Kementrian Lembaga: PN Jakarta Pusat

  • Anak Usaha Indofarma Pailit, Begini Nasib Karyawannya

    Anak Usaha Indofarma Pailit, Begini Nasib Karyawannya

    Jakarta

    Holding BUMN Farmasi, Bio Farma buka suara soal anak usaha Indofarma yakni Indofarma Global Medika (IGM) yang dinyatakan pailit. Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Shadiq Akasya mengatakan kepailitan Indofarma tengah diproses oleh kurator.

    “Kondisi IGM saat ini proses kurator. Tentunya tadi ada beberapa masukan tahapan-tahapan untuk penyelesaian itu sepenuhnya dilakukan oleh kurator,” kata Shadiq saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (7/8/2025).

    Shadiq mengatakan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan kurator. Beberapa hal akan diselesaikan mulai dari gaji karyawan, pembayaran pajak hingga pesangon.

    “Yang pertama kewajiban itu diselesaikan kepada karyawan hak-hak karyawan terutama untuk gaji yang tertunggak. Kedua adalah untuk pembayaran pajak yang ketiga adalah untuk pesangon baru yang lain-lain. Ini yang sudah kami koordinasikan terus dengan pihak kurator,” terang Shadiq.

    Sebelumnya, Direktur Utama Indofarma Yeliandriani menerangkan, IGM telah berada dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.144/Pdt.Sus-PKPU/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 30 Mei 2024.

    Pada 3 Februari 2025, telah dilakukan pemungutan suara atas rencana atau proposal perdamaian yang diajukan IGM per 31 Januari 2025 dan didapati hasil pemungutan yakni satu dari 13 kreditor separatis yang mewakili 32,18% suara dari jumlah kreditor separatis menyetujui proposal perdamaian. Sementara 12 kreditor separatis menolak.

    Sebanyak 29 dari 58 kreditor konkuren yang mewakili 77,89% suara dari jumlah tagihan kreditor konkuren menyetujui proposal perdamaian. Sementara, 12 kreditor menyatakan menolak, dan 17 kreditor tidak hadir dan tidak memberikan suara dalam rapat kreditor.

    “Adalah benar sesuai dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang telah memutuskan IGM berada dalam kepailitan,” kata Yeliandriani, dikutip dari keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (14/2) lalu.

    Tonton juga “BUMN Sebut Indofarma akan Jual Aset Demi Bayar Utang” di sini:

    (acd/acd)

  • Bos Buzzer yang Jadi Tersangka di Kejaksaan Agung Bekas Ketum HMI

    Bos Buzzer yang Jadi Tersangka di Kejaksaan Agung Bekas Ketum HMI

    GELORA.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tersangka dalam kasus dugaan obstruction of justice (OJ) penyelidikan perkara tindak pidana korupsi Timah dan impor gula. Tersangka kali ini adalah Ketua Cyber Army, Muhammad Adhiya Muzakki (MAM).

    Dalam paparannya, direktur penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Abdul Qohar mengatakan, bahwa penetapan ketua tim pendengung (buzzer) sebagai tersangka dilakukan pihaknya usai menemukan alat bukti yang cukup.

    “Penyidik telah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan satu tersangka, yang bersangkutan berinisial MAM selaku Ketua Cyber Army,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Bundar, Rabu (7/5/2025) malam.

    Qohar menjelaskan upaya perintangan penyidikan itu dilakukan tersangka bersama Direktur Pemberitaan JakTV nonaktif Tian Bahtiar (TB), pengacara Marcella Santoso (MS), dan Junaidi Saibih (JS).

    “Untuk mencegah merintangi atau menggagalkan baik secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara a quo,” jelasnya.

    Berdasarkan perannya, Qohar menyebut Muzakki selaku Ketua Cyber Army memiliki anggota sebanyak 150 orang yang bertugas sebagai buzzer. Ratusan orang itu kemudian dibagi dalam lima tim buzzer bernama Mustofa 1 hingga Mustofa 5 yang memiliki tugas untuk memberikan komentar negatif terhadap penanganan perkara oleh Kejagung.

    “MAM atas permintaan MS bersepakat untuk membuat tim Cyber Army dan membagikan membagi tim tersebut menjadi 5,” ujarnya.

