Kementrian Lembaga: PN Jakarta Pusat

  • 2 Terdakwa Korupsi Tata Kelola BBM Pertamina Ajukan Eksepsi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Oktober 2025

    2 Terdakwa Korupsi Tata Kelola BBM Pertamina Ajukan Eksepsi Nasional 13 Oktober 2025

    2 Terdakwa Korupsi Tata Kelola BBM Pertamina Ajukan Eksepsi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono, dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi, kompak mengajukan eksepsi atau sanggahan terhadap dakwaan sidang kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero.
    Hal ini disampaikan Agus dan Yoki usai Jaksa Penuntut Umum (JPU) selesai membacakan dakwaan untuk para terdakwa.
    “Saya serahkan ke penasehat hukum untuk mengajukan eksepsi, terima kasih yang mulia,” ujar Agus dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
    Agus mengaku mengerti atas dakwaan yang dibacakan oleh jaksa.
    Namun, ia membantah telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang seperti yang dituduhkan padanya.
    “Selama saya mengabdi di Pertamina, saya bekerja berdasarkan pedoman dan tugas fungsi pokok (tupoksi) yang berlaku. Saya tidak mendapatkan keuntungan pribadi secara melawan hukum selama melakukan pekerjaan saya,” tegas Agus.
    Hal serupa juga disampaikan oleh Yoki Firnandi.
    Namun, ia mengaku ada beberapa bagian dalam dakwaan jaksa yang tidak dipahaminya.
    Bahkan, ada beberapa bagian yang menurutnya menjadi pengetahuan baru setelah mengikuti sidang perdana ini.
    “Terdapat beberapa hal yang saya tidak paham, khususnya untuk hal-hal yang baru saya ketahui saat ini. Dan, khususnya, pada peran saya yang dinilai melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang,” ujar Yoki dalam sidang.
    Sementara itu, tiga terdakwa lainnya tidak mengajukan eksepsi.
    Mereka adalah Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Usai mendengar pernyataan Yoki dan Agus, Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji menjadwalkan agar eksepsi dilaksanakan pada Senin (20/10/2025).

    Kerry, Gading, dan Dimas juga akan kembali menjalani persidangan pada Senin depan.
    Namun, karena mereka tidak mengajukan eksepsi, hakim memerintahkan agar jaksa penuntut umum (JPU) langsung memanggil beberapa saksi untuk memulai proses pembuktian.
    Dalam dakwaan, kelima orang ini punya peran masing-masing.
    Mereka tidak hanya terlibat dalam satu proyek, tetapi bisa bersinggungan pada beberapa pengadaan.
    Misalnya, dalam pengadaan impor minyak mentah, Yoki, Agus, bersama beberapa terdakwa lain melakukan pengadaan impor berbasis spot.
    Padahal, Pertamina sudah memiliki data kebutuhan minyak mentah setiap tahunnya.
    Pengadaan impor ini menyebabkan harga yang digunakan menjadi lebih mahal.
    Untuk membuat harga pengadaan menjadi lebih tinggi, Yoki, Agus, dan terdakwa lainnya menambahkan komponen Pertamina Market Differential (PMD) dalam penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS).
    Penambahan ini dilakukan untuk mengakomodasi harga penawaran dari sejumlah mitra usaha yang memiliki nilai tinggi dan punya riwayat pertimbangan dalam proses lelang sebelumnya.
    Akibat perbuatan para terdakwa, 10 perusahaan asing diperkaya hingga senilai 570,267,741.36 dollar Amerika Serikat.
    Namun, baik Agus, Yoki, maupun terdakwa lain terlibat pada beberapa pengadaan lain di dalam rangkaian kasus korupsi ini.
    Secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Negara Rugi Rp 2,9 T karena Permintaan Riza Chalid Sewa Terminal BBM
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Oktober 2025

    Negara Rugi Rp 2,9 T karena Permintaan Riza Chalid Sewa Terminal BBM Nasional 13 Oktober 2025

