Kementrian Lembaga: PN Jakarta Pusat

  • Ahmad Sahroni Desak Reformasi Total Lembaga Peradilan Usai Kasus Suap Hakim Ekspor CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 April 2025

    Ahmad Sahroni Desak Reformasi Total Lembaga Peradilan Usai Kasus Suap Hakim Ekspor CPO Nasional 15 April 2025

    Ahmad Sahroni Desak Reformasi Total Lembaga Peradilan Usai Kasus Suap Hakim Ekspor CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendorong
    reformasi lembaga peradilan
    secara menyeluruh usai empat hakim terlibat kasus dugaan suap dalam mengatur perkara kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau
    crude palm oil
    (CPO).
    Hakim yang menjadi tersangka pertama yang ditetapkan adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
    “Sudah saatnya lembaga kehakiman direformasi secara keseluruhan,” kata Sahroni melalui keterangan tertulis, Selasa (15/4/2025).
    Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu juga mendesak pihak yang terlibat ditindak tegas.
    Ia menyampaikan, Komisi III bakal mendukung instansi penegak hukum memberantas mafia peradilan.
    Pasalnya, ia mengaku miris dengan kasus suap yang melibatkan empat hakim menjadi tersangka tersebut yang berpotensi merusak lembaga peradilan.
    “Saya miris sekali melihat carut marut lembaga kehakiman kita yang ramai diisi kasus korupsi. Keberadaan mafia peradilan ini sudah sangat merusak,” tuturnya.
    Tak cuma itu, ia meminta Mahkamah Agung (MA) memperketat pengawasan internal untuk menindak hakim-hakim nakal.
    Salah satunya dengan membuat mekanisme untuk memastikan tidak ada aliran dana yang mencurigakan, utamanya di antara para hakim.
    “Tidak menutup kemungkinan uang haram dari suap ini juga mengalir ke pejabat yang lebih tinggi, seperti kasus Zarof Ricar kemarin. Jadi ada komplotannya,” sebut Sahroni.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta, bersama tiga hakim lainnya sebagai tersangka dalam kasus suap vonis untuk Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
    Ketiga hakim itu adalah majelis hakim yang menangani sidang perkara CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Uang suap diduga mengalir melalui pengacara dan pejabat pengadilan.
    Pada saat kasus itu terjadi, Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Membuka Kotak Pandora Mafia Kasus: Ronald Tannur ke Suap Migor

    Membuka Kotak Pandora Mafia Kasus: Ronald Tannur ke Suap Migor

    Bisnis.com, JAKARTA — Hukum di Indonesia tengah menjadi sorotan usai terungkapnya kembali mafia kasus yang melibatkan hakim hingga perangkat pengadilan.

    Pengungkapan itu bermula saat terendusnya suap pada vonis bebas Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti di PN Surabaya oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Kala itu, tiga hakim PN Surabaya menyatakan bahwa Ronald Tannur tidak terbukti bersalah atas kematian Dini. Oleh sebab itu, Ronald Tannur bebas atas segala tuntutannya pada Rabu (24/7/2024).

    Selang tiga bulan kemudian, Kejagung mengumumkan bahwa tiga hakim yang memutus perkara Ronald Tannur itu menjadi tersangka.

    Sebab, usut punya usut ketiganya telah menerima suap dari pengacara Ronald Tannur Lisa Rachmat sekitar Rp4,6 miliar.

    Uang tersebut bersumber dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja yang ingin menggunakan segala cara agar anaknya tidak perlu mendekam di balik jeruji besi.

    Tak hanya hakim dan pengacara, kasus ini melibatkan juga mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono.

    Perannya sederhana, Rudi hanya menyiapkan Erintuah Damanik untuk menjadi hakim majelis di persidangan Ronald Tannur.

    Selain itu, publik juga kembali dihebohkan atas keterlibatan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Dia ini dikenal publik sebagai makelar kasus. 

    Tak main-main, saat Zarof menjadi tersangka. Terungkap bahwa Zarof telah “bermain kasus” sejak 2012 hingga 2022. Tentunya, tak sedikit imbalan yang diterima Zarof saat menjadi makelar kasus.