    “Bayaran sekitar 1,5 juta rupiah per buzzer untuk merespons dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif dan konten negatif yang dibuat oleh tersangka TB,” imbuhnya.

    Sementara itu, sebagai imbalannya Muzakki selaku Ketua Tim Buzzer mendapatkan total bayaran hampir Rp1 miliar dari tersangka Marcella.

    “Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp864.500.000,” jelasnya.

    Qohar menyebut uang itu diterima tersangka Muzakki secara bertahap. Dan diketahui, bahwa Muzakki adalah mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Badan Koordinasi wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Banten (HMI Badko Jabodetabek-Banten) Periode 2021-2023.

    Kemudian, diketahui, bahwa penyerahan uang pertama dilakukan sebesar Rp697.500.000 dari Marcella melalui Indah Kusumawati yang merupakan staf di bagian keuangan kantor hukum AALF.

    “Dan yang (kedua) diberikan oleh Marcella melalui Rizki yaitu kurir di kantor hukum AALF sebanyak Rp167.000.000,” tuturnya.

    Sebelumnya Kejagung telah menetapkan tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan (obstruction of justice) dalam penanganan perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Ketiga tersangka itu merupakan Direktur Pemberitaan JakTV Non-aktif Tian Bahtiar serta pengacara Marcella Santoso dan Junaidi Saibih.

    Ketiganya disebut melakukan pemufakatan untuk membuat konten atau berita untuk menyudutkan institusi yang sedang menangani kasus korupsi timah importasi gula.

  • Amankan sidang Hasto, polisi kerahkan 833 personel di PN Jakpus

    Amankan sidang Hasto, polisi kerahkan 833 personel di PN Jakpus

    Jakarta (ANTARA) – Sebanyak 833 personel gabungan dikerahkan untuk mengamankan jalannya sidang kasus tindak pidana korupsi dengan terdakwa Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis.

    “Kami ingin memastikan bahwa kehadiran polisi bukan untuk menakuti, tapi untuk memberikan rasa aman,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro di Jakarta, Kamis.

    Ia mengatakan bahwa tim gabungan itu berasal dari Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat, dan Polsek jajaran.

    Susatyo menegaskan bahwa seluruh personel pengamanan tidak dibekali dengan senjata api maupun senjata tajam untuk menjaga suasana tetap kondusif dan tidak menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat.

    Sidang yang digelar hari ini diperkirakan akan dihadiri massa dari dua kelompok berbeda, baik yang mendukung maupun yang menolak terdakwa.

    Oleh karena itu, petugas telah disebar di tiga ring pengamanan, masing-masing mencakup ruang sidang, halaman, serta area kolam utara dan selatan untuk memisahkan kedua kelompok massa.

    “Kami sudah antisipasi titik-titik rawan gesekan. Massa pro dan kontra kami tempatkan di lokasi berbeda agar tidak terjadi konflik. Petugas juga sudah mendapatkan pengarahan untuk bersikap netral, tenang, dan tidak mudah terprovokasi,” kata dia.

    Pengamanan ini juga melibatkan negosiator Polwan dan tim pengendali massa, serta mengutamakan komunikasi dalam menghadapi potensi gangguan.

    “Kami tekankan kepada anggota, tugas utama adalah melayani dan melindungi masyarakat. Tidak boleh arogan, tidak boleh terpancing emosi. Ini bukan hanya soal pengamanan, tapi soal menjaga kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian,” kata Susatyo.

    Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan pemberian suap, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka pada rentang waktu 2019-2024.

    Hasto diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.

    Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019—2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Anggota Buzzer Cyber Army Dibayar Rp1,5 Juta untuk Sebarkan Komentar Negatif dan Serang Kejagung – Halaman all

    Anggota Buzzer Cyber Army Dibayar Rp1,5 Juta untuk Sebarkan Komentar Negatif dan Serang Kejagung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Satu orang bos pendengung media sosial atau “buzzer” bernama M Adhiya Muzakki (MAM), ditangkap Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Bos buzzer Cyber Army itu ditangkap Kejagung karena dianggap merintangi proses hukum sejumlah kasus korupsi besar yang tengah ditangani Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

    Adapun, tujuan utama mereka adalah menggagalkan proses hukum dalam kasus-kasus korupsi besar.

    Di antaranya, seperti perkara dugaan korupsi di PT Timah, dugaan korupsi impor gula, dan dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).

