Kementrian Lembaga: PN Jakarta Pusat

  • Eks Ketua PN Jaksel Dituntut 15 Tahun Pidana di Kasus Suap Vonis CPO

    Eks Ketua PN Jaksel Dituntut 15 Tahun Pidana di Kasus Suap Vonis CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut eks Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta 15 tahun penjara dalam kasus dugaan suap vonis lepas perkara crude palm oil (CPO) korporasi.

    Jaksa menilai bahwa Arif telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap secara bersama-sama dalam perkara itu.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun,” ujar Arif di PN Jakarta Pusat, Rabu (29/10/2025).

    Arif juga diminta untuk membayar denda Rp500 juta dalam perkara ini. Selain pidana badan, Arif juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp15,7 miliar.

    Namun, apabila Arif tidak dapat membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun pidana.

    “Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa yang pengganti sebesar Rp 15,7 miliar,” imbuhnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin oleh Djuyamto memberikan vonis lepas terhadap tiga grup korporasi yang terjerat dalam kasus korupsi ekspor CPO. Tiga grup atau korporasi tersebut, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas. 

    Adapun, uang suap tersebut diberikan oleh Advokat Ariyanto, Junaedi Saibih, dan Marcella Santoso serta M Syafei selaku perwakilan dari Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

    Pada intinya, vonis lepas atau onslag itu telah menolak tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta agar ketiga grup korporasi dibebankan denda dan uang pengganti sekitar Rp17,7 triliun. 

  • Tiga Hakim Vonis Lepas Kasus Korupsi CPO Dituntut 12 Tahun Penjara

    Tiga Hakim Vonis Lepas Kasus Korupsi CPO Dituntut 12 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA — Tiga hakim yang menjatuhkan vonis lepas (ontslag) terhadap kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada tahun 2022 masing-masing dituntut pidana 12 tahun penjara.

    Ketiga hakim tersebut, yakni hakim ketua Djuyamto bersama dengan para hakim anggota Ali Muhtarom dan Agam Syarief Baharuddin.

    “Kami menuntut agar para terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama,” kata jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Syamsul Bahri Siregar dikutip dari Antara, Selasa (29/10/2025).

    Selain pidana penjara, JPU juga menuntut agar ketiga terdakwa dijatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

    Tak hanya itu, ketiga hakim juga dituntut agar dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, dengan memperhitungkan aset terdakwa yang telah dilakukan penyitaan dalam penyidikan sebagaimana pembayaran uang pengganti berupa bangunan dan tanah.

    Secara perinci, Djuyamto dituntut untuk membayar uang pengganti senilai Rp9,5 miliar serta Ali dan Agam masing-masing Rp6,2 miliar, dengan masing-masing subsider 5 tahun penjara.

    Dengan demikian, JPU menuntut agar ketiga terdakwa dinyatakan bersalah sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sebelum melayangkan tuntutan, JPU mempertimbangkan perbuatan ketiga terdakwa yang tidak mendukung program rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), telah mencederai kepercayaan masyarakat khususnya terhadap institusi lembaga peradilan yudikatif, serta telah menikmati hasil tindak pidana, sebagai hal memberatkan.

    “Sementara hal meringankan yang dipertimbangkan, yakni para terdakwa belum pernah dihukum serta bersikap kooperatif dan mengakui perbuatannya,” ungkap JPU.

    Dalam perkara tersebut, tiga hakim didakwa menerima suap secara total Rp21,9 miliar. Disebutkan bahwa uang diterima para hakim sebanyak dua kali.

    Pertama, diterima oleh Djuyamto sebesar Rp1,7 miliar serta Agam dan Ali masing-masing Rp1,1 miliar. Kedua, diterima oleh Djuyamto senilai Rp7,8 miliar serta Agam dan Ali masing-masing Rp5,1 miliar.

    Uang suap diduga diterima bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

    Secara total, uang yang diterima para hakim bersama Arif dan Wahyu sebesar 2,5 juta dolar AS atau Rp40 miliar.

    Suap diduga diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi pada kasus CPO, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

    Atas perbuatannya, ketiga hakim didakwa melanggar Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 12 huruf c atau Pasal 12B jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Eks Panitera PN Jakut Dituntut 12 Tahun Bui di Kasus Suap Vonis Lepas Migor

    Eks Panitera PN Jakut Dituntut 12 Tahun Bui di Kasus Suap Vonis Lepas Migor

    Jakarta

    Mantan panitera muda perdata Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Wahyu Gunawan dituntut hukuman penjara dalam kasus suap vonis lepas perkara minyak goreng (migor). Jaksa menyakini Wahyu bersalah menerima suap secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Wahyu Gunawan oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan, dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan,” ujar jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (29/10/2025).

    Jaksa menuntut Wahyu membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Wahyu membayar uang pengganti Rp 2,4 miliar subsider 6 tahun kurungan.

    Jaksa meyakini Wahyu melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Jaksa mengatakan perbuatan Wahyu telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap institusi peradilan.

    Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.

    Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan. Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

    (mib/haf)

  • 88 Tas Mewah Milik Sandra Dewi Bakal Dilelang untuk Bayar Kerugian Negara

    88 Tas Mewah Milik Sandra Dewi Bakal Dilelang untuk Bayar Kerugian Negara

    88 Tas Mewah Milik Sandra Dewi Bakal Dilelang untuk Bayar Kerugian Negara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Anang Supriatna mengatakan, aset istri terpidana kasus korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis, Sandra Dewi, bakal dirampas negara dan dilelang.
    Sebab, Sandra Dewi telah mencabut permohonan keberatan atas penyitaan asetnya.
    Sebagai informasi, aset-aset milik Sandra Dewi juga tetap disita meski ada perjanjian pisah harta antara keduanya.
    Setidaknya, ada 88 tas mewah, rekening deposito senilai Rp 33 miliar, beberapa mobil, hingga perhiasan yang disita.
    “Dengan dicabutnya, otomatis kan barang bukti yang dipermasalahkan sudah klir. Dan perkara ini kan sudah inkrah, untuk kasus Harvey Moeis sudah di Mahkamah Agung. Tapi, belum dieksekusi ya oleh penuntut umum, tapi sudah inkrah. 20 tahun kalau enggak salah, dan dikenakan uang pengganti kurang lebih Rp 420 miliar,” ujar Anang, di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
    “Tentunya terhadap barang-barang bukti yang disita termasuk kendaraan, itu nantinya akan dirampas negara untuk nantinya prosesnya dilelang. Dan menjadi diperhitungkan untuk membayar kerugian negara,” sambung dia.
    Catatan Kompas.com, sejumlah tas mewah milik Sandra Dewi di antaranya merek Chanel Black Drawstring CC Bucket Bag, Tas Chanel model 22 Mini Hobo Bag warna pink, Louis Vuitton Emerald Green Alligator Mississippiensis Twist PM, Chanel Classic Flap Bag – Red, Dior Saddle Bag with Strap, Chanel Classic Handbag – Black, Kate Spade Expo Colorblocked Top Handle Satchel.
    Anang mengatakan, aset Sandra Dewi segera diserahkan ke Badan Pemulihan Aset untuk dilelang.
    Lelang ini terbuka bagi siapapun masyarakat yang ingin membelinya.
    Hasil penjualan dari aset Sandra Dewi ini akan dihitung untuk membayar kerugian negara atas korupsi Harvey Moeis.
    “Seandainya hasil dari penjualan lelang itu akan masuk ke kas negara menjadi diperhitungkan untuk pengembalian kerugian negara. Kemarin kan waktu di pameran, kita kan hadirkan kendaraannya. Ada juga tasnya kita hadirkan terkait yang Harvey Moeis,” ujar Anang.
    Sandra Dewi mencabut permohonan keberatan terhadap penyitaan aset miliknya.
    Pencabutan ini diserahkan oleh pengacara Sandra Dewi.
    Sementara itu, selaku pemohon, Sandra dan kerabatnya tidak hadir langsung dalam sidang.
    “Menetapkan, menerima, dan mengabulkan permohonan untuk pencabutan dari para pemohon, keberatan dari pemohon dalam perkara yang terdaftar dalam register nomor 7 keberatan pidsus/2025 atas nama pemohon Sandra Dewi, Kartika Dewi, dan Raymond Gunawan dicabut dan pemeriksaan dihentikan,” ujar Hakim Rios Rahmanto, membacakan penetapan perkara dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).
    Hakim mengatakan, berdasarkan alasan yang tertuang dalam surat permohonan, pencabutan perkara ini dilakukan karena Sandra Dewi telah menerima penyitaan aset miliknya yang tercantum dalam putusan Harvey Moeis.
    “Mencatat bahwa pencabutan keberatan dengan alasan Pemohon pada intinya telah menerima dan tunduk pada isi putusan pada tindak pidana perkara korupsi terpidana Harvey Moeis, telah berkekuatan hukum tetap,” ujar Hakim Rios.
    Dalam kasus ini, kasasi Harvey diketahui telah ditolak oleh MA.
    Harvey Moeis dipenjara 20 tahun, meski belum dieksekusi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sederet Barang Mewah Sandra Dewi yang Disita Jaksa pada Kasus Korupsi Timah

    Sederet Barang Mewah Sandra Dewi yang Disita Jaksa pada Kasus Korupsi Timah

    Bisnis.com, JAKARTA — Sandra Dewi sempat mengajukan gugatan perampasan asset barang mewah kepada penegak hukum terkait barang-barang mewahnya yang disita oleh kejaksaan.

    Pada awal Oktober silam, Sandra Dewi masih belum terima saat mendengar bahwa kejaksaan akan menyita 88 tas mewah, perhiasan hingga apartemen yang diperolehnya dari hasil endorsement. Namun, dia enggan bersuara.

