Kementrian Lembaga: PN Jakarta Pusat

  • Istana Ary Bakri Penyuap Hakim Digeledah dan Puluhan Kendaraan Disita, Ketua RT Ikut ‘House Tour’

    Istana Ary Bakri Penyuap Hakim Digeledah dan Puluhan Kendaraan Disita, Ketua RT Ikut ‘House Tour’

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM, PULOGADUNG – Ketua RT 01 RW 04 Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, Hasan turut menyaksikan jalannya penggeledahan yang dilakukan di kediaman tersangka pengacara Ary Bakri beberapa hari lalu.

    Ary Bakri kini berstatus tersangka Kejaksaan Agung dalam kasus suap ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Hasan mengatakan, sehari sebelum digeledah oleh Kejaksaan, rumah mewah Ary Bakri yang ada di Jalan Kikir lebih dulu disegel pada Sabtu (12/4/2025) malam.

    “Malam mereka datang lakukan penyegelan. Besok siangnya itu dia geledah dari jam 12 siang sampai jam 10 malam,” kata Hasan saat ditemui TribunJakarta.com, Kamis (17/4/2025).

    Hasan mengatakan, dirinya tak sendiri saat menemani aparat Kejaksaan melakukan ‘house tour’ di rumah mewah milik Ary Bakri.

    “Selain saya ada juga Ketua RW dan koordinator keamanan. Kemudian dari pihak beliau juga ada karyawannya. Polisi juga ikut jaga di luar,” kata Hasan.

    Dalam penggeledahan yang digelat di rumah Ary Bakri beberapa hari lalu, Kejaksaan menyita sejumlah kendaraan milik sang advokat.

    Kendaraan yang disita yakni 1 mobil merk Toyota Land Cruiser dan 2 unit mobil Land Rover, 21 unit sepeda motor termasuk motor gede dan 7 unit sepeda serta uang dollar Singapura.

    Sejumlah kendaraan yang disita Kejaksaan adalah yang kerap dipamerkan Ary Bakri dalam konten di media sosialnya.

    “Kendaraan yang disita selama ini memang diparkir di rumah itu.Beberapa kali si keluar satu-satu ya,” kata Hasan.

    Kasus Ary Bakri

    Dalam kasus ini, awalnya Ary Bakri selaku pengacara tiga korporasi CPO berkomunikasi dengan Wahyu Gunawan yang merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Pengacara korporasi CPO itu meminta majelis hakim yang dipimpin Djuyamto untuk memberi vonis lepas dengan timbal balik bayaran Rp20 miliar.

    Tiga grup korporasi CPO tersebut adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group,

    Wahyu kemudian berkoordinasi dengan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang kini telah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

    Arif menyetujui permintaan tersebut dengan syarat uang suap naik jadi tiga kali lipat menjadi Rp 60 miliar.

    “Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari lalu.

    Ary Bakri kemudian menyetujui permintaan tersebut dan menyerahkan uang tersebut melalui Wahyu.

    Arif juga menerima 50.000 USD sebagai biaya penghubung.

    Kemudian, Arif menunjuk tiga hakim, termasuk Djuyamto, untuk menangani perkara tersebut.

    Ketiga hakim ini sepakat memberikan vonis lepas setelah menerima uang suap sebesar Rp 22,5 miliar.

    Dan akhirnya pada 19 Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Djuyamto menjatuhkan vonis lepas (ontslag van rechtsvervolging) kepada tiga korporasi besar dalam perkara korupsi ekspor CPO.

    Ketiga korporasi kakap CPO itu pun akhirnya lolos dari segala tuntutan jaksa Kejagung yakni pidana denda masing-masing Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 17 triliun.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Skandal Hakim Terima Suap, Mahfud MD Sarankan Prabowo Terbitkan Perppu Bongkar Carut Marut Peradilan – Halaman all

    Skandal Hakim Terima Suap, Mahfud MD Sarankan Prabowo Terbitkan Perppu Bongkar Carut Marut Peradilan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan perlunya langkah darurat dalam memperbaiki sistem peradilan di Indonesia. 

    Sebab, saat ini kondisi peradilan sudah lama fase darurat.

