Kementrian Lembaga: PN Jakarta Pusat

  • Tok! Hakim Tolak Gugatan BYD di Sengketa Merek Denza

    Tok! Hakim Tolak Gugatan BYD di Sengketa Merek Denza

    Bisnis.com, JAKARTA — Hakim pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah menolak gugatan BYD Company Limited soal sengketa merek Denza.

    Informasi itu tertuang dalam putusan PN Niaga dengan yang teregister dengan Nomor :1/Pdt.Sus-HKI/Merek/2025/PN.Niaga.Jkt.Pst. pada 28 April 2025.

    “Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya,” dalam amar putusan PN Niaga, dikutip Sabtu (3/5/2025).

    Selain menolak gugatan, majelis hakim juga menghukum BYD untuk membayar biaya perkara senilai Rp1,07 juta.

    “Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang dianggarkan sejumlah Rp1.070.000,00,” tutur hakim.

    Adapun, persidangan ini dipimpin oleh Hakim Ketua Betsji Siske Manoe. Sementara, duduk sebagai Hakim Anggota yakni Sutarno dan Adeng Abdul Kohar.

    Dalam catatan Bisnis, BYD Company Limited, perusahaan otomotif asal China, menggugat PT Worcas Nusantara Abadi (WNA), terkait sengketa merek dagang Denza. 

    Dalam petitumnya, BYD meminta majelis hakim niaga PN Jakarta Pusat untuk mengabulkan seluruh gugatannya. Pertama, menyatakan bahwa BYD adalah pendaftar pertama dan pemilik yang sah atas merek dan variannya di seluruh dunia.

    Kedua, menyatakan bahwa merek dan variannya milik penggugat adalah merek terkenal. Ketiga, menyatakan bahwa merek No.IDM001176306 pada kelas 12 atas nama tergugat memiliki persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhan dengan merek terkenal dan variannya milik penggugat.

    Keempat, menyatakan bahwa merek No. IDM001176306 pada kelas 12 atas nama tergugat telah diajukan dengan dilandasi itikad tidak baik. Kelima, menyatakan batal pendaftaran merek No. IDM001176306 pada kelas 12 atas nama tergugat, dengan segala akibat hukumnya.

    Keenam, memerintahkan turut tergugat untuk tunduk dan melaksanakan putusan ini. Ketujuh, memerintahkan DJKI untuk membatalkan pendaftaran merek No. IDM001176306 pada kelas 12 atas nama Tergugat dari Daftar Umum Merek, dengan segala akibat hukumnya.

    Kedelapan, memerintahkan Panitera Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk segera menyampaikan salinan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Direktorat Mereka DJKI Kementerian Hukum. Kesembilan, menghukum tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara.

  • 8 Ring di Jantung, Minum Obat Pengencer Darah

    8 Ring di Jantung, Minum Obat Pengencer Darah

    PIKIRAN RAKYAT – Mantan Direktur JakTV Tian Bahtiar memiliki riwayat penyakit jantung jadi tahanan kota dari Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak Kamis, 24 April 2025.

    Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, tersangka kasus dugaan perintangan penanganan perkara itu dibebankan wajib lapor usai jadi tahanan kota.

    “Yang bersangkutan dikenakan untuk wajib lapor setiap hari Senin, satu kali dalam satu pekan,” ucap Kapuspenkum Harli Siregar di Gedung Kejagung Jakarta pada Senin, 28 April 2025.

    Riwayat Penyakit Direktur JakTV Nonaktif

    Dokter melakukan observasi, hasilnya diketahui Tian Bahtiar harus mengonsumsi obat pengencer darah.

    “Yang bersangkutan ada riwayat sakit jantung dan sudah 8 ring dipasang. Selain itu, ada kolesterol dan masalah pada pernapasan,” lanjut Kapuspenkum.

    Menurutnya, istri tersangka menjadi jaminan atas pengalihan penahanan yang bersangkutan.

    “Kalau tidak salah, sampai mengeluarkan darah di mulut dan mata,” lanjut Harli Siregar.

    Harli mengungkapkan, Tian juga dipasangi alat khusus sehingga pergerakannya selalu terpantau.

    “Mudah-mudahan kami harapkan yang bersangkutan ke depan akan ada pemulihan dan supaya lebih sehat dalam menghadapi perkara ini,” lanjutnya.

    Update Kasus

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan 2 tersangka lain yakni Marcella Santoso (MS) selaku advokat dan Junaedi Saibih (JS) selaku dosen serta advokat.

    Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar, para tersangka melakukan pemufakatan jahat.

    Mereka mencegah, merintangi atau menggagalkan penanganan perkara secara langsung atau tak langsung.

    Perintangan dilakukan pada rangkaian penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022.

    Tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong serta perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Menurutnya kasus terungkap berawal dari pengembangan kasus dugaan suap dalam putusan lepas perkara pemberian fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Tersangka Marcella Santoso dan Junaedi Saibih memerintahkan tersangka Tian Bahtiar membuat berita-berita negatif yang menyudutkan penyidik Jampidsus Kejagung dengan imbalan Rp478.500.000,00.

    “Tersangka TB kemudian memublikasikannya di media sosial, media online, dan JAKTV News sehingga kejaksaan dinilai negatif,” ujar Qohar.

    Selain berita, tersangka Marcella dan Junaedi juga membiayai demonstrasi, kegiatan seminar, podcast dan talkshow yang menyudutkan kejaksaan. Berita demonstrasi dipublikasikan Tian dalam bentuk pemberitaan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Rekonstruksi Suap Hakim CPO, Kejagung Peragakan Alur Dugaan Suap

    Rekonstruksi Suap Hakim CPO, Kejagung Peragakan Alur Dugaan Suap

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung menggelar rekonstruksi sebagai bagian dari proses penyidikan dalam perkara dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, serta kasus perintangan proses hukum.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa rekonstruksi yang dilakukan pada Senin (28/4) bertujuan mencocokkan keterangan para tersangka dengan berita acara pemeriksaan guna memperkuat konstruksi perkara.

    “Jadi, apa yang sudah diutarakan di dalam berita acara pemeriksaan, baik sebagai saksi maupun tersangka, tentu diperagakan seperti apa,” katanya ketika ditemui di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa.

    Rekonstruksi ini juga dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terkait kronologi kejadian serta membantu penyidik dalam melengkapi berkas perkara.

    “Misalnya, bagaimana perencanaannya? Hal-hal apa yang dibicarakan ketika bertemu? ‘Kan tidak terjadi secara tiba-tiba,” katanya.

    Rekonstruksi tersebut diikuti sejumlah tersangka, antara lain WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara, advokat MS (Marcella Santoso), dan advokat AR (Ariyanto).