    Negara Rugi Rp 2,9 T karena Permintaan Riza Chalid Sewa Terminal BBM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Permintaan dari pengusaha minyak Mohamad Riza Chalid membuat PT Pertamina (Persero) mengalami kerugian senilai Rp 2,9 triliun hanya untuk penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM).
    Hal ini terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan untuk anak Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza, selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
    “Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode tahun 2014-2024 sebesar Rp 2.905.420.003.854,00 yang merupakan pengeluaran PT Pertamina dan/atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan,” ujar salah satu jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Jaksa menyebutkan, PT Pertamina memenuhi permintaan Riza Chalid untuk menyewa terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak (nama lama PT Orbit Terminal Merak).
    Pembelian ini diduga terjadi pada periode April 2012-November 2014.
    Padahal, saat itu, Pertamina belum membutuhkan terminal BBM.
    “Pihak PT Pertamina (Persero) periode April 2012-November 2014 telah memenuhi permintaan pihak Mohamad Riza Chalid agar PT Pertamina (Persero) menyewa Terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak, meskipun PT Pertamina (Persero) tidak membutuhkan terminal BBM tersebut,” lanjut jaksa.
    Pembelian terminal BBM ini tidak melalui tangan Riza Chalid maupun Kerry.
    Mereka menunjuk Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo, untuk melakukan penawaran kerja sama dengan Hanung Budya Yuktyanta yang saat itu menjabat Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina.
    Penyampaian kerja sama ini dilakukan meski saat itu terminal BBM Merak belum menjadi milik Riza maupun Kerry.
    Proses kerja sama ini berhasil diteken karena Riza menjadi
    personal guarantee
    dalam pengajuan kredit kepada Bank BRI untuk melakukan akuisisi dan menjadikan PT Oiltanking Merak sebagai jaminan kredit.
    Riza dan anaknya juga mendesak pihak Pertamina untuk mempercepat proses kerja sama penyewaan terminal BBM.
    Hal ini ditindaklanjuti Hanung dan Alfian Nasution selaku Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 untuk melakukan penunjukan langsung kepada perusahaan PT Oiltanking Merak.
    Padahal, perusahaan afiliasi Riza Chalid ini tidak memenuhi kriteria pengadaan.
    Selain itu, Kerry dan Gading meminta Alfian untuk menghilangkan klausul kepemilikan aset terminal BBM ini dalam nota kerja sama.
    Akhirnya, dalam perjanjian yang ditandatangani, aset terminal BBM Merak ini tidak bisa menjadi milik PT Pertamina, tapi milik PT OTM.
    Dalam perkara ini, baik Riza Chalid, Hanung, hingga Alfian Nasution belum masuk ke persidangan.
    Untuk hari ini, ada lima orang yang duduk di kursi terdakwa, yaitu Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhamad Kerry Adrianto Riza; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
    Sementara, empat tersangka lainnya sudah lebih dahulu mengikuti sidang pembacaan dakwaan pada Kamis (9/10/2025) lalu.
    Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
    Dalam kasus ini, para terdakwa dinilai telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun.
    Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 18 tersangka.
    Namun, berkas 9 tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus.
    Saat ini, pihak pengadilan akan mempelajari berkas yang baru dilimpahkan.
    Setelah berkas selesai diperiksa, pengadilan akan menunjuk majelis hakim yang akan mengadili kasus ini, sekaligus menentukan jadwal sidang.
    Sembilan tersangka lain yang berkasnya masih belum dilimpahkan ke Kejari Jakpus termasuk Riza Chalid.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Mediasi Gagal, Penggugat Gibran Siap Buka-bukaan di Sidang Gugatan Rp 125 T
                        Nasional