    “Menetapkan satu tersangka, inisial MAM selaku ketua Tim Cyber Army,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (7/52025) tadi malam.

    Abdul Qohar mengungkapkan bahwa MAM bersekongkol dengan tiga tersangka lain: advokat Marcella Santoso (MS), Junaedi Saibih (JS), dan Direktur Pemberitaan JakTV nonaktif, Tian Bahtiar (TB).

    “Dalam perkara ini, terdapat permufakatan jahat antara MAM selaku ketua Tim Cyber Army bersama MS, JS, dan TB, Direktur Pemberitaan JakTV, untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penanganan perkara korupsi,” ujarnya.

    MAM Rekrut 150 Anggota Buzzer dan Diberi Upah Rp1,5 Juta

    Menurut Kejagung, MAM mengorganisasi 150 orang buzzer dalam lima kelompok bernama Tim Mustafa I hingga V.

    Setiap anggota tim buzzer itu dibayar Rp1,5 juta untuk menyebar komentar negatif dan menyerang kredibilitas Kejagung di platform seperti TikTok, Instagram, dan Twitter.

    “Materi konten dan narasi diberikan oleh MS dan JS. Tersangka MAM kemudian membuat video dan konten yang menyudutkan Kejaksaan Agung.”

    “Termasuk membentuk opini bahwa metodologi penghitungan kerugian negara oleh penyidik menyesatkan dan tidak valid,” ucap Abdul Qohar.

    Dana untuk operasi ini dikirim secara bertahap melalui staf keuangan dan kurir dari kantor hukum AALF.

    Adapun, dana tersebut bersumber dari MS yang diberikan kepada MAM sebesar Rp864,5 juta. 

    “Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp864.500.000,” kata Abdul Qohar.

    Selain itu, penyidik juga mengungkap bahwa MAM sempat merusak barang bukti untuk menghilangkan jejak keterlibatannya. 

    Barang bukti yang dihilangkan adalah ponsel berisi komunikasi strategis antara MAM dan dua tersangka lain.

    “Bahwa selain daripada itu tersangka MAM juga merusak, menghilangkan barang bukti berupa handphone yang berisi percakapan-percakapan dengan tersangka MS dan tersangka JS terkait isi video konten negatif baik berupa TikTok, Instagram, maupun Twitter,” tegas Abdul Qohar.

    Saat ini, MAM diketahui telah ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.

    Atas perbuatannya tersebut, MAM dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    Hasil Pengembangan Perkara 

    Penetapan MAM sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar yang telah lebih dulu menjadi tersangka perintangan penyidikan perkara dugaan suap penanganan perkara ekspor CPO yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. 

    Dalam hal ini, Kejagung diketahui telah menetapkan delapan orang tersangka terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.

    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.

    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota. 

    Selain itu, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, juga ditetapkan sebagai tersangka.

    Dia diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.

    Dalam kasus ini, Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp60 miliar tersebut.

    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp22,5 miliar. 

    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging. 

    Adapun, vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.

    (Tribunnews.com/Rifqah/Alfarizy Ajie/Abdi Ryanda)

  • Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?

    Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?

    Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Bos buzzer
    dicokok aparat
    Kejagung
    karena dianggap merintangi proses hukum sejumlah kasus. Berikut adalah sejumlah hal yang diketahui sejauh ini.
    Rangkuman informasi berikut ini
    Kompas.com
    himpun berdasarkan keterangan dari Kejagung hingga Kamis (8/5/2025) dini hari.
    Satu orang bos pendengung media sosial atau “buzzer” yang ditangkap penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) itu bernama M Adhiya Muzakki (MAM).
    M Adhiya Muzakki alias MAM ditetapkan Kejagung sebagai tersangka dugaan perintangan proses penyidikan.
    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa MAM diduga terlibat
    perintangan penyidikan
    pada tiga kasus sebagai berikut:

    1. Perkara dugaan korupsi di PT Timah

    2. Dugaan korupsi impor gula

    3. Dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
    “Menetapkan satu tersangka, inisial MAM selaku ketua Tim Cyber Army,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (7/52025) tadi malam.
    M Adhiya Muzakki alias MAM diduga melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Advokat Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) serta Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV, Tian Bahtiar (TB). MS, JS dan TB telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan ini.
    Qohar bilang, para tersangka bekerja sama untuk membentuk narasi jahat terhadap Kejaksaan Agung yang tengah menangani sejumlah kasus korupsi.
    MAM berperan membuat sejumlah konten negatif yang nantinya disebarkan ke sejumlah media sosial dan media online. Dalam kasus ini, MAM juga membuat tim siber yang berfungsi untuk menggerakkan buzzer.
    “Tersangka MAM atas permintaan MS bersepakat untuk membuat tim cyber army untuk menjadi lima tim yang (anggotanya) berjumlah sekitar 150 orang buzzer,” kata Qohar.
     