    Istri Harvey Moeis, Sandra Dewi sempat mengaku keberatan setelah barang-barang yang diperolehnya melalui pekerjaannya harus disita oleh penyidik Kejagung. Sandra Dewi menjelaskan bahwa 88 tas mewah tersebut diperolehnya melalui jasa endorsement atau mengiklankan di media sosial pribadi miliknya sejak 2014.

    “Saksi saya banyak yang dapat membuktikan bahwa tas ini hasil endorsement dan tidak pernah dibeli oleh suami saya karena suami saya tahu saya sudah mendapatkan tas-tas ini dari tahun 2014,” ujarnya di persidangan, Kamis (10/10/2024). 

    Selain tas, Kejagung juga telah menyita perhiasan dan dua apartemen lantaran diduga diperoleh melalui hasil tindak korupsi timah. Namun, Sandra menekankan bahwa seluruhnya berasal jerih payah selama bertahun-tahun.

    Sandra Dewi sempat melayangkan gugatan keberatan penyitaan barang mewah miliknya kepda kejaksaan, tetapi hanya dalam beberapa hari aja, dia mencabut gugatan tersebut.

    Cabut Gugatan

    Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons soal keputusan Sandra Dewi yang mencabut gugatan keberatan perampasan aset terkait kasus korupsi tata niaga timah.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Anang Supriatna menyatakan dengan dicabutnya gugatan keberatan itu telah membuat aset yang dirampas negara tidak lagi berpolemik.

    “Dengan dicabutnya otomatis kan barang bukti yang dipermasalahkan sudah clear dan perkara ini kan sudah inkrah,” ujar Anang di Kejagung, Selasa (28/10/2025).

    Dia menambahkan saat ini pihaknya tinggal melakukan eksekusi terlebih dahulu terhadap pidana suami Sandra Dewi, Harvey Moeis di kasus timah.

    Adapun, Harvey terbukti bersalah dalam kasus megakorupsi timah itu. Dia kemudian divonis 20 tahun dengan pembebanan uang pengganti Rp420 miliar.

    Setelah itu, Anang menyatakan bahwa pihaknya bakal melakukan lelang terhadap barang bukti terkait Harvey Moeis melalui Badan Pengelolaan Aset (BPA).

    “Lelangnya kan enggak serta merta, eksekusi pidananya dulu bahwa ini kan eksekusi pidana secara apa, terhadap yang bersangkutan pidananya ya,” imbuhnya.

    Setelah itu, hasil pelelangan barang terkait Harvey Moeis bakal disetorkan ke kas negara dalam rangka memulihkan kerugian negara kasus timah sebesar Rp300 triliun.

    “Untuk nantinya prosesnya dilelang dan menjadi diperhitungkan untuk membayar kerugian negara,” pungkasnya.

    Alasan Sandra Dewi Cabut Keberatan 

    Sandra Dewi resmi mencabut gugatan keberatan terkait perampasan asetnya di kasus korupsi tata niaga timah. Alasan Sandra mencabut gugatan keberatan terkait perampasan aset itu lantaran lebih memilih patuh kepada putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap.

    Selain Sandra Dewi, pemohon lainnya yakni Kartika Dewi dan Raymond Gunawan juga mengambil langkah yang sama untuk mencabut gugatan keberatan perampasan aset itu.

    Dalam hal ini, majelis hakim pun menyatakan untuk menerima permohonan dari Sandra Dewi Cs yang meminta untuk mencabut keberatan terkait perampasan aset di kasus timah.

    “Setelah menimbang para Pemohon memberikan kuasanya memberikan surat pencabutan, tertanggal 28 Oktober 2025, yang pada pokoknya bahwa Pemohon tunduk dan patuh kepada putusan dan telah berkekuatan hukum tetap,” Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto di PN Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).

    Sekadar informasi, barang rampasan yang digugat oleh Sandra Dewi itu yakni sejumlah perhiasan, tas mewah, dua rumah yang berlokasi di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan serta dua unit kondominium di Perumahan Gading Serpong.

  • Kesaksian Karen Agustiawan soal Riza Chalid: Perkenalan hingga Singgung Tokoh Nasional

    Kesaksian Karen Agustiawan soal Riza Chalid: Perkenalan hingga Singgung Tokoh Nasional

