Kementrian Lembaga: PN Jakarta Pusat

  • Jadi Tersangka, Dirut Pemberitaan JakTV Sebar Berita Negatif Kejagung

    Jadi Tersangka, Dirut Pemberitaan JakTV Sebar Berita Negatif Kejagung

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka dalam kasus perintangan penyidikan dan penuntutan (obstruction of justice). Dari ketiga tersangka, satu di antaranya adalah Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB).

    Dua orang lainnya adalah advokat Marcella Santoso (MS) dan dosen Junaedi Saibih (JS). 

    Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar mengatakan para tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat untuk menghalangi penanganan beberapa kasus korupsi besar, termasuk korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk (2015–2022), korupsi importasi gula oleh tersangka Tom Lembong, dan kasus pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Pengungkapan kasus bermula dari pengembangan perkara suap dalam putusan lepas fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terungkap MS dan JS memerintahkan TB untuk menyebarkan berita-berita negatif tentang penyidik Kejagung melalui berbagai media, termasuk JakTV, dengan imbalan Rp 478,5 juta yang diterima secara pribadi oleh TB.

    Selain menyebarkan berita, TB juga mendanai demonstrasi, seminar, podcast, dan talkshow yang menyudutkan Kejaksaan.

    Ketiga tersangka dijerat Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Saat ini, JS dan MS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari, sementara Direktur Pemberitaan JakTV TB tidak ditahan karena sudah lebih dahulu ditahan dalam kasus lain.

  • Kejagung Tahan Dosen dan Direktur TV Swasta, Ini Perannya

    Kejagung Tahan Dosen dan Direktur TV Swasta, Ini Perannya

    Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar dan dosen Junaidi Saibih. Keduanya adalah tersangka kasus perintangan penyidikan dalam perkara suap hakim perkara ekspor CPO.

    Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengatakan bahwa kedua tersangka itu langsung ditahan 20 hari ke depan mulai hari ini Senin 21 April 2025 di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. 

    Sementara itu, kata Qohar, untuk tersangka Advokat Marcella Santoso sudah ditahan lebih dulu terkait dengan perkara suap atau gratifikasi hakim PN Jakarta Pusat.

    Sesuai KUHAP, penahanan terhadap para tersangka dilakukan oleh penyidik agar tersangka tidak melarikan diri, pengaruhi saksi dan menghilangkan barang bukti yang bisa menggangu proses penyidikan.

    “Jadi untuk dua tersangka ini langsung kami tahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan di rutan Salemba cabang Kejagung,” tuturnya di Kejaksaan Agung, Selasa (22/4/2025) dini hari pagi.

    Dia menjelaskan ketiga tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi yang telah diubah ke Nomor 2 Tahun 2021 Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP

    “Ketiganya telah melakukan pemufakatan jahat untuk merintangi penyidikan hingga penuntutan dengan mempengaruhi opini publik,” katanya.

    Penetapan Tersangka

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap penanganan kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengemukakan ketiga tersangka itu adalah Direktur Pemberitaan media Jak TV Tian Bahtiar, lalu Advokat Marcella Santoso dan Dosen Junaidi Saibih.

    Dia juga mengemukakan ketiga tersangka itu bermufakat jahat untuk membentuk opini publik mulai dari penyidikan dan penuntutan terkait kasus korupsi timah, gula dan minyak goreng (CPO).

    “Tersangka MS (Marcella Santoso) dan JS (Junaidi Saibih) ini mengorder tersangka TB (Tian Bahtiar) untuk membuat berita dan konten negatif yang menyudutkan pihak kejaksaan dalam menangani kasus korupsi,” tuturnya di Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa (22/4) dini hari pagi.

    Qohar juga menjelaskan tersangka Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar tersebut menerima uang dari dua tersangka lainnya sebesar Rp478.500.000 untuk merintangi dan menghalangi proses penyidikan hingga penuntutan di pengadilan.

