Kementrian Lembaga: PN Jakarta Pusat

  • Majelis Hakim Tetapkan Total Suap Putusan Lepas Kasus CPO Rp39,1 M

    Majelis Hakim Tetapkan Total Suap Putusan Lepas Kasus CPO Rp39,1 M

    Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan total suap yang diterima terkait kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada 2023-2025 sebesar Rp39,1 miliar.

    Uang tersebut diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan periode 2024-2025 Muhammad Arif Nuryanta; tiga hakim nonaktif (Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharuddin); serta Mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

    “Dengan demikian unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi,” ujar hakim anggota Andi Saputra dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus yang dikutip dari Antara, Kamis (4/12/2025).

    Andi memerinci uang suap diterima para terdakwa dalam dua tahap, yakni Arif menerima total Rp14,73 miliar yang meliputi Rp3,44 miliar dan Rp11,29 miliar. 

    Kemudian, Wahyu menerima total Rp2,36 miliar yang terdiri atas Rp808,7 juta dan Rp1,55 miliar serta Djuyamto menerima total Rp9,21 miliar meliputi Rp1,3 miliar, Rp7,89 miliar, serta Rp24,02 juta.

    Lalu, Agam menerima uang suap sebesar Rp6,4 miliar yang terdiri atas Rp1,3 miliar dan Rp5,1 miliar serta Ali menerima sejumlah Rp6,4 miliar meliputi Rp1,3 miliar dan Rp5,1 miliar.

    Majelis Hakim berpendapat rangkaian perbuatan Djuyamto, Wahyu, Arif, Agam, dan Ali dilakukan secara terstruktur dan sistematis dengan sistem sel putus, yaitu adanya pembagian tugas secara diam-diam, yang menunjukkan telah terjadinya niat jahat atau mens rea.

    Niat jahat dimaksud, lanjut Andi, yakni dengan mengatur alur proses estafet pemberian uang dengan maksud dan tujuan apabila perbuatan itu terungkap, maka antar-sel menjadi terputus meski tidak ada kesepakatan yang diucapkan di antara kelima terdakwa.

    Dalam kasus tersebut, kelima terdakwa telah divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama.

    Dengan demikian, kelimanya dijatuhkan hukuman penjara, denda, dan uang pengganti. Secara perinci, Djuyamto, Ali, dan Agam masing-masing dikenakan pidana penjara selama 11 tahun; Arif selama 12 tahun dan 6 bulan; serta Wahyu selama 11 tahun dan 6 bulan.

    Kemudian, kelima terdakwa masing-masing dijatuhkan pidana denda sebanyak Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Sementara, uang pengganti yang dijatuhkan kepada Djuyamto sebesar Rp9,1 miliar; Ali Rp6,4 miliar; Agam Rp6,4 miliar; Arif Rp14,73 miliar; dan Wahyu Rp2,36 miliar.

    Pembayaran uang pengganti diberikan dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana selama 4 tahun penjara untuk Djuyamto, Agam, Ali, dan Wahyu serta 5 tahun penjara untuk Arif.

  • Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Desember 2025

    Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO Nasional 3 Desember 2025

    Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan Hakim nonaktif Djuyamto akan menghadapi sidang putusan untuk kasus dugaan suap penanganan perkara terkait pemberian vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi
    crude palm oil
    (CPO), pada Rabu (3/12/2025).
    Panitera muda perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, dan dua hakim lainnya, Agam Syarif Baharudin serta Ali Muhtarom, juga akan mendengarkan pembacaan vonis pada sidang yang sama.
    “Jadwal sidang untuk Rabu (3/12/2025) yaitu perkara migor (minyak goreng) dengan agenda sidang pembacaan putusan untuk terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan,” ujar Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto, saat dikonfirmasi, pada Selasa (2/12/2025).
    Dalam sidang tanggal Rabu (29/10/2025), Jaksa Penuntut Umum telah menuntut kelima terdakwa ini dengan mempertimbangkan peran dan tanggung jawab mereka pada kasus ini.
    Muhammad Arif Nuryanta, yang dulu pernah menjabat Wakil Ketua PN Jakpus, dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
    Tuntutan untuk Arif menjadi yang paling berat karena ia dinilai punya peran sentral.
    Mulai dari menawar angka suap kepada pihak pemberi, yaitu pengacara korporasi CPO, Ariyanto Bakri, hingga mempengaruhi dan membagikan uang suap kepada Djuyamto, Agam, serta Ali.
    Arif sendiri diduga menerima uang suap senilai Rp 15,7 miliar.
    Untuk itu, jaksa menuntutnya untuk membayar uang pengganti sesuai angka yang diterima.
    Jika denda uang pengganti ini tidak dibayarkan, jaksa menuntut agar Arif dikenakan pidana tambahan 5 tahun penjara.
    Kemudian, Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.
    Ia diyakini telah menjembatani pihak korporasi dengan pihak pengadilan.
    Wahyu diketahui lebih dahulu mengenal Ariyanto sebelum kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO bergulir.
    Kemudian, saat kasus ini masuk ke PN Jakpus, Wahyu diminta Ariyanto untuk menghubungkan ke petinggi di pengadilan.
    Kebetulan, Wahyu juga mengenal dan cukup dekat dengan Muhammad Arif Nuryanta.
    Wahyu pun mempertemukan Ariyanto dan Arif Nuryanta sehingga proses suap terjadi.
    Ia ikut menerima uang suap senilai Rp 2,4 miliar.
    Jaksa menuntut uang ini dikembalikan ke negara atau Wahyu diancam pidana tambahan kurungan 6 tahun penjara.
    Adapun, majelis hakim yang mengadili perkara CPO, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
    Mereka juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai jumlah suap yang diterimanya.
    Djuyamto selaku ketua majelis hakim dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara.
    Sementara, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara.
    Jika dijumlahkan, kelima terdakwa menerima uang suap senilai Rp 40 miliar untuk memberikan vonis lepas kepada Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
    Tindakan mereka ini diyakini telah melanggar Pasal 6 Ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Dalam pleidoi hingga duplik, kelima terdakwa secara bergantian mengakui kesalahan dengan cara masing-masing.
    Misalnya, Arif Nuryanta yang terang-terangan mengaku bersalah dan menyesal telah menerima suap.
    “Saya sadar bahwa apa yang saya lakukan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Dan, saya mengaku bersalah dan sangat menyesal,” ujar Arif, saat membacakan pleidoi pribadinya dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).
    Ia terus meminta maaf karena telah mencoreng nama baik Mahkamah Agung dan citra penegak hukum yang seharusnya menjaga keadilan.
    Sementara, Ali Muhtarom justru menyatakan dirinya sudah ikhlas menerima apapun hukuman yang akan dijatuhkan padanya.
    “Terhadap ujian atau cobaan ini, saya menerimanya dengan ikhlas. Saya mohon maaf ke Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, masyarakat Indonesia, dan keluarga saya terkait dengan peristiwa ini,” ujar Ali, dalam sidang.
    Sama seperti Arif, Ali juga sempat meminta maaf kepada lembaga yang menaunginya.
    Pernyataan serupa juga disampaikan oleh tiga terdakwa lainnya sembari meminta agar majelis hakim yang akan mengadili mereka, Effendi, Adek Nurhadi, dan Andi Saputra, untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
    Wahyu, terdakwa paling muda dalam kasus ini, meminta agar Effendi dkk bisa berbelas kasihan padanya.
    Ia menyinggung anak-anaknya yang masih kecil dan butuh sosok ayah dalam tumbuh kembang mereka.
    “Kiranya yang mulia dapat menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya kepada saya agar saya dapat memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, menata kembali kehidupan, dan membesarkan anak-anak saya dengan baik,” ucap Wahyu, dengan suara bergetar dalam sidang pembacaan pleidoi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rumah Riza Chalid Ikut Jadi Jaminan Kredit Bank Perusahaan Milik Anaknya Kerry
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Desember 2025

    Rumah Riza Chalid Ikut Jadi Jaminan Kredit Bank Perusahaan Milik Anaknya Kerry Nasional 2 Desember 2025

    Rumah Riza Chalid Ikut Jadi Jaminan Kredit Bank Perusahaan Milik Anaknya Kerry
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Rumah milik pengusaha minyak, Mohamad Riza Chalid, ikut menjadi jaminan dalam pengajuan kredit oleh perusahaan milik anak Riza, Muhamad Kerry Adrianto Riza, PT Jenggala Maritim Nusantara (PT JMN).
    Hal ini terungkap saat Commercial Banking Center Manager Bank Mandiri, Aditya Redho Ichsanoputra, diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus
    dugaan korupsi
    tata kelola minyak mentah PT Pertamina Persero tahun 2018-2023.
    Aditya mengatakan, rumah
    Riza Chalid
    yang berada di Jalan Jenggala, Jakarta Selatan, ini merupakan salah satu jaminan tambahan bagi kredit yang diajukan perusahaan Kerry, PT JMN.
    “Kemudian, ada jaminan tambahan berupa
    fixed asset
    tanah dan bangunan. Ada gedung kantor di Sentinel Tower, ada beberapa unit, lalu di Plaza Asia juga ada beberapa unit, dan ada satu
    fixed asset
    tanah rumah yang di Jalan Jenggala,” ujar Aditya, dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2025).
    Sementara itu, jaminan utama dari kredit bernilai ratusan juta dollar Amerika Serikat ini adalah tiga kapal yang bakal dibeli oleh PT JMN, yaitu VLCC, Suezmax Richbury, dan MRGC Naswan.
    Saat kredit diajukan, tiga kapal ini belum menjadi milik PT JMN, baru ada rencana akan dibeli.
    “Jaminan utamanya itu yang tiga obyek kapal kami biayai,” lanjut Aditya.
    Hal ini pun menarik pertanyaan dari jaksa.
    “Itu kan mau dibeli, bisa dijaminkan,” tanya Jaksa.
    Aditya mengaku hal ini bisa dilakukan melalui mekanisme perubahan balik bendera dan aset diikat berdasarkan akta yang sah.
    Selain itu, sejumlah kapal milik induk perusahaan PT JMN juga ikut menjadi jaminan.
    “Lalu ada 7 set kapal tug and barge milik PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi,” ujar Aditya.
    Dalam sidang, Aditya menuturkan, ada dua kali PT JMN mengajukan kredit pada tahun 2023.
    Dua kredit ini seluruhnya untuk membeli tiga kapal yang akan digunakan untuk kerja sama dengan anak perusahaan PT Pertamina.
    Aditya mengatakan, pada pengajuan pertama di bulan April 2023, PT JMN mengajukan kredit sebesar 50 juta dollar Amerika Serikat.
    “Pengajuannya berapa, saudara saksi,” tanya jaksa.
    “Sekitar 50 juta dollar Amerika Serikat,” jawab Aditya.
    Pengajuan kredit ini ditujukan sebagai pembayaran kapal jenis VLCC yang nilainya sekitar 56 juta dollar Amerika Serikat.
    Lalu, untuk pengajuan kedua di bulan Juni atau Juli 2023, PT JMN mengajukan kredit untuk membeli kapal Suezmax Richbury dan MRGC Naswan.
    Masing-masing kredit yang diajukan senilai 54,5 dan 30,3 juta dollar Amerika Serikat.
    Jika dijumlahkan, kredit yang diajukan PT JMN mencapai sekitar 140,8 juta dollar Amerika Serikat atau setara hampir Rp 2 triliun.
    Dalam sidang, belum diungkap berapa jumlah kredit yang akhirnya disetujui oleh Bank Mandiri.
    Rumah milik Riza Chalid di Jalan Jenggala 2 ini pernah digeledah oleh Kejaksaan Agung pada Februari 2025 lalu.
    Usai digeledah, rumah ini juga diduga menjadi kantor untuk Kerry dan tiga terdakwa lainnya.
    “Jadi, rumah Pak Riza Chalid kan sekarang jadi kantor, di mana para tersangka dari tiga orang kemarin dari pengusaha itu berkantor di sana, sehingga kita geledah,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung saat itu, Abdul Qohar, saat konferensi pers di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
    Waktu itu, nama Kerry masih berstatus sebagai tersangka.
    Dari hasil penggeledahan ini, penyidik menyita sejumlah berkas.
    Berdasarkan informasi pada Februari lalu, penyidik menyita sejumlah dokumen yang tersimpan dalam 34 ordner dan 89 bundel.
    Lalu, ada sejumlah uang tunai yang ikut disita, yaitu Rp 833 juta dan 1.500 dollar Amerika.
    Berdasarkan uraian dakwaan, pengadaan kapal pengangkutan kargo
    crude import
    ini mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga 1.234.288,00 dollar Amerika Serikat.
    Secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, antara lain: Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa; Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; lalu, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Kemudian, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
    Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka.
    Berkas 8 tersangka lainnya sudah dilimpahkan ke Kejari Jakpus, namun berkas Riza Chalid belum dilimpahkan karena saat ini masih buron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Perusahaan Milik Anak Riza Chalid Ajukan Kredit 50 Juta USD
                        Nasional