    Hal itu disampaikan Mahfud MD ketika dimintai tanggapan perihal kasus suap yang menjerat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan para hakim lainnya dalam perkara CPO yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung).

    “Sekarang sudah perlu langkah darurat ya. Karena ini situasinya darurat,” kata Mahfud MD usai diskusi publik di Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    “Saya ingin mengutip saja. Hinca Panjaitan (Anggota Komisi III DPR), itu kemarin bicara bagus. Ini masalah peradilan ini masalahnya sudah darurat,” sambung dia.

    Mahfud pun memberikan salah satu saran dalam menghadapi situasi darurat dalam sistem peradilan saat ini. 

    Dimana, menurut dia, Presiden Prabowo Subianto harus turun tangan dalam pembenahan ini. Salah satunya, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu.

    Dia meyakini, sikap tegas dari Presiden Prabowo dalam membongkar sistem peradilan yang sudah dalam kondisi darurat.

    “Sehingga perlu keputusan-keputusan darurat. Bentuknya apa? Kalau perlu Presiden turun tangan buat Perppu. Bongkar itu semua,” ujar Mahfud.

    “Dan jangan takut-takut rakyat mendukung,” lanjutnya.

    Dia pun menyebut, jika permasalahan kasus seperti yang melibatkan para hakim terus diserahkan ke Mahkamah Agung (MA), maka tidak akan terjadi pembenahan secara menyeluruh.

    “Karena kalau nunggu Mahkamah Agung memperbaiki selalu kembali ke formalitas. Ini kami ada pengawas,” jelasnya.

    Alur Uang Suap Vonis Lepas

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.

    Mereka di antaranta MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu Marcella Santoso dan Ariyanto berprofesi sebagai advokat.

    Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.

    Terakhir, satu orang tersangkan benama Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan Head and Social Security Legal PT Wilmar Group. PT Wilmar sendiri merupakan salah satu koorporasi yang diberikan vonis lepas dalam perkara tersebut.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu sebagai Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bertemu dengan pengacara terdakwa yang kini juga tersangka kasus suap yakni Ariyanto.

    Dalam pertemuan itu, Wahyu mengancam putusan perkara ini bisa dihukum maksimal bahkan lebih jika tidak memberikan uang.

    “Di mana pada saat itu Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng harus diurus jika tidak putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    “Dalam pertemuan tersebut Wahyu Gunawan juga menyampaikan agar Ariyanto yang dalam hal ini selaku penasihat korporasi untuk menyiapkan biaya pengurusannya,” sambungnya.

    Atas permintaan itu, Ariyanto pun menghubungi rekannya, Marcella Santoso. Selanjurnya, Marcella bertemu Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan tim Legal PT Wilmar Group sebagai terdakwa korporasi.

    Pertemuan itu dilakukan di sebuah rumah makan yakni Daun Muda Soulfood by Peresthu – Wolter Monginsidi, Jakarta Selatan untuk membahas permintaan tersebut. Namun, Syafei berdalih sudah ada yang mengurus.

    “Sekitar 2 minggu kemudian, AR dihubungi oleh WG. Pada saat itu WG menyampaikan kembali agar perkara ini segera diurus. Setelah mendapat info tersebut kemudian AR menyampaikan kembali kepada MS. Kemudian MS kembali bertemu lagi dengan MSY di tempat makan Daun Muda, di tempat yang sama dengan pertemuan tadi,” tuturnya.

    Awalnya, Syafei menyebut perusahaan hanya menyanggupi membayar Rp20 miliar.

    Setelahnya, Ariyanto bertemu dengan Wahyu dan Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat di rumah makan Layar Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.

    “Dalam pertemuan tersebut Muhammad Arif Nuryanta mengatakan bahwa perkara minyak goreng tidak bisa diputus bebas. Ini sebagai permintaan yang pertama tadi kepada WG dan ini jawabannya,” tuturnya.

    “Tetapi bisa diputus onslagh dan ybs dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryantah meminta agar uang Rp20 miliar itu dikali 3 sehingga jumlahnya total Rp60 miliar,” imbuhnya.

    Singkat cerita, Syafei menyanggupi permintaan Rp60 miliar tersebut dan uangnya akan diserahkan ke Ariyanto di sebuah parkiran kawasan SCBD, Jakarta Selatan.