    Kesaksian Karen Agustiawan soal Riza Chalid: Perkenalan hingga Singgung Tokoh Nasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, mantan Direktur Utama Pertamina dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Persero, pada Senin (27/10/2025).
    Karen menjadi saksi dalam sidang yang menyeret Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa sekaligus anak Mohamad Riza Chalid, Muhamad Kerry Adrianto Riza.
    Dalam sidang tersebut, Karen mengungkapkan sejumlah kesaksian dan pengakuan terkait kasus tersebut. Mulai dari perkenalannya dengan Riza Chalid hingga soal perjanjian penyewaan terminal bahan bakar merak (BBM).
    Lantas, bagaimana pengakuan Karen dalam sidang tersebut? Berikut rangkumannya:
    Dalam sidang tersebut, Karen menceritakan momen pertamanya berkenalan dengan Mohamad Riza Chalid yang terjadi pada 2008.
    Pada 2008, Karen dikenalkan dengan Riza Chalid oleh Direktur Utama PT Pertamina periode tahun 2006-2009, Ari Soemarno di lobi Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
    Dalam perkenalannya dengan Riza Chalid itu, Karen tengah menjabat sebagai Direktur Hulu PT Pertamina pada 2008.
    “Saya baru pulang dari rapat (di) Natuna, di lobi dengan Pak Ari (Soemarno) dan bertemu dengan Mohamad Riza Chalid, dan saya diperkenalkan,” ujar Karen dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025).
    Setelah itu, ia berkenalan dengan Irawan Prakoso dalam kesempatan yang berbeda. Saat itu, Irawan pun menyinggung nama Riza Chalid.
    “Pada saat itu, hanya disampaikan (Irawan Prakoso) sebagai anak buahnya Pak Mohamad Riza,” lanjut Karen.
    Meski sudah lama mengenal Riza Chalid, Karen mengaku tidak tahu bahwa ada peran ayah Kerry Adrianto di balik pengadaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak, termasuk soal keterlibatan PT Oiltanking Merak yang merupakan afiliasi Riza Chalid.
    Selain itu, Karen turut menceritakan soal pengalihan wewenang untuk menandatangani perjanjian penyewaan terminal BBM Merak yang dilakukan atas permintaan dari Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina tahun 2014, Hanung Budya Yuktyanta.
    “Mengingat rencana pemanfaatan ini hanya dalam Direktorat Pemasaran dan Niaga, maka kami usulkan untuk dikuasakan saja ke Direktur Pemasaran Niaga sebagai wakil PT Pertamina Persero. Jadi, Pak Hanung yang meminta untuk dikuasakan ke beliau,” ujar Karen.
    Permintaan Hanung ini tercatat dalam surat yang diterbitkan pada 27 Januari 2014. Karen menyebutkan, pada saat itu ada rencana PT Pertamina untuk menyewa tangki BBM Merak yang dimiliki oleh PT Oiltanking Merak.
    Jaksa pun mempertanyakan alasan Karen mengalihkan kewenangan kepada Hanung yang merupakan bawahannya.
    “Itu secara aturan dimungkinkan di internal Pertamina?” tanya Jaksa Triyana Setia Putra kepada Karen.
    Karen pun menjelaskan, berhubung kerja sama saat itu masih bersifat
    Memorandum of Understanding
    (MoU), penandatangan berkas bisa dilakukan oleh level manajer, tidak harus Direktur Utama.
    Setelah mengalihkan kewenangannya, Karen mengaku tidak pernah mendapatkan laporan perkembangan terhadap penjajakan kerja sama antara PT Oiltanking Merak dan PT Pertamina.
    “Apakah saudara saksi pernah mendapat laporan dari Pak Hanung selaku Direktur Niaga dan Pemasaran ya? Terkait rencana kerjasama dengan PT Tangki Merak?” tanya jaksa lagi.
    Karen mengaku, ia tidak pernah mendapatkan laporan dari Hanung, baik dalam rapat direksi maupun komunikasi informal.
    “Secara resmi di dalam rapat direksi tidak pernah, secara pribadi pun tidak pernah (dapat laporan),” imbuh Karen.
    Adapun, Karen mengaku hanya mendapatkan satu surat terkait dengan penjajakan proyek penyewaan terminal BBM (TBBM) Merak ini.
    Berhubung tidak mendapatkan informasi dan dokumen pembanding yang cukup, Karen mengaku tidak dapat memberikan kesimpulan terhadap proyek yang ditangani Hanung itu.
    Lebih lanjut, Karen mengaku tidak bisa mengambil tindakan lanjutan terkait penyewaan terminal BBM ini karena ia sudah keluar dari Pertamina pada 5 Juni 2014.
    Sekitar tiga bulan sebelum pensiun dari Pertamina, Karen mengaku sudah tidak bisa lagi mengambil keputusan penting yang mempengaruhi perusahaan BUMN ini.
     
    Dalam sidang tersebut, jaksa juga menyinggung kedatangan dua tokoh nasional kepada Karen untuk memberikan perhatian pada proyek penyewaan tangki BBM milik Riza Chalid.
    Jaksa membacakan sejumlah berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebutkan bahwa Karen banyak mendapat tekanan pada 2014.
    “Ditanyakan penyidik, apa bentuk tekanan yang saudara alami terkait perkara ini. Kemudian dijawab oleh saudara, bahwa dalam suatu pernikahan pejabat yang saya hadiri yang tidak saya sebut namanya, pada sekitar awal 2014 bertempat di Hotel Dharmawangsa Jalan Brawijaya Kebayoran Baru Jakarta Selatan, terdapat dua tokoh nasional yang menghampiri saya dan menyampaikan agar tangki Merak diperhatikan,” ujar jaksa.
    Dalam BAP ini, tidak disebutkan nama tokoh nasional yang dimaksud, tetapi jaksa sempat mencecar Karen untuk menjelaskan tekanan yang didapatnya, terlebih dari luar PT Pertamina.
    “Bisa dijelaskan bentuk tekanan ini apakah ada intervensi di luar pihak Pertamina untuk mengakomodir kerja sama tangki Merak ini?” tanya jaksa lagi.
    Karen mengatakan, banyak orang berusaha berkenalan dan menyampaikan keinginan mereka ketika dirinya menjadi Dirut Pertamina. Namun, ia mengaku tidak melulu menuruti permintaan tersebut.
    “Izin yang mulia, sebagai Dirut Pertamina, yang assalamualaikum ke Dirut Pertamina itu banyak. Masalahnya, diakomodir atau tidak,” kata Karen.
    Karen tidak menyinggung secara tegas terkait tekanan yang dirasakannya. Namun, tekanan dari pihak-pihak ini ia artikan sebagai arahan untuk memastikan kinerja Pertamina sesuai dengan tata kerja organisasi (TKO).
    “Jadi, kalau misalnya dibilang agar diperhatikan. Itu menjadi cambuk bagi saya untuk menekan supaya harus benar-benar taat pada TKO,” jelas Karen.
    Dalam dakwaan, pengadaan terminal BBM PT OTM menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 2,9 triliun. Proyek ini diduga berasal dari permintaan Riza Chalid. Saat itu, Pertamina disebutkan belum terlalu membutuhkan terminal BBM tambahan.
    Namun, secara keseluruhan, para terdakwa maupun tersangka disebutkan telah menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285,1 triliun. Setidaknya, ada sembilan orang yang lebih dahulu dihadirkan di persidangan, yakni:
    Sejauh ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 18 tersangka. Namun, berkas sembilan tersangka lainnya belum dilimpahkan ke Kejari Jakarta Pusat, termasuk berkas Riza Chalid yang saat ini masih buron.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tunduk Pada Putusan Hukum, Sandra Dewi Cabut Keberatan Atas Penyitaan Aset di Kasus Harvey Moeis

    Tunduk Pada Putusan Hukum, Sandra Dewi Cabut Keberatan Atas Penyitaan Aset di Kasus Harvey Moeis

    JAKARTA — Aktris Sandra Dewi resmi mencabut gugatan perlawanan atau keberatan pihak ketiga yang ia ajukan terkait penyitaan aset pribadi dalam kasus korupsi yang menjerat sang suami, Harvey Moeis.

    Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pencabutan tersebut dalam sidang yang digelar Selasa, 28 Oktober 2025.

    Dalam penetapannya, majelis hakim menyatakan perkara keberatan pihak ketiga dengan nomor 17/Pid.Sus/TPK/2025 resmi dicabut dan pemeriksaannya dihentikan.

    “Menetapkan, satu, menerima dan mengabulkan permohonan pencabutan keberatan dari para pemohon.

    Dua, menyatakan bahwa perkara keberatan pihak ketiga dicabut dan pemeriksaan dihentikan,” ujar hakim ketua dalam persidangan.

    Gugatan tersebut sebelumnya diajukan oleh Sandra Dewi bersama dua pemohon lainnya, Kartika Dewi dan Raymond Gunawan, sebagai bentuk perlawanan terhadap penyitaan aset oleh Kejaksaan Agung. Dengan pencabutan ini, proses hukum yang ditempuh Sandra Dewi atas aset-aset tersebut dianggap selesai.

    “Menyatakan bahwa perkara keberatan pihak ketiga dianggap selesai,” tegas hakim.

    Majelis hakim mengungkapkan bahwa pencabutan gugatan dilakukan karena Sandra Dewi dan para pemohon lainnya telah menerima serta tunduk pada putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) atas Harvey Moeis.

    “Yang pada pokoknya bahwa pemohon tunduk dan patuh kepada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap,” jelas hakim.

    Hakim juga menegaskan bahwa pencabutan tersebut dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dari pihak mana pun.

    “Majelis mempertimbangkan fakta bahwa para pemohon telah menerima dan tunduk patuh pada isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Pencabutan dilakukan secara sukarela tanpa paksaan,” tutur hakim.

    Alasan tersebut secara eksplisit tercatat dalam penetapan pengadilan.

    “Mencatat bahwa pencabutan keberatan dilakukan dengan alasan bahwa pemohon pada hakikatnya telah menerima dan tunduk atas isi putusan dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama terpidana Harvey Moeis,” tambahnya.

    Sebelumnya, Sandra Dewi mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas penyitaan beberapa aset yang diklaim sebagai milik pribadinya. Aset-aset tersebut disita Kejaksaan Agung dalam kaitan dengan kasus korupsi PT Timah yang menjerat Harvey Moeis.

    Sandra sempat menegaskan bahwa aset yang disita bukan bagian dari tindak pidana suaminya, melainkan hasil kerja kerasnya di dunia hiburan. Ia juga mengungkapkan memiliki perjanjian pra-nikah (pisah harta) dengan Harvey Moeis.