    4 Perusahaan Milik Anak Riza Chalid Ajukan Kredit 50 Juta USD Nasional

    Perusahaan Milik Anak Riza Chalid Ajukan Kredit 50 Juta USD
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Perusahaan milik anak pengusaha minyak Mohamad Riza Chalid yakni Muhamad Kerry Adrianto Riza, PT Jenggala Maritim Nusantara (PT JMN), mengajukan pinjaman lebih dari 50 juta dolar Amerika Serikat meski baru dua bulan berdiri.
    Hal ini terungkap saat Commercial Banking Center Manager Bank Mandiri, Aditya Redho Ichsanoputra, diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Persero tahun 2018-2023.
    Aditya mengatakan, saat perusahaan Kerry mengajukan pinjaman, ia masih menjabat sebagai Senior Relationship Manager di Commercial Banking Shipping Industry Bank Mandiri.
    “Pengajuannya untuk JMN yang pertama itu di sekitar bulan April (2023) untuk pembiayaan satu unit kapal Very Large Gas Carrier (VLGC). Lalu, yang kedua itu sekitar bulan Juni atau Juli untuk pengajuan satu kapal Suezmax dan satu MRGC,” kata Aditya dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2025).
    Aditya mengatakan, surat permohonan kredit ini ditandatangani oleh Direktur Utama PT JMN, Ario Wicaksono.
    Kemudian, Aditya pun menjelaskan profil perusahaan PT JMN berdasarkan data yang diterima Bank Mandiri.
    “Untuk JMN sendiri memang PT baru, kalau enggak salah di Februari 2023 baru berdiri,” kata Adit.
    Pernyataan ini menjadi perhatian jaksa karena pengajuan kredit kapal sudah masuk di bulan April.
    “Hanya selang dua bulan dari perusahaan itu?” tanya Jaksa Triyana Setia Putra.
    Aditya mengatakan, meski PT JMN masih baru, pihak bank juga mempertimbangkan soal induk perusahaan PT JMN.
    Pihak bank menilai, perusahaan lain milik Kerry punya rekam jejak yang cukup baik di industri perkapalan.
    “Meskipun PT baru, namun grup usaha JMN sendiri itu juga sudah punya pengalaman lebih dari lima tahun, di mana sebelumnya JMN ini Ultimate Beneficial Owner-nya itu sesuai akta Pak Kerry sebagai pemegang saham mayoritas,” lanjutnya.

    Aditya menjelaskan, pada pengajuan pertama di bulan April 2023, PT JMN mengajukan kredit sebesar 50 juta dollar Amerika Serikat.
    “Pengajuannya berapa saudara saksi?” tanya jaksa.
    “Sekitar 50 juta dollar Amerika Serikat,” jawab Aditya.
    Pengajuan kredit ini ditujukan sebagai pembayaran kapal jenis VLCC yang nilainya sekitar 56 juta dollar Amerika Serikat.
    Lalu, untuk pengajuan kedua di bulan Juni atau Juli 2023, PT JMN mengajukan kredit untuk membeli kapal Suezmax Richbury dan MRGC Naswan.
    Masing-masing kredit yang diajukan senilai 54,5 dan 30,3 juta dollar Amerika Serikat.
    Dalam sidang, belum diungkap berapa jumlah kredit yang akhirnya disetujui oleh Bank Mandiri.
    Berdasarkan uraian dakwaan, pengadaan kapal pengangkutan kargo crude import ini mengakibatkan kerugian keuangan negara hingga 1.234.288,00 dollar Amerika Serikat.
    Secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dirut Inhutani V Bantah Beli Rubicon Pakai Duit Suap
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Desember 2025