    Dalam periode sekitar 10 tahun itu, Zarof didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp915 miliar dan emas logam mulia sebesar 51 kg dari pihak yang berperkara. Kini, Zarof masih menjalani persidangan di PN Tipikor.

    Suap Kasus Ekspor CPO 

    Belum genap setahun publik dihebohkan dengan kasus Ronald Tannur, peradilan hukum di Indonesia kembali tercoreng pada Sabtu (12/4/2025).

    Kala itu, Kejagung menggelar konferensi pers untuk mengumumkan kasus suap yang melibatkan perangkat pengadilan.

    Awalnya, Korps Adhyaksa menetapkan Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta; Panitera PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan; serta dua pengacara Marcella Santoso dan Aryanto menjadi tersangka.

    Mereka diduga bermain-main dalam kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng yang menyeret tiga grup korporasi, seperti Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

    Pada intinya, kasus suap ini telah membuahkan vonis lepas atau onslag terhadap perkara minyak goreng tersebut.

    Alhasil, ketiga grup korporasi itu bebas dari tuntutan pembayaran denda hingga beban uang pengganti sebesar Rp17,7 triliun.

    Selang satu hari selanjutnya, Kejagung kembali menetapkan tersangka terhadap tiga hakim mulai dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtarom (AM).

    Secara total, uang dugaan suap yang diberikan mencapai Rp60 miliar dalam bentuk dolar Amerika melalui Wahyu Gunawan.

    Jumlah itu merupakan permintaan dari Arif yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.

    Uang puluhan miliar itu kemudian dibagi-bagi kepada Djuyamto Cs dengan total Rp22,5 miliar.

    Sementara itu, Wahyu mendapatkan jatah USD 50.000 sebagai jasa penghubung antara Aryanto dengan Arif.

    Usut punya usut, kasus ini terungkap saat penyidik Kejagung menemukan alat bukti elektronik atas perkara vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.

    Hal itu diungkapkan oleh Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar. Dia menyampaikan bahwa nama tersangka sekaligus advokat Marcella Santoso disinggung dalam barang bukti elektronik yang ditemukan penyidik.

    “Ketika dalam penanganan perkara di Surabaya, ada juga informasi soal itu. Soal nama MS itu dari barang bukti elektronik,” ujarnya di Kejagung, Sabtu (12/4/2025) malam.

    Hakim Djuyamto Cs Diberhentikan 

    Buntut dari kasus ini, MA telah memberhentikan sementara hakim dan panitera yang terlibat dalam kasus dugaan suap vonis perkara ekspor minyak goreng (migor) yang menyeret beberapa korporasi di PN Jakarta Pusat.

    Juru Bicara MA Yanto menyampaikan pihaknya telah bersurat ke Presiden Prabowo Subianto agar hakim dan panitera diberhentikan sementara.

    “Hakim dan panitera yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan akan diberhentikan sementara,” ujarnya di MA, Senin (14/4/2025).

    Dia menambahkan keputusan pemberhentian sementara itu lantaran kasus suap yang menjerat hakim dan panitera itu masih belum inkrah.

    Dengan demikian, apabila nantinya tersangka hakim Djuyamto Dkk itu telah berkekuatan hukum tetap, maka seluruh hakim dan panitera yang menjadi tersangka bakal diberhentikan permanen.

    Di samping itu, MA juga bakal memberlakukan Smart Majelis untuk penunjukan hakim secara otomatis menggunakan sistem robot atau artificial intelligent (AI). 

    Menurut Yanto penunjukan majelis hakim dengan AI itu diterapkan agar mencegah potensi adanya “permainan” atau suap pada proses hukum.

    Adapun, sistem otomatis itu sudah diterapkan pada penunjukan majelis hakim di tingkat MA. Sementara itu, pada tingkat pengadilan negeri dan tinggi masih berproses.

    “Kalau di MA sudah mulai ya sudah dimulai smart majelis. Jadi sudah mesin yang menentukan. Tapi, ini ternyata dari Rapim sudah akan dilakukan seluruh Indonesia Melalui robotik di Smart Majelis,” pungkasnya.