    Bos buzzer Adhiya Muzakki disebut merekrut 150 buzzer yang dibagi ke dalam lima tim.

    Masing-masing tim dinamai, Mustafa 1, Mustafa 2, Mustafa 3, Mustafa 4, dan Mustafa 5.
    Para buzzer tersebut diarahkan untuk menyebarkan dan memberikan komentar di sejumlah konten negatif yang dibuat oleh Tian Bahtiar.
    Qohar menjelaskan, Adhiya Muzakki selaku bos buzzer mendapat duit senilai total Rp 864.500.000,00 dari tindakan membentuk narasi negatif di muka umum guna menjatuhkan citra Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus.
    Adapun tiap-tiap buzzer yang dikomandoi Adhiya mendapatkan upah Rp 1,5 juta untuk bekerja sebagai “tentara siber” atau “cyber army”.
    “(Adhiya) Merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer-buzzer tersebut dengan bayaran sekitar Rp 1,5 juta per buzzer untuk merespon dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif,” kata Qohar.
     
    Atas perbuatannya, MAM dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Usai ditetapkan sebagai tersangka, MAM langsung ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
    Penetapan M Adhiya Muzakki alias MAM sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar.
    Ketiganya telah lebih dulu menjadi tersangka perintangan penyidikan perkara dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
    Diketahui, Kejagung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani
    kasus ekspor CPO
    divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Sebarkan Narasi Negatif soal Kejagung, 150 Buzzer Dibayar Rp 1,5 Juta Per Orang
                        Nasional

    6 Sebarkan Narasi Negatif soal Kejagung, 150 Buzzer Dibayar Rp 1,5 Juta Per Orang Nasional

    Sebarkan Narasi Negatif soal Kejagung, 150 Buzzer Dibayar Rp 1,5 Juta Per Orang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sejumlah
    buzzer
    dibayar Rp 1,5 juta untuk menyebarkan konten negatif terkait tiga perkara yang ditangani Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) yakni kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor
    crude palm oil
    (CPO).
    Para
    buzzer
    dibayar oleh tersangka
    perintangan perkara
    Kejagung, M Adhiya Muzakki. Tersangka disebut sebagai pengendali para
    buzzer.
    Adhiya merekrut 150 
    buzzer
    yang dibagi ke dalam lima tim. Masing-masing tim dinamai Mustafa 1, Mustafa 2, Mustafa 3, Mustafa 4, dan Mustafa 5.
    “(Adhiya) merekrut, menggerakkan, dan membayar
    buzzer-buzzer
    tersebut dengan bayaran sekitar Rp 1,5 juta per
    buzze
    r untuk merespons dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
    Selain Adhiya, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka lain dalam kasu perintangan perkara. Mereka adalah Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaedi Saibih (JS) selaku advokat, dan Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan JAK TV non aktif.
    Para
    buzzer
    ini diarahkan Adhiya untuk menyebarkan dan memberikan komentar pada konten-konten bernarasi negatif yang diproduksi oleh Tian Bahtiar.
    Sementara, Tian membuat konten-konten ini atas arahan dan petunjuk dari Marcella dan Junaedi.
    “(Tian) membuat video dan konten negatif yang diposting atau dipublikasikan melalui platform media sosial baik TikTok, Instagram, maupun Twitter berdasarkan materi yang diberikan oleh tersangka MS dan tersangka JS yang berisikan narasi-narasi mendiskreditkan penanganan perkara a quo yang dilakukan oleh Jampidsus Kejaksaan Agung pimpinan Kejaksaan Agung dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan,” lanjut Qohar.
    Konten-konten ini disebarkan ke sejumlah media sosial dan media
    online.
    Diberitakan sebelumnya, Adhiya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat pemufakatan jahat bersama dengan tiga tersangka lain yang sudah lebih dahulu ditahan oleh penyidik.
    Perbuatan para tersangka diduga sengaja untuk menjatuhkan Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus dengan cara membentuk
    narasi negatif
    di muka umum.
    Dari aksinya tersebut, Adhiya memperoleh uang totalnya Rp 864,5 juta.
    Adhiya diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Bomor 21 Tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Ia pun langsung ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
    Sebelumnya, penyidik telah menetapkan dan menahan tiga orang tersangka, yaitu Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar.
    Penetapan tersangka hari ini merupakan pengembangan dari penyidikan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar. Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau
    ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Sebarkan Narasi Negatif soal Kejagung, 150 Buzzer Dibayar Rp 1,5 Juta Per Orang
                        Nasional