    Dirut Inhutani V Bantah Beli Rubicon Pakai Duit Suap Nasional 1 Desember 2025

    Dirut Inhutani V Bantah Beli Rubicon Pakai Duit Suap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yana Rady membantah membeli mobil Rubicon menggunakan uang dari terdakwa sekaligus Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML) Djunaidi Nur.
    Dicky mengatakan, mobil itu dibelinya menggunakan uang tabungan dari gaji.
    Hal ini, Dicky sampaikan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi kasus
    korupsi
    kerja sama pengelolaan kawasan hutan di PT
    Inhutani
    V tahun 2024-2025.
    “Yang mobil
    Rubicon
    , itu bayar dalam rupiah, bukan uang dollar Singapura?” tanya salah satu pengacara terdakwa Djunaidi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).
    Dicky mengatakan, mobil Rubicon itu sepenuhnya dibayar menggunakan uang rupiah.
    Awalnya, ia lebih dahulu membayar uang down payment (DP) senilai Rp 50 juta. Kemudian, pelunasannya menggunakan uang dari rekening miliknya.
    “Itu uang asalnya dari mana?” tanya pengacara Djunaidi lagi.
    Dicky mengaku, uang pelunasan Rubicon berasal dari gajinya.
    “Uang gaji saya pak,” jawab Dicky.
    Asal usul uang pelunasan Rubicon ini menjadi perhatian karena peristiwa yang terjadi sebelum pembelian mobil dan di tengah pelunasan.
    Sebelum memutuskan untuk membeli mobil Rubicon, awalnya Dicky meminta Djunaidi untuk membeli Pajero miliknya.
    Kepada Djunaidi, Dicky mengaku hendak membeli sebuah mobil baru yang bisa digunakan di kota sekaligus kuat dibawa ke hutan.
    Mendengar pernyataan Dicky, Djunaidi pun menyuruh untuk berkoordinasi dengan Aditya Simaputra, asisten pribadi Djunaidi sekaligus staf perizinan di PT Sungai Budi Group.
    Tidak lama setelah penyampaian itu, Dicky dan Aditya pun menjalin komunikasi.
    Atas arahan Djunaidi, Adit sempat memberikan beberapa rekomendasi. Mulai dari mobil Palisade, Fortuner, hingga Subaru.
    Namun, merek-merek yang disebutkan Adit belum memuaskan Dicky. Ia pun mencari sendiri mobil yang diinginkan sampai akhirnya Dicky melihat sebuah iklan tentang mobil Rubicon.
    Saat itu, tertera harga Rp 2,3 miliar, belum termasuk diskon dan promo khusus. Tertarik dengan iklan tersebut, Dicky segera menghubungi nomor marketing yang tertera.
    Tak memakan waktu lama, ia sudah menyambangi diler dan langsung membayar down payment (DP) senilai Rp 50 juta.
    Usai membayar DP, Dicky langsung menghubungi asisten Djunaidi, Adit untuk menginformasikan kalau ia sudah tidak perlu dibantu lagi untuk mencari mobil.
    “Lalu saya kontak Adit, ‘Dit,’ saya bilang, ‘Untuk kendaraan enggak usah dibantu lagi, karena saya sudah beli mobil Rubicon,’ saya bilang. Dan, sudah saya DP,” lanjutnya.
    Setelah menyatakan hal itu, Adit mendatangi Dicky di Kantor Inhutani V di Jalan Villa Karet Semanggi, Jakarta Selatan.
    Pertemuan ini terjadi pada 1 Agustus 2025. Saat itu, Adit mengantarkan sebuah ‘titipan’ dari Djunaidi untuk Dicky.
    “Terus beliau menyampaikan, ‘Ini pak ada titipan dari Pak Djun’. Saya terima semacam bingkisan begitu, pak. Terus saya tanya, ‘Loh ini apa Dit?’ (Jawab Adit) ‘Ya uang Singapura’ katanya, pak,” kata Dicky.
    Di hadapan majelis hakim, Dicky mengelak pernah membuka titipan itu.
    Tapi, saat menerima bingkisan dari Adit, Dicky mengaku asisten Djunaidi ini sempat memberitahu isi titipan tersebut.
    “(Kata Adit) Dolar Singapura. 189.000 (dollar Singapura),” kata Dicky.
    Dicky membantah menggunakan uang 189.000 dollar Singapura untuk membayar Rubicon yang baru saja dipesan.
    Tapi, setelah menerima uang dari Djunaidi ini, Dicky memang sempat menelepon pihak diler untuk menanyakan apakah bisa pelunasan Rubicon memakai mata uang asing.
    Pihak diler mengatakan tidak bisa sehingga pelunasan menggunakan uang rupiah dari rekening atas nama Dicky.
    Sementara, uang 189.000 dollar Singapura itu disimpan di rumah Dicky yang berada di Bandung, Jawa Barat hingga akhirnya disita penyidik ketika ia terjaring operasi tangkap tangan (OTT)
    KPK
    pada Rabu, 13 Agustus 2025 lalu.
    “Pakai rekening dari rekening saya sendiri. Uang dolarnya yang dari Pak Djun tetap di rumah,” kata Dicky.
    Mobil Rubicon ini diketahui sudah disita oleh KPK bersama dengan uang tunai sebesar 189.000 Dolar Singapura atau sekitar Rp 2,4 miliar, uang tunai Rp 8,5 juta.
    Saat ini, Dicky sudah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, berkas perkaranya belum dilimpahkan ke pengadilan.
    Dilansir ANTARA, Selasa (11/11/2025),
    suap
    ini diungkapkan jaksa penuntut umum dalam sidang dakwaan.
    Jaksa penuntut umum dari KPK itu adalah Tonny Pangaribuan dan dua pengusaha swasta itu adalah Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra.
    Suap dari mereka berdua senilai 199 ribu Dolar Singapura atau bila menggunakan kurs Rp 12.800 per dollar Singapura maka nilainya setara Rp 2,55 miliar.
    Tonny Pangaribuan menyatakan dua pengusaha tersebut memberikan suap kepada Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady.
    “Suap diberikan dengan maksud supaya Dicky dapat mengondisikan atau mengatur agar PT PML tetap dapat bekerja sama dengan PT Inhutani V dalam memanfaatkan kawasan hutan pada register 42, 44, dan 46 di wilayah Provinsi Lampung,” ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa.
    Adapun Djunaidi Nur merupakan salah satu direktur di PT PML, sedangkan Aditya Simaputra merupakan asisten pribadi Djunaidi serta staf perizinan di PT Sungai Budi Group.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Seteru Ari Bias Vs Agnes Mo Perkara ‘Bilang Saja’ Berlanjut