    Setelahnya, Ariyanto pun mendatangi rumah Wahyu di Cluster Eboni Jalan Eboni 6 Blok AE, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara dan menyerahkan uang tersebut.

    Setelahnya, uang itu diserahkan kepada Arif dan Wahyu mendapat komisi perantara sebesar 50.000 USD.

    Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.

    Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar.

  • Istana Ary Bakri Penyuap Hakim Rp 60 M Hanya untuk Garasi Mobil dan Moge, Puluhan Kendaraan Disita

    Istana Ary Bakri Penyuap Hakim Rp 60 M Hanya untuk Garasi Mobil dan Moge, Puluhan Kendaraan Disita

    TRIBUNJAKARTA.COM, PULOGADUNG – Rumah mewah milik tersangka pengacara Ariyanto Bakri atau Ary Bakri di Jalan Kikir, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur yang digeledah oleh Kejaksaan dalam kasus suap perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) ternyata hanya digunakan untuk tempat menyimpan kendaraan mewah olehnya.

    Pasalnya, Ari diketahui tak tinggal di rumah tersebut.

    “Dia datang beberapa waktu aja. Enggak tinggal di sini,” kata Ketua RT 01 RW 04 Kayu Putih, Hasan saat ditemui TribunJakarta.com, Kamis (17/4/2025).

    Dalam penggeledahan yang digelat di rumah Ary Bakri beberapa hari lalu, Kejaksaan menyita sejumlah kendaraan milik sang advokat.

    Kendaraan yang disita yakni 1 mobil merk Toyota Land Cruiser dan 2 unit mobil Land Rover, 21 unit sepeda motor termasuk motor gede dan 7 unit sepeda serta uang dollar Singapura.

    Sejumlah kendaraan yang disita Kejaksaan adalah yang kerap dipamerkan Ary Bakri dalam konten di media sosialnya.

    “Kendaraan yang disita selama ini memang diparkir di rumah itu.Beberapa kali si keluar satu-satu ya,” kata Hasan.

    Pantauan TribunJakarta.com, lantai satu di rumah Ary Bakri memang digunakan sebagai garasi dalam. 

    Sedangkan pintu masuk ke dalam rumah berada di lantai dua dimana anak tangga berada di sisi depan kanan dari rumah tiga lantai tersebut.

    Hasan mengatakan, rumah tersebut selama ini ditempati oleh sejumlah pegawai Ary Bakri.

    “Setahu saya yang nempatin itu pegawainya ada dua atau tiga orang. Kalau dia (Ary Bakri) datangnya hanya sesekali aja,” kata dia.

    Diketahui, Ary Bakri adalah pengacara dari tiga korporasi dalam kasus ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang menyerahkan uang suap senilai Rp 60 miliar kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar memberikan vonis lepas untuk kliennya.

     

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • PT Wilmar Klaim Kooperatif Bantu Penyidikan Kasus Korupsi CPO – Halaman all

    PT Wilmar Klaim Kooperatif Bantu Penyidikan Kasus Korupsi CPO – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Wilmar Nabati Indonesia buka suara soal kasus suap vonis lepas dalam perkara korupsi crude palm oil (CPO) yang melibatkan karyawannya atas nama Muhammad Syafei alias MSY selaku Head and Social Security Legal PT Wilmar.

    Dalam hal ini, PT Wilmar Nabati Indonesia tak mau berbicara banyak terkait kasus yang tengah disidik oleh penyidik Jampidsus Kejagung.

    Mereka mengaku hanya kooperatif tengah membantu proses penyidikan yang tengan berjalan saat ini.

    “Saat ini kami sedang membantu proses penyelidikan,” singkat PT Wilmar Nabati Indonesia kepada Tribunnnews.com, Kamis (19/4/2025).

    Meski begitu, PT Wilmar Nabati Indonesia tak dijelaskan lebih rinci soal perbantuan proses penyidikan tersebut.

    Alur Uang Suap Vonis Lepas

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi CPO.

    Mereka di antaranta MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu Marcella Santoso dan Ariyanto berprofesi sebagai advokat.

    Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.

    Terakhir, satu orang tersangkan benama Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan Head and Social Security Legal PT Wilmar Group. PT Wilmar sendiri merupakan salah satu koorporasi yang diberikan vonis lepas dalam perkara tersebut.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu sebagai Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bertemu dengan pengacara terdakwa yang kini juga tersangka kasus suap yakni Ariyanto.

    Dalam pertemuan itu, Wahyu mengancam putusan perkara ini bisa dihukum maksimal bahkan lebih jika tidak memberikan uang.

    “Di mana pada saat itu Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng harus diurus jika tidak putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    “Dalam pertemuan tersebut Wahyu Gunawan juga menyampaikan agar Ariyanto yang dalam hal ini selaku penasihat korporasi untuk menyiapkan biaya pengurusannya,” sambungnya.

    Atas permintaan itu, Ariyanto pun menghubungi rekannya, Marcella Santoso. Selanjurnya, Marcella bertemu Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan tim Legal PT Wilmar Group sebagai terdakwa korporasi.

    Pertemuan itu dilakukan di sebuah rumah makan yakni Daun Muda Soulfood by Peresthu – Wolter Monginsidi, Jakarta Selatan untuk membahas permintaan tersebut. Namun, Syafei berdalih sudah ada yang mengurus.

    “Sekitar 2 minggu kemudian, AR dihubungi oleh WG. Pada saat itu WG menyampaikan kembali agar perkara ini segera diurus. Setelah mendapat info tersebut kemudian AR menyampaikan kembali kepada MS. Kemudian MS kembali bertemu lagi dengan MSY di tempat makan Daun Muda, di tempat yang sama dengan pertemuan tadi,” tuturnya.

    Awalnya, Syafei menyebut perusahaan hanya menyanggupi membayar Rp20 miliar.

    Setelahnya, Ariyanto bertemu dengan Wahyu dan Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat di rumah makan Layar Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.

    “Dalam pertemuan tersebut Muhammad Arif Nuryanta mengatakan bahwa perkara minyak goreng tidak bisa diputus bebas. Ini sebagai permintaan yang pertama tadi kepada WG dan ini jawabannya,” tuturnya.

    “Tetapi bisa diputus onslagh dan ybs dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryantah meminta agar uang Rp20 miliar itu dikali 3 sehingga jumlahnya total Rp60 miliar,” imbuhnya.

    Singkat cerita, Syafei menyanggupi permintaan Rp60 miliar tersebut dan uangnya akan diserahkan ke Ariyanto di sebuah parkiran kawasan SCBD, Jakarta Selatan.

    Setelahnya, Ariyanto pun mendatangi rumah Wahyu di Cluster Eboni Jalan Eboni 6 Blok AE, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara dan menyerahkan uang tersebut.

    Setelahnya, uang itu diserahkan kepada Arif dan Wahyu mendapat komisi perantara sebesar 50.000 USD.

    Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.

    Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar.

     

     

  • Sidang Hasto Diwarnai Pengusiran Pengunjung, PDIP Tuding Ada Penyusup

    Sidang Hasto Diwarnai Pengusiran Pengunjung, PDIP Tuding Ada Penyusup

    Bisnis.com, JAKARTA — Kubu Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengusir sejumlah orang yang dituding penyusup di PN Tipikor, Jakarta Pusat.

    Pengusiran itu terjadi menjelang sidang lanjutan perkara suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristoyanto dimulai hari ini, Kamis (17/4/2025) sekitar pukul 09.00 WIB.

    Kala itu, politisi PDIP Guntur Romli dan simpatisan Hasto yang ikut menunggu persidangan mengusir setidaknya empat orang di ruang persidangan.

    Menurut Guntur, pengusiran itu dilakukan karena sejumlah orang itu mengenakan kaos yang provokatif. Sebagai pencegahan, kubu PDIP mengusir beberapa orang yang diduga penyusup itu.

    “Menurut kami itu tindakan yang tidak benar karena bisa memancing, bisa memprovokasi karena juga di dalam banyak massa dari PDIP, dari satgas,” ujar Guntur di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

    Adapun, Guntur juga mengatakan bahwa pengusiran itu sudah dikoordinasikan dengan pihak keamanan baik itu Pamdal PN Jakpus hingga kepolisian.