    4 Mediasi Gagal, Penggugat Gibran Siap Buka-bukaan di Sidang Gugatan Rp 125 T Nasional

    Mediasi Gagal, Penggugat Gibran Siap Buka-bukaan di Sidang Gugatan Rp 125 T
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Penggugat Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka, Subhan, mengaku akan buka-bukaan dalam sidang pembuktian gugatan perdata terkait riwayat pendidikan SMA Gibran.
    Hal ini disampaikan Subhan setelah proses mediasi antara dirinya dengan para tergugat, kubu Gibran, dan KPU RI tidak mencapai kata damai.
    “Sidang selanjutnya yaitu jawaban, replik, duplik, pembuktian, mudah-mudahan sampai pembuktian. Nanti kita buka-bukaan di pembuktian,” kata Subhan saat ditemui usai mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
    Subhan mengatakan, kata damai tidak tercapai dalam mediasi karena para tergugat tidak bisa memenuhi persyaratan yang dia diajukan.
    “Saya mensyaratkan dua, minta maaf dan mundur dari jabatannya masing-masing, tapi itu enggak bisa dipenuhi,” ujar Subhan.
    Ia mengaku, selama mediasi, tidak terjadi perdebatan.
    Pihak tergugat juga tidak mengajukan syarat baru agar bisa mencapai kata damai.
    Subhan mengatakan, meski proses mediasi formal melalui pengadilan negeri sudah ditutup, ia masih membuka peluang untuk mencapai kata damai dengan pihak Gibran dan KPU.
    “Saya tetap berharap baik saja sama Gibran, saya berharap saja. Mudah-mudahan dalam waktu perjalanan ini ada yang menghubungi saya dan tetap cari jalan yang terbaik,” kata dia.
    Subhan mengatakan, peluang damai ini terbuka hingga sesaat sebelum hakim membacakan putusan.
    “(Peluang damai) masih terbuka sampai putusan hakim,” imbuh Subhan.
    Untuk saat ini, pihak penggugat dan tergugat masih menunggu pemanggilan resmi dari pengadilan untuk sidang lanjutan.
    Berhubung kata damai tidak tercapai, gugatan ini akan masuk ke sidang dan petitum masih menyinggung soal ganti rugi immateriil sebesar Rp 125 triliun.
    Dalam gugatan ini, Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
    Berdasarkan data KPU RI, Gibran sekolah di Orchid Park Secondary School Singapore tahun 2002-2004.
    Lalu, di UTS Insearch Sydney, tahun 2004-2007. Keduanya merupakan sekolah setingkat SMA.
    Lagi pula, aspek yang dipermasalahkan Subhan adalah tempat Gibran mengenyam pendidikan, bukan soal lulus atau tidak.
    Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
    Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
    Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.
    “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Mediasi Gagal, Gugatan Perdata Gibran Rp 125 T Lanjut ke Sidang 
                        Nasional

    10 Mediasi Gagal, Gugatan Perdata Gibran Rp 125 T Lanjut ke Sidang Nasional

    Mediasi Gagal, Gugatan Perdata Gibran Rp 125 T Lanjut ke Sidang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mediasi gugatan perdata terhadap riwayat pendidikan SMA Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka tidak mencapai kata damai, sehingga gugatan akan masuk ke tahap persidangan.
    “Ya, hari ini belum tercapai kesepakatan. Kalau perkara perdata, kesepakatan itu bisa diambil sampai pokok perkara berakhir,” ujar penggugatGibran, Subhan Palal, saat ditemui usai mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
    Subhan mengatakan, mediasi tidak mencapai kata damai karena baik Tergugat 1, Gibran, maupun Tergugat 2, KPU RI, tidak bisa memenuhi persyaratan damai yang telah diajukan.
    “Saya mensyaratkan dua, minta maaf dan mundur dari jabatannya masing-masing, tapi itu enggak bisa dipenuhi,” kata Subhan.
    Subhan menjelaskan, selama mediasi, tidak terjadi perdebatan.
    Pihak tergugat juga tidak mengajukan syarat baru agar bisa mencapai kata damai.
    Berhubung kata damai tidak tercapai, gugatan ini akan masuk ke sidang dan petitum masih meminta ganti rugi immateriil sebesar Rp 125 triliun.
    Subhan mengaku masih menunggu panggilan resmi dari pengadilan untuk jadwal sidang nanti.
    Dalam gugatan ini, Sbhan menilai syarat pendidikan SMA Gibran tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres lalu.
    “Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan saat dihubungi
    Kompas.com
    , 3 September 2025.
    Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.
    Menurut Subhan, dua institusi itu tidak memenuhi syarat pendaftaran cawapres.
    “Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” ujar Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui
    Youtube Kompas TV
    , 3 September 2025 lalu.
    Oleh karena itu, Subhan meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
    Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gugatan Perdata terhadap Gibran Masuk Mediasi Ketiga, Damai atau Tidak Ditentukan Hari Ini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        13 Oktober 2025

