Jaksel memvonis empat terdakwa pada perkara penjagaan situs judi online. Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuat dapat diaksesnya informasi elektronik bermuatan perjudian.

    Empat terdakwa itu adalah Zulkarnaen Apriliantony alias Tony Tomang, mantan Staf Ahli Menkominfo Adhi Kismanto, makelar laman judol Muhrijan alias Agus, serta Direktur Utama PT Djelas Tandatangan Bersama yaitu Alwin Jabarti Kiemas.

    Alwin divonis pidana penjara lima tahun enam bulan dan membayar denda Rp500 juta subsider kurungan 1 bulan.

    Serangan Online di Lini Masa X

    Meskipun sudah berlangsung lebih dari satu bulan, tampaknya para haters Megawati dan PDIP tetap menjadikan berita fakta ini sebagai senjata untuk menjatuhkan nama tokoh dan parpol tersebut.

    Salah satunya akun X yakni, @sotoyw****. “Keponakan Megawati, Alwin Jabarti Kiemas, resmi divonis. Bukan kaleng-kaleng, dia aktor utama di balik jaringan judi online Kominfo PARTAI MITRA JUDOL,” cuitnya, terlihat Sabtu 19 September 2025.

    “Met malam minggu gais, eh kalau keponakan ketum partai mainnya jadi beking. Alwin Jabarti Kiemas bukan sembarang orang, dia darah biru politik. PARTAI MITRA JUDOL ? Sepertinya bukan sekadar istilah,” kata @negativ****.

    Demikian artikel seputar serangan online terhadap Megawati dan PDIP di lini masa X sehubungan vonis penjagaan situs judol oleh keponakannya, Alwin. ***

  • Ajukan Duplik, Kuasa Hukum Vadel Badjideh Sebut Jaksa Tetap Tuntut 12 Tahun Penjara

    Ajukan Duplik, Kuasa Hukum Vadel Badjideh Sebut Jaksa Tetap Tuntut 12 Tahun Penjara

    JAKARTA – Sidang kasus dugaan tindak asusila yang melibatkan kreator konten Vadel Badjideh masih berjalan. Kali ini, proses persidangan telah sampai pada tahap replik alias jawaban balasan atau sanggahan yang diajukan oleh pihak penggugat (atau penuntut umum) terhadap jawaban yang diajukan oleh pihak tergugat (atau penasihat hukum terdakwa) dalam sebuah proses persidangan hukum.

    Kuasa hukum Vadel Badjideh, Oya Abdul Malik menjelaskan kalau secara garis besar JPU tetap menuntut kliennya dengan tuntutan 12 tahun penjara.

    “Beliau tetap dengan tuntutannya, eh tidak ada yang berubah. Dari beberapa poin yang kami sampaikan, dijawab hanya beberapa poin dari sekian banyaknya,” kata Oya Abdul Malik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 18 September.

    Mengetahui hal ini, Oya mengaku merasa replik yang disampaikan oleh pihak JPU tidak sesuai dengan permintaan yang pihaknya ajukan.

    “Nggak nyambung. Ya, maksudnya gini, lucunya yang kita sampaikan apa, yang dijawab apa, gitu. Itu aja sih. Tapi ya enggak apa-apa juga. Masing-masing kan punya argumen, ya,” tutur Oya Abdul Malik.

    Mengaku kecewa dengan isi replik JPU, Oya Abdul Malik pun menyatakan akan mengajukan duplik kembali atas hal ini.

    “Jadi, saya akan melakukan duplik hari Senin. Setelah itu, baru menunggu waktu majelis memutuskan,” tegas Oya Abdul Malik.

    Sebelumnya, JPU menuntut Vadel dengan 12 tahun penjara dan denda Rp1 Miliar atas kasus ini atau diganti dengan kurungan selama 6 bulan penjara apabila tidak bisa membayar denda.