    Seteru Ari Bias Vs Agnes Mo Perkara ‘Bilang Saja’ Berlanjut

    Jakarta

    Perseteruan antara pencipta lagu, Arie Sapta Hernawan alias Ari Bias, dengan penyanyi Agnes Monica Muljoto alias Agnez Mo berlanjut. Kini, Ari Bias kembali mengajukan gugatan terkait hak cipta lagu ‘Bilang Saja’ dengan Agnez sebagai turut tergugat.

    Sebagai informasi, Agnez awalnya digugat oleh Ari karena membawakan lagu ‘Bilang Saja’ dalam tiga konsernya. Pertama, dalam konser W Super Club Surabaya pada 25 Mei 2023.

    Lalu, konser di The H Club Jakarta pada 26 Mei 2023 dan konser di W Super Club Bandung pada 27 Mei 2023. Majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian memutuskan Agnez Mo harus membayar Rp 500 juta untuk tiap konser tersebut.

    Maka, total hukuman yang harus dibayar Agnez sebesar Rp 1,5 miliar. Agnez Mo dihukum membayar royalti karena membawakan lagu ‘Bilang Saja’ tanpa izin Ari Bias.

    Agnez Mo kemudian mengajukan permohonan kasasi ke MA. Hasilnya, MA menganulir putusan hakim Pengadilan Niaga.

    Putusan kasasi ini diputus oleh ketua majelis kasasi hakim agung I Gusti Sumanatha, dengan anggota I, Panji Widagdo, anggota II, dan Rahmi Mulyati serta panitera pengganti Febri Widjayanto. Putusan diketok pada Senin (11/8/2025) lalu.

    “Amar putusan: kabul,” demikian putusan kasasi nomor 825 K/PDT.SUS-HKI/2025.

    Namun, perkara itu belum selesai. Ari Bias kini mengajukan gugatan lagi dengan nilai yang lebih besar. Ari meminta ganti rugi Rp 4,9 miliar.

    “Penggugat menggugat tergugat atas pelanggaran hak cipta berupa hak ekonomi dan hak moral pencipta,” kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Sunoto, kepada wartawan, Senin (1/12/2025).

    Gugatan Ari Bias teregister dengan nomor perkara 136/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2025/PN Niaga Jkt Pst. Tergugat dalam gugatan ini yakni PT Aneka Bintang Gading, kemudian Agnez Mo sebagai turut tergugat I, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai turut tergugat II, dan Lembaga Manajemen Kolektif Karya Cipta Indonesia (KCI) sebagai turut tergugat III.

    “Di dalam salah satu petitumnya ya atau tuntutan Penggugat menuntut tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 4.900.000.000 atas pelanggaran hak ekonomi dan hak moral pencipta,” ujarnya.

    Dalam gugatannya, Ari mempermasalahkan para tergugat telah menyelenggarakan tiga konser di Surabaya, Jakarta, Bandung dengan membawakan lagu ‘Bilang Saja’ tanpa izin. Dia mengatakan para tergugat tidak mencantumkan namanya sebagai pencipta.

    “Tergugat menyelenggarakan tiga konser ya, tiga konser komersil pada tanggal 25 sampai dengan 27 Mei 2023 di Surabaya, Jakarta dan Bandung. Yang menampilkan lagu berjudul ‘Bilang Saja’ ciptaan penggugat tanpa izin dan tanpa mencantumkan nama penggugat sebagai pencipta. Jadi itu inti ya inti dari positanya ya,” ujar Sunoto.