    Gugatan Perdata terhadap Gibran Masuk Mediasi Ketiga, Damai atau Tidak Ditentukan Hari Ini Nasional 13 Oktober 2025

    Gugatan Perdata terhadap Gibran Masuk Mediasi Ketiga, Damai atau Tidak Ditentukan Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mediasi ketiga untuk gugatan perdata terhadap riwayat pendidikan SMA Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka akan berlangsung hari ini di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).
    Agenda mediasi kali ini adalah tanggapan dari para tergugat, Gibran dan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), terhadap proposal perdamaian yang diajukan oleh Subhan selaku penggugat.
    Pada mediasi sebelumnya, Subhan menyinggung bahwa mediasi pekan ini adalah penentu apakah gugatan ini akan berakhir damai atau tidak.
    “Proposal yang punya saya tadi akan ditanggapi. Jadi, mediasi minggu depan, saya menerima tanggapan itu. Damai dan tidaknya itu di situ,” ujar Subhan saat ditemui usai mediasi kedua di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).
    Dalam proposal perdamaiannya, Subhan memberikan dua syarat jika Gibran dan KPU ingin gugatan perdata ini ditarik.
    “Pertama, Para Tergugat minta maaf kepada warga negara, kepada bangsa Indonesia, baik Tergugat 1 atau Tergugat 2. Terus, Tergugat 1 dan Tergugat 2 selanjutnya harus mundur,” kata Subhan.
    Jika dua syarat ini tidak terpenuhi, Subhan mengaku tidak akan mencabut gugatan dan akan terus mengupayakan perkara ini ke tahap hukum selanjutnya.
    Dalam proposal damai yang diserahkan, Subhan mengaku tidak memasukkan uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun sebagai salah satu syarat damai.
    Menurut dia, uang ini kalah penting dari kebutuhan masyarakat yang lain.
    Namun, perubahan petitum ini belum ditanggapi hakim karena proses mediasi masih berlangsung.
    Dalam gugatan ini, Sbhan menilai syarat pendidikan SMA Gibran tidak memenuhi syarat dalam pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) pada Pilpres lalu.
    “Syarat menjadi cawapres tidak terpenuhi. Gibran tidak pernah sekolah SMA sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum RI,” ujar Subhan saat dihubungi
    Kompas.com
    , 3 September 2025.
    Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.
    Menurut Subhan, dua institusi itu tidak memenuhi syarat pendaftaran cawapres.
    “Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” ujar Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui Youtube Kompas TV, 3 September 2025 lalu.
    Oleh karena itu,  Subhan meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
    Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
    Gibran dan KPU juga sempat diminta untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara meski akhirnnya Subhan tidak memasukkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ammar Zoni Diduga Edarkan Narkoba di Rutan Salemba lewat Aplikasi Zangi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Oktober 2025

    Ammar Zoni Diduga Edarkan Narkoba di Rutan Salemba lewat Aplikasi Zangi Megapolitan 9 Oktober 2025