    “Sidang tadi sudah menyampaikan surat tuntutannya, JPU sudah menyampaikan surat tuntutannya. Dituntut selama 12 tahun, denda Rp1 Miliar. Apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” kata Rio Barten, humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 1 September.

  • Kejagung: Silfester Matutina Masih Dicari
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        18 September 2025

    Kejagung: Silfester Matutina Masih Dicari Nasional 18 September 2025

    Kejagung: Silfester Matutina Masih Dicari
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan disebut terus mencari keberadaan Silfester Matutina untuk segera dieksekusi.
    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, mengatakan, Kejari Jaksel sudah memanggil Silfester.
    “Seingat saya sudah melakukan pemanggilan. Tinggal langkah hukum apalagi, tinggal tanyakan saja ke Kejari Jakarta Selatan selaku jaksa eksekutor,” kata Anang saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (18/9/2025).
    Anang menjelaskan, Silfester sempat tidak hadir dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) karena alasan sakit.
    Pihak pengadilan menerima surat keterangan sakit dari rumah sakit di Jakarta. Namun, Anang mengaku tidak mengingat detail nama rumah sakit tersebut.
    “Waktu sidang PK yang pertama, yang bersangkutan sakit, tidak bisa hadir. Ada surat keterangan dari rumah sakit seperti itu. Saya lupa rumah sakitnya mana, nanti saya tanya lagi ke Kejari Jakarta Selatan,” ujarnya.
    Saat ditanya soal kemungkinan penjemputan paksa, Anang menegaskan keberadaan Silfester hingga kini belum diketahui secara pasti.
    “Ya ini belum dapat, sedang dilakukan pencarian. Namanya dicari, kan kalau sudah tahu tinggal ini (dijemput) saja kan,” ucapnya.
    Namun demikian, Anang tidak menutup kemungkinan upaya paksa tetap bisa dilakukan meski Silfester dalam kondisi sakit.
    Menurutnya, jika hal itu terjadi, proses penahanan dapat dibantarkan di rumah sakit.
    “Ya bisa saja. Sementara waktu itu, karena di PK kan yang bersangkutan enggak hadir. Hanya ada surat keterangan sakitnya,” kata Anang.
    Ia menekankan bahwa kendala teknis terkait eksekusi Silfester sepenuhnya menjadi domain Kejari Jakarta Selatan.
    “Tanya nanti ke Kejari Jakarta Selatan ya. Eksekutornya, kendala teknisnya apa, nanti,” pungkasnya.
    Silfester Matutina divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2019 karena menyebarkan fitnah terhadap Jusuf Kalla.
    Putusan tersebut dikuatkan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
    Meski sudah inkrah, eksekusi terhadap Silfester hingga kini belum dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        Diminta Tenang, Nikita Mirzani Murka Sambil Tunjuk-tunjuk Jaksa
                        Megapolitan