    Halaman 2 dari 2

    (haf/rfs)

  • 6
                    
                        Dirut Inhutani V Ngaku Gemetaran Saat Terima 189.000 Dollar Singapura dari Direktur PML
                        Nasional

    6 Dirut Inhutani V Ngaku Gemetaran Saat Terima 189.000 Dollar Singapura dari Direktur PML Nasional

    Dirut Inhutani V Ngaku Gemetaran Saat Terima 189.000 Dollar Singapura dari Direktur PML
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yana Rady, mengaku sempat gemetaran saat diberikan uang sebesar 189.000 dollar Singapura oleh Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML), Djunaidi, melalui asistennya, Aditya Simaputra.
    Hal ini disampaikan Dicky saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam kasus
    korupsi
    kerja sama pengelolaan kawasan hutan di
    PT Inhutani V
    tahun 2024-2025.
    Terkait penyerahan uang yang tertanggal 1 Agustus 2025, ini lebih dahulu disinggung oleh JPU.
    Namun, pengacara Djunaidi, Soesilo, sempat memperdalam peristiwa ini.
    “Tapi 189.000 dollar Singapura itu kan bukan uang kecil. Itu uang cukup besar, Pak. Iya. Saya tanya sekali lagi kepada saudara. Apakah itu tidak mempengaruhi kerja sama ini?” tanya Soesilo kepada Dicky dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025).
    Dicky mengaku, ia sempat kaget mengetahui uang 189.000 dollar Singapura yang dikatakan Adit sebagai titipan dari Djunaidi.
    “Di saat saya mengetahui nilainya, saya juga agak gemetar, Pak (jaksa). Kok besar sekali. Makanya saya tanya ke Pak Adit waktu itu, ‘Dit, kok besar sekali ini ya?’” jawab Dicky.
    Saat itu, Adit tidak menjawab banyak.
    Ia meminta Dicky untuk bertanya langsung kepada Djunaidi.
    “Adit hanya mengatakan, ‘Ya, Bapak tanyakan saja dengan Pak Djun’. Saya belum sempat berbicara dengan Pak Djun,” kata Dicky lagi.
    Saat ditanya lebih lanjut oleh pengacara terdakwa, Dicky mengeklaim bahwa pemberian Djunaidi itu tidak terkait kontrak kerja sama antara Inhutani V dan PT PML.
    Saat ini, Dicky sudah ditetapkan sebagai tersangka.
    Namun, berkas perkaranya belum dilimpahkan ke pengadilan.
    Dilansir ANTARA, Selasa (11/11/2025),
    suap
    ini diungkapkan jaksa penuntut umum dalam sidang dakwaan.
    Jaksa penuntut umum dari KPK itu adalah Tonny Pangaribuan, dan dua pengusaha swasta tersebut adalah Djunaidi Nur dan Aditya Simaputra.
    Suap dari mereka berdua senilai 199 ribu dollar Singapura, atau bila menggunakan kurs Rp 12.800 per dollar Singapura, maka nilainya setara Rp 2,55 miliar.
    Tonny Pangaribuan menyatakan bahwa dua pengusaha tersebut memberikan suap kepada Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady.
    “Suap diberikan dengan maksud supaya Dicky dapat mengondisikan atau mengatur agar PT PML tetap dapat bekerja sama dengan PT Inhutani V dalam memanfaatkan kawasan hutan pada register 42, 44, dan 46 di wilayah Provinsi Lampung,” ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa.
    Adapun Djunaidi Nur merupakan salah satu direktur di PT PML, sedangkan Aditya Simaputra merupakan asisten pribadi Djunaidi serta staf perizinan di PT Sungai Budi Group.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PN Jakpus Tegaskan Lahan Hotel Sultan Boleh Dikosongkan Dulu meski Nanti Ada Banding
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Desember 2025

    PN Jakpus Tegaskan Lahan Hotel Sultan Boleh Dikosongkan Dulu meski Nanti Ada Banding Nasional 1 Desember 2025