    “Tersangka menggunakan uang itu untuk menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar, podcast dan roadshow benerapa media online dengan pemberitaan negatif untuk pengaruhi persidangan, termasuk di media tiktok dan youtube,” katanya.

  • 1
                    
                        Tanpa Kontrak, Rp 487 Juta Masuk Dompet Pribadi Direktur JAK TV untuk Bikin Konten Negatif Kejagung
                        Nasional

    1 Tanpa Kontrak, Rp 487 Juta Masuk Dompet Pribadi Direktur JAK TV untuk Bikin Konten Negatif Kejagung Nasional

    Tanpa Kontrak, Rp 487 Juta Masuk Dompet Pribadi Direktur JAK TV untuk Bikin Konten Negatif Kejagung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Pemberitaan JAK TV Tian Bahtiar mendapatkan uang sebesar Rp 487 juta untuk membuat dan menyebarkan berita yang menyudutkan Kejaksaan Agung. 
    Uang tersebut diterima Tian atas nama pribadi tanpa kerja sama dengan JAK TV.
    “Jadi Tian ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur ya, JAK TV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JAK TV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam jumpa pers di kantor Kejagung, Selasa (22/4/2025) dini hari.
    Tian menerima uang tersebut dari dua advokat, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
    Konten-konten negatif ini kemudian dipublikasikan oleh Tian ke beberapa medium. Baik itu media sosial dan media online yang terafiliasi dengan JAK TV.
    Salah satu contoh narasi negatif yang dibuat oleh Marcella dan Junaedi adalah soal kerugian keuangan negara dalam sejumlah perkara.
    Padahal, perhitungan kerugian keuangan negara yang disebarkan itu tidak benar dan menyesatkan.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani
    kasus ekspor CPO
    divonis lepas atau
    ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Direktur Media & Advokat Jadi Tersangka Baru Kasus Suap Perkara Ekspor CPO

    Direktur Media & Advokat Jadi Tersangka Baru Kasus Suap Perkara Ekspor CPO

    Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung menetapkan 3 orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap penanganan kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengemukakan ketiga tersangka itu adalah Direktur Pemberitaan media Jak TV Tian Bahtiar, lalu Advokat Marcella Santoso dan Dosen Junaidi Saibih.

    Dia juga mengemukakan ketiga tersangka itu bermufakat jahat untuk membentuk opini publik mulai dari penyidikan dan penuntutan terkait kasus korupsi timah, gula dan minyak  goreng (CPO).

    “Tersangka MS (Marcella Santoso) dan JS (Junaidi Saibih) ini mengorder tersangka TB (Tian Bahtiar) untuk membuat berita dan konten negatif yang menyudutkan pihak kejaksaan dalam menangani kasus korupsi,” tuturnya di Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Qohar juga menjelaskan tersangka Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar tersebut menerima uang dari dua tersangka lainnya sebesar Rp478.500.000 untuk merintangi dan menghalangi proses penyidikan hingga penuntutan di pengadilan.

    “Tersangka menggunakan uang itu untuk menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar, podcast dan roadshow beberapa media online dengan pemberitaan negatif untuk pengaruhi persidangan, termasuk di media tiktok dan youtube,” katanya.

    Qohar menambahkan bahwa uang ratusan juta tersebut masuk ke kantong pribadi tersangka Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar dan tidak berkaitan dengan proses iklan maupun kerja sama di media Jak TV.

    “Jadi setelah kami cek, uang itu masuk ke kantong pribadi tersangka TB,” ujarnya.

    Konstruksi Kasus

    Berdasarkan catatan Bisnis, kasus suap ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin oleh Djuyamto memberikan vonis bebas ke tiga grup korporasi di kasus minyak goreng (CPO).

    Kemudian, Djuyamto dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung karena terbukti telah menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar. 

    Uang tersebut berasal dari Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, yang penyerahannya dilakukan melalui pihak pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, atas nama Wahyu Gunawan. Keduanya pun telah ditetapkan jadi tersangka.