    Selain itu, juga hadir MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua PN Jakarta Selatan, DJU (Djuyamto) sebagai ketua majelis hakim, serta ASB (Agam Syarif Baharuddin), AM (Ali Muhtarom), dan MSY (Muhammad Syafei) yang masing-masing berperan sebagai anggota majelis hakim dan pihak korporasi dari Wilmar Group.

  • Kejagung Periksa Dua Hakim pada Kasus Suap Vonis CPO

    Kejagung Periksa Dua Hakim pada Kasus Suap Vonis CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa dua hakim pada perkara dugaan suap terkait vonis bebas kasus ekspor crude palm oil atau CPO korporasi.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan dua hakim yang diperiksa, yaitu Haris Munandar (HM) selaku Hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

    Kemudian, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Herdiyanto Sutantyo (HS) juga turut diperiksa oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI.

    “Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta HM dan HS selaku hakim PN Jakarta Pusat telah diperiksa,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4/2025).

    Selain dua hakim itu, Kejagung juga telah memeriksa Konsultan Pembiayaan di PT Muara Sinergi Mandiri berinisial DSR dan Kasubag Kepegawai/Ortala pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, YW.

    Namun, Harli tidak merinci secara detail terkait pemeriksaan ini. Dia hanya menyebut bahwa pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atas tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) Cs.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng.

    Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar. 

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan. 

    Sejatinya, Syafei telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

  • Terungkap Andil Makelar Perkara Zarof dalam Film Sang Pengadil

    Terungkap Andil Makelar Perkara Zarof dalam Film Sang Pengadil

    Jakarta

    Mantan Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar masih diadili terkait kasus gratifikasi dan pengurusan vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam perkara tewasnya Dini Sera. Kini, terungkap andil Zarof dalam film berjudul Sang Pengadil.

    Sebagai informasi, Zarof Ricar ditangkap Kejagung terkait kasus suap hakim demi vonis bebas Ronald Tannur. Penyidik Kejagung lalu menemukan barang bukti uang tunai ratusan miliar rupiah dan puluhan kilogram emas saat menggeledah kediaman Zarof Ricar.

    Zarof kemudian didakwa menerima gratifikasi Rp 915 miliar dan emas 51 Kg selama menjadi pejabat di MA. Jaksa mengatakan uang itu diterima Zarof saat membantu pengurusan perkara sejak 2012 hingga 2022.

    Selama bekerja di MA, Zarof pernah menduduki sejumlah jabatan. Jabatan terakhir Zarof ialah Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung. Selain gratifikasi itu, Zarof juga didakwa membantu pengurusan kasasi Ronald Tannur agar tetap divonis bebas sesuai putusan PN Surabaya. Zarof disebut menerima janji akan diberi Rp 1 miliar jika kasasi itu sesuai keinginan pihak Ronald.

    Seiring persidangan berjalan, terungkap pula peran Zarof dalam pendanaan film berjudul Sang Pengadil. Peranan Zarof itu diungkap oleh pengacara bernama Bert Nomensen Sidabutar.

    Dia mengaku bingung saat diminta bantuan ‘1 meter’ untuk pembuatan film Sang Pengadil oleh Zarof Ricar. Hal itu disampaikan Bert saat dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera dengan terdakwa Zarof Ricar. Mulanya, jaksa mendalami pertemuan Bert dan Zarof dalam acara halalbihalal alumni Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia.

    “Jadi namanya kita ngobrol-ngobrol ya, jadi saya tanya apa kabar, kan pensiun beliau ini, apa kabar, gimana pensiun, nah apa kegiatan. Langsung beliau sampaikan bahwa sedang bikin film Sang Pengadil gitu. Itu aja dia ngomong, ya jadi saya ya sebenarnya bercanda, banyak duit dong, gitu kan. Dia, beliau bilang ‘ini aja gue perlu duit’,” kata Bert di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).

    Bert mengaku tertarik untuk membantu pendanaan pembuatan film itu demi memperoleh keuntungan. Dia mengatakan Zarof kemudian meminta bantuan ‘1 meter’. Bert mengatakan dirinya baru memahami ‘1 meter’ setelah Zarof menjelaskan jika ‘1 meter’ itu berarti Rp 1 miliar.

    “Sebenarnya tidak disebut, berapa hari kemudian saya yang bertanya, disampaikan 1, sebenarnya saya nggak mengerti ‘1 meter’ itu. Dijelaskan ‘1 meter’ itu Rp 1 M (miliar),” jawab Bert.

    Bert menyakini film Sang Pengadil akan membeludak. Dia lalu menyerahkan uang Rp 1 miliar ke rumah Zarof di Jalan Senayan, Jakarta Selatan.

    “Jadi kita itu kan orang hukum, saya melihat bahwa tidak pernah ada film hukum ya di ini, jadi saya pikir membeludak ini film kan, pasti untung, saya feeling,” jawab Bert.

    “Jadi akhirnya benar apakah saksi menyerahkan uang sebesar Rp 1 miliar kepada terdakwa?” tanya jaksa.

    “Benar,” jawab Bert.

    Zarof Tawarkan Urus Perkara Saat Minta Bantuan Dana Film

    Foto: Sidang Zarof Ricar ketika istri dan anaknya bersaksi (Mulia/detikcom)

    Jaksa terus mendalami kaitan pemberian uang Rp 1 miliar tersebut. Bert mengatakan Zarof menawarkan jasa bantuan untuk perkara.

    “Terkait uang Rp 1 miliar yang saksi serahkan itu, apakah memang hanya dalam kaitannya dengan masalah tadi pembuatan film tadi?” cecar jaksa.

    “Nggak, jadi begini. Waktu beliau sampaikan Rp 1 miliar, karena sempat ngomong, ‘Bert kalau lu ada perkara mungkin gue bisa bantu’ gitu kan. Saya ada perkara kebetulan, kebetulan. Saya cobalah kirim, hanya dua lembar aja kalau nggak salah,” jawab Bert.

    Bert mengatakan dirinya mengirimkan catatan dua perkara yang dia tangani ke Zarof. Kedua perkara itu disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    “Kalau nggak salah itu yang satu perdata, 2291. Yang satunya 290 atau 790 gitu,” jawab Bert.

    “Itu dalam tahapan apa?” tanya jaksa.

    “Sedang proses ya di Pengadilan Pusat,” jawab Bert.

    Namun, Bert kecewa dengan Zarof karena bantuan pengurusan perkara itu tak sesuai harapan. Dia menyebut majelis hakim menolak dua perkara itu.

    “Di BAP (berita acara pemeriksaan) bapak nomor 9 di paragraf terakhir bapak bilang, ‘meskipun tujuan saya hanya mengetes kemampuan saja, saya tetap kecewa dengan Pak Zarof karena saya sudah membantu pendanaan film yang diproduseri oleh tersangka. Namun, semua hasil perkara yang diminta tolong tidak sesuai dengan harapan saya’. Terkait dengan itu yang saya tanyakan pak?” tanya jaksa.