    PN Jakpus Tegaskan Lahan Hotel Sultan Boleh Dikosongkan Dulu meski Nanti Ada Banding
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjelaskan lahan tempat berdirinya Hotel Sultan bisa lebih dahulu dikosongkan meski para pihak mengajukan upaya hukum lanjutan, baik banding maupun kasasi.
    Hal ini berkaitan dengan putusan perkara nomor 208/PDT.G/2025/PN.JKT.PST terkait gugatan perdata pengelola Hotel Sultan, PT Indobuildco, melawan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg).
    Hakim memutuskan untuk menolak gugatan dari Indobuildco.
    “Jadi, nanti sesuai amarnya, bahwa putusan serta merta itu adalah putusan yang dapat dilaksanakan meskipun pihak yang kalah mengajukan upaya hukum baik banding maupun kasasi,” ujar Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto, saat memberikan keterangan di PN Jakpus, Senin (1/12/2025).
    Sunoto mengatakan bahwa prinsip ini diatur dalam Pasal 180 HIR Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2000 tentang putusan serta merta dan SEMA Nomor 4 Tahun 2021 tentang penerapan beberapa ketentuan dalam Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
    Putusan serta merta ini dapat dijatuhkan jika obyek perkara memenuhi syarat formal.
    Salah satunya adalah permohonan yang tegas yang disebut dalam petitum, disertai dengan jaminan yang nilainya setara obyek eksekusi.
    Kemudian, putusan juga perlu memenuhi syarat materiil berupa akta otentik yang tidak bisa dibantah.
    “Putusan serta merta ini hanya dapat dijatuhkan apabila memenuhi syarat formal berupa permohonan yang tegas dalam petitum disertai jaminan senilai obyek eksekusi. Serta, syarat materiil antara lain berdasarkan akta otentik yang tidak bisa dibantah,” jelas Sunoto.
    Perkara ini diadili oleh Majelis Hakim Guse Prayudi selaku ketua majelis, dan hakim anggota, I Gusti Ngurah Partha Bhargawa dan Ledis Meriana Bakara.
    Namun, pada saat pembacaan putusan, I Gusti Ngurah Partha Bhargawa cuti dan digantikan oleh Zeni Zenal Mutaqin.
    Sebagai pihak di luar perkara, Sunoto menilai bahwa putusan serta merta dijatuhkan jika ada hal yang menjadi urgensi.
    “Kalau majelis hakim sudah menjatuhkan putusan serta merta, saya kira pasti ada hal yang urgent,” lanjutnya.
    Sunoto mengatakan bahwa pengosongan lahan baru bisa dilaksanakan ketika negara selaku pemilik sah lahan mengajukan permohonan pengosongan lahan.
    Selama belum ada permintaan pengosongan lahan, PN Jakpus memiliki peran yang pasif.
    Ketika permohonan eksekusi lahan diterima, PN Jakpus akan memberitahu Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI).
    Pasalnya, proses eksekusi lahan ini harus ikut diawasi oleh pihak PT DKI.
    Sedangkan pelaksanaan putusan serta merta itu tetap melalui pengawasan, mekanismenya melalui pengawasan dari Ketua Pengadilan Tinggi.
    PN Jakpus justru harus lebih dahulu mendapatkan persetujuan dari PT DKI untuk dapat melaksanakan eksekusi pengosongan lahan Hotel Sultan.
    “Intinya, untuk putusan serta merta, Ketua Pengadilan Negeri dalam pelaksanaan eksekusi akan berkoordinasi dengan Pengadilan Tinggi,” imbuh Sunoto.
    Terdapat dua perkara yang melibatkan pengelola Hotel Sultan, PT Indobuildco, melawan negara, dalam hal ini Menteri Sekretaris Negara dan beberapa pihak lainnya.
    Pertama, perkara nomor 208/PDT.G/2025/PN.JKT.PST yang diajukan oleh PT Indobuildco.
    Sementara duduk sebagai tergugat adalah Mensesneg, Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK), Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (MEN ATR/BPN), Menteri Keuangan (Menkeu), dan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat.
    Perkara ini ditolak oleh hakim dan menegaskan negara sebagai pemilik sah lahan sengketa tersebut. “Pengadilan menyatakan negara (melalui HPL No. 1/Gelora) adalah pemilik sah (atas Hotel Sultan),” ujar Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto, dalam keterangannya, Jumat (28/11/2025).
    Majelis hakim menyatakan bahwa dokumen hak guna bangunan (HGB) Hotel Sultan telah hapus demi hukum sejak 2023.
    Untuk itu, tindakan negara sah, dan PT Indobuildco wajib mengosongkan seluruh kawasan Hotel Sultan, yaitu tanah dan bangunan, dengan putusan yang dapat dieksekusi lebih dahulu.
    Dalam putusan yang dibacakan melalui e-court ini, majelis hakim memerintahkan agar PT Indobuildco mengosongkan seluruh kawasan Hotel Sultan, baik tanah maupun bangunannya.
    “PT Indobuildco wajib mengosongkan seluruh kawasan Hotel Sultan (tanah + bangunan) dengan putusan yang dapat dieksekusi lebih dahulu,” lanjut Sunoto.
    Selain itu, putusan kedua, nomor 287/PDT.G/2025/PN.JKT.PST, yang diajukan oleh Mensesneg dan pengelola GBK terhadap PT Indobuildco.
    Hakim memutuskan untuk menerima sebagian perkara ini dan menghukum pengelola Hotel Sultan untuk membayar royalti penggunaan tanah atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) periode 2007-2023 senilai 45.356.473 dollar Amerika Serikat.
    Perseteruan terkait lahan Hotel Sultan sudah terjadi sejak Oktober 2023.
    Saat itu, negara, melalui pengelola GBK, secara resmi mengambil alih pengelolaan lahan tempat Hotel Sultan berdiri.
    Sebelum keputusan ini diambil, pihak GBK sudah berulang kali menyampaikan somasi kepada PT Indobuildco untuk mengosongkan lahan, tetapi tidak ditanggapi.
    Izin usaha Hotel Sultan dibekukan, tetapi operasional hotel masih berlanjut.
    Kemudian, PT Indobuildco resmi mengajukan gugatan melawan negara pada 23 Oktober 2023.
    Menghadapi gugatan ini, Menteri ATR/BPN saat itu, Hadi Tjahjanto, memastikan negara tidak akan memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) kawasan Hotel Sultan oleh perusahaan milik Pontjo Sutowo, PT Indobuildco.
    Dengan demikian, Indobuildco sudah tidak diperkenankan lagi untuk mengoperasikan Hotel Sultan di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat.
    “Yang jelas ATR/BPN tidak memperpanjang HGB. Sudah selesai,” kata Hadi, ditemui di Hotel Sheraton, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
    Gugatan dijawab gugatan, bantahan saling dilemparkan.
    Hari ini, perdebatan akhirnya diputus di meja majelis hakim hingga ada upaya hukum lanjutan dari para pihak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Heru Hanindyo Sang Hakim Pembebas Ronald Tannur Ajukan Kasasi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Desember 2025

    Heru Hanindyo Sang Hakim Pembebas Ronald Tannur Ajukan Kasasi Nasional 1 Desember 2025

    Heru Hanindyo Sang Hakim Pembebas Ronald Tannur Ajukan Kasasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo, mengajukan kasasi dalam kasus suap terhadap penanganan perkara yang berujung vonis bebas untuk terdakwa kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
    Permohonan
    kasasi
    ini tercatat dengan nomor 10230 K/PID.SUS/2025 dan kini statusnya masih dalam pemeriksaan majelis hakim.
    Adapun, Jaksa Penuntut Umum juga mengajukan kasasi bersamaan dengan Heru.
    “Tanggal Diterima Kepaniteraan MA, Kamis, 21 Agustus 2025. Pemohon, Penuntut Umum, Terdakwa
    Heru Hanindyo
    ,” sebagaimana dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung pada Senin (1/12/2025).
    Berkas kasasi para pihak telah didistribusikan kepada majelis hakim pada Kamis (20/11/2025) lalu.
    Para majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara ini antara lain: Yohanes Priyana sebagai ketua majelis hakim, kemudian hakim anggotanya, Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.
     