    5 Bos Buzzer Terima Rp 864,5 Juta untuk Rintangi Penanganan Kasus Kejagung Nasional

    Bos Buzzer Terima Rp 864,5 Juta untuk Rintangi Penanganan Kasus Kejagung
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Bos buzzer
    , M. Adhiya Muzakki (MAM) menerima uang ratusan juta untuk menggerakkan buzzer demi menciptakan narasi negatif terhadap penyidik dan penuntut umum Kejaksaan Agung yang tengah menangani perkara korupsi.
    Muzakki disebutkan menerima uang ratusan ini dari tersangka lainnya, yaitu advokat Marcella Santoso (MS).
    “Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp 864.500.000,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
    Kejagung
    Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
    Uang ini diterima oleh Muzakki dalam dua kali pemberian.
    “Tersangka MAM memperoleh uang sebesar Rp 697.500.000 dari tersangka MS melalui Indah Kusumawati yaitu staf di bagian keuangan kantor hukum AALF,” jelas Qohar.
    Kemudian, pemberian kedua diserahkan Marcella melalui kurir kantor hukum AALF kepada Muzakki senilai Rp 167.000.000.
    Hari ini, Adhiya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat pemufakatan jahat bersama dengan tiga tersangka lain yang sudah lebih dahulu ditahan oleh penyidik.
    Tiga tersangka lain adalah Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaedi Saibih (JS) selaku advokat, dan Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV.
    Dalam komplotan ini, Muzakki berperan sebagai ketua tim cyber army yang bertugas untuk mengerahkan 150 buzzer.
    Ia disebutkan terlibat dalam pembuatan sejumlah konten negatif yang nantinya disebarkan ke sejumlah media sosial dan media online.
    Para buzzer ini diarahkan untuk menyebarkan dan memberikan komentar di sejumlah konten negatif yang dibuat oleh Tian Bahtiar.
    Perbuatan para tersangka diduga sengaja untuk menjatuhkan Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus dengan cara membentuk narasi negatif di muka umum.
    Muzakki diduga melanggar pasal 21 undang-undang tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah undang-undang nomor 21 tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Ia pun langsung ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
    Sebelumnya, penyidik telah menetapkan dan menahan tiga orang tersangka, yaitu Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar.
    Penetapan tersangka hari ini merupakan pengembangan dari penyidikan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar. Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Sebarkan Narasi Negatif soal Kejagung, 150 Buzzer Dibayar Rp 1,5 Juta Per Orang
                        Nasional