    8 Diminta Tenang, Nikita Mirzani Murka Sambil Tunjuk-tunjuk Jaksa Megapolitan

    Diminta Tenang, Nikita Mirzani Murka Sambil Tunjuk-tunjuk Jaksa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Terdakwa Nikita Mirzani naik pitam usai seorang jaksa perempuan mengingatkannya agar tenang dengan suara desis dalam sidang dugaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap dokter Reza Gladys, Kamis (18/9/2025).
    Mulanya tim penasihat hukum terdakwa sedang bertanya kepada Fitria, salah satu dari empat saksi meringankan yang dihadirkan dalam persidangan.
    Pertanyaan tim penasihat hukum seputar Fitria yang mengaku menjadi korban penipuan usai membeli produk milik Reza Gladys.
    Namun, seorang jaksa pria keberatan dengan tanya jawab penasihat hukum dengan Fitria. Ia menilai bahwa ini merupakan persidangan kasus dugaan pemerasan, bukan kesehatan.
    “Ini saksi meringankan. Kami melakukan meringankan,” ujar kuasa hukum Nikita yang memotong keberatan jaksa terhadap majelis hakim di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (18/9/2025).
    “Tunggu, saya lagi keberatan,” timpal jaksa.
    Menurut kuasa hukum, persidangan ini berkaitan dengan produk skincare yang dijual oleh Reza Gladys sebagai pelapor dalam perkara ini.
    Dengan nada tinggi, kuasa hukum meminta jaksa membaca kembali dakwaan yang telah mereka susun untuk persidangan ini.
    “Silakan dibawa ke sini, ditunjukkan, ada enggak dibahas tentang itu. Silakan maju,” ucap hakim ketua Kairul Soleh.
    Perwakilan jaksa dan kuasa hukum mendekat ke meja majelis hakim sambil membawa surat dakwaan terhadap Nikita. Pada momen ini, Nikita pun berbicara.
    “Ada, skincare. Dari awal BAP itu urusannya skincare, enggak ada pemerasan,” ucap Nikita.
    Seorang jaksa perempuan meminta Nikita untuk tenang. Permintaan itu disampaikan dengan suara desis kepada Nikita. Namun, Nikita tidak terima.
    “Lu yang berisik,” ucap Nikita sambil menunjuk ke arah jaksa.
    “Yang sopan,” timpal jaksa.
    “Lu yang sopan. Dari awal nih, dari awal nyerocos aja,” kata Nikita lagi sambil menunjuk-nunjuk jaksa.
    Melihat kondisi ini, Kairul meminta Nikita dan jaksa tetap tenang. Tetapi, Nikita tetap melayangkan protes.
    “Makanya (jaksa) pakai masker, padahal nyerocos terus mulutnya. Yang Mulia juga harus tahu, ini dari awal sidang, nyerocos terus,” ucap Nikita.
    “Iya, dua duanya diam,” tegas Kairul.
    “Lama-lama gue enggak bisa diam sama lu ya. Nyerocos mulu,” ujar Nikita.
    Seorang penasihat hukum perempuan Nikita pun langsung mendekat ke terdakwa. Dia meminta kliennya agar tenang dengan menepuk-nepuk pundak.
    Kairul pun meminta terdakwa diam agar persidangan bisa dilanjutkan.
    “Sejak awal, majelis sudah mengingatkan ya, semua lewat majelis, tidak usah saling sahut-sahutan. Seperti itu ya. Ini bukan pasar. Kita ada aturannya,” jelas Kairul