    Sebelumnya, Heru Hanindyo divonis 10 tahun penjara karena terbukti menerima
    suap
    untuk memberikan vonis bebas pada
    Ronald Tannur
    .
    Putusan di pengadilan tingkat pertama ini kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
    Heru juga tetap dijatuhi denda Rp 500 juta subsidair tiga bulan kurungan sebagaimana putusan PN Tipikor Jakarta.
    Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Selain itu, ia dinilai menerima gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B UU yang sama.

    Sementara itu, majelis hakim pembebas Ronald Tannur lainnya, Erintuah Damanik dan Mangapul, telah menerima hukuman mereka.
    Bersama eks Ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Rudi Suparmono, Erintuah dan Mangapul sama-sama tidak mengajukan banding.
    “Putusan Rudi Suparmono, Mangapul, dan Erintuah sudah berkekuatan hukum tetap, karena dari pihak JPU dan Terdakwa tidak mengajukan upaya hukum hingga batas waktu yang diberikan,” ujar Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, saat dikonfirmasi, Senin pagi.
    Diketahui, Rudi dihukum 7 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
    Rudi terbukti menerima suap senilai Rp 21,9 miliar.
    Sementara, Erintuah dan Mangapul masing-masing divonis 7 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara.
    Para hakim, termasuk Heru Hanindyo, terbukti menerima suap dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, sebesar Rp 4,6 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kalah Sengketa Hotel Sultan, Indobuildco Dihukum Bayar Royalti Rp755 Miliar

    Kalah Sengketa Hotel Sultan, Indobuildco Dihukum Bayar Royalti Rp755 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memutuskan menolak gugatan PT Indobuildco milik Pontjo Sutowo melawan menteri sekretaris negara (Setneg) dalam sengketa lahan Hotel Sultan.

    Juru Bicara Hakim PN Jakpus Sunoto menjelaskan bahwa majelis hakim telah memutus dua perkara terkait pengelolaan Hotel Sultan, yakni perkara 208/PDT.G/2025/PN.JKT.PST terkait perbuatan melawan hukum dan perkara No. 287/PDT.G/2025/PN.JKT.PST terkait wanprestasi.

    Pada perkara No. 287, majelis hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan konvensi negara terhadap PT Indobuildco terkait royalti penggunaan tanah hak pengelolaan (HPL) sehingga Indobuildco harus membayar US$45,35 juta atau sekitar Rp755,08 miliar (asumsi kurs Rp16.647 per US$).

    “PT Indobuildco dihukum membayar royalti penggunaan tanah HPL untuk periode 2007–2023 sebesar US$45.356.473, dikonversi ke rupiah saat dibayar,” kata Sunoto dalam keterangan resmi, dikutip pada Sabtu (29/11/2025).

    Selain itu, majelis hakim juga menolak gugatan rekonvensi alias gugatan balik yang dilayangkan Indobuildco dalam perkara yang sama. Entitas bisnis milik Pontjo Sutowo itu pun dihukum membayar biaya perkara senilai Rp530.000.

    Sementara itu, pada perkara No. 208, PN Jakpus menyatakan negara adalah pemilik sah lahan melalui HPL No. 1/Gelora. Menurut Sunoto, hak guna bangunan (HGB) Hotel Sultan juga telah hapus demi hukum sejak 2023 sehingga tindakan negara melakukan pengambilalihan juga dinyatakan sah.

    “PT Indobuildco wajib mengosongkan seluruh kawasan tanah dan bangunan Hotel Sultan dengan putusan yang dapat dieksekusi lebih dahulu [uitvoerbaar bij voorraad],” terang dia.

    Adapun, putusan perkara telah dibacakan majelis hakim PN Jakpus pada Jumat (28/11/2025). Perkara No. 208 diadili oleh majelis hakim Guse Prayudi selaku ketua majelis, I Gusti Ngurah Partha Bhargawa, serta Ledis Meriana Bakara.

    Pada saat pembacaan putusan, I Gusti Ngurah Partha Bhargawa digantikan oleh Zeni Zenal Mutaqin karena cuti, sedangkan panitera pengganti yang bertugas adalah Ambar Arum Dahliani.

    Dalam perkembangan terakhir, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyebut bahwa PT Indobuildco tetap bersikeras berhak atas kepemilikan Hotel Sultan dan menolak skema HPL.

    Asal tahu saja, PT Indobuildco sebelumnya mengantongi sertifikat hak guna bangunan (SHGB) Hotel Sultan di atas HPL Setneg. Akan tetapi, hak tersebut telah habis dan dinyatakan tidak diperpanjang pemerintah.

    “Dia [SHGB] sudah dua kali diperpanjang dari tahun 1971. Nah sekarang tidak kita perpanjang ya sudah selesai, negara membutuhkan yang lain,” jelas Nusron saat ditemui di sela-sela Perayaan Hari Santri Nasional, Selasa (22/10/2025) lalu.