    Ammar Zoni Diduga Edarkan Narkoba di Rutan Salemba lewat Aplikasi Zangi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan artis Ammar Zoni kembali terseret kasus narkotika. Kali ini, ia diduga terlibat dalam jaringan peredaran narkoba di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Salemba, Jakarta Pusat, dengan memanfaatkan aplikasi komunikasi Zangi untuk berkoordinasi.
    Fakta dugaan tersebut terungkap dalam penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap dua) oleh penyidik Polsek Cempaka Putih kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).
    Menurut hasil penyidikan, Ammar Zoni berperan sebagai penampung atau gudang narkotika jenis sabu dan tembakau sintetis dari seseorang di luar Rutan Salemba.
    Barang haram itu kemudian diteruskan ke sejumlah tersangka lain yang juga berada di dalam rutan, yakni MR, AM, A, dan AP, untuk didistribusikan lebih lanjut.
    “Amar Zoni berperan sebagai gudang narkotika di dalam Rutan Salemba. Dia tidak menjual, melainkan menyimpan sabu dan tembakau sintetis yang kemudian diberikan ke tersangka lain,” ujar Plt. Kasi Intel Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Agung Irawan, Rabu.
    Dari hasil penggeledahan di kamar para tersangka, petugas menemukan sabu, ganja, dan tembakau sintetis, serta sejumlah barang bukti lain yang berkaitan dengan peredaran narkotika di dalam rutan.
    Seluruh tersangka, termasuk Ammar Zoni, kemudian dibawa ke Polsek Cempaka Putih untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
    Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Cempaka Putih, Iptu Mulyadi, menjelaskan para tersangka menggunakan aplikasi Zangi untuk mengatur komunikasi dan pengiriman narkotika agar tidak terlacak.
    “DPO kami satu orang atas nama Andre. Mereka berkomunikasi lewat aplikasi Zangi,” kata Mulyadi.
    Selain Ammar Zoni, polisi juga menetapkan enam tersangka lainnya, termasuk Asep, kurir yang menerima barang dari tersangka buron (DPO) bernama Andre.
    Para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) serta Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal 15 hingga 16 tahun penjara.
    Diketahui, Ammar Zoni sebelumnya juga pernah tersangkut kasus narkoba. Dalam kasus terbaru ini, ia diduga menyembunyikan narkotika di atas ruangan lapas. Sementara jumlah pasti barang bukti yang disita masih dalam proses penghitungan oleh pihak berwenang.
    Kasus ini kini telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk tahap persidangan, di mana jaksa akan membeberkan secara rinci peran masing-masing tersangka dalam dakwaan resmi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ammar Zoni Diduga Edarkan Narkoba di Rutan Salemba lewat Aplikasi Zangi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Oktober 2025

    Ammar Zoni, Narkoba, dan Kisah Peredaran dari Dalam Rutan Salemba Megapolitan 9 Oktober 2025