    Di lain sisi, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi menyatakan bahwa untuk saat ini sistem tersebut belum dapat diterapkan ke seluruh pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi. Sebab, terkendala dari sistem.

    “Sedangkan mengenai kapan sistem ini akan diberlakukan, kita harus membangun dulu aplikasinya ya. Butuh waktu untuk memproses pesan dari pimpinan tersebut,” tutur Sobandi.

  • Profil Ali Muhtarom, Hakim Sidang Perkara Tom Lembong yang Jadi Tersangka Suap CPO

    Profil Ali Muhtarom, Hakim Sidang Perkara Tom Lembong yang Jadi Tersangka Suap CPO

    loading…

    Hakim Ali Muhtarom tengah menjadi sorotan publik. Hakim yang menangani perkara Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjadi tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor CPO. Foto: Ist

    JAKARTA – Hakim Ali Muhtarom tengah menjadi sorotan publik. Hakim yang menangani perkara mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjadi tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Selain menetapkan tersangka Ali Muhtarom, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menjadikan 2 hakim yakni Agam Syarif Baharuddin dan Djuyamto sebagai tersangka.

    Kejagung menduga para tersangka menerima suap dari Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta sebesar Rp22,5 miliar. Sambil menunggu proses peradilan, 3 tersangka sementara waktu ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung.

    Profil Hakim Ali MuhtaromAli Muhtarom merupakan Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi di PN Jakarta Pusat. Nomor Induk Pegawai (NIP) yang dimiliki yakni 1972082502201603105.

    Dirangkum dari berbagai sumber, Ali Muhtarom memiliki perjalanan panjang dalam kariernya. Dia pernah bertugas sebagai Wakil Ketua Pengadilan Agama Bengkalis.

    Soal kekayaan, Ali Muhtarom tercatat mempunyai harta senilai Rp1,3 miliar. Angka tersebut didasarkan dalam laporannya untuk LHKPN KPK pada 21 Januari 2025.

    Kekayaan Ali Muhtarom terdiri atas beberapa aset berbeda di antaranya tanah dan bangunan senilai Rp1,2 miliar serta alat transportasi dan mesin sebesar Rp158 juta.

    Ali juga mempunyai harta bergerak lainnya senilai Rp38.500.000, kas dan setara kas Rp7.050.000. Namun, dia mencantumkan pula utang sebesar Rp150 juta.

    Jalan panjang karier yang dibangun Ali kini tercoreng akibat kasus hukum yang menjeratnya. Dugaan keterlibatannya dalam praktik suap tak hanya mencederai integritas pribadi, tapi juga tamparan bagi institusi peradilan itu sendiri.

    Sebelum ditetapkan tersangka atas kasus dugaan suap CPO, Ali Muhtarom menjadi hakim anggota yang memeriksa dan mengadili kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa Tom Lembong. Setelah penetapan tersangka, Ali diganti dengan Hakim Alfis Setyawan.

    Diketahui, Ali Muhtarom beserta Djuyamto dan Agam Syarief diduga menerima uang suap sebesar Rp22,5 miliar dari total Rp60 miliar. Suap ini berkaitan dengan putusan lepas tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya industri kelapa sawit periode Januari 2021-Maret 2022.

    (jon)

  • Kejagung Layangkan Kasasi Vonis Lepas Ekspor CPO Korporasi

    Kejagung Layangkan Kasasi Vonis Lepas Ekspor CPO Korporasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengajukan kasasi terkait dengan vonis lepas perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Kapuspenkum Kejagung, Hari Siregar mengatakan upaya hukum yang dilakukan jaksa penuntut umum (JPU) itu dilayangkan sejak Kamis (27/3/2025).

    “Sudah per 27 Maret 2025 sesuai akta permohonan kasasi,” ujar Harli saat dihubungi, Selasa (15/4/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya juga telah melengkapi memori kasasi dan sudah diserahkan kepada Mahkamah Agung pada Minggu (9/4/2025).

    “Kalau memori kasasinya juga sudah diserahkan per 9 April 2025,” pungkasnya.

    Atas pengajuan ini, Juru Bicara MA, Yanto menyatakan bahwa vonis dalam perkara fasilitas ekspor CPO korporasi itu belum memiliki kekuatan hukum yang tetap.