    Jadi Tersangka Perintangan Perkara Kejagung, Bos Buzzer Langsung Ditahan

    Jadi Tersangka Perintangan Perkara Kejagung, Bos Buzzer Langsung Ditahan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Bos
    buzzer
    , M. Adhiya Muzakki (MAM) langsung
    ditahan
    usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan, penuntutan, hingga pengadilan untuk tiga kasus perkara, yaitu kasus dugaan korupsi PT Timah, kasus dugaan impor gula, dan kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
    “Terhadap tersangka dilakukan penahanan 20 hari ke depan terhitung oleh hari ini berdasarkan Surat Perintah Penahanan No. 31 tanggal 7 Mei 2025 dan yang bersangkutan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus
    Kejagung
    Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (7/5/2025).
    Adhiya ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat pemufakatan jahat bersama dengan tiga tersangka lain yang sudah lebih dahulu ditahan oleh penyidik.
    Tiga tersangka lain adalah Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaedi Saibih (JS) selaku advokat, dan Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan JAK TV non aktif.
    Dalam komplotan ini, Adhiya berperan sebagai ketua tim
    cyber army
    yang bertugas untuk mengerahkan 150 buzzer.
    Ia disebutkan terlibat dalam pembuatan sejumlah konten negatif yang nantinya disebarkan ke sejumlah media sosial dan media online.
    Para
    buzzer
    ini diarahkan untuk menyebarkan dan memberikan komentar di sejumlah konten negatif yang dibuat oleh Tian Bahtiar.
    Perbuatan para tersangka diduga sengaja untuk menjatuhkan Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus dengan cara membentuk narasi negatif di muka umum.
    Dari aksinya itu, Adhiya memperoleh total uang sebesar Rp864.500.000.
    Adhiya diduga melanggar pasal 21 undang-undang tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah undang-undang nomor 21 tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Ia pun langsung ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
    Sebelumnya, penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka, yaitu Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar.
    Penetapan tersangka hari ini merupakan pengembangan dari penyidikan dalam kasus dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) kepada tiga korporasi, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
    Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Terbaru, Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar. Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gugatan Soal Denza Ditolak Pengadilan, BYD: Belum Sepenuhnya Selesai

    Gugatan Soal Denza Ditolak Pengadilan, BYD: Belum Sepenuhnya Selesai

    Jakarta

    Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan BYD terkait penggunaan merek premium, Denza oleh perusahaan lain. BYD menghormati keputusan pengadilan, namun masih meninjau langkah selanjutnya lantaran terdapat peralihan kepemilikan nama Denza di Indonesia.

    “Atas kasus kepemilikan Brand Nama Denza, BYD menghormati keputusan dan ketetapan hukum pengadilan di Indonesia,” kata Head of Marketing PR and Government Relation BYD Motor Indonesia, Luther T Panjaitan kepada detikOto, Senin (5/5/2025).

    Berdasarkan Putusan 1/Pdt.Sus-HKI/Merek/2025/PN.Niaga.Jkt.Pst, keputusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga ini dibuat hari Senin, tanggal 21 April 2025 oleh Hakim Ketua, Betsji Siske Manoe, dan Hakim Anggota, Sutarno dan Adeng Abdul Kohar. Ketetapan yang dibuat, adalah:

    1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya
    2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang dianggarkan sejumlah Rp 1.070.000

    Di sisi lain, tergugat menilai BYD salah dalam menentukan pihak sebagai tergugat (Error in persona) karena merek Denza sudah dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain secara sah jauh sebelum tanggal gugatan diajukan.

    Nama Denza yang sebelumnya dimiliki PT Worcas Nusantara Abadi sudah beralih kepemilikannya kepada PT Raden Reza Adi.

    “Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak mempunyai hak lagi atas kepemilikan merek, maka apakah merek milik Penggugat mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek milik Tergugat, menurut hemat Majelis Hakim tidak perlu dipertimbangkan lagi,” tulis putusan tersebut.

    Terkait pergantian kepemilikan nama ini, BYD belum memutuskan langkah selanjutnya.

    “Namun perlu kita lihat bersama dalam konteks ketetapannya, di mana karena pihak yang digugat telah memindahkan hak kepemilikannya ke pihak lain. Oleh karenanya belum sepenuhnya selesai, untuk selanjutnya kami sedang kaji kembali secara internal,” kata Luther.

    Dalam penelusuran melalui laman Pangkalan Data Kekayaan Intelektual Kemenkumham, nama Denza sudah diajukan PT WNA pada 3 Juli 2023. Tanggal perlindungan merek Denza yang di bawah PT WNA berakhir pada 3 Juli 2033. Penjelasan Denza dengan nomor merek merek No. IDM001176306 merupakan jenis barang atau jasa yang menyangkut komponen kendaraan bermotor. Hal ini yang juga digugat oleh BYD.

    BYD sebagai penggugat menganggap Denza merupakan merek terkenal di seluruh dunia. BYD mengklaim merek Denza telah didaftarkan di China, Inggris, Tanzania, San Martin, Lebanon, Kuwait, EU, Republika Dominika, Djibouti, Bonaire, Sint Eustatius, Saba, Aruba, Guatemala, El Salvador, Kosta Rika dan Anguila. Lebih lanjut, BYD dan anak perusahaannya sudah mengajukan permohonan merek Denza lebih dari 100 negara.