    Ammar Zoni, Narkoba, dan Kisah Peredaran dari Dalam Rutan Salemba
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan artis Ammar Zoni kembali terseret kasus narkotika karena diduga terlibat peredaran sabu dan tembakau sintetis dari dalam Rutan Salemba.
    Kasus ini menambah daftar panjang masalah hukum yang menimpa Ammar sejak pertama kali terseret kasus narkoba pada 2017.
    Informasi terbaru dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat menyebut, Ammar Zoni bersama lima tersangka lain telah dilimpahkan tahap dua dari penyidik Polsek Cempaka Putih, Rabu (8/10/2025).
    “Iya benar, sudah tahap dua. Ada enam tersangka dalam perkara ini, salah satunya MAA alias AZ,” ujar Plt Kasi Intel Kejari Jakarta Pusat, Agung Irawan, Kamis (9/10/2025). Keenam tersangka segera menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Kasus ini bermula dari temuan petugas keamanan rutan yang mencurigai aktivitas sejumlah tahanan di dalam blok hunian.
    Dari pemeriksaan, ditemukan paket sabu dan ganja sintetis yang disembunyikan di bagian atas kamar tahanan.
    “Ammar Zoni ini berperan sebagai penampung atau gudang narkotika di dalam rutan. Barang-barang itu ia simpan di bagian atas ruangan,” terang Kanit Reskrim Polsek Cempaka Putih, Iptu Mulyadi.
    Modus operandi sindikat ini melibatkan pengiriman narkotika dari luar ke dalam rutan.
    Ammar menerima sabu dan sinte dari jaringan luar dan menyalurkannya ke sesama tahanan melalui perantara.
    Salah satu tersangka lain, MR, menyebut Ammar menyimpan barang, bukan langsung menjual.
    Komunikasi dengan jaringan luar dilakukan menggunakan aplikasi terenkripsi Zangi, dengan satu kurir bernama Asep bertugas menyerahkan narkoba dari luar ke dalam.
    Sementara itu, satu penghubung utama dari luar, Andre, masih masuk daftar pencarian orang (DPO).
    Hasil penggeledahan polisi menyita sejumlah paket sabu, ganja kering, dan tembakau sintetis (MDMB-4en PINACA).
    Jumlah barang bukti disebut cukup untuk dikategorikan sebagai peredaran dalam rutan.
    Semua tersangka, termasuk Ammar, kini ditahan menunggu persidangan.
    Kasus ini memperlihatkan jaringan peredaran narkoba yang lebih luas dari sebelumnya.
    Jika terbukti bersalah, Ammar dan lima tersangka lain terancam hukuman penjara minimal lima tahun hingga maksimal 20 tahun sesuai Undang-Undang Narkotika.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Arif Nuryanta Bantah Komplain Uang Suap Kasus CPO Tak Cukup
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Oktober 2025

    Arif Nuryanta Bantah Komplain Uang Suap Kasus CPO Tak Cukup Nasional 8 Oktober 2025

    Arif Nuryanta Bantah Komplain Uang Suap Kasus CPO Tak Cukup
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Eks Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta membantah pernah menyampaikan adanya wanprestasi terhadap uang suap yang diterimanya untuk menjatuhkan vonis lepas bagi tiga korporasi
    crude palm oil
    (CPO).
    Bantahan ini disampaikan Arif menanggapi keterangan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan yang diperiksa sebagai saksi mahkota dalam sidang hari ini.
    “Soal wanprestasi, saya sama sekali tidak menyebut wanprestasi, bahkan kalimat wanprestasi saya tidak pernah menyatakan itu,” ujar Arif dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).
    Saat ditanya lebih lanjut oleh hakim, Arif menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak pernah menyebutkan kata ‘wanprestasi’.
    Atas bantahan ini, Hakim Ketua Effendi mempersilakan Wahyu untuk menyampaikan pendapatnya.
    “Apakah saudara Wahyu tetap di keterangannya atau membenarkan?” tanya hakim Effendi.
    Wahyu mengatakan bahwa dirinya tidak mengubah keterangannya.
    Ia tetap pada keterangannya bahwa Arif pernah mengatakan adanya wanprestasi.
    Soal wanprestasi ini pernah disinggung dalam dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU).
    Percakapan soal wanprestasi ini terjadi antara Arif dan Wahyu sekitar bulan Oktober 2024, yaitu setelah Wahyu menerima uang tunai dalam mata uang dollar Amerika Serikat senilai Rp 2 juta atau setara Rp 32 miliar dari Ariyanto, selaku pengacara pihak korporasi.
    Berdasarkan kronologi kasus yang dibacakan JPU, Arif yang bertemu langsung dengan Ariyanto di sebuah rumah makan di Kelapa Gading, Jakarta Timur, pada 18 Juli 2024, pernah tawar-menawar soal suap.
    Awalnya, Ariyanto menyatakan kesiapan perusahaan untuk membayar Rp 20 miliar.
    Namun, hal ini langsung ditolak oleh Arif yang meminta uang hingga 3 kali lipat.
    “Bagaimana mungkin saya membagi dengan Majelis, kalau 3 juta dollar, saya oke,” kata Arif saat itu.
    Ketika itu, Ariyanto mengaku akan mengusahakan uang sesuai permintaan Arif.
    Namun, ia meminta agar majelis hakim memastikan pihak korporasi diberi putusan onslag.
    Protes wanprestasi yang disampaikan Arif diteruskan Wahyu kepada Ariyanto.
    Masih di bulan Oktober 2024, Ariyanto kembali mengunjungi rumah Wahyu untuk memastikan uang 2 juta dollar AS juta telah diterima hakim.
    “(Uang sudah diterima) Tapi, lu wanprestasi karena jumlahnya tidak sesuai,” kata Wahyu kepada Ariyanto.
    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan yang menerima suap dengan total nilai mencapai Rp 40 miliar.
    Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, didakwa menerima Rp 15,7 miliar; Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.
    Sementara itu, Djuyamto, selaku ketua majelis hakim, menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
    Atas suap yang diterima, Djuyamto, Ali, dan Agam memutus vonis lepas untuk tiga korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.
    Sementara itu, Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan terlibat dalam proses negosiasi dengan pengacara dan proses untuk mempengaruhi majelis hakim agar memutus perkara sesuai permintaan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bahlil Tidak Datang di Sidang Perdana Gugatan Kelangkaan BBM di PN Jakpus