    “Putusan pengadilan tipikor pada pengadilan negeri Jakarta Pusat tersebut belum berkekuatan hukum tetap, karena penuntut umum [JPU] telah mengajukan upaya hukum kasasi,” ujar Yanto.

    Sekadar informasi, vonis lepas itu diduga merupakan hasil suap yang dilakukan pengacara sekaligus tersangka Marcella Santoso dan Aryanto dengan Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta.

    Modusnya, Aryanto menghubungi Wahyu Gunawan selaku Panitera PN Jakarta Utara agar hakim memvonis onslag. Kemudian, Wahyu menyampaikan permintaan Aryanto ke Arif. 

    Setelah negosiasi, Arif menunjuk tiga hakim pilihannya agar menangani sidang ekspor CPO korporasi. Adapun, Arif kala itu menjadi Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.

    Pada intinya, pihak pengacara meminta agar majelis hakim memberikan vonis lepas atau onslag terhadap terdakwa tiga grup korporasi mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    Adapun, tiga majelis hakim yang memutus perkara itu adalah Djuyamto selaku Hakim Ketua. Sementara, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom. Total uang suap yang diduga diberikan kepada Arif dkk mencapai Rp60 miliar.

  • Kejagung Ajukan Kasasi atas Vonis Lepas Terdakwa Korporasi Korupsi Minyak Goreng – Page 3

    Kejagung Ajukan Kasasi atas Vonis Lepas Terdakwa Korporasi Korupsi Minyak Goreng – Page 3

    JPU juga menuntut majelis hakim menjatuhkan pidana denda masing-masing terdakwa korporasi sebesar Rp1 miliar, dan menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti kepada terdakwa Permata Hijau Group sebesar Rp937.558.181.691,26; terdakwa Wilmar Group sebesar Rp11.880.351.802.619; dan terdakwa Musim Mas Group sebesar Rp4.890.938.943.794,1.

    “Namun terhadap tuntutan tersebut masing-masing terdakwa korporasi diputus terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana atau ontslag van alle recht vervolging oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ungkap Harli.

    Ontslag van alle rechtsvervolging sendiri BM merupakan putusan pengadilan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum. Putusan itu juga dikenal sebagai putusan lepas.

    Harli mengatakan, terkait dengan putusan Ontslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa Marcella Santoso, Aryanto, dan Wahyu Gunawan melakukan perbuatan pemberian suap dan/atau gratifikasi kepada Muhammad Arif Nuryanta sebesar Rp60 miliar.

    “Dalam rangka pengurusan putusan perkara dimaksud agar majelis hakim memberikan putusan ontslag van alle recht vervolging,” jelas dia.

    Kejagung kemudian melakukan penggeledahan lima lokasi berbeda yang ada di Jakarta dan membawa keempat orang tersebut untuk diperiksa pada Sabtu, 12 April 2025 di Kejagung, Jakarta Selatan. Mereka kemudian resmi ditetapkan sebagai tersangka lantaran ditemukan bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap DDP selaku istri Aryanto, IIN dan BS atau Budi Santoso selaku sopir Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta, serta lima staf Marcella Santoso yakni BHQ, ZUL, YSF selaku Office Boy, AS selaku sopir Aryanto, dan VRL selaku anggota tim advokat kantor Ariyanto Arnaldo Law Firm.

    Keempat tersangka juga langsung ditahan usai pemeriksaan, dengan rincian Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua PN Jaksel di Rutan Salemba Cabang Kejagung, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata pada PN Jakut di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Marcella Santoso selaku advokat di Rutan Salemba Cabang Kejagung, dan Aryanto selaku advokat di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

    “Para tersangka dilakukan penahanan rutan selama 20 hari ke depan,” Harli menandaskan.

     

    Reporter: Nur Habibie/Merdeka

  • Respons Tom Lembong Usai Hakim yang Tangani Kasusnya Ikut Terjerat Korupsi – Page 3

    Respons Tom Lembong Usai Hakim yang Tangani Kasusnya Ikut Terjerat Korupsi – Page 3

    Diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar praktik culas mafia peradilan. Adalah tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menerima suap vonis lepas terhadap terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng senilai Rp22 miliar.