    “Jadi kan saya sudah bantu Rp 1 miliar hasilnya kan tolak perkara saya, dihukum ponakan saya. Jadi wajar lah kita kecewa kan,” jawab Bert.

    Meski begitu, Bert menegaskan pemberian Rp 1 miliar ke Zarof ditujukan untuk pembuatan film Sang Pengadil. Namun, dia juga kecewa karena film itu ternyata tak laku.

    “Film itu jalan nggak, diputar nggak?” tanya hakim.

    “Kalau film itu diputar saya kira semua orang hukum pasti meledak ini karena haus semua orang hukum kan atas film ini, tapi ya hasilnya zonk,” jawab Bert.

    “Jadi pendeknya film itu nggak jalan?” tanya hakim.

    “Saya dapat kabar waktu saya diperiksa di Pidsus bahwa film itu sudah ditutup, saya juga baru tahu hanya seminggu katanya gitu,” jawab Bert

    Tentang Film Sang Pengadil

    Zarof Ricar (Foto: Ari Saputra/detikcom)

    Dilihat dari akun Instagram resmi ‘Sang Pengadil’, film ini telah tayang di bioskop pada 24 Oktober 2024 atau tepat saat Zarof ditangkap Kejagung. Film yang diproduseri Zarof Ricar ini ditonton lebih dari 50 ribu orang.

    Film ini mengangkat kisah hakim muda bernama Jojo yang diperankan aktor Arifin Putra. Dalam film ini, Jojo diceritakan hidup dalam bayang-bayang korupsi hingga menghadapi trauma kematian tragis ayahnya yang juga merupakan hakim.

    Jojo lalu terjebak dalam jaringan perdagangan manusia. Jojo bertarung melawan para pelaku korupsi yang mengancam keluarganya.

    Film ini menekankan pesan keadilan hingga integritas di sistem peradilan. Dalam film ‘Sang Pengadil’ ini, diceritakan beratnya peran seorang hakim dalam menjaga nurani dan aturan.

    Tepat saat rilisnya film ini, Kejagung menangkap dan menetapkan Zarof Ricar sebagai tersangka kasus pemufakatan jahat pada dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur terkait kasus pembunuhan Dini Sera. Kejagung menyatakan Zarof menjadi penghubung pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dan mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono serta hakim agung yang menangani kasus itu dalam tingkat kasasi.

    Halaman 2 dari 3

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Saksi Ungkap Bantu Zarof Ricar Kasih Dana Produksi Film Rp1 Miliar

    Saksi Ungkap Bantu Zarof Ricar Kasih Dana Produksi Film Rp1 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Advokat Bert Nomensen Sidabutar mengaku telah memberikan uang Rp1 miliar untuk eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar untuk pembuatan film.

    Hal itu disampaikan Bert saam menjadi saksi dalam sidang atas terdakwa Zarof Ricar di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).

    Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) bertanya soal penyerahan uang Rp1 miliar dari Bert ke Zarof. Informasi itu kemudian diamini oleh Bert untuk keperluan produksi film “Sang Pengadil”.

    Bert kemudian menjelaskan asal usul pemberian uang tersebut bermula saat dirinya bertemu dengan Zarof di acara halal bihalal alumni Fakultas Hukum swasta di Jakarta Selatan. Di lokasi mereka bertukar kabar masing-masing.

    “Kan pensiun beliau ini, apa kabar, gimana pensiun, nah apa kegiatan. Langsung beliau sampaikan bahwa sedang bikin film Sang Pengadil gitu. Itu saja dia ngomong, ya jadi saya ya sebenernya bercanda, ‘banyak duit dong, gitu kan’. Dia, beliau [Zarof] bilang, ‘ini aja gue perlu duit’,” ujar Bert.

    Kemudian, Bert membantu pendanaan dalam produksi film besutan Zarof tersebut. Total, uang yang dirogoh Bert untuk membantu Zarof itu sebesar Rp1 miliar dalam pecahan Rp100.000.

    Uang tersebut dikirimkan ke rumah Zarof Ricar yang berlokasi di Jakarta Selatan. Adapun, Bert mengaku alasannya membantu Zarof itu karena akan mendapatkan keuntungan dari produksi film tersebut.

    “Jadi kita itu kan orang hukum, saya melihat bahwa tidak pernah ada film hukum ya di ini, jadi saya pikir membludak ini film kan, pasti untung, saya feeling,” imbuhnya.

    Di samping itu, Bert juga mengaku bahwa alasan memberikan uang itu karena dirinya sempat tertarik dengan pernyataan Zarof yang bisa membantunya dalam pengurusan perkara di pengadilan.

    “Waktu beliau sampaikan Rp1 miliar, karena sempat ngomong, ‘bert kalau lo ada perkara mungkin gue bisa bantu’ gitu kan. Saya ada perkara kebetulan, kebetulan. Saya cobalah kirim, hanya 2 lembar saja kalo tidak salah,” tambah Bert.

    Selanjutnya, Bert mengirimkan nomor perkara terkait dengan perkara tersebut, salah satunya terkait perdata. Kedua perkara itu disidangkan di PN Jakarta Pusat.

    Hanya saja, kata Bert, meskipun permintaan mengurus perkara ini untuk mengetes kemampuan Zarof. Namun, Bert merasa kecewa karena putusan kedua perkara itu tidak sesuai dengan keinginannya.

    “Jadi kan saya sudah bantu [pendanaan film] Rp1 miliar hasilnya kan tolak perkara saya dihukum ponakan saya. Jadi wajar lah kita kecewa kan,” pungkas Bert.

  • Ada ‘Perintah Ibu’ di Kasus Harun Masiku, Nama Megawati Terseret

    Ada ‘Perintah Ibu’ di Kasus Harun Masiku, Nama Megawati Terseret

    PIKIRAN RAKYAT – Persidangan kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi yang melibatkan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Harun Masiku, dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, kembali menyita perhatian publik.

    Sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis lalu menghadirkan kesaksian yang membuka tabir baru sekaligus memunculkan spekulasi liar terkait adanya “perintah ibu” dalam upaya penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.

    Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim, mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, membenarkan adanya rekaman percakapan telepon antara dirinya dengan mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri.

    Rekaman tersebut diputar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan mengungkapkan sebuah pernyataan yang cukup menghebohkan.

    Dalam percakapan itu, Saeful menyebutkan bahwa permohonan PAW calon legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku, mendapatkan garansi dari Hasto Kristiyanto setelah adanya “perintah dari ibu”.