  • Hendri Satrio Lihat 3 ‘Hantu’ Bayangi Pemerintahan Prabowo, Semua Berhubungan dengan Jokowi

    Hendri Satrio Lihat 3 ‘Hantu’ Bayangi Pemerintahan Prabowo, Semua Berhubungan dengan Jokowi

    GELORA.CO –  Analis politik Hendri Satrio melihat adanya “hantu” yang membayangi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Hantu” yang dimaksud adalah isu di sekitar Prabowo yang membebani sektor politik, hukum dan ekonomi.

    Dari tiga isu tersebut, seluruhnya berkaitan dengan Presiden ke-7 RI, Jokowi.

    Pertama adalah isu permasalahan ijazah Wapres Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra Jokowi.

    Kedua, isu Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, yang tak kunjung dieksekusi vonis pidananya. Seperti diketahui,Silfester dikenal sebagai salah satu pentolan relawan pendukung Jokowi.

    “Hantu” terakhir adalah utang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh. Proyek yang digarap dan diresmikan Jokowi itu kini membebani negara dengan utangnya yang mencapai Rp 116 trilun.

    Hal itu disampaikan Hendri Satrio secara monolog di channel Youtubenya, @hendri.satrio, dikutip Selasa (28/10/2025).

    “Kenapa hantu? Karena ini hal yang enggak jelas tapi bisa mengganggu gitu. Mengganggu kalau tidak segera dibereskan kan kalau kita nonton uka-uka segala macam begitu kan, kalau ada hantu-hantu tuh langsung diberesin kan,” kata Hendri.

    Ijazah Gibran

    Menurut Hendri , isu soal permasalahan ijazah Gibran harus dijawab secara terang benderang langsung oleh Gibran.

    Berbeda dari isu permasalahan ijazah yang juga menerpa ayahnya, Jokowi, Gibran kini masih menjadi pejabat publik.

    Maka, keraguan atas status pendidikan orang nomor dua di Indonesia itu harus dijelaskan.

    Seperti diketahui, saat ini, Gibran digugat secara perdata oleh seorang warga bernama Subhan Palal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Penggugat empersoalkan keabsahan riwayat pendidikan Gibran, khususnya ijazah SMA/setara, serta menuding adanya perubahan data riwayat pendidikan di situs KPU. Sampai saat ini proses hukumnya masih berlangsung.

    “Tentang ijazah Jokowi itu bisa menunggu nanti selesai polemiknya lewat pengadilan atau apalah gitu. Karena Pak Jokowinya sudah tidak lagi menjabat. Nah, yang menurut saya perlu segera diselesaikan itu justru polemik  ijazahnya Mas Gibran sebagai wakil presiden. Kenapa? Karena dia masih menjabat dan sedang menjabat.”

    “Jadi kalau Mas Gibran menurut saya ada keharusan untuk dia tampil ke publik menjelaskan, oh iya saya selesai di, kita enggak usah ngomong universitas tapi bicara tentang SMA aja. Oh iya saya selesai di SMA sekian sekian sekian, tahun berapa tahun berapa tahun berapa gitu.”

    “Kenapa saya nyebutnya tahun berapa tahun berapa tahun berapa karena kan ada kabarnya dia sekolah di Australia, ada kabarnya dia sekolah di Singapura. Nah, maksud saya diclearkan aja dan dia harus tampil tuh untuk menyelesaikan polemik ini,” papar Hendri.

    Pendiri lembaga survei dan riset opini publik KedaiKOPI itu menilai, isu permasalahan ijazah Gibran tidak serta-merta menyeret Prabowo sebagai sosok yang didampingi dalam Pilpres 2024.

    “Menurut saya sih tentang latar belakang itu tidak ditanggung paketan. Kan latar belakangnya Mas Gibran ya, latar belakangnya dia gitu, bukan tanggung jawabnya Pak Prabowo,” jelasnya.

    Lebih jauh, Hendri menyoroti adanya desakan publik terhadap kinerja Gibran yang dinilai tak banyak melakukan sesuatu sebagai RI 2.

    Hal itu dikorelasikan dengan ongkos negara yang harus membiayai gaji dan operasional Gibran.

    “Bahkan akhir-akhir ini kan banyak sekali suara dari masyarakat itu Wapres mesti dikasih kerjaan yang lebih berat lagi. Jangan sampai kemudian jadi Wapres enggak ada kerjaannya, akhirnya seperti menghabiskan uang negara gitu kan. Itu lebih parah lagi,” ujarnya.

    Silfester

    Menurut Hendri, hantu pemerintahan Prabowo yang kedua adalah Silfester Matutina.

    Seperti diketahui, Silfester, yang dikenal sebagai relawan Jokowi itu, sudah divonis 1,5 tahun penjara pada kasus fitnah terhadap Wapres ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) pada 2019, namun hingga kini belum ditahan.

    Kasusnya bermula pada 2017, Silfester berorasi menuding JK sebagai pemecah belah bangsa dengan ambisi politiknya. Silfester juga menyebut JK korupsi hingga mengakibatkan masyarakat miskin.

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 untuk Silfester dibacakan tanggal 20 Mei 2019 oleh Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh. Dalam Putusan MA ini disebutkan bahwa Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.

    Pembiaran terhadap Silfester yang tidak kunjung dieksekusi hukumannya, menjadi gambaran buruknya wajah hukum di bawah pemerintahan Prabowo.

    “Karena banyak sekali yang beranggapan bahwa penegakan hukum di era Pak Prabowo ini tidak lebih baik dari pemerintahan sebelumnya karena Silfester,” ujar Hendri.

    Bahkan, Hendri melihat prestasi Kejaksaan yang sukses mengembalikan kerugian negara sebesar sekitar Rp 13,25 triliun dari kasus korupsi Crude Palm Oil (CPO) tertutupi kasus Silfester yang belum dieksekusi.

    “Dengan hadirnya uang triliunan itu harusnya luar biasa dampaknya. Tapi ternyata banyak juga masyarakat yang bertanya, ‘Loh, tapi kenapa kemudian Silverster tidak eh dieksekusi juga?’ Nah, menurut saya ini harus diperjelas Silferster ini. Apakah Bang Silferster memang sudah selesai ya, tidak perlu lagi diungkit-ungkit hukumnya atau memang harus dieksekusi,” papar Hendri.

    Utang Whoosh

    Hantu terakhir yang membayangi pemerintahan Prabowo adalah utang jumbo Whoosh.

    Seperti diketahui, proyek ambisius Whoosh benar-benar digarap pada pemerintahan Jokowi.

    Melalui cap proyek strategis nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 Tahun 2016, proyek yang didanai sebagian besar menggunakan utang dari China Developement Bank (CDB) itu dikebut.

    Ayah Wapres Gibran Rakabuming Raka itu juga yang meletakkan batu pertama pada Januari 2016, dan meresmikannya pada 2 Oktober 2023.

    Sampai pertengahan 2025, jumlah penumpang Whoosh sebanyak 16 ribu sampai 18 ribu orang per hari pada hari kerja, dan 18 ribu sampai 22 ribu per hari pada akhir pekan.

    Angka tersebut belum menyentuh target 31 ribu penumpang per hari yang dicanangkan sejak awal.

    Proyek KCIC mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp19,54 triliun, dari biaya awal yang direncanakan 6,07 miliar dollar AS.

    Sehingga, total investasi proyek Whoosh mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp116 triliun.

    Untuk membiayai investasi 7,2 miliar dollar AS pada proyek ini, 75 persen di antaranya didapat dari pinjaman China Development Bank.

    Sementara sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan dari PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

    PSBI sendiri merupakan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, konsorsium sejumlah BUMN pada proyek KCIC.

    Whoosh, yang notabene merupakan program yang dibangga-banggakan oleh Jokowi jelas memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero).

    Utang untuk pembiayaan proyek Whoosh membuat PSBI mencatat kerugian senilai Rp1,625 triliun pada semester I-2025.

    Karena menjadi lead konsosrium PSBI, maka PT KAI (Persero) menanggung porsi kerugian paling besar, yakni Rp951,48 miliar per Juni 2025, jika dibanding tiga BUMN anggota konsorsium PSBI lainnya.

    Sehingga, beban yang ditanggung PT KAI (Persero) begitu berat, baik dalam bentuk biaya operasional kereta cepat maupun pengembalian utang. 

    Terbaru, Kementerian Keuangan menolak membayar utang Whoosh menggunakan APBN.

    Danantara, badan pengelola investasi yang kini membawahi BUMN pun harus putar otak membayar utang jumbo tersebut.

    “Akhirnya polemik yang berkepanjangan ini membuat masyarakat bingung juga dan akhirnya kembali berpolemik tentang siapa kemudian yang me-mark up luar biasa besar. Apakah ini ada peran Pak Jokowi Presiden ketujuh atau hanya perannya Pak Luhut,” kata Hendri.

    Menurut Hendri, orang yang bersalah membuat negara terbebani utang jumbo harus ditunjuk hidungnya dan diproses hukum.

    “Menurut saya harus diselesaikan ya. Ini polemik Whoosh ini bisa larinya ke mana-mana termasuk akhirnya ke Danantara. Sebuah lembaga yang diimpi-impikan Pak Prabowo yang akan membantu perekonomian Indonesia.”

    “Polemik berkepanjangan ini harus diselesaikan. Kalau memang ada yang salah, ya sudah tunjuk hidung yang bersalah dan dihukum,” pungkasnya.

  • Cabut Keberatan Penyitaan, Kejagung: Tas Mewah hingga Perhiasan Sandra Dewi Siap Dilelang

    Cabut Keberatan Penyitaan, Kejagung: Tas Mewah hingga Perhiasan Sandra Dewi Siap Dilelang

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons soal keputusan Sandra Dewi yang mencabut gugatan keberatan perampasan aset terkait kasus korupsi tata niaga timah.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum), Anang Supriatna menyatakan dengan dicabutnya gugatan keberatan itu telah membuat aset yang dirampas negara tidak lagi berpolemik.

    “Dengan dicabutnya otomatis kan barang bukti yang dipermasalahkan sudah clear dan perkara ini kan sudah inkrah,” ujar Anang di Kejagung, Selasa (28/10/2025).

    Dia menambahkan saat ini pihaknya tinggal melakukan eksekusi terlebih dahulu terhadap pidana suami Sandra Dewi, Harvey Moeis di kasus timah.

    Adapun, Harvey terbukti bersalah dalam kasu megakorupsi timah itu. Dia kemudian divonis 20 tahun dengan pembebanan uang pengganti Rp420 miliar.

    Setelah itu, Anang menyatakan bahwa pihaknya bakal melakukan lelang terhadap barang bukti terkait Harvey Moeis melalui Badan Pengelolaan Aset (BPA).

    “Lelangnya kan enggak serta merta, eksekusi pidananya dulu bahwa ini kan eksekusi pidana secara apa, terhadap yang bersangkutan pidananya ya,” imbuhnya.

    Setelah itu, hasil pelelangan barang terkait Harvey Moeis bakal disetorkan ke kas negara dalam rangka memulihkan kerugian negara kasus timah sebesar Rp300 triliun.

    “Untuk nantinya prosesnya dilelang dan menjadi diperhitungkan untuk membayar kerugian negara,” pungkasnya.

    Alasan Sandra Dewi Cabut Keberatan 

    Sandra Dewi resmi mencabut gugatan keberatan terkait perampasan asetnya di kasus korupsi tata niaga timah. Alasan Sandra mencabut gugatan keberatan terkait perampasan aset itu lantaran lebih memilih patuh kepada putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap.

    Selain Sandra Dewi, pemohon lainnya yakni Kartika Dewi dan Raymond Gunawan juga mengambil langkah yang sama untuk mencabut gugatan keberatan perampasan aset itu.

    Dalam hal ini, majelis hakim pun menyatakan untuk menerima permohonan dari Sandra Dewi Cs yang meminta untuk mencabut keberatan terkait perampasan aset di kasus timah.

    “Setelah menimbang para Pemohon memberikan kuasanya memberikan surat pencabutan, tertanggal 28 Oktober 2025, yang pada pokoknya bahwa Pemohon tunduk dan patuh kepada putusan dan telah berkekuatan hukum tetap,” Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto di PN Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).

    Sekadar informasi, barang rampasan yang digugat oleh Sandra Dewi itu yakni sejumlah perhiasan, tas mewah, dua rumah yang berlokasi di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan serta dua unit kondominium di Perumahan Gading Serpong.

  • Sandra Dewi Cabut Gugatan Penyitaan Tas Mewah, Rumah, dan Perhiasan pada Kasus Timah

    Sandra Dewi Cabut Gugatan Penyitaan Tas Mewah, Rumah, dan Perhiasan pada Kasus Timah

    Bisnis.com, JAKARTA — Istri terpidana Harvey Moeis, Sandra Dewi resmi mencabut gugatan keberatan terkait perampasan asetnya di kasus korupsi tata niaga timah.

    Informasi pencabutan gugatan keberatan itu diumumkan oleh Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto di PN Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).

    Menurut Hakim Rios, Sandra Dewi mencabut gugatan keberatan terkait perampasan aset itu lantaran lebih memilih patuh kepada putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap.

    “Setelah menimbang para Pemohon memberikan kuasanya memberikan surat pencabutan, tertanggal 28 Oktober 2025, yang pada pokoknya bahwa Pemohon tunduk dan patuh kepada putusan dan telah berkekuatan hukum tetap,” ujar Rios.

    Selain Sandra Dewi, pemohon lainnya yakni Kartika Dewi dan Raymond Gunawan juga mengambil langkah yang sama untuk mencabut gugatan keberatan perampasan aset itu.

    Dalam hal ini, majelis hakim pun menyatakan untuk menerima permohonan dari Sandra Dewi Cs yang meminta untuk mencabut keberatan terkait perampasan aset di kasus timah.

    “Majelis mengabulkan permohonan pencabutan tersebut. Menetapkan, menerima, dan mengabulkan permohonan pencabutan keberatan dari para Pemohon,” pungkas hakim.

    Dalam catatan Bisnis, gugatan terkait harta perampasan dalam korupsi Timah digugat Sandra Dewi dalam register perkara nomor 7/PID.SUS/KEBERATAN/TPK/2025/PN.Jkt.Pst.

    Barang rampasan yang digugat oleh Sandra Dewi itu yakni sejumlah perhiasan, tas mewah, dua rumah yang berlokasi di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan serta dua unit kondominium di Perumahan Gading Serpong.