    Ketiganya, hakim Agam Syarif Baharuddin (ASB) sendiri, hakim ad hoc Ali Muhtarom (AM), dan hakim Djuyamto (DJU). Mereka yang mengawal jalannya persidangan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit pada Januari 2021-April 2022.

    Ada peran Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang dulu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.

    Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, setelah terbit surat penetapan sidang, tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) memanggil tersangka Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim dan Agam Syarif Baharuddin (ASB) selaku hakim anggota.

    “Lalu Muhammad Arif Nuryanta memberikan uang dolar, bila di-kurs-kan ke dalam rupiah senilai Rp4,5 miliar, di mana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca bekas perkara. Dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4) dini hari.

     

    Reporter: Nur Habibie

    Merdeka.com

  • Bukan Ijazah Kuliah, Bambang Tri Malah Gugat Ijazah SD hingga SMA Jokowi yang Menurutnya Palsu

    Bukan Ijazah Kuliah, Bambang Tri Malah Gugat Ijazah SD hingga SMA Jokowi yang Menurutnya Palsu

    GELORA.CO –  Saat ini sedang marak dibicarakan soal jenazah kuliah Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang dianggap meragukan.

    Bahkan, sejumlah pihak telah melaporkan dugaan pemalsuan ijazah Jokowi ke polisi

    Terbaru, seorang pengacara asal Solo yaitu Muhammad Taufiq resmi mendaftarkan gugatan dugaan ijazah palsu Jokowi di Pengadilan Negeri Surakarta pada Senin (14/4/2025).

    Diketahui pada gugatan tersebut Muhammad Taufiq menggugat empat pihak, yaitu Jokowi sebagai tergugat 1, KPU Kota Solo sebagai tergugat 2, SMAN 6 Solo sebagai tergugat 3, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai tergugat 4. 

    Melalui Koordinator Tim Hukum Andhika Dian Prasetyo menjelaskan, pihaknya menggugat karena Jokowi belum pernah menunjukkan ijazah aslinya di hadapan publik.

    Laporan serupa pernah dilakukan aktivis Egi Sudjana di Jakarta terkait ijazah kuliah Jokowi

    Di sisi lain, ratusan aktivis dan alumni UGM berencana mendatangi rektorat pada Selasa (15/4/2025) untuk mengklarifikasi soal simpang siur ijazah Jokowi

    Perihal isu ijazah palsu Jokowi ini sebenarnya sudah berembus sejak lama.

    Adalah Bambang Tri, yang pernah mempermasalahkan ijazah Jokowi

    Bambang Tri saat itu menggugat keabsahan ijazah sekolah Jokowi, bukan ijazah kuliah.

    Jokowi digugat atas dugaan ijazah palsu, yang digunakan sebagai prasyarat pendaftaran calon presiden (capres) pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019.

    Gugatan tersebut dilayangkan oleh Bambang Tri Mulyono, penulis Buku Jokowi Undercover.

    Melalui kuasa hukumnya, Bambang menyampaikan dirinya menggugat Jokowi atas pemalsuan ijazah sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA).

    Pihaknya pun menepis narasi yang selama ini beredar, gugatan yang dilayangkan atas pemalsuan ijazah pendidikan tinggi Jokowi di Universitas Gadjah Mada (UGM).

    “Tidak ada hubungannya dengan pihak UGM,” ujar Djudju Purwantono, kuasa hukum Bambang Tri Mulyono, usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (18/10/2022).

    Menurut Djudju, jika gugatan atas pemalsuan ijazah SD sampai SMA dikabulkan, maka secara otomatis juga akan menggugurkan ijazah pendidikan tinggi Jokowi.

    “Otomatis yang ijazah sarjananya di UGM juga tidak asli, kan begitu secara hukum,” tuturnya.

    Pernyataan tersebut selaras dengan petitum yang diajukan, dan tercantum di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat.

    Di dalam petitumnya, Bambang Tri Mulyono sebagai penggugat mengajukan gugatan atas ijazah Jokowi dari SD hingga SMA. Berikut ini bunyi petitumnya secara lengkap:

    • Menerima dan mengabulkan Gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya.