    “Ini adalah sidang terbuka tapi tolong jangan pakai cara-cara yang bisa memancing keributan. Kalau mau datang baik-baik silahkan. Kita tidak pernah melarang siapapun,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, jaksa penuntut umum menghadirkan tiga saksi, yakni eks Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman.

    Selain Arief, Eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dan mantan Anggota Bawaslu RI Agustiani Tio Fridelina juga turut dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara yang menyeret Hasto.

    Hanya saja, jaksa menyebut bahwa hanya dua saksi yang terkonfirmasi hadir. Pasalnya, saksi Agustiani Tio sejauh ini tidak mengkonfirmasi kehadirannya.

    “Sedianya tiga orang saksi yang akan kami hadirkan, namun sampai dengan saat ini, yang sudah terkonfirmasi hadir itu dua orang. Yang satu belum konfirmasi kehadiran,” tutur jaksa.

  • Satgas PDIP Amankan Terduga Penyusup Sidang Hasto, Guntur Romli: Mereka Pakai Kaus Provokatif

    Satgas PDIP Amankan Terduga Penyusup Sidang Hasto, Guntur Romli: Mereka Pakai Kaus Provokatif

    loading…

    Kericuhan terjadi menjelang dimulainya sidang dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di PN Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025). Satgas PDIP mengamankan sejumlah pihak yang diduga penyusup. Foto: Nur Khabibi

    JAKARTA – Kericuhan terjadi menjelang dimulainya sidang dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025). Satgas PDIP mengamankan sejumlah pihak yang diduga penyusup.

    Politikus PDIP Guntur Romli mengatakan, pihaknya menarik sejumlah orang lantaran menggunakan kaus dengan tulisan provokatif. “Mereka menggunakan kaus provokatif, di luarnya pakai kemeja lain,” ujar Guntur di PN Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

    Kaus yang dinilai provokatif itu berwarna merah bertuliskan #Save KPK #Adili Hasto. Tindakan itu diambil guna menghindari aksi yang tidak diinginkan. Sebab, di ruang sidang yang sama banyak simpatisan Hasto yang hadir.

    “Menurut kami, tindakan tidak benar karena bisa memancing, memprovokasi karena di dalam banyak massa PDIP dari Satgas. Kalau ini dibiarkan bisa terjadi keributan,” ungkapnya.

    “Maka kami berkoordinasi dengan Pamdal dan Kepolisian di sini untuk mengeluarkan mereka dan melepaskan kaus mereka,” sambungnya.

    Sidang dengan terdakwa Hasto terbuka untuk umum. Namun, dia mengimbau bagi yang hendak hadir untuk menghindari aksi provokatif.

    Berdasarkan pantauan, puluhan Satgas Cakra Buana PDIP menggiring sejumlah orang keluar dari dalam PN Tipikor. Orang yang diamankan mengenakan kaus merah.

    Sejumlah Satgas Cakra Buana PDIP memiting 2 orang lebih sambil menanyai mereka. Sejumlah orang yang diamankan ada yang melawan dengan mencoba melepaskan pitingan, tapi tetap tak berhasil.

    “Dibayar berapa lu, heh? Kamu dibayar berapa?” kata Satgas Cakra Buana PDIP sambil memiting orang yang diamankan, Kamis (17/4/1025).

    Sejumlah Satgas Cakra Buana PDIP ada juga yang mengambil gambar wajah orang-orang yang diamankan dengan menggunakan handphone (HP). Lebih dari dua orang yang diamankan itu didorong-dorong oleh Satgas Cakra Buana PDIP, ada pula yang menoyor bagian kepalanya.

    Petugas kepolisian dan petugas keamanan PN Tipikor kewalahan menghadapi puluhan Satgas Cakra Buana PDIP yang mencoba mengamankan orang-orang yang dituduhkan mereka sebagai penyusup. Satgas Cakra Buana PDIP lantas menyeret sejumlah orang tersebut ke luar PN Tipikor.