    Bahlil Tidak Datang di Sidang Perdana Gugatan Kelangkaan BBM di PN Jakpus

    JAKARTA – Sidang perdana menggugat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dimulai pada Rabu, 8 Oktober 2025 sekitar pukul 12.00 WIB. Namun sidang berlangsung singkat dan ditunda hingga pekan depan.

    Penundaan sidang disebabkan karena pihak tergugat III PT Shell Indonesia, tergugat I pihak Menteri ESDM dan tergugat II adalah PT Pertamina belum menyiapkan legal standing.

    Hakim Ketua Sidang, Ni Kadek Susantiani mengatakan pihaknya telah menyurati PT Shell Indonesia untuk menghadiri sidang, tapi sampai pukul 12.00 PT Shell Indonesia tidak kunjung hadir. Sidang akan dilanjutkan pada Rabu 15 Oktober 2025.

    “Untuk kelengkapan persidangan akan kita lakukan lagi di Rabu depan. Pihak tergugat untuk hadir kembali saya berharap sudah lengkap minggu depan,” kata Halim Ketua Ni Kadek Susantiani.

    Sementara pihak dari tergugat I dan II masih menunggu keputusan direksi dan komunikasi secara internal terkait penerbitan legal standing.

    Pihak tergugat II sempat meminta agar tenggat waktu penyerahan legal standing dilakukan selama dua minggu. Namun, Susantiani menolak permohonan itu dan menetapkan legal standing diberikan Rabu pekan depan.

    Kuasa hukum Tati Suryati, Boyamin Saiman menyayangkan atas tindakan pihak tergugat. Boyamin menilai mereka tidak serius menanggapi gugatan yang dilayangkan.

    Padahal menurutnya gugatan ini dilakukan demi kepentingan masyarakat yang sulit mendapatkan BBM dari SPBU Swasta.

    “Mudah-mudahan Minggu depan hadir untuk segera kita runing sidangnya. Saya mengatakan tidak berharap ada sidang Rabu depan. Karena apa? kalau SPBU swasta itu sudah terisi besok, atau sampai hari Selasa berarti sidang hari Rabu itu cukup tinggal pencabutan saja. Kita mewakili kepentingan masyarakat,” kata Boyamin kepada wartawan, Rabu, 8 Oktober 2025.

    Boyamin menyebutkan, gugatan mewakili kepentingan masyarakat.

    “Masyarakat menginginkan bisa membeli bahan bakar minyak murni yang ada di SPBU swasta, baik yang mobil maupun bahkan roda dua teman-teman ojol juga sudah mengkonsumsinya,” katanya.

    Jadi gugatan ini, sambungnya, adalah upaya untuk memaksa pemerintah dan pihak swasta tentunya masuk Pertamina ternyata dilibatkan untuk segera mengisi SPBU Swasta sehingga kita bisa membelinya.