    Hanya saja, Nikita menyinggung bahwa majelis hakim tidak pernah menunda persidangan akibat ulah jaksa. Berkali-kali, Kairul meminta ibu tiga anak itu agar tetap tenang.
    “Sekali diingatkan, diam. Baik penuntut umum, maupun terdakwa,” tegas Kairul.
    “Baru tahu saya ada jaksa kayak begini. Jaksa tuh cari kebenaran di muka persidangan,” ucap Nikita.
    “Coba, ini sudah kita ingatkan, masih ngomong terus,” kata Kairul.
    Dalam momen ini, Nikita meminta majelis hakim memarahi jaksa saat jaksa banyak bicara.
    “Saya sudah menahan lama ini, berapa kali sidang ini, saya tahan-tahan. Nyebelin ini dari awal,” ucap Nikita.
    Setelah ini, sidang kembali berlanjut.
    Adapun Nikita Mirzani didakwa melakukan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap pemilik produk kecantikan bernama dokter Reza Gladys.
    Perbuatan itu dilakukan Nikita bersama asistennya, Ismail Marzuki.
    Kejadian ini bermula dari unggahan video TikTok akun @dokterdetektif yang mengulas produk kecantikan Glafidsya milik Reza Gladys pada Rabu (9/10/2024).
    Menurut pemilik akun, Samira, kandungan produk Glafidsya berupa serum vitamin C booster tidak sesuai dengan klaim.
    Harganya pun disebut tidak sesuai dengan kualitasnya.
    Dua hari kemudian, Samira kembali mengulas lima produk Glafidsya lainnya, yakni sabun cuci muka, serum, dan krim malam yang lagi-lagi disebut tidak sesuai klaim.
    Dalam video itu, Samira mengajak warganet tidak membeli produk yang diklaim dapat menahan penuaan dini ini.
    Samira lantas meminta Reza minta maaf ke publik dan menghentikan penjualan produknya untuk sementara.
    Reza pun memenuhi permintaan Samira dengan mengunggah video permintaan maaf.
    Di sinilah Nikita Mirzani muncul. Nikita tiba-tiba melakukan siaran langsung TikTok melalui akun @nikihuruhara di mana ia menjelek-jelekkan Reza dan produknya berulang kali.
    Nikita menuding, kandungan produk kecantikan Reza berpotensi menyebabkan kanker kulit.
    Dia juga mengajak warganet tidak lagi menggunakan produk apa pun dari Glafidsya.
    Satu minggu setelahnya, rekan sesama dokter bernama Oky memprovokasi Reza untuk memberikan uang ke Nikita supaya tidak lagi menjelek-jelekkan produknya.
    Melalui Ismail, Nikita justru mengancam Reza dengan mengatakan bahwa dia bisa dengan mudah menghancurkan bisnis Reza Gladys.
    Oleh karenanya, Nikita meminta uang tutup mulut sebesar Rp 5 miliar.
    Lantaran merasa terancam, Reza akhirnya bersedia memberikan uang, namun “hanya” Rp 4 miliar.
    Atas kejadian itu, Reza mengalami kerugian sebesar Rp 4 miliar.
    Ia pun melaporkan kejadian ini ke Polda Metro Jaya pada Selasa (3/12/2024).
    Atas perbuatannya, Nikita dan Ismail disangkakan melanggar Pasal 27B ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemerasan, serta Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saat Saksi Sidang Djuyamto Izin Pulang ke Solo, Hakim: Titip Salam ke Pak Jokowi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 September 2025

    Saat Saksi Sidang Djuyamto Izin Pulang ke Solo, Hakim: Titip Salam ke Pak Jokowi Nasional 17 September 2025

    Saat Saksi Sidang Djuyamto Izin Pulang ke Solo, Hakim: Titip Salam ke Pak Jokowi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Bendahara 1 Panitia Pengadaan Tanah dan Pembangunan Gedung MWC NU Kartasura, Suratno sempat meminta izin kepada majelis hakim apakah ia sudah boleh pulang ke Solo, Jawa Tengah.
    Momen ini terjadi usai Suratno diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap majelis hakim yang memberikan vonis
    onslag
    atau vonis lepas untuk tiga korporasi crude palm oil (CPO).
    “Terima kasih saudara saksi berdua, sudah boleh meninggalkan ruang sidang,” ujar Hakim Ketua Effendi saat sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (17/9/2025).
    Saat itu, ada tiga orang saksi yang tengah diperiksa di dalam persidangan.
    Mereka adalah Suratno, Istri Hakim nonaktif Djuyamto Raden Ajeng Temenggung Dyah Ayu Kusumawijaya, serta Panitera Utama PN Jakarta Selatan, Eddy Suwarno.
    Atas arahan hakim, JPU lebih dahulu memeriksa Suratno dan Ayu karena keduanya berhubungan dengan terdakwa Djuyamto.
    Sementara, saksi Eddy kesaksiannya dibutuhkan untuk perkara seluruh terdakwa, bukan hanya Djuyamto.
    Usai dibolehkan pulang oleh Hakim Effendi, Suratno tiba-tiba bertanya untuk memastikan pernyataan hakim.
    “Mohon izin, sudah boleh pulang ke Solo, Yang Mulia?” tanya Suratno kepada majelis hakim.
    Mendengar pertanyaan dari Suratno, Hakim Effendi sontak bertanya, “(kereta) Bima jam berapa?”
    Sambil tertawa kecil, Suratno mengatakan keretanya akan jalan sekitar pukul 19.00 WIB.
    Berhubung waktu sudah sore di atas jam 16.30 WIB, hakim pun membolehkan Suratno untuk segera menuju stasiun.
    Sebelum Suratno meninggalkan ruang sidang, Hakim Effendi sempat berkelakar dan menitip pesan untuk Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) yang juga berdomisili di Solo, Jawa Tengah.
    “Hati-hati, selamat jalan ya pak ya. Salam buat Pak Jokowi,” kata Hakim Effendi.
    “Siap, terima kasih yang mulia,” jawab Suratno sebelum bangkit berdiri dan meninggalkan ruang sidang.
    Dalam persidangan hari ini, Suratno mengungkap kalau Djuyamto pernah memberikan uang senilai Rp 5,65 miliar untuk pembangunan gedung Kantor Terpadu Majelis Wilayah Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.
    Uang ini diberikan dalam tiga kali penyerahan. Suratno mengaku dua kali menjemput uang ini ke Jakarta atas perintah Djuyamto.
    Saat ini, uang pemberian Djuyamto sudah tercampur dengan dana yang dikumpulkan jemaah.
    Uang ini juga sudah digunakan untuk membeli sejumlah lahan.
    Tapi, sebagai pertanggungjawaban, MWC NU Kartasura mengaku akan menjual lahan ini. Kemudian, uang ini akan disetor ke negara.
    Dalam perkara ini, jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dari kuasa hukum tiga korporasi sawit untuk menjatuhkan vonis bebas dalam kasus korupsi terkait ekspor CPO.
    Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
    Sementara itu, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
    Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
    Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
    Pada akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis lepas terhadap tiga korporasi tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jaksa Cecar Saksi Kasus Suap Vonis Lepas Migor: Anda Pernah Buang HP?

    Jaksa Cecar Saksi Kasus Suap Vonis Lepas Migor: Anda Pernah Buang HP?

    Jakarta

    Jaksa menghadirkan M Syafei sebagai saksi kasus dugaan suap hakim untuk vonis lepas perkara dugaan korupsi ekspor minyak goreng (migor). Syafei sempat dicecar apakah pernah membuang handphone (HP)-nya.

    Syafei disebut menjabat Head Social Security and License Wilmar Group saat kasus ini terjadi. Syafei juga telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap vonis lepas migor dengan terdakwa korporasi.

    “Apakah di periode itu saudara pernah membuang alat komunikasi Saudara berupa HP?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/9/2025).

    “Waktu itu kita jalan pak, jatuh, ya udah,” jawab Syafei.

    “Udah nggak diambil?” tanya jaksa.

    “Ternyata balik, dapat lagi, saya serahkan sama penyidik Pak,” jawab Syafei.

    Terdakwa dalam sidang ini ialah mantan Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta; mantan Panitera Muda Perdata PN Jakut, Wahyu Gunawan; hakim pengadil perkara korupsi migor, Djuyamt, Agam Syarief Baharudin, dan hakim Ali Muhtarom.

    Jaksa lalu mencecar Syafei alasan mengganti nomor handphone saat perkara ini diusut. Syafei mengaku saat itu mengganti nomor karena banyak menghubungi.

    “Ya karena banyak Pak, banyak orang hubungi, masalah-masalah kebun, masyarakat ini, jadi saya ganti aja Pak,” jawab Syafei.

    “Tidak ada informasi penting di nomor lama?” tanya jaksa.

    “Tidak ada Pak,” jawab Syafei.

    Jaksa kemudian mencecar alasan Syafei menitipkan HP ke rekan kerjanya bernama Tara. Jaksa mempertanyakan mengapa Syafei tak menyerahkan langsung HP ke penyidik saat digeledah.

    “Waktu itu saya bilang, ‘Tolong bu pegang, saya mau naik’,” jawab Syafei.