    (jon)

  • KPK Hadirkan Tiga Saksi di Sidang Hasto, Ada Mantan Ketua KPU

    KPK Hadirkan Tiga Saksi di Sidang Hasto, Ada Mantan Ketua KPU

    GELORA.CO – Tiga saksi akan dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam persidangan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Hal itu disampaikan Anggota Tim JPU KPK, Moch Takdir Suhan kepada RMOL pada Kamis pagi, 17 April 2025. 

    “Arief Budiman (mantan Ketua KPU), Agustiani Tio Fridelina, Wahyu Setiawan,” beber Takdir.

    Ketiganya sudah konfirmasi bakal hadir di sidang yang akan digelar sekitar pukul 09.00 WIB di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Dalam surat dakwaan, Hasto didakwa melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku berdasarkan Surat Perintah Penyidikan nomor Sprin.Dik/07/DIK.00/01/01/2020 tanggal 9 Januari 2020.

    Perintangan penyidikan itu dilakukan Hasto dengan cara memerintahkan Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam milik Harun Masiku ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan KPK kepada Wahyu Setiawan selaku anggota KPU periode 2017-2022.

    Selain itu, Hasto juga memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK pada saat pemeriksaan sebagai saksi pada 10 Juni 2024. Perbuatan Hasto itu mengakibatkan penyidikan atas nama tersangka Harun Masiku terhambat.

    Atas perbuatannya, Hasto didakwa dengan dakwaan Kesatu Pasal 21 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

    Hasto juga didakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberikan uang sebesar 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan selaku anggota KPU periode 2017-2022 mengupayakan agar KPU menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Atas perkara suap itu, Hasto didakwa dengan dakwaan Kedua Pertama Pasal 5 Ayat 1 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP atau dakwaan Kedua-Kedua Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

  • KY Harus Telusuri Dugaan Mafia Peradilan Buntut Kasus Djuyamto Cs

    KY Harus Telusuri Dugaan Mafia Peradilan Buntut Kasus Djuyamto Cs

    GELORA.CO –  Salah satu tugas Komisi Yudisial (KY) adalah menelusuri seorang hakim terkait dugaan pelanggaran etik. 

    Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan dalam penelusuran pelanggaran etik hakim itu, KY perlu masuk lebih untuk mengenai ada tidaknya pelanggaran etik hakim dimaksud.

    Sehingga mau tidak mau merunut bagaimana pelanggaran itu terjadi sampai saat penanganan suatu perkara. 

    “KY (memang) menyidik soal pelanggaran etika hakim, tetapi tidak mustahil juga menyelidiki kasus korupsinya,” kata Abdul Fickar kepada wartawan pada Rabu, 16 April 2025.

    Lanjut dia, sejauh ini KY telah berinisiatif menerjunkan tim untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) bagi hakim yang menjatuhkan putusan lepas pada kasus korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO).

    Namun, jika saat penelusuran pelanggaran etik hakim, menemukan adanya ketidakberesan penanganan perkara, KY bisa meneruskan atau merekomendasikan temuannya kepada KPK atau Kejaksaan Agung. 

    “Jika dalam pemeriksaan ada kasus korupsinya, maka penanganan selanjutnya diserahkan kepada KPK atau Kejaksaan,” kata Abdul Fickar.

    Apalagi, kasus suap dalam putusan lepas (onslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di PN Jakarta Pusat ada kaitannya dengan eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar yang sebelumnya juga sudah tertangkap. 

    Bisa jadi, dalam proses kasus tersebut ada kemiripan. Zarof Ricar diduga berperan sebagai makelar perkara yang menghubungkan pemberi suap ke hakim agar Ronald Tannur divonis bebas dalam vonis Dini Sera Afrianti.

    Benar saja, dalam pengembangan perkara, Kejaksaan Agung kemudian melakukan penggeledahan di kediaman Zarof dan menemukan banyak bukti dugaan gratifikasi yakni uang fantastis hingga lebih dari Rp1 triliun. 

    Dari sini, Kejaksaan Agung menemukan adanya informasi mengenai pemberian suap dari Marcella Santoso kepada para hakim yang mengadili kasus dugaan korupsi CPO.

    Di sisi lain, diduga kedekatan Jubir Yanto dengan hakim Djuyamto juga mendapatkan sorotan publik sebab keduanya menerima gelar kehormatan dari Keraton Solo pada 17 Desember 2024.

    Apalagi, Djuyamto sendiri merupakan hakim yang pernah menangangi kasus praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan memvonis tidak menerima gugatan praperadilan dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis, 13 Februari 2025.

    Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung menangkap Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang menerima suap vonis lepas ekspor CPO sebesar Rp60 miliar. Dari Rp60 miliar tersebut, Muhammad Arif Nuryanta membagikan Rp22,5 miliar kepada tiga hakim yang menangani kasus yakni Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom selaku hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat, dan hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto.

  • Hari Ini, Terpidana Kasus Harun Masiku Jadi Saksi Sidang Hasto
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 April 2025

    Hari Ini, Terpidana Kasus Harun Masiku Jadi Saksi Sidang Hasto Nasional 17 April 2025

    Hari Ini, Terpidana Kasus Harun Masiku Jadi Saksi Sidang Hasto
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) disebut akan menghadirkan eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU)
    Wahyu Setiawan
    sebagai saksi perkara suap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P,
    Hasto Kristiyanto
    .
    Informasi dari jaksa KPK menyebut, Wahyu akan dihadirkan ke muka sidang bersama eks Ketua KPU,
    Arief Budiman
    dan eks anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina hari ini, Kamis (17/4/2025).
    Rencana pemanggilan ketiga saksi itu juga dikonfirmasi anggota tim kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy.
    Ketiganya bakal memberi kesaksian terkait dugaan suap pergantian antar waktu anggota DPR RI periode 2019-2024 yang menjerat Hasto.
    “Betul (Wahyu dan kawan-kawan menjadi saksi),” kata Ronny kepada Kompas.com, Rabu (16/4/2025).
    Dalam persidangan maupun konstruksi perkara yang sejauh ini telah diungkap KPK, tidak disebutkan peran Arief Budiman.
    Namun, nama Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio masuk dalam pelaku utama perkara suap tersebut.
    Keduanya telah disidangkan, dinyatakan bersalah, dan kini berstatus terpidana.
    Wahyu disebut sebagai Komisioner KPU yang diduga diminta Hasto melalui anak buahnya untuk menetapkan
    Harun Masiku
    sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil I Sumatera Selatan.
    Lobi-lobi telah dilakukan sejak sekitar Agustus 2019 namun tidak berjalan mulus.
    Dalam prosesnya, pihak Hasto kemudian meminta bantuan Tio yang juga diketahui sebagai kader PDI-P.
    Tio lalu berunding dengan Wahyu menyangkut besaran fee untuk memuluskan Harun menjadi anggota DPR. Wahyu disebut meminta Rp 1 miliar.
    Permintaan itu pun disanggupi. Harun kemudian menyerahkan sejumlah uang kepada kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah.
    Selain itu, Hasto juga disebut menitipkan uang Rp 400 juta untuk membantu Harun membayar fee kepada Wahyu.
    Uang diserahkan melalui staf pribadinya, Kusnadi.
    “(Hasto) menyampaikan ada dana sebesar Rp 600.000.000, atas jumlah tersebut akan digunakan untuk uang muka penghijauan kantor PDI-P sebesar Rp 200.000.000 dan dana sebesar Rp 400.000.000 diserahkan kepada Donny Tri Istiqomah melalui Kusnadi,” ujar jaksa KPK saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Relawan Dukung Upaya Jokowi Tempuh Jalur Hukum Soal Penyebar Isu Ijazah Palsu – Halaman all

    Relawan Dukung Upaya Jokowi Tempuh Jalur Hukum Soal Penyebar Isu Ijazah Palsu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah pihak menyangsikan keaslian ijazah sarjana Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi. 

    Mereka bahkan mendatangi kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

    Menurut Ketua Umum Relawan Jokowi atau ReJO Darmizal, mempertanyakan pihak yang mendatangi UGM.

    Jokowi, kata Darmizal, sebagai warga negara, mempunyai hak untuk menempuh jalur hukum, termasuk melaporkan balik orang-orang yang diduga mencemarkan nama baiknya.