    “Kita mewakili kepentingan masyarakat,” katanya.

  • Sidang Gugatan Perdata Bahlil Imbas BBM Swasta Langka Ditunda Pekan Depan

    Sidang Gugatan Perdata Bahlil Imbas BBM Swasta Langka Ditunda Pekan Depan

    Bisnis.com, JAKARTA – Sidang perdana menggugat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia batal berlangsung. Sebab pihak tergugat III PT Shell Indonesia tidak dan tergugat I-II belum menyiapkan legal standing.

    Tergugat I adalah pihak Menteri ESDM dan tergugat II adalah PT Pertamina. Atas hal tersebut, sidang dengan nomor perkara 648/Pdt.G/2025/PN batal dilaksanakan pada Rabu (8/10/2025).

    Hakim Ketua Sidang, Ni Kadek Susantiani mengatakan pihaknya telah menyurati PT Shell Indonesia untuk menghadiri sidang, tapi sampai pukul 12.00 PT Shell Indonesia tidak kunjung hadir sehingga sidang di skors hingga Rabu (15/10/2025). Terlebih tergugat I dan II belum melengkapi berkas.

    “Jadi untuk kelengkapan persidangan akan kita lakukan lagi di Rabu depan untuk pihak tergugat untuk hadir kembali saya berharap sudah lengkap minggu depan,” kata Susantiani di PN Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2025).

    Pihak dari tergugat I dan II menyampaikan masih menunggu keputusan direksi dan komunikasi secara internal terkait penerbitan legal standing.

    Pihak tergugat II sempat meminta agar tenggat waktu penyerahan legal standing dilakukan selama dua minggu. Namun, Susantiani menolak permohonan itu dan menetapkan legal standing diberikan Rabu pekan depan.

    Kepada awak media, kuasa hukum Tati Suryati, Boyamin Saiman selaku pihak penggugat menyayangkan atas tindakan pihak tergugat. Boyamin menilai mereka tidak serius menanggapi gugatan yang dilayangkan.

    Padahal menurutnya gugatan ini dilakukan demi kepentingan masyarakat yang sulit mendapatkan BBM dari SPBU Swasta.

    “Karena ini sebenarnya gugatan ini mewakili kepentingan masyarakat yang menginginkan bisa membeli bahan bakar minyak murni yang ada di SPBU swasta. Baik yang mobil maupun bahkan roda dua teman-teman ojol juga sudah mengkonsumsinya,” ucapnya usai sidang.

    Dia mengatakan upaya hukum juga memaksa pemerintah bergerak cepat memperbaiki masalah yang berlangsung agar SPBU swasta mendapatkan stok BBM.

    Boyamin menyebut berencana mengubah petitum terkait kerugian materiil kliennya. Namun isi gugatan masih sama yakni meminta pemerintah mempermudah distribusi BBM kepada SPBU swasta.

    “Petitumnya mungkin malah kita perbarui karena sebenarnya [kerugian] bukan Rp1,1 bahkan ada diangka lebih dari itu. Kira-kira diangka Rp3,5 juta gitu dari proses pembelian selama 3 minggu terakhir,” tuturnya.

    Di sisi lain, Tati Suryati mengungkapkan bahwa dirinya telah lama menggunakan BBM milik swasta seperti Vivo, BP, dan Shell. Dia mengatakan enggan menggunakan BBM Pertamina karena meragukan kualitasnya. Dia mengaku saat mencoba bensin dari Pertamina, kendaraannya jadi kurang bertenaga dan lebih boros.

    “Saya sih sudah coba waktu itu. Perbandingannya berbeda ketika dari 0 gitu dari minim banget. Isinya tuh habisnya lebih cepat ya. Versi saya itu ya.Tapi gak tau yang lain. Itu pengalaman saya lebih cepat dan agak tenaganya agak kurang,” kata Tati.