    Sosok “ibu” yang dimaksud dalam percakapan tersebut tidak disebutkan secara eksplisit, sehingga memicu berbagai interpretasi dan spekulasi di kalangan pengamat politik dan masyarakat luas.

    Agustiani Tio sendiri membenarkan isi rekaman tersebut saat memberikan keterangan sebagai saksi.

    “Iya, kan ada rekamannya,” ujarnya singkat dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.

    Lebih lanjut, dalam rekaman itu terungkap bahwa Hasto Kristiyanto diduga telah menyampaikan perihal “perintah ibu” ini kepada Saeful Bahri melalui sambungan telepon sebelum Saeful menghubungi Agustiani Tio.

    Setelah itu, Saeful menanyakan kepada Tio mengenai mekanisme agar permohonan PAW tersebut dapat terealisasi.

    “Ya, Saeful berbicara begitu,” imbuh Tio.

    Kesaksian Agustiani Tio ini menjadi krusial dalam mengurai dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam upaya memuluskan jalan Harun Masiku untuk menggantikan Riezky Aprilia di kursi parlemen.

    Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, terkait dugaan suap dalam proses PAW anggota DPR.

    ‘Perintah Ibu’ Tak Berkaitan dengan Megawati

    Menyikapi mencuatnya frasa “perintah ibu” dalam persidangan yang sontak menimbulkan spekulasi mengarah kepada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, tim penasihat hukum Hasto Kristiyanto dengan cepat memberikan klarifikasi.

    Ronny Talapessy, salah satu anggota tim kuasa hukum, dengan tegas membantah bahwa “perintah ibu” yang disebut dalam persidangan memiliki kaitan dengan mantan Presiden Republik Indonesia tersebut.

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    “Bukan Bu Mega,” ujar Ronny kepada awak media di sela-sela persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

    Bantahan ini bertujuan untuk meredam spekulasi yang berkembang dan meluruskan informasi yang berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di publik.

    Lebih lanjut, Ronny Talapessy menjelaskan bahwa Saeful Bahri, yang merupakan mantan kader PDIP dan juga terpidana dalam kasus yang sama, memiliki kecenderungan untuk mencatut nama-nama pimpinan partai, termasuk Hasto Kristiyanto, demi mendapatkan keuntungan finansial secara cepat. Menurut Ronny, Agustiani Tio juga telah menyampaikan fakta serupa dalam kesaksiannya.

    “Jadi jangan lah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan PDIP dan merupakan perintah dari partai,” tegas Ronny.

    Pernyataan ini mengindikasikan bahwa tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto berupaya membangun argumen bahwa penyebutan “perintah ibu” oleh Saeful Bahri lebih bersifat personal dan tidak memiliki legitimasi dari struktural partai.

    Dakwaan Berlapis

    Dalam kasus ini, Hasto Kristiyanto didakwa dengan dua pasal sekaligus, yaitu menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menjerat Harun Masiku sebagai tersangka, yang terjadi dalam rentang waktu 2019 hingga 2024.

    Selain itu, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku (yang saat ini masih buron) memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara dengan Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan pada periode 2019-2020.

    Menurut dakwaan JPU, Hasto diduga kuat memerintahkan Harun Masiku, melalui perantara penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah terjadinya OTT terhadap Wahyu Setiawan oleh KPK.

    Tindakan ini diduga dilakukan untuk menghilangkan barang bukti dan menghambat proses penyidikan.

    Tidak hanya itu, Hasto juga disebut-sebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai langkah antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Tindakan ini semakin memperkuat dugaan adanya upaya sistematis untuk menghalang-halangi proses hukum yang sedang berjalan.

    Lebih lanjut, terkait dugaan suap, uang senilai ratusan juta rupiah tersebut diduga diberikan kepada Wahyu Setiawan dengan tujuan agar ia mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Dugaan suap ini menjadi inti dari skandal yang menyeret sejumlah nama penting dan mengungkap praktik transaksional dalam proses politik.

    Atas perbuatannya tersebut, Hasto Kristiyanto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

    Ancaman pidana ini menunjukkan keseriusan kasus yang dihadapi oleh Sekjen PDIP tersebut.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Jika Benar Ijazah Palsu, Jokowi hingga KPU dapat Diseret ke Penjara!

    Jika Benar Ijazah Palsu, Jokowi hingga KPU dapat Diseret ke Penjara!

    GELORA.CO – Jika benar bahwa ijazah mantan Presiden RI ke-7, Joko Widodo alias Jokowi palsu, siapa yang harus dipenjara atau dibui? Pun jika benar, maka bangsa ini telah dikelola oleh seorang presiden yang tidak sah sejak awal. Itu artinya semua rakyat Indonesai telah ditipu.

    Yang pertama harus bertanggung jawab tentu saja adalah Joko Widodo sendiri. Bagiamana pun juga, sebagai pihak yang menyerahkan dokumen saat mencalonkan diri, ia adalah aktor utama.

    “Kalau memang dokumen itu palsu, maka jabatan Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden 2 periode saat itu, cacat hukum. Dia dapat dituntut atas dugaan pemalsuan dokumen negara,” kata pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (26/4/2025).

    Selain itu, Hudi menyatakan para penyelenggara pemilu yakni KPUD Solo, KPU DKI Jakarta, hingga KPU RI saat Pilpres 2014 dan 2019 dapat dituntut juga. “Kalau ijazahnya palsu lalu meloloskan Jokowi sebagai calon kepala daerah hingga calon presiden kala itu, mereka telah lalai. Dapat pula disebut turut serta melakukan kejahatan konstitusional,” jelasnya.

    Diketahui bahwa polemik mengenai tuduhan ijazah palsu Joko Widodo tak kunjung tuntas meskipun telah disanggah oleh sejumlah pihak, mulai dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Pusat, Universitas Gadjah Mada (UGM), bahkan oleh Jokowi sendiri.

    Bahkan, massa dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) menggeruduk rumah Jokowi di Solo, Jawa Tengah, untuk meminta penjelasan soal keaslian ijazahnya. Meski perwakilan TPUA diterima oleh Jokowi, mantan gubernur DKI Jakarta itu tetap tak mau menunjukkan ijazahnya.

    Tim kuasa hukum Jokowi bilang hanya akan memperlihatkan jika diminta secara hukum.

    Pengamat politik Devi Darmawan mengatakan ijazah Jokowi sebetulnya tidak lagi relevan untuk dipersoalkan, apalagi saat ini Jokowi sudah tak menjabat sebagai presiden.

    Bahkan, menurut dia, kalaupun ijazah Jokowi palsu tak akan mendelegitimasi keterpilihannya sebagai presiden selama dua periode.

    Adapun tuduhan soal ijazah palsu Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo sudah mencuat sejak 2019 lalu.

