Pengacara Ungkap Respons Gibran Digugat Rp 125 Triliun soal Riwayat SMA
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Pengacara Dadang Herli Saputra mengungkapkan bahwa kliennya, Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka, tidak merespons banyak meski digugat hingga Rp 125 triliun oleh warga sipil bernama Subhan.
“Tidak ada respons kaget, gembira, atau bagaimana; responnya umum saja,” ujar Dadang saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (3/11/2025).
Dadang mengatakan, Gibran juga tidak memberikan banyak tanggapan meski riwayat pendidikannya diragukan.
Gibran disebutkan telah menyerahkan seluruh proses hukum yang kini berjalan di PN Jakpus kepada kuasa hukumnya.
“Tanggapan khusus tidak ada, semua diserahkan ke tim hukum,” kata Dadang.
Namun, Dadang menyebutkan bahwa Gibran rutin memantau perkembangan gugatannya.
Minimal, setiap kali sidang selesai, Dadang dan tim akan memberikan laporan.
“Setiap sidang pasti akan dipantau karena pasti kami laporkan setiap habis sidang,” imbuh Dadang.
Diketahui, Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
Berdasarkan data KPU RI, Gibran sempat sekolah di Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004, lalu di UTS Insearch Sydney pada tahun 2004-2007.
Keduanya merupakan sekolah setingkat SMA.
Namun, Subhan selaku penggugat menilai bahwa dua institusi ini tidak sesuai dengan persyaratan yang ada di undang-undang dan dianggap tidak sah sebagai pendidik setingkat SMA.
Atas hal ini, Subhan meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan bahwa Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum.
Dalam sidang hari ini, Subhan membacakan isi gugatan.
Selanjutnya, para tergugat, Gibran dan KPU RI, akan diberikan kesempatan untuk memberikan jawabannya.
Majelis hakim menyebutkan bahwa beberapa sidang selanjutnya akan dilaksanakan secara online alias e-court.
Para tergugat diminta untuk memberikan jawaban mereka atas isi gugatan pada Senin (10/11/2025).
Setelah memberikan jawaban atas gugatan, sidang akan dilanjutkan dengan replik dan duplik, keduanya juga dilakukan secara online.
Sidang baru dilakukan tatap muka mengikuti perkembangan dan pertimbangan selanjutnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: PN Jakarta Pusat
-
/data/photo/2025/10/24/68faea3451be6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengacara Ungkap Respons Gibran Digugat Rp 125 Triliun soal Riwayat SMA
-

DJP-Kejati Jakarta Buru Aset Terpidana Penggelapan Pajak ke Singapura
Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kanwil Jakarta Pusat bersama Kejati Jakarta tengah memburu aset terpidana penggelapan pajak berinisial TB di Singapura.
Kabid P2Humas Kanwil DJP Jakarta Pusat Muktia Agus Budi Santosa mengatakan perburuan aset dilakukan lantaran pihaknya menduga TB telah menyembunyikan aset di Singapura.
“Langkah lanjutan [telah] permintaan penyitaan aset di luar negeri terkait aset dan dana yang diduga disembunyikan oleh Terpidana TB di luar negeri,” ujar Agus dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (3/11/2025).
Dia menambahkan, permintaan penyitaan aset itu dilakukan dengan menempuh mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) dengan otoritas Singapura.
“DJP saat ini sedang menempuh mekanisme MLA atau Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura untuk meminta penyitaan aset terkait,” imbuhnya.
Sementara itu, Agus mengungkap bahwa pihaknya telah melakukan penyitaan dan pemblokiran terhadap aset senilai Rp58,2 miliar dalam perkara pajak ini.
Aset yang disita maupun diblokir ini mencakup uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah.
Agus juga menjelaskan modus TB dalam perkara TPPU ini dengan cara menyimpan uang tunai hasil pidana ke bank. Setelah itu, TB melakukan konversi uang itu menjadi mata uang asing untuk kemudian dikirim ke luar negeri.
“Dengan menempatkan uang tunai ke sistem perbankan, melakukan konversi ke mata uang asing, transfer dana ke luar negeri, serta membelanjakan dalam bentuk aset,” pungkasnya.
Sekadar informasi, TB merupakan salah satu Beneficial Owner dari Wajib Pajak PT UP. Dia telah dijatuhi hukuman berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tanggal 19 September 2024.
Dalam hal ini, Hakim Agung MA telah menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun serta denda sebesar Rp634,7 miliar. Putusan ini sekaligus menganulir vonis bebas TB pada pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Pusat pada (3/8/2023).
-

Kejagung Ungkap Hukuman Pidana 20 Tahun Harvey Moeis Telah Dieksekusi
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan pihaknya telah mengeksekusi pidana badan terhadap terpidana kasus timah, Harvey Moeis.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan eksekusi merupakan tindak lanjut dari diterimanya Putusan Mahkamah Agung RI.
“Kejaksaan RI melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah melaksanakan eksekusi badan terhadap Terpidana Harvey Moeis yang terbukti bersalah dalam perkara tindak pidana korupsi komoditas timah,” ujar Anang dalam keterangan tertulis, Kamis (30/10/2025).
Dia menjelaskan, proses eksekusi ini dilakukan setelah jaksa eksekutor pada Kejari Jaksel menerima putusan MA No. 5009 K/ Pid.Sus / 2025 Jo No. 1/PIDSUS-TPK/2025 PT DKI jo. Nomor: 70/PIDSUS-TPK/PN.JKT.PST tanggal 25 Juni 2025 pada tanggal 14 Juli 2025.
Selanjutnya, Kajari Jaksel menerbitkan Sprin Pelaksanaan Putusan Pengadilan (P-48) Nomor : Prin -2779 /M.1.14/Fu.1/07/2025 untuk Harvey Moeis tertanggal 18 Juli 2025.
“Pelaksanaan ini dituangkan dalam Berita Acara Pelaksanaan Putusan Pengadilan tertanggal 21 Juli 2025,” imbuh Anang.
Anang mengemukakan bahwa saat ini Harvey telah mendekam di balik jeruji lembaga pemasyarakatan (Lapas) Cibinong. “Lapas Cibinong,” pungkasnya.
Sekadar informasi, Harvey terbukti bersalah dalam kasus megakorupsi timah dengan kerugian negara mencapai Rp300 triliun. Dia kemudian divonis 6,5 tahun dalam perkara itu.
Kemudian, pada persidangan kasasi, hakim agung pada MA telah memperberat hukuman Harvey menjadi 20 tahun. Selain itu, dia juga dihukum membayar uang pengganti Rp420 miliar.
Istri Harvey Cabut Gugatan
Sandra Dewi resmi mencabut gugatan keberatan terkait perampasan asetnya di kasus korupsi tata niaga timah. Alasan Sandra mencabut gugatan keberatan terkait perampasan aset itu lantaran lebih memilih patuh kepada putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selain Sandra Dewi, pemohon lainnya yakni Kartika Dewi dan Raymond Gunawan juga mengambil langkah yang sama untuk mencabut gugatan keberatan perampasan aset itu.
Dalam hal ini, majelis hakim pun menyatakan untuk menerima permohonan dari Sandra Dewi Cs yang meminta untuk mencabut keberatan terkait perampasan aset di kasus timah.
“Setelah menimbang para Pemohon memberikan kuasanya memberikan surat pencabutan, tertanggal 28 Oktober 2025, yang pada pokoknya bahwa Pemohon tunduk dan patuh kepada putusan dan telah berkekuatan hukum tetap,” Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto di PN Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025).
Sekadar informasi, barang rampasan yang digugat oleh Sandra Dewi itu yakni sejumlah perhiasan, tas mewah, dua rumah yang berlokasi di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan serta dua unit kondominium di Perumahan Gading Serpong.
-

Empat Petinggi Swasta Terdakwa Korupsi Gula Divonis 4 Tahun Penjara
JAKARTA – Sebanyak empat petinggi perusahaan gula swasta divonis pidana penjara masing-masing selama 4 tahun setelah terbukti melakukan korupsi dalam kasus importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015—2016.
Keempat terdakwa yakni Presiden Direktur PT Andalan Furnindo Wisnu Hendraningrat, Direktur Utama (Dirut) PT Medan Sugar Industry Indra Suryaningrat, Dirut PT Sentra Usahatama Jaya Hansen Setiawan, serta Dirut PT Kebun Tebu Mas Ali Sandjaja Boedidarmo.
“Menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama,” ujar Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 29 Oktober dilansir ANTARA.
Hakim Ketua menyatakan keempat terdakwa terbukti menerima uang hasil korupsi dalam kasus tersebut, sehingga merugikan keuangan negara secara total dalam kasus korupsi importasi gula sebesar Rp578,1 miliar.
Selain pidana penjara, keempat terdakwa juga dijatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Keempatnya turut dihukum pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai besaran uang korupsi yang dinikmati, dengan perincian Wisnu sebesar Rp60,99 miliar, Indra Rp77,21 miliar, Hansen Rp41,38 miliar, serta Ali Rp47,87 miliar.
“Uang pengganti telah disetorkan para terdakwa kepada Kejagung dan telah disita secara sah,” ungkap Hakim Ketua.
Dengan demikian, keempat terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan vonis, Majelis Hakim mempertimbangkan perbuatan para terdakwa yang telah menikmati hasil dari tindak pidana korupsi yang telah dilakukan, sebagai alasan pemberat.
Sementara, pertimbangan meringankan tuntutan, yaitu para terdakwa belum pernah dihukum serta telah menitipkan uang kepada Kejagung, yang telah ditetapkan sebagai uang pengganti.
Vonis majelis hakim tersebut sama beratnya dengan tuntutan jaksa, yakni masing-masing dituntut pidana penjara selama 4 tahun serta besaran uang pengganti yang sama. Namun untuk besaran dendanya lebih ringan dari tuntutan sebelumnya, yakni Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam kasus korupsi gula, keempat terdakwa diduga merugikan keuangan negara Rp578,1 miliar dengan cara melakukan tindak pidana korupsi, yang memperkaya delapan terdakwa, di antaranya melalui korporasi masing-masing.
Disebutkan bahwa perbuatan para terdakwa dilakukan bersama-sama dengan terdakwa Tom Lembong, terdakwa Charles Sitorus, dan Menteri Perdagangan periode 2016—2019 Enggartiasto Lukita.
-

Empat Petinggi Swasta Terdakwa Korupsi Gula Divonis 4 Tahun Penjara
JAKARTA – Sebanyak empat petinggi perusahaan gula swasta divonis pidana penjara masing-masing selama 4 tahun setelah terbukti melakukan korupsi dalam kasus importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015—2016.
Keempat terdakwa yakni Presiden Direktur PT Andalan Furnindo Wisnu Hendraningrat, Direktur Utama (Dirut) PT Medan Sugar Industry Indra Suryaningrat, Dirut PT Sentra Usahatama Jaya Hansen Setiawan, serta Dirut PT Kebun Tebu Mas Ali Sandjaja Boedidarmo.
“Menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama,” ujar Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 29 Oktober dilansir ANTARA.
Hakim Ketua menyatakan keempat terdakwa terbukti menerima uang hasil korupsi dalam kasus tersebut, sehingga merugikan keuangan negara secara total dalam kasus korupsi importasi gula sebesar Rp578,1 miliar.
Selain pidana penjara, keempat terdakwa juga dijatuhkan pidana denda masing-masing sebesar Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
Keempatnya turut dihukum pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai besaran uang korupsi yang dinikmati, dengan perincian Wisnu sebesar Rp60,99 miliar, Indra Rp77,21 miliar, Hansen Rp41,38 miliar, serta Ali Rp47,87 miliar.
“Uang pengganti telah disetorkan para terdakwa kepada Kejagung dan telah disita secara sah,” ungkap Hakim Ketua.
Dengan demikian, keempat terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam menjatuhkan vonis, Majelis Hakim mempertimbangkan perbuatan para terdakwa yang telah menikmati hasil dari tindak pidana korupsi yang telah dilakukan, sebagai alasan pemberat.
Sementara, pertimbangan meringankan tuntutan, yaitu para terdakwa belum pernah dihukum serta telah menitipkan uang kepada Kejagung, yang telah ditetapkan sebagai uang pengganti.
Vonis majelis hakim tersebut sama beratnya dengan tuntutan jaksa, yakni masing-masing dituntut pidana penjara selama 4 tahun serta besaran uang pengganti yang sama. Namun untuk besaran dendanya lebih ringan dari tuntutan sebelumnya, yakni Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam kasus korupsi gula, keempat terdakwa diduga merugikan keuangan negara Rp578,1 miliar dengan cara melakukan tindak pidana korupsi, yang memperkaya delapan terdakwa, di antaranya melalui korporasi masing-masing.
Disebutkan bahwa perbuatan para terdakwa dilakukan bersama-sama dengan terdakwa Tom Lembong, terdakwa Charles Sitorus, dan Menteri Perdagangan periode 2016—2019 Enggartiasto Lukita.
-

Eks Ketua PN Jaksel Dituntut 15 Tahun Pidana di Kasus Suap Vonis CPO
Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut eks Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta 15 tahun penjara dalam kasus dugaan suap vonis lepas perkara crude palm oil (CPO) korporasi.
Jaksa menilai bahwa Arif telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap secara bersama-sama dalam perkara itu.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun,” ujar Arif di PN Jakarta Pusat, Rabu (29/10/2025).
Arif juga diminta untuk membayar denda Rp500 juta dalam perkara ini. Selain pidana badan, Arif juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp15,7 miliar.
Namun, apabila Arif tidak dapat membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun pidana.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa yang pengganti sebesar Rp 15,7 miliar,” imbuhnya.
Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin oleh Djuyamto memberikan vonis lepas terhadap tiga grup korporasi yang terjerat dalam kasus korupsi ekspor CPO. Tiga grup atau korporasi tersebut, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.
Adapun, uang suap tersebut diberikan oleh Advokat Ariyanto, Junaedi Saibih, dan Marcella Santoso serta M Syafei selaku perwakilan dari Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Pada intinya, vonis lepas atau onslag itu telah menolak tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta agar ketiga grup korporasi dibebankan denda dan uang pengganti sekitar Rp17,7 triliun.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4787715/original/022289300_1711618041-Snapinsta.app_413353304_820331786563433_1103408127619596094_n_1080.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2025/10/22/68f8d43336ae5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)