    • Menyatakan TERGUGAT I telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum berupa Berupa Membuat Keterangan Yang Tidak Benar.

    Dan/atau Memberikan Dokumen Palsu berupa Ijazah (Bukti Kelulusan) Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) & Sekolah Menengah Atas (SMA) Atas Nama Joko Widodo.

    • Menyatakan TERGUGAT I telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum berupa menyerahkan dokumen Ijazah yang berisi Keterangan Yang Tidak Benar dan/atau memberikan dokumen palsu.

    Sebagai kelengkapan syarat pencalonan TERGUGAT I untuk memenuhi ketentuan pasal 9 ayat (1) huruf r PER-KPU Nomor 22 Tahun 2018, untuk digunakan dalam proses Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Periode 2019-2024.

    Penjelasan Kepala SMAN 6 Solo

    Saat itu, Jokowi mendapatkan dukungan dari teman-teman semasa SMA terkait gugatan penggunaan ijazah palsu dari SD, SMP hingga SMA yang dilayangkan Bambang Tri Mulyono ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Pada Senin (17 Oktober), sejumlah teman SMA Jokowi mengadakan jumpa pers mereka menegaskan dan meluruskan terkait tudigan ijazah palsu.

    “Kami semua ikut bertanggung jawab secara moral untuk mengklarifikasi sekaligus meluruskan,” kata Ria Tri Rasmani, teman SMA Jokowi di Solo.

    Mereka menegaskan bahwa Jokowi adalah alumni SMA Negeri 6 Surakarta.

    Saat itu, SMA Negeri 6 Surakarta masih bernama Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP).

    Di kesempatan yang sama, Kepala SMAN 6 Surakarta Munarso memperlihatkan buku induk yang membuktikan bahwa Jokowi benar-benar pernah bersekolah di situ.

    “Jokowi lulus pada tanggal 30 April 1980,” ujarnya.

    Di kesempatan terpisah, Utomo Putro, teman seangkatan Presiden Jokowi saat di SMPN 1 Surakarta angkat bicara soal isu tersebut.

    Menurut Utomo, tidak ada yang perlu diragukan lagi dari ijazah Jokowi.

    Sebab SMPN 1 Surakarta sudah menyatakan bahwa Jokowi memang benar merupakan siswa yang masuk pada Januari 1974 dan lulus pada November 1976.

    “Nama Pak Jokowi juga ada tercantum di dalam buku absensi tahun itu,” ujar Utomo saat berbincang dengan Kompas.com, akhir pekan lalu.

    Kedua, teman seangkatan Jokowi di SMP tersebut sudah banyak yang bersaksi bahwa Jokowi benar pernah mengenyam pendidikan di SMPN 1 Surakarta, termasuk dirinya.

    “Menurut saya itu cukup. Kalau masih ada orang mempermasalahkan ijazah Pak Jokowi, itu menurut saya orang yang kurang kerjaan atau ada motif yang lain, saya enggak tahu,” lanjut Utomo.

    Ijazah siswa/i SMPN 1 Surakarta pada saat itu, menurut Utomo, memang masih ditulis menggunakan tangan pada bagian tertentu.

    Misal, pada bagian nama, tempat dan tanggal lahir, nama wali, dan nomor induk.

    Sepanjang ingatannya, guru yang diberi tugas menulis ijazah itu adalah guru kesenian sekaligus bahasa Inggris bernama Bapak Suradi.

    “Jadi sangat bisa dicek punya saya, punya teman-teman seangkatan yang lain, punya Pak Jokowi. Semuanya senada. Jadi, ini gampang sekali kalau mau dicek asli atau palsu. Tapi kan, ya ngapain? Menghabisi energi saja,” ujar Utomo.

    Ia pun berharap masyarakat semakin pandai memilah informasi mana yang salah dan benar.

    Ia juga meminta masyarakat untuk mencari sumber informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.  

    Bambang Tri ditangkap kasus penistaan agama

    Diberitakan sebelumnya, Bareskrim Mabes Polri menetapkan Bambang Tri Mulyono sebagai tersangka dan telah menahannya terkait dengan kasus ujaran kebencian dan penistaan agama.