    Isu ini diembuskan oleh Umar Kholid Harahap melalui akun Facebook miliknya dengan narasi bahwa Jokowi menggunakan ijazah SMA palsu ketika mendaftar sebagai calon presiden. Informasi yang disebut polisi sebagai hoaks itu menyebutkan Jokowi bukan lulusan SMA Negeri 6 Solo seperti yang selama ini diketahui.

    Ijazah Jokowi saat SMA dianggap palsu karena Jokowi lulus SMA pada 1980. Sedangkan sekolah itu, klaimnya, baru berdiri pada 1986. Karena dianggap menyebarkan berita bohong, polisi menangkap Umar dan menjadikannya sebagai tersangka. Meski begitu dia tidak ditahan, tapi dikenakan wajib lapor.

    Tiga tahun setelahnya, atau pada 2022, polemik yang sama kembali muncul. Kali ini, penulis buku Jokowi Undercover, Bambang Tri Mulyono, menggugat Jokowi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Ia menuding Jokowi menggunakan ijazah palsu saat mendaftar pemilihan presiden (pilpres) pada 2019. Berkas gugatan dengan nomor 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu didaftarkan dengan klasifikasi perkara adalah perbuatan melawan hukum.

    Meskipun sidangnya sempat berjalan, tapi di pertengahan jalan, kuasa hukumnya mencabut gugatan tersebut karena Bambang telah berstatus tersangka dalam kasus dugaan ujaran kebencian berdasarkan SARA.

    Pada 2024, lagi-lagi sangkaan ijazah palsu Jokowi bergulir usai ditayangkannya gugatan Eggi Sudjana ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Pengacara Jokowi, Otto Hasibuan, mengatakan putusan majelis hakim atas perkara dengan nomor 610/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst itu dinyatakan tidak diterima. 

    Menurut Otto putusan tersebut sekaligus menyanggah seluruh tuduhan Eggi Sudjana soal ijazah palsu adalah tidaklah benar. Karenanya dia berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang meragukan keaslian ijazah Presiden Jokowi.

    Terlebih, klaimnya, selama di persidangan tidak ada satupun alat bukti otentik mengenai ijazah palsu itu.

    “Menurut kami sebenarnya gugatan-gugatan itu tidak berdasar, tetapi karena dia minta keadilan tentunya harus kita hormati dan harus kita hadapi,” kata Tim Kuasa Hukum Jokowi, Otto Hasibuan, dalam sebuah video konferensi pers dinukil Monitorindonesia.com, Sabtu (26/4/2025).

    Hal ini, tegas dia, tidak boleh dibiarkan sebagai negara hukum. “Coba bayangkan, Pak Jokowi ditetapkan sebagai Presiden tiba-tiba ada orang lain yang tidak ada hubungan hukum dengan Pak Jokowi, menuduh Pak Jokowi menggunakan ijazah palsu nggak ada persoalan.”

    “Jadi coba bayangkan seakan-akan anda ditunjuk nanti menjadi Wali Kota terpilih menjadi Wali Kota tiba-tiba ada orang lain mengatakan ‘oh pak wali kota itu menggunakan ijazah palsu’, padahal tidak ada urusannya,” jelasnya.

    Kemudian dari Jokowi mengatakan ‘itu tidak benar tuduhanmu itu’, lantas pihak Egi Sudjana mengatakan ‘kalau tidak benar, buktikan dong’. “Lho kok kami yang membuktikan. Kalau anda menuduh Pak Jokowi memiliki ijazah palsu, buktikan dong bahwa ijazah Pak Jokowi itu palsu. Kok Pak Jokowi yang disuruh buktikan ijazahnya palsu atau tidak palsu,” ungkap Otto mantan kuasa hukum Jessica Wongso itu.

    Jadi setiap orang ini dibiarkan akan berbahaya, bayangkan semua nanti pejabat di negeri ini, menteri akan dituduh ijazahnya palsu. “Nah kalau misahnya Menteri membantah ‘oh tidak benar’ ijazah itu palsu. Lantas orang itu bilang ‘Pak Menteri harus buktikan’ kan nggak benar loh azas pembuktian seperti itu,” katanya.

    Lantas Otto menegakan bahwa prinsip hukum itu bahwa siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan atau asas actori incumbit probatio.

    “Kalau anda menuduh pak Jokowi adalah menggunakan ijazah palsu, buktikan pak Jokowi menggunakan ijazah palsu,” tegasnya.

    Terhadap yang menuduh ijazah palsu Jokowi sudah dihukum yakni Bambang Tri sampai Peninjauan Kembali (PK) sudah dinyatakan dia bersalah. “Jadi dari segi pidana sudah terbukti yang menggugat ini telah dihukum. Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga tidak terbutki tuduhan itu,” tukas Otto.

    Sekarang ada gugatan anyar yang diajukan oleh pengacara asal Solo, Muhammad Taufiq. Ia menggugat ijazah Jokowi ke Pengadilan Negeri Solo.

    Dalam gugatannya, Taufiq menggugat empat pihak, yakni Jokowi sebagai tergugat 1, KPU Kota Solo sebagai tergugat 2, SMA Negeri 6 Solo sebagai tergugat 3, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai tergugat 4.

    Dari temuannya, ia sangsi Jokowi bersekolah di SMA Negeri 6. Sebab, menurut klaimnya, ijazah Jokowi bukan dari sekolah tersebut melainkan Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan (SMPP).

    Wakil Ketua Tim Pembela Umat dan Aktivis (TPUA), Rizal Fadillah, mengeklaim langkah yang dilakukannya untuk mempertanyakan keabsahan ijazah UGM milik Jokowi lantaran telah menjadi pertanyaan publik. Oleh sebab itu, pihaknya ingin mengejar terus apakah mantan Wali Kota Solo itu memang memiiki ijazah atau malah tidak memiliki ijazah UGM.

    “Kita ingin ada kepastian. Satu, apakah memang punya ijazah. Yang kedua, apakah ijazah asli atau tidak karena selama ini tidak pernah ditunjukkan oleh Pak Jokowi,” katanya, Sabtu (19/4/2025).

    Pihak Jokowi ingin mediasi

    Presiden ke-7 RI Joko Widodo tidak hadir pribadi dalam sidang perdana gugatan ijazah palsu di Pengadilan Negeri Surakarta, Kamis (24/4/2025). 

    Pihak penggugat yakni Muhammad Taufiq meminta Jokowi hadir saat mediasi dan menunjukkan ijazah aslinya kepada pengadilan dan publik. 

    “Kita tahu Pak Jokowi sibuk dan lain sebagainya, tapi tetap kita harapkan Pak Jokowi hadir dan membawa ijazah aslinya,” kata Muhammad Taufiq di jumpai di Pengadilan Negeri Surakarta, Kamis (24/4/2025).