    “Betul, kenapa saksi serahkan? Kenapa tidak saksi serahkan kepada penyidik langsung?” cecar jaksa.

    “Waktu ditanya saya bilang ada sama bu Tara, langsung Pak karena saya waktu itu langsung dibawa gitu Pak,” jawab Syafei.

    “Iya, alasan saksi apa?” tanya jaksa.

    “Nggak ada, kami biasa Pak, titip barang di bawah, titip ini, biasa,” jawab Syafei.

    Syafei membantah menitipkan HP karena dalam keadaan bingung saat digeledah penyidik. Dia mengaku langsung memberitahu penyidik jika HP itu dititipkan ke Tara.

    “Apakah waktu saksi menitipkan saksi dalam keadaan bingung dan galau?” tanya jaksa.

    “Nggak Pak, nggak,” jawab Syafei.

    Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.

    Total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.

    Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

    Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

    Halaman 2 dari 3

    (mib/haf)

  • Ajukan Praperadilan, Kuasa Hukum Rudy Tanoe Sebut Penetapan Tersangka KPK Tidak Sah

    Ajukan Praperadilan, Kuasa Hukum Rudy Tanoe Sebut Penetapan Tersangka KPK Tidak Sah

    Bisnis.com, JAKARTA – Kuasa hukum dari Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik (DNR Logistics) sekaligus Direktur Utama PT Dosni Roha Indonesia Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo alias Rudy Tanoe, Ricky Herbert Parulian Sitohang, mengatakan kliennya meminta pengadilan agar penetapan status tersangka oleh KPK dinyatakan tidak sah.

    “Dalam rangka praperadilan ini, kami minta bahwa penetapan tersangka tersebut tidak sah secara hukum karena tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP maupun ketentuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014,” ujar Ricky dilansir dari Antara, Rabu (17/9/2025). 

    Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Rudy Tanoe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengangkutan penyaluran bantuan sosial di Kementerian Sosial (Kemensos). 

    Ricky mengatakan penetapan status tersangka untuk Rudy Tanoe oleh KPK tidak sesuai dengan etika maupun prosedur yang berlaku karena kliennya terlebih dahulu mendapatkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dengan status tersangka tanpa diperiksa sebagai saksi sebelumnya.

    “Seyogianya dalam rangka penyidikan Bambang Rudijanto [Rudy Tanoe] diminta keterangannya sebagai saksi terlebih dahulu agar keterangan yang diberikan oleh beliau bisa berimbang untuk mencari titik tengah di mana posisi status yang sesungguhnya,” katanya.

    Selain itu, dia menambahkan KPK belum pernah mengirimkan surat pemanggilan untuk Rudy Tanoe dalam penyidikan kasus tersebut.

    “Surat panggilan sampai sekarang belum ada. Surat penyidikannya belum diterima oleh Bambang Rudijanto sampai sekarang,” ujarnya.

    Pada kesempatan berbeda, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan penetapan status tersangka telah dilakukan sesuai dengan mekanisme dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

    “Dalam penyelidikan pun KPK juga telah melakukan pemanggilan para saksi atau pihak-pihak terkait yang diminta keterangan untuk melengkapi keterangan yang dibutuhkan dalam suatu penanganan perkara. Demikian halnya dalam proses penyidikan,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.

    Oleh sebab itu, Budi mengatakan KPK saat ini menunggu putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengenai hasil praperadilan Rudy Tanoe.

    Sebelumnya, KPK mengusut kasus terkait bansos di Kemensos dimulai dari perkara dugaan suap dalam pengadaan bansos untuk wilayah Jabodetabek pada lingkungan Kemensos tahun 2020, yakni pada 6 Desember 2020. Salah satu tersangka dalam kasus itu adalah mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

    Pada 15 Maret 2023, KPK mengumumkan penyidikan dugaan korupsi dalam penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) di Kemensos tahun 2020-2021.