    Syafei menyiapkan uang tunai Rp20 miliar itu agar para “wakil tuhan” di bumi itu bisa memberikan vonis lepas kepada tiga pihak terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Sementara itu, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu kemudian disanggupi oleh Syafei dan vonis lepas pun diketok oleh Djuyamto Cs.

  • 10
                    
                        Dua Advokat Diduga Biayai Demo dan Diskusi untuk Jatuhkan Kejagung
                        Nasional

    10 Dua Advokat Diduga Biayai Demo dan Diskusi untuk Jatuhkan Kejagung Nasional

    Dua Advokat Diduga Biayai Demo dan Diskusi untuk Jatuhkan Kejagung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Advokat yang juga tersangka perintangan kasus korupsi timah dan impor gula,
    Marcella Santoso
    (MS) dan
    Junaedi Saibih
    (JS), diduga membiayai aksi
    demo
    dan acara
    diskusi
    untuk menciptakan narasi negatif demi menjatuhkan nama
    Kejaksaan Agung

    Kejagung

    “Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara
    a quo
     (tersebut) di persidangan sementara berlangsung,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).
    Demonstrasi dengan narasi negatif ini kemudian diliput oleh JAK TV atas perintah dari Direktur Pemberitaan, Tian Bahtiar (TB), yang kini juga telah memakai rompi pink.
    “Dan bersama TB kemudian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif dalam berita tentang Kejaksaan,” lanjut Qohar.
    Tidak sampai di situ, Marcella dan Junaedi juga membiayai sejumlah kegiatan untuk menggiring opini publik terhadap fakta hukum yang dibahas di persidangan.
    “Tersangka MS dan Tersangka JS menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan,” kata Qohar.
    Acara-acara ini juga diliput oleh Tian dan disebarkan melalui JAK TV, baik itu media sosial maupun kanal YouTube.
    Lebih lanjut, Tian juga memproduksi sejumlah acara TV, baik itu dialog, talkshow, atau diskusi panel yang diadakan di sejumlah kampus. Acara ini juga diliput dan disiarkan JAK TV.
    Penyidik menduga, tindakan ketiga tersangka ini disengaja untuk membuat opini negatif terhadap Kejaksaan Agung.
    “Yang menyudutkan Kejaksaan maupun Jampidsus dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tata niaga gula, baik saat penyidikan maupun di persidangan yang saat ini sedang berlangsung, sehingga Kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat, dan perkaranya tidak dilanjutkan, atau tidak terbukti di persidangan,” imbuh Qohar.
    Ketiganya disangkakan pasal 21 undang-undang tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah undang-undang nomor 21 tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Para tersangka ini diduga melakukan perintangan penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan untuk tiga kasus perkara, yaitu kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
    Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari penyidikan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG); serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • BREAKING NEWS: Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Baru dalam Kasus Dugaan Suap Hakim PN Jakpus – Halaman all

    BREAKING NEWS: Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Baru dalam Kasus Dugaan Suap Hakim PN Jakpus – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 3 orang tersangka baru dalam kasus dugaan suap atau gratifikasi dalam vonis lepas perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Penetapan tersangka ini dilakukan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung setelah serangkaian pendalaman, mulai penggeledahan hingga memeriksa sejumlah saksi.

    “Mendapatkan alat bukti yang cukup menetapkan 3 orang tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar Affandi, dikutip dari kanal YouTube KOMPAS TV, Selasa (22/4/2025).

    Adapun tersangka masing-masing bernama Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaedi Saibih (JS) selaku advokat, dan Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan JAK TV.

    Abdul Qohar menjelaskan, berdasarkan pemeriksaan ditemukan permufakatan jahat yang dilakukan oleh tiga tersangka.

    MS, TS, dan TB melakukan upaya merintang,  baik langsung maupun tidak dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan impor gula atas tersangka Tom Lembong.

    “Baik dalam tahapan penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan,” tambah Abdul Qohar.