    Muhammad Taufiq mengatakan merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 17, dalam mediasi persidangan seharusnya prinsipal dihadirkan.

    Menanggapi itu, kuasa hukum Jokowi, YB Irpan, belum bisa memastikan apakah Jokowi bisa hadir dalam proses mediasi pekan depan. Ia menjelaskan, secara aturan tidak masalah jika Jokowi tidak hadir secara pribadi dalam proses mediasi. Sebab, Jokowi telah menunjuk kuasa hukum.

    “Untuk sementara saya tidak bisa memastikan. Akan tetapi setidaknya, beliau selain memberikan kuasa untuk mewakili kepentingan hukum di dalam pokok perkara, saya menerima surat kuasa untuk mewakili dalam proses mediasi. Sehingga saya belum bisa memastikan akhirnya bisa hadir atau tidak,” kata Irpan di PN Surakarta.

    Gugatan perkara nomor 99/Pdt.G/2025/PN Skt terkait perbuatan melawan hukum soal ijazah Jokowi ini dilayangkan oleh pengacara asal Solo, Muhammad Taufiq. 

    Dalam gugatannya, penggugat melakukan gugatan kepada Jokowi sebagai tergugat 1, KPU Kota Solo sebagai tergugat 2, SMAN 6 Solo sebagai tergugat 3, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai tergugat 4. Sementara itu sidang gugatan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mediasi.

    Skripsi Jokowi janggal

    Seperti diketahui, isu soal ijazah palsu Jokowi berkembang sejak lama. Roy Suryo seorang pakar telematika merupaka s alah satu yang giat menyinggung soal tudingan ijazah palsu tersebut adalah Roy Suryo.

    Bukan cuma ijazah, Roy Suryo kini membahas soal skripsi Jokowi.

    “Skripsinya yang seharusnya milik publik, skripsi seseorang kan hasil karya buah pikiran, yang bisa dibaca di perpustakaan, itu pun baru last minute setelah kita berdebat dengan UU keterbukaan informasi (baru diperlihatkan),” kata Roy Suryo dalam sebuah wawancara dikutip Monitorindonesia.com, Sabtu (26/4/2025).

    Datang langsung ke UGM, Roy Suryo memperlihatkan hasil jepretannya yakni foto lembar demi lembar skripsi Jokowi. “Ini saya foto sendiri dari UGM. Kita lihat. Artinya skripsi itu ada?” tanya jurnalis Aiman. Ada, yang disebut skripsinya Joko Widodo itu ada,” akui Roy Suryo.

    Memperlihatkan lembar demi lembar, Roy Suryo menyinggung soal perbedaan  font  di skripsi Jokowi. Menurut Roy, ada keanehan di skripsi tersebut yakni ada font dari komputer dan ada font mesin ketik.

    Padahal kata Roy Suryo di tahun kelulusan Jokowi, belum ada font komputer buatan Windows tersebut yakni Times New Roman. “Kalau kita lihat halaman berikutnya, ini ketikan manual, ketikan dengan mesin ketik manual. Ada nanti di halaman pengesahan itu yang dibuat tidak dengan mesin ketik manual tapi dengan font, kalau diteliti itu font itu jauh mendahului jamannya,” jelas Roy Suryo.

    “Ini tidak ada di tahun 85 dengan font semacam ini. Ini adalah font kreasi dari Windows yang baru ada di tahun 1992,” sambungnya.

    Berikutnya, hal kedua yang disebut Roy Suryo kejanggalan dalam skripsi Jokowi adalah terdapat di lembar pengesahan. Roy Suryo menyinggung soal adanya kata ‘tesis’ di lembar pengesahan tersebut.

    “Ada halaman yang sangat penting, itu halaman pengesahan atau halaman pengujian, ini lucu lagi, tidak ada di skripsinya Jokowi justru ini ditampilkan pada skripsinya orang lain. Paling lucu di sini ‘dipertahankan di depan dewan penguji tesis’. Tesis itu S2. Jadi berdasarkan ini, kok kayak gini bisa lulus sih? enggak ada tanda tangannya loh ini. Kok bisa dapat ijazah?” tanyanya.

    Mengurai lebih lanjut soal perbedaan font, Roy Suryo menyebut tidak mungkin di era Jokowi sudah adafont Times New Roman.

    “(Tahun 1992) Ada mesin ketik elektrik tapi hurufnya enggak kayak gini, yakin saya, karena saya kerja di toko komputer waktu itu. Baru dari printout setidaknya keluarnya dari mesin laser jet atau inkjet yang keluar tahun 92,” singgung Roy Suryo.

    Terkait dengan font alias huruf di skripsi Jokowi yang dibahas Roy Suryo tersebut, pihak UGM ternyata sempat mengklarifikasinya.

    Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta menyebut bahwa penggunaan font Times New Roman dalam skripsi Jokowi sudah lazim digunakan di era tersebut.

    Kata Sigit, mahasiswa di tahun 1985 terbiasa mencetak skripsi di percetakan sekitar kampus UGM seperti Prima dan Sanur. Di masa itu kata Sigit, pihak percetakan memang menyediakan layanan khusus cetak skripsi.

    Hal itulah yang membuat font sampul, lembar pengesahan dan lembar pengerjaan skripsi berbeda yakni font Times New Roman dengan ketikan mesin ketik.

    “Bagian sampul dan lembar pengesahan biasanya dicetak menggunakan mesin percetakan. Tapi seluruh isi skripsi setebal 91 halaman tetap diketik dengan mesin ketik, sebagaimana umumnya di masa itu,” jelas Sigit Sunarta.

    Kini publik menantikan kejujuran dari Jokowi itu sendiri. Di lain sisi, banyak orang awam tidak paham mengapa ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi terus dipersoalkan. Mereka berkata, mau ijazah palsu, mau ijazah asli tidak penting. 

    Yang penting dia punya kemampau memimpin dan lagi pula jabatannya sudah selesai untuk apa lagi diungkit.

    Mereka tidak paham bahwa masih sekitar 250.000.000 rakyat miskin bisa sangat tertolong. Kalau ijazah Jokowi terbukti palsu maka selama itu jabatannya tidak sah. Itu berarti semua surat utang yang pernah ditandatanganinya menjadi batal.  

    Artinya utang yang dia ciptakan yaitu lebih kurang Rp 20.000 triliun lebih baik untuk belanja pemerintah maupun untuk menutupi kerugian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan menjadi batal alias kan menjadi tanggung jawab dia pribadi.

    Tapi karena ada yang terus mengatakan bahwa ijazahnya itu asli sehingga jabatannya sah maka semua utang yang luar biasa yang dia ciptakan itu menjadi tanggung jawab seluruh rakyat akibatnya kas negara habis untuk mencicil utang itu.