    “Kami sangat mendukung langkah pak Jokowi melakukan upaya hukum termasuk melaporkan orang-orang yang memfitnahnya,” kata Darmizal kepada wartawan Rabu (16/4/2025).

    “Saya mempercayai penjelasan Rektor dan Dekan Fakultas Kehutanan UGM yang telah menegaskan jika ijazah Jokowi adalah asli,” kata dia.

    Dia menambahkan, ijazah Jokowi sudah diverifikasi okeh KPU Surakarta pada Pilkada Solo tahun 2005, Pilgub DKI pada tahun 2012 dan pada Pilpres 2014 bahkan tahun 2019. 

    “Mereka (kelompok yang mempersoalkan ijazah Jokowi) tinggal berangkat ke KPU pada ketiga tempat tersebut untuk mendapatkan klarifikasi dan kepastian atas apa yang mereka tuduhkan. Mereka yang mendalilkan maka mereka pula yang harus membuktikannya,” jelasnya.

    Alumni UGM Yogyakarta itu mengungkapkan, kelakuan kelompok tersebut terlihat jauh dari tata krama kepatutan bahkan sudah sampai pada perilaku pembunuhan karakter yang merugikan Jokowi dan banyak pihak. 

    “Kami relawan Jokowi termasuk yang merasa dirugikan atas perilaku mereka. Oleh karenanya, kami akan berada pada garda terdepan untuk membela pak Jokowi. Kami akan menjaga marwah dan martabat atau harga diri pak Jokowi. Saya kira, beliau adalah Presiden terbaik sepanjang sejarah Indonesia sampai saat ini yang harus dijaga marwah dan harga dirinya,” kata Darmizal.

    Untuk itu, Darmizal mengapresiasi dan mendukung langkah Jokowi yang mempertimbangkan untuk melakukan perlawanan hukum terhadap kelompok itu.

    Dikatakan Darmizal, apa yang dituduhkan kelompok yang meragukan keaslian ijazah Jokowi merupakan bentuk fitnah.

    “Ini saya lihat sudah mengarah pada fitnah dan kampanye hitam yang sangat merugikan,” ucapnya.

    Penjelasan kuasa hukum

    Terpisah, Tim Kuasa Hukum Joko Widodo atau Jokowi memastikan tidak akan menunjukkan ijazah presiden ketujuh itu kepada publik, kecuali atas permintaan dari lembaga hukum yang berwenang, seperti pengadilan.

    Anggota Tim Kuasa Hukum Jokowi, Yakup Hasibuan mengatakan, tuntutan agar Jokowi menunjukkan ijazahnya adalah hal yang tidak berdasar secara hukum.

    “Nah, itu kami sayangkan dan itu sangatlah tidak berdasar hukum dan sangat menyesatkan,” kata Yakup dalam jumpa pers di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (14/4/2025).

    Yakup menegaskan, pihaknya hanya akan menunjukkan dokumen tersebut apabila diminta secara resmi oleh pengadilan atau lembaga hukum lainnya.

    “Kami tidak akan menunjukkan ijazah asli Pak Jokowi, kecuali berdasarkan hukum dan dimintakan oleh pihak-pihak yang berwenang seperti pengadilan dan sebagainya,” ujarnya.

    Menurutnya, isu serupa sebenarnya sudah pernah dibawa ke ranah hukum sebanyak tiga kali. Dua gugatan diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan satu lainnya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Semuanya, dimenangkan oleh Jokowi.

    “Dan ternyata pun mereka kalah. Jadi gugatan mereka semua kalah dan sampai sekarang tidak ada satu pun putusan pengadilan yang menyatakan ijazah Bapak Jokowi itu palsu,” tegas Yakup.

    Hal senada juga diungkapkan Anggota Tim Kuasa Hukum lainnya, Andra Reinhard Pasaribu. Dia menegaskan, pihaknya akan bersikap kooperatif apabila memang ada perintah hukum yang mengharuskan penunjukan dokumen tersebut.

    “Jadi untuk ke depannya, silakan tempuh jalur hukum. Asal ada putusan pengadilan ataupun hukum yang memerintahkan kami untuk menunjukan, kami akan tunjukkan,” tegasnya.