    Pada 26 Juni 2024, KPK mengumumkan memulai penyidikan dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial presiden terkait penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek pada Kemensos tahun 2020.

    Sementara itu, pada 19 Agustus 2025, KPK mencegah empat orang untuk bepergian ke luar negeri terkait kasus pengangkutan penyaluran bansos Kemensos, berinisial ES, BRT, KJT, dan HER.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, keempat orang tersebut adalah Staf Ahli Menteri Sosial Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial Edi Suharto (ES), dan Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik (DNR Logistics) sekaligus Direktur Utama PT Dosni Roha Indonesia (DNR) Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo (BRT).

    Kemudian Dirut DNR Logistics tahun 2018–2022 Kanisius Jerry Tengker (KJT), dan Direktur Operasional DNR Logistics tahun 2021-2024 Herry Tho (HER).

    Pada tanggal yang sama, KPK mengumumkan telah menetapkan tiga orang dan dua korporasi sebagai tersangka kasus yang merupakan pengembangan perkara penyaluran bansos beras untuk KPM dan PKH tahun 2020-2021, serta menilai negara rugi hingga Rp200 miliar.

    Pada 25 Agustus 2025, Rudy Tanoe mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan serta memohon agar penetapan tersangka tersebut dinyatakan tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum. Adapun, Rudy Tanoe sempat dipanggil KPK sebagai saksi kasus tersebut pada 14 Agustus 2025. 

  • Bambang Tanoesoedibjo Persoalkan Jadi Tersangka Meski Tak Diperiksa di Tahap Penyidikan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 September 2025

    Bambang Tanoesoedibjo Persoalkan Jadi Tersangka Meski Tak Diperiksa di Tahap Penyidikan Nasional 16 September 2025

    Bambang Tanoesoedibjo Persoalkan Jadi Tersangka Meski Tak Diperiksa di Tahap Penyidikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kuasa hukum dari Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik (PT DRL), Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, Ricky Hebert Sitohang, mempersoalkan kliennya ditetapkan sebagai tersangka walaupun belum diperiksa di tahap penyidikan.
    Seperti yang diketahui, Bambang atau yang akrab dipanggil Rudy telah berstatus sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengangkutan dan penyaluran bantuan sosial (bansos) beras Kementerian Sosial (Kemensos).
    “Tahunya 8 Agustus (terbit) Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), tapi statusnya (Rudy) sudah tersangka tanpa pemeriksaan (di tahap) sidik,” ujar Ricky saat dihubungi, Selasa (16/9/2025).
    Ricky membenarkan kalau Rudy pernah diperiksa KPK pada 14 Desember 2023 lalu. Tapi, pada saat itu kasusnya masih dalam tahap penyelidikan.
    Ricky mengatakan, kliennya hingga kini belum menerima surat pemberitahuan dari KPK terkait dengan peningkatan kasus ke tahap penyidikan.
    Beberapa hari setelah kasus ini dinaikkan ke tahap penyidikan, KPK kembali memanggil lagi Rudy untuk diperiksa.
    Pemeriksaan ini dijadwalkan pada 13 Agustus 2025. Namun, Rudy diketahui tidak hadir dalam agenda pemeriksaan ini.
    Ricky mengatakan, kliennya sudah mengirimkan surat penundaan pemeriksaan kepada penyidik.
    “Surat penundaan pemeriksaan karena sakit,” kata Ricky lagi.
    Usai ditetapkan sebagai salah satu tersangka, Rudy mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang praperadilan ini mulai bergulir pada Senin (15/9/2025).
    Kakak mantan Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo ini mengajukan praperadilan karena menilai Komisi Antirasuah telah melakukan cacat prosedur dalam menetapkan dirinya sebagai tersangka.
    Dalam permohonannya, Bambang mengaku langsung ditetapkan sebagai tersangka tanpa pernah menjalani pemeriksaan terlebih dahulu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.