    Kini ijazah Jokowi terus dipesoalkan Roy Suryo cs meski Jokowi tak orang nomor satu di RI ini. Lantas mengapa hanya ijazah Jokowi yang dituding palsu? Mengapa Presiden RI lainnya tidak ikut dituding? 

    Catat, siapa yang mendalilkan dia yang harus membuktikan (asas actori incumbit probatio). Bagaimana bisa Roy Suryo cs mengatakan ijazah itu palsu sedangkan dia belum pernah melihat langsung ijazah Jokowi? Tanda tanya besar.

  • Rupiah Jeblok hingga MBG Boros

    Rupiah Jeblok hingga MBG Boros

    GELORA.CO –  Pakar pendidikan nasional, Ki Darmaningtyas, menilai polemik menganai keaslian ijazah mantan Presiden Joko Widodo saat ini sudah tidak substansial dan justru dapat menjadi pengalihan perhatian masyarakat dari persoalan-persoalan yang lebih penting dan nyata.

    Pun dia mengingatkan masyarakat agar tidak terjebak dalam isu yang menurutnya tak berdasar, sementara ada banyak persoalan lain yang lebih berdampak langsung terhadap kehidupan rakyat.

    “Hati-hati dengan pengalihan isu ijazah palsu Jokowi, sebab dengan terjebak di sana masyarakat tidak lagi kritis terhadap rupiah yang jeblok, harga emas yang melambung, PHK masif, ekonomi yang makin sulit, dan MBG yang boros-boros i anggaran tapi menunya basi, dsb. Persoalan-persoalan ini lebih riil daripada isu ijazah palsu,” tulis Darmaningtyas di akun X @Darmaningtyas dikutip Monitorindonesia.com, Sabtu (26/4/2025).

    Lantas dia mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi situasi nasional, terutama menyangkut kondisi perekonomian yang menurutnya kian memprihatinkan.

    Ketimbang larut dalam perdebatan panjang yang tidak berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat, Darmaningtyas menilai fokus seharusnya diberikan pada masalah-masalah konkret seperti melemahnya nilai tukar rupiah, melonjaknya harga kebutuhan, serta gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus meningkat.

    Ungkapannya juga menyinggung soal anggaran negara yang dinilai boros namun tidak memberikan hasil signifikan, merujuk pada program-program pemerintah yang dianggap tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.

    Awal mula Ijazah Jokowi dituding palsu

    Pada 3 Oktober 2022 lalu, Bambang Tri menggugat Jokowi ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat ihwal dugaan menggunakan ijazah palsu saat mengikuti pemilihan presiden (pilpres) pada 2019. Gugatan terdaftar dengan klasifikasi perkara perbuatan melawan hukum (PMH).

    Dalam gugatannya, Bambang meminta agar Jokowi dinyatakan telah melakukan PMH karena menyerahkan dokumen ijazah yang berisi keterangan tidak benar dan atau memberikan dokumen palsu sebagai kelengkapan syarat pencalonannya dalam proses Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019. Syarat pencalonan tersebut tertuang dalam Pasal 9 Ayat (1) huruf r Peraturan KPU Nomor 22 Tahun 2018.

    Selain itu, Bambang juga menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dia meminta agar Jokowi dinyatakan telah membuat keterangan yang tidak benar dan/atau memberikan dokumen palsu berupa ijazah sekolah dasar SD, SMP, dan SMA atas nama Joko Widodo.

    Tak berselang lama, Bambang memutuskan untuk mencabut gugatan soal dugaan palsu Jokowi. Kuasa hukum Bambang Tri, Ahmad Khozinudin, mengatakan surat pencabutan perkara tersebut telah diterima Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

    Bambang Tri Mulyono kemudian dituntut atas dugaan penistaan agama dan ujaran kebencian. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Bambang dengan hukuman 10 tahun penjara. Atas kasus yang sama, tim JPU juga menuntut terdakwa bernama Sugi Nur Raharja alias Gus Nur dengan hukuman 10 tahun penjara. 

    Secara terpisah, menanggapi tudingan ijazah palsu Jokowi, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan bahwa Jokowi merupakan alumnus S1 Fakultas Kehutanan UGM angkatan 1980. Ova menjelaskan, Jokowi dinyatakan lulus dari UGM pada 1985.

    “Atas data dan informasi yang kami miliki dan terdokumentasi dengan baik, kami meyakini keaslian ijazah sarjana Ir. Joko Widodo dan yang bersangkutan benar-benar lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada,” kata Ova.

    Jokowi hilang kesabaran

    Selama ini, Jokowi tak pernah terlihat gusar ketika diterpa isu miring soal keabsahan ijazahnya. Namun sikap itu berubah drastis ketika ia menyebut bahwa fitnah ini telah menyebar luas dan mencemarkan nama baiknya secara personal. “Saya mempertimbangkan karena ini sudah jadi fitnah di mana-mana, pencemaran nama baik,” ujar Jokowi di kediamannya, Solo, Rabu (16/4/2025).

    Pernyataan ini menandai titik balik penting—Jokowi, yang dikenal tahan kritik dan santai menghadapi serangan politik, akhirnya buka suara lantang.

    Meski sudah menyinggung kemungkinan pelaporan, Jokowi belum menyebutkan siapa saja pihak yang bakal dilaporkan. Namun ia menegaskan bahwa langkah itu akan segera diputuskan dan dikelola langsung oleh tim hukumnya.

    “(Yang dilaporkan siapa) Nanti, biar disiapkan oleh kuasa hukum. Akan kami segera putuskan, nanti kuasa hukum yang akan melihat,” katanya singkat.

    Kalimat ini mengindikasikan bahwa Jokowi tak akan gegabah, namun juga tak akan membiarkan isu ini bergulir tanpa perlawanan hukum yang sah.

    Sikap terbuka Jokowi juga ditunjukkan saat ia menerima langsung massa dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang datang ke kediamannya untuk menanyakan keaslian ijazah. Tapi, ia juga mengingatkan bahwa tak ada kewajiban hukum baginya untuk menuruti permintaan mereka.

    “Alhamdulillah sudah saya terima, tadi di dalam rumah. Apapun beliau-beliau ini ingin silaturahim, tentu saya terima dengan baik. Kedua, Karena beliau-beliau ini minta untuk bisa saya menunjukkan ijazah asli, saya sampaikan bahwa tidak ada kewajiban dari saya menunjukkan ke mereka. Dan tidak ada kewenangan mereka mengatur saya untuk menunjukkan ijazah asli yang saya miliki,” tegas Jokowi.

    Jokowi memposisikan dirinya bukan sebagai objek intimidasi, tapi sebagai warga negara yang paham batas kewenangan hukum dan tata negara.