    Bambang merupakan penggugat ijazah Presiden Joko Widodo. Ia menyebut ijazah S1 Jokowi yang didapat dari Universitas Gadjah Mada palsu.

    Penetapan tersangka itu didasarkan pada konten yang disiarkan melalui akun YouTube Gus Nur 13 Official. Selain Bambang, polisi juga menetapkan pemilik akun, Gus Nur atau Sugik Nur Rahardja sebagai tersangka.

    Ada dua konten yang dijadikan bukti polisi, yaitu video pertama berjudul “GUS NUR : MUBAHALAH BAMBANG TRI DI BAWAH AL-QUR’AN -BLOKO SUTO – SEKARANG SIAPA YG PENDUSTA ? PART 1”.

    Lalu, video kedua berjudul, “SIAPA YANG MENGHAMILI ISTERI BAMBANG TRI ? ANAK SIAPAKAH ITU ? YA ALLAH – JAHAT SEKALI – PART II’.

    Penetapan tersangka itu berdasarkan laporan polisi LP/B/0568/IX/2022 Bareskrim Polri tertanggal 29 September 2022.

    Pada Senin (17 Oktober 2022), Polri mengatakan, kedua tersangka telah ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri.

    “Hasil koordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Siber, mereka sudah ditahan,” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah.

    Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo di Jakarta, Kamis (13 Oktober 2022) mengatakan, Bambang dan Gus Nur telah ditetapkan sebagai tersangka karena dinilai telah melanggar UU ITE.

    Mereka disangkakan Pasal 156a huruf (a) KUHP tentang Penistaan Agama dan Pasal 45 huruf (a) ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 UU ITE tentang ujaran kebencian berdasarkan suku ras agama dan antar golongan.

  • Hakim Kasus Tom Lembong Diganti Usai Terjerat Dugaan Suap – Page 3

    Hakim Kasus Tom Lembong Diganti Usai Terjerat Dugaan Suap – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Hakim anggota Ali Muhtarom yang memimpin persidangan kasus impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) diganti.

    Pergantian Ali Muhtarom setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah di Jakarta, Senin (14/4) dini hari.

    Penggantian hakim itu diumumkan langsung oleh Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

    “Karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, untuk mengadili perkara ini perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan,” ujar Dennie seperti dikutip dari Antara.

    Ketua PN Jakarta Pusat pun menunjuk Alfis Setiawan sebagai hakim anggota pengganti Ali, mendampingi Purwanto Abdullah.

    Pergantian hakim ini tidak menghentikan jalannya persidangan. Usai penetapan penggantian hakim, sidang kasus Tom Lembong pun dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.

    Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016.

    Dakwaan tersebut didasari penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

    Surat pengakuan impor itu diduga diberikan agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat mengimpor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih. Namun, Tom Lembong diketahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena mereka adalah perusahaan gula rafinasi.

    Tom Lembong juga dituduh tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.

    Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Pergantian hakim dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang independensi dan integritas proses hukum. Pengamat hukum menilai bahwa kasus ini harus terus dipantau dan dikawal untuk memastikan keadilan dan transparansi.

     

  • 3 Hakim Pemberi Vonis Bebas Ronald Tannur Hadapi Tuntutan Hari Ini

    3 Hakim Pemberi Vonis Bebas Ronald Tannur Hadapi Tuntutan Hari Ini

    loading…

    Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan menggelar sidang pembacaan tuntutan terhadap tiga hakim pemberi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur pada hari ini, Selasa (15/4/2025). Foto/Dok SindoNews/Nur Khabibi

    JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan menggelar sidang pembacaan tuntutan terhadap tiga hakim pemberi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur pada hari ini, Selasa (15/4/2025). Tiga hakim yang dimaksud adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

    Hal itu sebagaimana disampaikan ketua majelis hakim Teguh Santoso dalam sidang sebelumnya yang berlangsung pada Selasa (8/4/2025). “Pemeriksaan Saudara selesai, tinggal tuntutan dari penuntut umum. Kita tunda hari Selasa tanggal 15 April 2025 ya,” kata Hakim Santoso di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Diketahui, tiga hakim pemberi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, didakwa menerima suap sebanyak Rp1 miliar dan SGD308 ribu. Hal itu sebagaimana disampaikan Jaksa saat membacakan surat dakwaan terhadap Terdakwa Heru Hanindyo, Mangapul, dan Erintuah Damanik.