    Tersangka MS dan JS membayarkan uang Rp478 juta kepada TB untuk memproduksi konten-konten yang bertujuan menyudutkan Kejagung.

    “Tersangka MS dan JS mengorder tersangka TB membuat berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejagung terkait penangan perkara.”

    “Dan tesangka TB mempublikasinya di media sosial, media online, dan TV. Sehingga Kejaksaan dinilai negatif dan merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa yang ditangani tersangka MS dan JS selaku penasehat hukum tersangka atau terdakwa,” beber Abdul Qohar.

    Di saat bersamaan, tersangka JS juga membuat narasi-narasi opini opini-opini yang menguntungkan timnya dalam penanganan perkara kliennya.

    “Tersangka JS juga membuat metodologi perhitungan kerugian keuangan negara dalam penanganan perkara yang dilakukan kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” imbuh Abdul Qohar.

    Fakta lain terungkap, tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian di persidangan.

    Demo kemudian dipublikasikan oleh tersangka TB dengan narasi-narasi buruk tentang kejaksaan.

    “Tersangka MS dan tersangka JS menyelenggarakan juga dan membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast di beberapa media online dengan membuat narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian di persidangan.”

    “Dan diliput oleh tersangka TB dan menyiarkan di JAK TV dan akun-akun official JAK TV, termasuk di media TikTok dan YouTube,” tegas Abdul Qohar.

    Abdul Qohar mengungkap, tujuan ketiga tersangka untuk membentuk opini publik yang menyudutkan kejaksaan dalam menangani perkara.

    Utamanya dalam kasus tindak pidana korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan impor gula atas tersangka Tom Lembong.

    “Harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan,” ujar Abdul Qohar.

    Ketiganya kini disangkakan pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 ayat 1 (1) KUHP.

    “JS dilakukan penahanan 20 hari kedepan terhitung hari ini di Rutan Salemba. Begitu juga TB ditahan 20 hari terhitung ini di Rutan Salemba. Sedangkan untuk MS tidak ditahan karena yang bersangkutan sudah ditahan perkara lain,” tandas Abdul Qohar.

    (Tribunnews.com/Endra)

  • Kejagung Periksa 12 Saksi Suap Hakim, Sopir Djuyamto hingga Direktur Jak TV
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 April 2025

    Kejagung Periksa 12 Saksi Suap Hakim, Sopir Djuyamto hingga Direktur Jak TV Nasional 21 April 2025

    Kejagung Periksa 12 Saksi Suap Hakim, Sopir Djuyamto hingga Direktur Jak TV
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung memeriksa 12 orang saksi kasus vonis lepas (ontslag) terdakwa perkara ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), terdiri dari sopir hakim hingga direktur perusahaan media.
    “Senin 21 April 2025, Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa 12 orang saksi terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” tulis Kepala Pusat Penerangan Hukum, Harli Siregar, dalam siaran persnya, Senin (21/4/2025) malam.
    Berikut adalah inisial 12 orang saksi tersebut:
    1. ED selaku Driver Tersangka DJU.

    2. AAND selaku Mitra Justicia Kuasa Hukum Minyak Goreng.

    3. JS selaku Mitra Justicia Kuasa Hukum Minyak Goreng.

    4. SN selaku Kameraman JAK TV.

    5. TB selaku Direktur Pemberitaan JAK TV.

    6. IWN selaku Kameraman JAK TV.

    7. RYN selaku Kameraman JAK TV.

    8. SMR selaku Direktur Operasional JAK TV.

    9. RL selaku Mitra Justicia Kuasa Hukum Minyak Goreng.

    10. FS selaku Staf AALF.

    11. MBHA selaku Head Corporate Legal PT Wilmar.

    12. VA selaku Staf AALF.
    “Adapun 12 orang saksi diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama tersangka WG dkk,” tulis Harli Siregar.
    WG adalah Wahyu Gunawan, panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang kini menjadi tersangka. Inisial DJU adalah hakim Djuyamto.
    Pemeriksaan saksi-saksi ini dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara kasus
    suap hakim
    tersebut.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Beri Efek Jera, Hakim Penerima Suap Rp60 Miliar Harus Dihukum Maksimal

    Beri Efek Jera, Hakim Penerima Suap Rp60 Miliar Harus Dihukum Maksimal

    loading…

    Massa aksi Mafia Hakim di depan Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Senin (21/4/2025). FOTO/IST

    JAKARTA – Hakim yang menerima suap pengaturan putusan atau vonis bebas terdakwa korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah ( CPO ) harus mendapatkan hukuman maksimal. Itu diperlukan agar memberikan efek jera, mengingat hakim merupakan penegak hukum yang seharusnya menegakkan keadilan.

    “Tuntutan hukuman maksimal yakni seumur hidup atau mati bagi hakim dan pengacara korup, karena keadilan yang dibunuh dari dalam tidak bisa ditebus dengan hukuman ringan,” ujar Koordinator Aksi Mafia Hakim, Dendi Budiman, Senin (21/4/2025).

    Dugaan suap senilai Rp60 miliar itu bukan hanya melibatkan satu hakim, melainkan 4 hakim dan pengacara dari pihak berperkara. Kasus tersebut saat ini tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

    “Kasus dugaan suap Rp60 miliar dalam vonis lepas ekspor CPO bukan sekadar kriminal, itu mengangkangi hukum dan mengkhianati rakyat,” kata Dendi yang tergabung dalam Perkumpulan Pemuda Keadilan.

    Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan hukuman mati dapat dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Sehingga, ia menilai jika kerusakan sistemik yang ditimbulkan korupsi di lembaga yudikatif ini tidak dianggap sebagai keadaan luar biasa, maka ada yang keliru dalam cara negara menafsirkan kedaruratan moral.

    “Kalau mafia di pengadilan tidak diberi hukuman setimpal, maka demokrasi tinggal papan nama dan hukum jadi dagangan,” katanya.

    Untuk itu, demi terciptanya good governance dengan lembaga peradilan yang menjadi takhta tertinggi dalam bernegara, dan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, Perkumpulan Pemuda Keadilan mendesak aparat penegak hukum dalam hal ini Kejagung dan Mahkamah Agung (MA) untuk mengembalikan marwah atau wajah peradilan negara ini.

    Adapun empat hakim yang menjadi tersangka, yakni mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta. Lalu, 3 majelis hakim yang menangani perkara tersebut, Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom.

    Tersangka lainnya, panitera muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, yang ketika sidang korupsi CPO merupakan panitera di PN Jakarta Pusat. Lalu, Marcella Santoso dan Ariyanto, kuasa hukum dari korporasi yang berperkara, dan Kepala Tim Hukum Wilmar Group juga ditetapkan tersangka.

    (abd)

  • Penegak Hukum Terlibat Korupsi Harus Dihukum Berat

    Penegak Hukum Terlibat Korupsi Harus Dihukum Berat

    loading…

    Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap putusan perkara Pemberian Fasilitas Ekspor CPO dan turunannya. Foto/Dok.Kejagung/Ilustrasi/Maspuq Muin

    JAKARTA – Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Muzakir melihat perlunya hukuman berat untuk aparat penegak hukum yang terlibat suap kasus korupsi. Pasalnya, aparat aparat penegak hukum sudah merusak penegakan hukum perkara korupsi.

    Hal itu dikatakannya menjawab pertanyaan tentang tuntutan hukuman berat yang harus dilakukan jaksa penuntut umum (JPU) yang menangangi perkara suap Rp60 miliar kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN).

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap MAN karena diduga menerima suap Rp60 miliar saat menangani perkara CPO di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat. “Saya setuju (dituntut hukuman mati atau hukuman berat). Bukan hanya hakimnya, tapi semua penegak hukum,” kata Muzakir, Senin (21/4/2025).

    Hukuman berat ini harus dijatuhkan kepada mereka. Sebab sebagai penegak hukum malah mereka yang merusak tatanan hukum sendiri. Sebagai orang yang harusnya memberantas korupsi malahan mereka yang melakukan korupsi.

    Muzakir melihat perlunya ada revolusi terhadap mental para hakim dan penegak hukum. Para penegak hukum harus disumpah dan diminta mengembalikan semua harta hasil suap atau korupsinya. “Kalau tidak bersih disingkirkan saja,” katanya.

    Dalam persoalan hukuman berat kasus korupsi, menurut Muzakir, harus dibedakan antara otak pelaku korupsi, dan orang-orang bawah yang hanya menjalankan tugas. Muzakir menilai, orang yang masuk penjara karena korupsi memang belum tentu bersalah.

    Karena bisa saja kalangan bawah yang terjerat korupsi hanya menjalankan perintah dari atasannya. “Cuma ketiban sampur mereka harus menjalani hukuman. Sementara yang lain tidak diproses, karena penegakkan hukumnya yang diskriminatif,” kata dosen pengajar di UII Yogyakarta ini.

    Dia berpendapat banyak kasus korupsi yang para otak korupsinya justru tidak diproses karena mereka memiliki bargaining politik. “Jadi sekarang itu penegakan hukum diskriminatif. Pasti ada yang dikorbankan. Pertanyaan saya apakah orang-orang seperti ini (anak buah,Red) harus dihukum mati?” imbuhnya.

    Muzakir memandang bahwa seharusnya mereka yang dihukum mati atau dihukum berat adalah para pengambil kebijakan. Persoalannya, justru otak kasus justru banyak yang tidak diproses hukum. “Untuk dilakukan hukuman mati syaratnya penegakan hukum harus objektif, tidak boleh diskriminatif. Kasian mereka, orang-orang kecil ini yang jadi korban,” pungkasnya.

    (rca)

  • Mahfud MD Ungkap Rakyat Dukung Kejagung Bongkar Mafia Peradilan

    Mahfud MD Ungkap Rakyat Dukung Kejagung Bongkar Mafia Peradilan

    loading…

    Mahfud MD mengungkapkan bahwa rakyat memberikan dukungan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk membersihkan dunia peradilan. Foto/Dok SindoNews

    JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan bahwa rakyat memberikan dukungan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk membersihkan dunia peradilan. Mahfud meminta Korps Adhyaksa itu untuk terus membongkar praktik korupsi yang menyasar dunia peradilan, buntut dugaan suap yang dilakukan hakim dalam menangani kasus ekspor crude palm oil ( CPO ).

    “Bongkar semuanya (mafia peradilan). Jangan takut, rakyat mendukung,” kata Mahfud dikutip Senin (21/4/2025).

    Bahkan, Mahfud menilai Presiden Prabowo Subianto perlu menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membersihkan lembaga peradilan. Mahfud mengungkapkan, penerbitan perppu merupakan langkah cepat. Ini mengingat perbaikan yang dilakukan Mahkamah Agung (MA) hanya bersifat formalitas.

    “Ini darurat. Sama seperti yang terjadi di Surabaya, hakim yang dikatakan nasional dan bersih, ternyata menerima suap,” katanya.

    Adapun kasus suap majelis hakim perkara korupsi CPO dinilai layaknya fenomena gunung es terkait praktik mafia peradilan. Apalagi, yang dilakukan Kejaksaan melibatkan aparatur peradilan di tiga pengadilan, yakni Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara.

    Diketahui, Kejagung menetapkan tiga hakim, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penanganan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Kejagung juga telah menjerat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, panitera muda perdata PN Jakut Wahyu Gunawan, Head Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, serta advokat Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.

    Para hakim diduga menerima suap sebesar Rp22,5 miliar dari janji Rp 60 miliar agar perkara korupsi minyak goreng yang menjerat tiga korporasi, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group diputus lepas atau onslag.

    (rca)