    Jokowi menegaskan bahwa ia tidak anti transparansi. Namun, menurutnya, permintaan untuk menunjukkan ijazah harus datang dari institusi resmi, bukan tekanan publik atau kelompok tertentu.

    “Saya sampaikan, kalau ijazah asli diminta hakim, diminta pengadilan untuk ditunjukkan, saya siap datang dan menunjukkan ijazah asli yang ada. Tapi hakim yang meminta, pengadilan yang meminta,” tegas Jokowi.

    Sementara Universitas Gadjah Mada (UGM), almamater Jokowi, tak tinggal diam atas tudingan yang menyasar lulusannya. Saat TPUA mendatangi kampus untuk menuntut verifikasi, pihak UGM menerima lima orang perwakilan dan langsung memberikan penjelasan dengan data otentik.

    “Jokowi tercatat dari awal hingga akhir menjalani tridarma perguruan tinggi di UGM. Kami memiliki dokumen-dokumen resmi sebagai buktinya,” kata Wakil Rektor UGM, Wening Udasmoro.

    UGM bahkan menunjukkan skripsi asli milik Jokowi dan membandingkannya dengan beberapa skripsi rekan seangkatannya untuk menegaskan bahwa dokumen itu sah dan otentik.

    Selama ini, narasi soal “ijazah palsu” hanya berkutat di media sosial dan forum-forum digital yang penuh spekulasi. Namun dengan adanya pertemuan langsung antara Jokowi dan massa yang menuntut, serta respons terbuka dari pihak UGM, isu ini kini bergerak ke ruang yang lebih serius: hukum.

    Jokowi tampaknya sudah tak ingin reputasinya—yang selama ini ia jaga dengan cara diam—terus dirusak oleh tuduhan yang tak terbukti. Pertimbangan melaporkan fitnah ke jalur hukum bisa menjadi sinyal bahwa pemerintah juga akan menertibkan penyebaran hoaks secara sistemik.

    Penting dicatat dijidat para pembenci Jokowi alias barisan para sakit hati, selama bertahun-tahun, Jokowi memilih untuk tidak terlalu menanggapi isu-isu personal. 

    Ia lebih sering menyerahkan kepada publik dan pihak ketiga seperti UGM untuk menjelaskan. Namun peristiwa terbaru ini menjadi penanda ketika fitnah sudah menyentuh kehormatan dan integritas pribadi serta negara, dia akan melawan.

    Langkah hukum ini bisa jadi bukan hanya untuk membela diri, tapi juga untuk menciptakan preseden penting: bahwa penyebaran hoaks, sekecil apapun, tak bisa dibiarkan tanpa pertanggungjawaban. “Saya mempertimbangkan untuk melaporkan ini, membawa ini ke ranah hukum,” pungkas Jokowi.

    Satu kalimat singkat dari Jokowi, tapi bisa menjadi awal dari babak baru: di mana kebenaran tak hanya dibela dengan klarifikasi, tapi juga dengan konsekuensi hukum. 

  • Pernyataan Perintah Ibu hingga Rp1,5 Miliar Jadikan Harun Masiku Anggota DPR

    Pernyataan Perintah Ibu hingga Rp1,5 Miliar Jadikan Harun Masiku Anggota DPR

    PIKIRAN RAKYAT – Pernyataan “perintah ibu” mencuat dalam kesaksian mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina dalam sidang.

    Kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi dengan tersangka Harun Masiku dan pemberian suap yang menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa.

    Penasihat hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy membantah pernyataan “perintah ibu” menjurus ke Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

    “Bukan Bu Mega,” kata Ronny saat ditemui di sela sidang pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis, 24 April 2025 seperti dikutip dari Antara.

    Fakta Persidangan Hasto Kristiyanto

    Jaksa memutarkan rekaman percakapan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina dengan eks kader PDIP sekaligus mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri.

    Saeful Bahri mengaku permohonan PAW digaransi Hasto usai mendapat perintah dari “ibu”. Tapi tak disebutkan siapa ibu yang dimaksud.

    Hasto Kristiyanto juga menyampaikan hal tersebut pada Saeful lewat sambungan telepon sebelum Ia menelepon Agustiani Tio.

    Saeful bertanya pada Tio bagaimana caranya agar permohonan dapat terwujud. Tio membenarkan rekaman percakapan lewat sambungan telepon tersebut.

    Menurut Ronny, Saeful sering membawa-bawa dan menggunakan nama pimpinan Partai, termasuk salah satunya Hasto agar cepat mendapat uang. Hal ini terbukti sebab Tio juga menyampaikan fakta yang sama.

    “Jadi jangan lah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan PDIP dan merupakan perintah dari partai,” lanjutnya.

    Rp1,5 Miliar Jadikan Harun Masiku Anggota DPR

    Hasto Kristiyanto juga disebut menalangi uang Rp1,5 miliar untuk mengondisikan tersangka Harun Masiku agar menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024.

    Hal imk terungkap dalam rekaman percakapan pengacara PDIP Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri lewat sambungan telepon.

    “Benar, ini percakapan kami saat saudara Saeful yang menelepon,” ujar Donny.

    Saeful mengaku pada Donny bahwa Hasto akan menalangi uang guna mengondisikan Harun Masiku agar menjadi anggota DPR dalam percakapan 13 Desember 2019.

    Donny mengaku tak mengetahui apakah memang benar Hasto yang menalangi uang suap untuk mengondisikan Harun Masiku.

    “Itu Saeful yang ngomong. Apakah Saeful mengarang indah atau tidak, saya tidak tahu,” lanjut Donny.

    Persidangan Ricuh

    Sidang kembali diwarnai kericuhan akibat adanya tudingan penyusup yang diarahkan pada segerombolan pemuda yang memakai kaos putih bertuliskan #SaveKPK di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat pada Kamis, 24 April 2025.

    Persidangan akan dimulai pukul 10.00 WIB, para pemuda dicegat masuk satpam, polisi dan satuan tugas (satgas) PDIP berbaret merah ke ruang sidang.

    Salah satu pemuda berhasil masuk ke ruang sidang dan duduk di ruangan menyaksikan persidangan.

    Sidang diskors untuk waktu shalat dan makan siang pukul 12.00 WIB. Hakim Ketua Rios Rahmanto mengetuk palu sebagai tanda skors sidang, para pendukung Hasto di ruang sidang meneriakkan pemuda berkaos putih sebagai penyusup.

    Petugas keamanan mengeluarkan pemuda itu dari ruang sidang. Satgas PDIP, satpam dan polisi juga mengeluarkan segerombolan pemuda lain dengan kaos putih itu dari pengadilan.

    Para pemuda disoraki pendukung Hasto hingga dilempar botol saat dikeluarkan dari ruangan. Sidang kembali dilanjutkan pukul 13.30 WIB.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News