    Adapun, surat dakwaan tersebut dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024). “Yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp1.000.000.000 dan SGD308.000,” kata Jaksa di ruang sidang.

    Dalam surat dakwaan disebutkan, uang yang diterima para tiga terdakwa tersebut diberikan oleh Ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja dan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.

    Dijelaskan, Meirizka dan Lisa menyerahkan uang tunai SGD48 ribu kepada Erintuah Damanik. Selanjutnya, dua orang tersebut kembali memberikan uang tunai dalam mata uang Singapura sebanyak SGD140 ribu yang dibagikan kepada tiga terdakwa.

    “Pembagian masing-masing terdakwa Erintuah Damanik sebesar SGD38 ribu, Mangapul SGD36 ribu, dan Heru Hanindyo sebesar SGD36 ribu,” ungkap Jaksa.

    “Dan sisanya sebesar SGD30 ribu disimpan oleh terdakwa Erintuah Damanik,” sambungnya.

    Selanjutnya, penerimaan Rp1 miliar dan SGD120 ribu yang diberikan Meirizka dan Lisa kepada Heru Hanindyo. Uang tersebut, ditujukan untuk vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

    “Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul telah mengetahui uang yang diberikan oleh Lisa Rachmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum,” ujarnya.

    Atas perbuatannya, tiga terdakwa disangkakan Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    (rca)

  • Kolega Hakim yang Terjerat Suap Vonis Lepas CPO Tegaskan Rekan Kerjanya Harus Berani Tanggung Jawab – Halaman all

    Kolega Hakim yang Terjerat Suap Vonis Lepas CPO Tegaskan Rekan Kerjanya Harus Berani Tanggung Jawab – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    Sementara itu Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.

    Selain itu, tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menerima uang senilai Rp 22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas itu.

    Adapun ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.

    Menanggapi kabar ini, hakim Pengadilan Tipikor yang juga merangkap Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Maryono, menilai tiga sosok hakim yang terjerat kasus ini merupakan pribadi yang tidak mampu bersyukur.

    “3 sosok sebagai hakim yang tidak mampu bersyukur dan tidak mensyukuri serta tidak mengambil hikmah kejadian-kejadian sebelumnya,” kata Maryono, saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (14/4/2025).

    Meski bekerja di peradilan yang sama dengan ketiga hakim tersebut, yakni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Maryono, mengaku tidak pernah bekerja dalam satu majelis dengan ketiga hakim tersebut.

    “Saya tidak pernah satu majelis dengan ketiganya,” ungkapnya.

    Di sisi lain, sebagai kolega sesama hakim Pengadilan Tipikor, dia meyakini setiap manusia memiliki takdir yang berbeda-beda.

    Namun tetap, ia menegaskan, ketiga koleganya itu harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah mereka perbuat.

    “Sama halnya pada peristiwa ini, kita yang mengemban tugas negara sebagai hakim dalam menjalankan tupoksinya telah dibekali etika rambu-rambu guna mempertanggung jawabkan,” ucapnya.

    “Maka berani bertindak tentunya harus berani bertanggungjawab,” tambahnya.

    Lebih lanjut, dengan adanya kasus suap yang melibatkan sejumlah hakim ini, Maryono mengaku sedih karena melihat tercorengnya marwah peradilan Indonesia.

    “Atas peristiwa ini kesan kita yang jelas sedih dan juga sangat-sangatlah perihatin karena korps peradilan tercoreng kembali,” imbuh hakim Maryono.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan suap yang menjerat sejumlah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    Sementara itu Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.

    “Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.

    Abdul Qohar menjelaskan jika suap tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.

    “Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah,” ujar Abdul Qohar.

    “Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, dimana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG,” imbuhnya.

    Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa itu. Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp17 triliun.

    Kekinian, tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menerima uang senilai Rp 22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Adapun ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.