    (riar/rgr)

  • Kejagung Tetapkan 3 Tersangka TPPU Terkait Kasus Suap Vonis Lepas Migor

    Kejagung Tetapkan 3 Tersangka TPPU Terkait Kasus Suap Vonis Lepas Migor

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menjerat tiga tersangka dalam skandal suap vonis lepas dugaan korupsi terkait minyak goreng (migor) dalam kasus dugaan pencucian uang (TPPU). Ketiganya yakni dua pengacara Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto Bakri serta Head of Social Security and License Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY).

    “Bahwa penyidik pada jajaran Jampidsus sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara suap dan gratifikasi, juga ditetapkan tersangka dalam TPPU tindak pidana pencucian uang, yaitu Saudara MS, yang ditetapkan sejak tanggal 23 April 2025,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025).

    “Sedangkan untuk AR dan MSY itu juga sudah ditetapkan oleh penyidik sebagai tersangka oleh penyidik sejak 17 April 2025,” lanjutnya.

    Harli menjelaskan ketiga pihak tersebut ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik melihat adanya keterikatan antara tindak pidana dengan aset yang dimiliki ketiganya.

    “Tentu alasan dari penyidik karena melihat ada keterkaitan antara perbuatan atau tindak pidananya dengan aset yang dimiliki oleh para tersangka ini. Sehingga, penyidik berketetapan, menetapkan yang tiga ini sebagai tersangka dalam tindak pidana pencucian uang,” jelas Harli.

    Penyidik Kejagung sudah menyita serta memblokir sejumlah aset hingga rekening yang dimiliki oleh para tersangka. Harli memastikan Korps Adhyaksa akan terus mengusut praktik rasuah itu.

    “Tapi, secara hukum tentu bahwa penyidik melihat bahwa ada keterkaitan antara perbuatan dari para tersangka ini dengan kepemilikan aset yang diduga berasal dari tindak pidana,” pungkasnya.

    Untuk diketahui, Marcella, Ariyanto dan Muhammad Syafei telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus skandal suap hakim yang memvonis ontslag atau lepas terhadap terdakwa korporasi pada perkara korupsi minyak goreng. Ketiganya disebutkan berperan dalam proses penyuapan hakim di PN Tipikor, Jakarta Pusat.

    Dalam pertemuan itu, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto bahwa perkara yang tengah berproses di PN Tipikor Jakpus itu harus diurus. Jika tidak, maka putusan yang dijatuhkan bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa.

    “Pada saat itu, Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng mentah harus diurus. Jika tidak, putusannya bisa maksimal. Bahkan, melebihi tuntutan jaksa penuntut umum,” kata Qohar dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (15/4).

    Wahyu kemudian meminta Ariyanto selaku penasihat tersangka korporasi untuk mempersiapkan biaya pengurusan perkara. Permintaan itu kemudian diteruskan Ariyanto kepada Marcella Santoso (MS) yang juga merupakan pengacara terdakwa korporasi.

    Marcella juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara itu. Mendapat informasi itu, Marcella kemudian bertemu dengan Syafei guna menyampaikan informasi biaya pengurusan perkara tersebut. Syafei menyanggupinya.

    Singkatnya, Syafei menyanggupi permintaan Rp 60 miliar untuk mengurus perkara di PN Tipikor itu. Duit suap Rp 60 miliar mengalir ke Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang waktu itu Arif masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat dan sebagian di antaranya dialirkan ke 3 majelis hakim.

    Majelis hakim pemberi vonis lepas itu terdiri Djuyamto sebagai hakim ketua, serta Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom selaku hakim anggota. Sedangkan Wahyu Gunawan selaku panitera menjadi perantara suap. Mereka berlima juga telah menjadi tersangka dalam perkara ini.

    Berikut daftar tersangka kasus suap vonis lepas terdakwa korporasi migor:

    1. Muhammad Arif Nuryanto (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
    2. Djuyamto (DJU) selaku ketua majelis hakim
    3. Agam Syarif Baharudin (ASB) selaku anggota majelis hakim
    4. Ali Muhtarom (AM) selaku anggota majelis hakim
    5. Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera
    6. Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
    7. Ariyanto Bakri (AR) selaku pengacara
    8. Muhammad Syafei (MSY) selaku Head of Social Security and License Wilmar Group

    (ond/jbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini