Kementrian Lembaga: PMPTSP

  • 13 SPPG Beroperasi di Ngawi, Baru 1 yang Miliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        7 Oktober 2025

    13 SPPG Beroperasi di Ngawi, Baru 1 yang Miliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Surabaya 7 Oktober 2025

    13 SPPG Beroperasi di Ngawi, Baru 1 yang Miliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
    Tim Redaksi
    NGAWI, KOMPAS.com
    – Dari 13 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah beroperasi di Ngawi, Jawa Timur, baru satu yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Padahal, Kemenkes mewajibakan seluruh dapur MBG memiliki SLHS.
    Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Ngawi Heri Nur Fachrudin yang dikonfirmasi Selasa (7/10/2025) menyatakan, semua SPPG sejatinya diwajibkan mengantongi sertifikat SLHS agar memiliki standar higiene dan sanitasi. Namun, dari 13 SPPG yang beroperasi, baru satu yang memiliki SLHS.
    “Data terakhir SPPG di Ngawi ada 27. Dari jumlah itu 13 SPPG yang sudah operasional di Ngawi. Namun baru satu yang memiliki SLHS, yakni SPPG di wilayah Ngawi Purba,” kata Heri.
    Sesuai surat edaran Kemenkes, kata Heri, SPPG yang telah beroperasi sebelum surat edaran diterbitkan diberi waktu satu bulan untuk mengurus SLHS. Sementara itu, SPPG baru harus memperoleh sertifikat paling lambat satu bulan sejak ditetapkan.
    Untuk mengurus penerbitan SLHS, maka SPPG harus melalui tahapan administrasi dan teknis. Salah satunya, SPPG harus mengajukan resmi ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) melalui sistem
    Online Single Submission
    (OSS).
    Tak hanya itu, kata Heri, harus ada pernyataan kesanggupan pengurusan perizinan seperti SIMBG. Selain itu, pihak SPPG harus menyatakan kesiapannya untuk dilakukan inspeksi sanitasi oleh tim lapangan.
    “SPPG yang mengajukan SLHS nanti kita cek langsung ke masing-masing dapur,” kata Heri.
    Selain SLHS, kata Heri, para penjamah pangan di setiap SPPG wajib memiliki sertifikat keamanan pangan siap saji. Sertifikasi ini dapat diperoleh melalui platform
    Learning Management System
    (LMS) yang disediakan oleh Kemenkes.
    “Para penjamah makanan ini juga harus benar-benar sehat. Mereka wajib menjalani pemeriksaan kesehatan seperti HPSAG dan TB agar tidak membahayakan anak-anak penerima program MBG,” jelas Heri.
    Heri menambahkan, persyaratan SLHS, sertifikat keamanan pangan siap saji dan kesehatan para penjamah makanan menjadi sangat penting untuk memastikan makanan yang disalurkan kepada peserta didik aman dan layak konsumsi.
    Hal itu dilakukan untuk pencegahan dini agar tidak muncul kasus yang tidak diinginkan yang berkaitan dengan keamanan pangan.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 17 Dapur Program MBG di Blitar Beroperasi Tanpa Izin Usaha, Begini Tanggapan Pemerintah

    17 Dapur Program MBG di Blitar Beroperasi Tanpa Izin Usaha, Begini Tanggapan Pemerintah

    Blitar (beritajatim.com) – Sebanyak 17 dapur program makan bergizi gratis (SPPG) yang tersebar di Kabupaten Blitar saat ini beroperasi tanpa izin usaha. Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tersebut telah memberikan layanan makanan untuk siswa, ibu hamil, dan balita, meski belum memenuhi kewajiban perizinan.

    Keberadaan SPPG, yang sangat vital untuk mendukung kesehatan masyarakat, kini menjadi sorotan karena tidak adanya pengurusan izin usaha yang seharusnya.

    Menurut Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Blitar, Munir Setyobudi, hingga saat ini belum ada satu pun dari 17 SPPG yang mengajukan izin usaha melalui sistem Online Single Submission (OSS).

    Munir mengungkapkan, izin penyelenggaraan SPPG sebenarnya masuk dalam kategori berisiko menengah-besar, yang setara dengan izin usaha katering kelas B. “Belum ada yang masuk sama sekali,” ucap Munir Setyobudi, menyampaikan kekhawatiran terkait kurangnya kesadaran akan pentingnya izin tersebut.

    Meskipun demikian, proses perizinan ini menjadi kewenangan pusat melalui OSS, dengan DPMPTSP Kabupaten Blitar berperan sebagai pendamping untuk memudahkan pelaku usaha mengurus izin secara online. Munir juga menyatakan bahwa pengurusan izin dapat dilakukan dengan akses fleksibel melalui platform tersebut.

    Pihak DPMPTSP pun berencana untuk mengundang semua pengelola SPPG pada Kamis depan, guna memberikan penjelasan terkait prosedur perizinan yang harus dilalui. Munir menambahkan, meski proses perizinan membutuhkan sejumlah dokumen tambahan, pihaknya berkomitmen untuk membantu pengelola SPPG agar bisa mematuhi ketentuan yang ada.

    Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, dr. Christine Indrawati, menegaskan bahwa meskipun perizinan belum seluruhnya selesai, pelaksanaan program SPPG tetap dikawal dengan ketat dari sisi kesehatan lingkungan dan keamanan pangan.

    Christine menjelaskan, program SPPG yang telah berjalan ini mencakup pelayanan untuk sekitar 3.500 siswa per dapur, serta ibu hamil dan ibu menyusui.

    “Sejak awal program MBG (Makanan Bergizi) dimulai, kami telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) MBG yang diketuai oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Blitar. Dinkes juga terlibat aktif dalam pengawasan kesehatan, seperti inspeksi kesehatan lingkungan (IKL), penyuluhan keamanan pangan, dan pemeriksaan laboratorium terhadap sampel air serta makanan,” jelas Christine.

    Untuk memastikan keberlanjutan kualitas program, tim Dinkes bersama puskesmas melakukan inspeksi langsung setiap kali ada SPPG yang beroperasi. Pemeriksaan tersebut meliputi kualitas air, bahan pangan, proses pengolahan, serta pembuangan limbah agar sesuai dengan standar kesehatan.

    Pemkab Blitar pun terus berupaya melakukan antisipasi terhadap potensi masalah yang dapat muncul. Selain itu, pihaknya juga sedang menunggu adanya Peraturan Presiden (Perpres) yang akan mengatur lebih lanjut mengenai perizinan SPPG. Dalam hal ini, Pemkab Blitar masih mengikuti regulasi yang ada, sambil berharap adanya percepatan regulasi dari pemerintah pusat.

    “Meskipun izin belum keluar, kami tetap melaksanakan tugas pengawasan. Kami juga menunggu regulasi baru yang segera disusun oleh pemerintah pusat,” tambah Christine.

    Dengan berjalannya waktu, diharapkan seluruh SPPG di Kabupaten Blitar dapat segera menyelesaikan urusan perizinan mereka, agar program penting ini terus berjalan dengan aman dan sesuai standar yang ditetapkan. [owi/suf]

  • Dapur MBG di Kota Cilegon Belum Ada yang Bersertifikat Halal dan Higienis

    Dapur MBG di Kota Cilegon Belum Ada yang Bersertifikat Halal dan Higienis

    Liputan6.com, Jakarta Seluruh dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Cilegon, Banten, belum ada yang memiliki sertifikasi higienis maupun halal.

    Selain itu, jumlah dapurnya pun belum memadai, baru bisa memenuhi kebutuhan sekitar 30 persen, dari target sekira 130 ribu paket MBG.

    “Belum (tersertifikasi), semuanya belum, dari total 11. Karena ini program yang berjalan aja dulu, kebutuhan percepatan,” ujar Sekretaris Percepatan Penyelenggaraan MBG Kota Cilegon Heni Anita Susila di Pemkot Cilegon, Selasa (07/10/2025).

    Saat ini yang dilakukan Pemkot Cilegon maupun satgas baru akan melakukan pelatihan dan monitoring SPPG yang sudah beroperasi, untuk memastikan standar pelayanan dan kehalalan produk yang dimasak.

    Para pemilik SPPG harus mengurus beragam perizinan maupun sertifikat di banyak pintu, seperti sertifikat halal di Dinas Koperasi, kemudian pengelolaan limbah di Dinas Lingkungan Hidup (LH) dan perizinan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cilegon.

    “Kita mengandalkan monitoring, sekarang Dindik, Dinkes, mengandalkan monitoring dan pelatihan pekerja daur, supaya makanan itu sehat, Insha Allah itu akan mengantisipasi kasus yang akan terjadi,” jelasnya.

    Kebutuhan dapur SPPG di Kota Cilegon sebanyak 40 titik untuk melayani 130 ribu penerima manfaat, saat ini baru ada 11 yang sudah beroperasi dan baru menyasar sekitar 3 ribu pelajar serta 500 lansia, ibu hamil dan menyusui.

    Dua dapur SPPG sedang dibangun, sedangkan tiga lainnya baru akan didirikan, kerja sama antara Polres Cilegon dengan Pemkot Cilegon. Seluruhnya akan menyasar pelajar mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA, SMK, hingga madarasah di bawah kewenangan Kementerian Agama.

    “(Baru) ada 11 dapur di Kota Cilegon, sebetulnya 13 tapi yang dua on process. Itu hampir 3.500 per dapur sasarannya, sudah 30 persen yang terlayani. Yang tiga sedang dipersiapkan, jadi nanti total ada 16 dapur MBG, rencana di Cilegon nanti ada 40 dapur, penerima MBG-nya sekitar 130 ribu,” tuturnya.

  • Disidak Pansus, Dishub DKI Pastikan Lahan Parkir di Lebak Bulus Tak Berizin
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        30 September 2025

    Disidak Pansus, Dishub DKI Pastikan Lahan Parkir di Lebak Bulus Tak Berizin Megapolitan 30 September 2025

    Disidak Pansus, Dishub DKI Pastikan Lahan Parkir di Lebak Bulus Tak Berizin
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta memastikan lahan parkir di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, yang ditemukan Panitia Khusus (Pansus) Perparkiran DPRD DKI Jakarta , tidak memiliki izin resmi.
    Parkir liar di Lebak Bulus ini sudah berjalan puluhan tahun dan menimbulkan potensi kerugian daerah hingga Rp37,8 miliar.
    “Berdasarkan regulasi perparkiran yang berlaku, setiap lokasi dengan lebih dari lima Satuan Ruang Parkir atau luas di atas 125 meter persegi wajib memiliki izin. Lokasi ini belum memiliki rekomendasi izin penyelenggaraan parkir,” ujar Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta, Syafrin Liputo, Selasa (30/9/2025).
    Syafrin menjelaskan, lahan tersebut tercatat sebagai fasilitas sosial/fasilitas umum (fasos/fasum) yang merupakan aset Pemprov.
    Dari hasil monitoring ditemukan aktivitas pengelolaan parkir oleh warga.
    Namun, lokasi itu hingga kini belum mengantongi izin penyelenggaraan parkir di luar badan jalan.
    Jika ingin resmi, pengelola harus mengajukan permohonan pemanfaatan lahan ke Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD), lalu mengurus izin parkir ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dengan rekomendasi dari Unit Pengelola Perparkiran.
    Setelah izin keluar, lokasi tersebut akan dikenai kewajiban pajak resmi melalui penerbitan Nomor Objek Pajak Daerah (NOPD) oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
    “Pemprov DKI akan menindak tegas praktik ilegal. Kami akan berkoordinasi dengan BPAD, Bapenda, Satpol PP, wali kota, hingga aparat hukum untuk penertiban. Jika ada pelanggaran, bisa disegel bahkan dilaporkan ke polisi,” kata Syafrin.
    Sebelumnya, Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta menemukan praktik parkir liar yang sudah berlangsung selama 21 tahun di atas lahan milik Pemprov DKI Jakarta saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (24/9/2025).
    Akibatnya, potensi kerugian daerah ditaksir mencapai Rp37,8 miliar.
    “Bayangkan, sudah 21 tahun dikelola tanpa izin resmi dan tanpa bayar pajak. Hitungan kasar kami, potensi kerugian pendapatan daerah mencapai Rp37,8 miliar,” ujar Ketua Pansus Perparkiran, Ahmad Lukman Jupiter, Rabu.
    Jupiter mengatakan, lahan seluas 4.300 meter persegi itu dikuasai pihak tidak bertanggung jawab dan dijadikan kantong parkir tanpa izin resmi maupun setoran pajak.
    Adapun jumlah kerugian dihitung dari estimasi omzet parkir sekitar Rp50 juta per hari atau Rp1,5 miliar per bulan.
    Dari jumlah itu, kewajiban pajak yang seharusnya disetorkan ke kas daerah sekitar Rp150 juta per bulan.
    “Kalau dikalikan 21 tahun, ya hilang Rp37,8 miliar. Itu jelas penggelapan pajak,” tegasnya.
    Jupiter menilai praktik tersebut bisa bertahan lama karena adanya pembiaran.
    “Kalau lahan pemprov dikuasai tanpa kontrak resmi, tanpa sewa, itu rawan diserobot permanen. Kami khawatir ada keterlibatan oknum dari dalam. Karena itu kami dorong Gubernur berani mengevaluasi dan mengganti pejabat yang lalai,” lanjut Jupiter.
    Ia menegaskan praktik tersebut bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan tindak pidana penggelapan pajak. Ia meminta wali kota dan jajarannya segera melaporkan kasus ini ke kepolisian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tingkatkan Layanan Publik Inklusif, Pegawai Pemkab Banyuwangi Dilatih Bahasa Isyarat

    Tingkatkan Layanan Publik Inklusif, Pegawai Pemkab Banyuwangi Dilatih Bahasa Isyarat

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Pemkab Banyuwangi menggelar diklat Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) yang diikuti para petugas front office pelayanan publik. Pelatihan ini digelar sebagai bentuk komitmen daerah memberikan pelayanan publik yang inklusif bagi semua warga.

    Pelatihan diikuti 40 petugas yang menjadi frontliner di sejumlah instansi pemkab. Mulai Puskesmas, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMTSP), Dinas Kesehatan, Dispendukcapil hingga pegawai kantor kecamatan.

    Diklat berlangsung selama lima hari, Senin-Jumat 22-26 September 2025 di Banyuwangi. Pemkab menggandeng Komunitas Teman Tuli Banyuwangi dan Pengajar dari SMA-LB Prop Jatim dalam kegiatam diklat.

    Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan Banyuwangi terus berkomitmen untuk terus menyelenggarakan pelayanan publik terbaik bagi warga. Tidak hanya memberikan layanan yang lebih cepat dan efisien, tapi juga inklusif dan berorientasi pada pendekatan humanis.

    “Kami ingin semua warga bisa mengakses layanan publik dengan mudah dan ramah. Termasuk teman-teman disabilitas. Karenanya kami latih para petugas terdepan pada pelayanan publik untuk bisa memahami bahasa isyarat agar tidak terjadi kendala komunikasi,” kata Bupati Ipuk, Jumat (26/9/2025).

    Ipuk mengaku, pelatihan ini, menindaklanjuti hasil Rembuk Disabiltas yang diikuti puluhan rekan-rekan disabilitas. Dalam rembuk tersebut terdapat aspirasi salah satunya agar semua kantor-kantor pemerintahan yang biasa diakses warga juga dilengkapi petugas yang memahami kemampuan dasar bahasa isyarat.

    “Ini adalah upaya memenuhi hak-hak rekan disabilitas. Kami berharap kini, kantor-kantor pelayanan publik bisa diakses dengan baik dan mudah bagi rekan-rekan disabilitas. Tidak perlu ragu datang ke pusat-pusat layanan publik daerah untuk menyelesaikan urusannya,” harap Ipuk.

    Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan Banyuwangi Ilzam Nuzuli menambahkan, diklat pelatihan dasar BISINDO ini secara bertahap akan diikuti seluruh pegawai front office pemerintahan.

    “Saat ini memang baru sebagian kantor, nanti semua akan didiklat sama. Porsi diklatnya lebih banyak praktek. Dimana para peserta bisa langsung mempraktekkan hasil latihannya bersama mentor,” kata Ilzam.

    Sementara itu salah satu peserta pelatihan bahasa isyarat adalah Bibin Eka Widianto, yakni seorang perawat yang bertugas di Puskesmas Kedungrejo Kecamatan Muncar. Bibin sangat mengapresiasi kegiatan pelatihan yang diikutinya karena memang dibutuhkan khususnya saat memberikan pelayanan kesehatan di puskesmas.

    “Kami pernah mendapat pasien seorang ibu yang merupakan teman tuli yang akan melahirkan, saat itu kami sedikit kesulitan berkomunikasi. Adanya pelatihan ini menjadi bekal bagi kami untuk bisa melayani semua warga,” jelasnya. [alr/aje]

  • Mie Gacoan Probolinggo Ditutup Sementara, Manajemen Beri Penjelasan

    Mie Gacoan Probolinggo Ditutup Sementara, Manajemen Beri Penjelasan

    Probolinggo (beritajatim.com) – Polemik penutupan sementara Mie Gacoan Probolinggo menuai perhatian luas masyarakat. Restoran populer itu terpaksa berhenti beroperasi setelah keputusan resmi dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Probolinggo.

    Manajemen PT Pesta Pora Abadi akhirnya memberikan tanggapan resmi terkait langkah pemerintah kota. Pernyataan itu disampaikan oleh Area Legal Manager sekaligus Corporate Communications Manager, Purnama Aditya, pada Selasa (23/9/2025).

    “Kami menghormati kebijakan pemerintah, namun tentu berharap ada pertimbangan aspek sosial dan ekonomi dalam proses ini,” ungkap Purnama. Ia menilai penghentian sementara juga berdampak pada pekerja lokal dan para mitra ojek online.

    Menurut Purnama, mayoritas karyawan yang bekerja di gerai Probolinggo adalah warga sekitar. Kondisi ini membuat keputusan penghentian berimbas langsung pada mata pencaharian mereka.

    Pihak manajemen menegaskan bahwa seluruh perizinan operasional sebenarnya sudah diajukan ke dinas terkait. Hanya saja, proses administrasi masih memerlukan waktu penyelarasan.

    “Kami berkomitmen melengkapi seluruh persyaratan sesuai aturan. Koordinasi dengan pihak terkait juga terus berjalan hingga tahapan perizinan selesai,” jelasnya.

    Mengenai polemik lahan parkir, pihak perusahaan mengaku masih mencari titik temu dengan Pemerintah Kota. Syarat dan biaya yang diajukan dinilai cukup membebani sehingga perlu kajian lebih lanjut.

    Meski demikian, manajemen menyatakan tetap terbuka untuk opsi lain yang sesuai ketentuan. Tujuannya, agar operasional gerai tetap lancar tanpa mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar.

    “Kami selalu terbuka menerima masukan yang konstruktif dari semua pihak,” tegas Purnama. Ia juga memastikan perusahaan menghormati Pemkot Probolinggo dan seluruh jajaran pemangku kebijakan.

    Manajemen berharap persoalan ini bisa segera menemukan solusi terbaik. Dengan begitu, restoran kembali beroperasi dan tetap memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. [ada/beq]

  • Manfaatkan Dana Cukai Tembakau, Pemkot Malang Gelar Pelatihan Kerja bagi Buruh Rokok
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        23 September 2025

    Manfaatkan Dana Cukai Tembakau, Pemkot Malang Gelar Pelatihan Kerja bagi Buruh Rokok Regional 23 September 2025

    Manfaatkan Dana Cukai Tembakau, Pemkot Malang Gelar Pelatihan Kerja bagi Buruh Rokok
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melalui Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) menggelar pelatihan kerja administrasi perkantoran berbasis kompetensi bagi buruh pabrik rokok.
    Pelatihan digelar mulai 22-27 September 2025 di Hotel Pelangi, Kota Malang, dengan menggandeng Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) bersertifikasi nasional.
    Sekretaris Disnaker-PMPTSP Sugeng Prastowo menyatakan bahwa acara tersebut merupakan wujud alokasi dana bagi hasil cukai tembakau.
    Tujuannya untuk mendukung salah satu misi Wali Kota Malang dan Wakil Wali Kota Malang, yakni mewujudkan masyarakat yang mandiri dan sejahtera dengan meningkatkan produktivitas melalui pelatihan kerja.
    “Sasaran prioritas kegiatan ini tentunya sudah sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan teknis, yakni untuk buruh pabrik rokok, baik yang masih aktif maupun yang berstatus terkena pemutusan hubungan kerja (PHK),” ujar Sugeng dalam keterangan resminya, Selasa (23/9/2025).
    Ia menambahkan, apabila buruh pabrik rokok tidak berkenan mengikuti pelatihan, maka kesempatan akan dibuka untuk masyarakat Kota Malang.
    Sugeng mengungkapkan bahwa pelatihan administrasi perkantoran ini merupakan rangkaian kedua dari total tujuh topik pelatihan, antara lain olahan pangan, administrasi perkantoran,
    content creator, digital marketing
    , barista,
    frontliner
    , dan
    housekeeper
    .
    Topik pelatihan ditentukan berdasarkan hasil survei yang dilakukan Disnaker-PMPTSP terkait bidang dan kompetensi keahlian yang paling dibutuhkan saat ini.
    Sugeng menekankan bahwa pelatihan yang diadakan oleh Disnaker-PMPTSP tidak hanya memfasilitasi peningkatan
    skill
    bagi peserta, tetapi juga memberikan sertifikat kompetensi berstandar nasional.
    Dengan bekal ini, peserta diharapkan mampu menjadi sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan memiliki daya saing berkualitas. 
    Selain menggelar pelatihan kerja, Pemkot Malang juga akan mengadakan
    job fair
    pada Oktober 2025 sebagai wujud langkah konkret dan berkelanjutan.
    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Komisi A, Dony Victorius, menyarankan agar para peserta yang telah mengikuti pelatihan kerja diprioritaskan dalam penerimaan kerja supaya
    output
    lebih jelas dan terarah.
    Melalui upaya ini, diharapkan produktivitas masyarakat Kota Malang akan meningkat dan angka pengangguran menurun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PT PPA Keberatan Penghentian Sementara Operasional Mie Gacoan Probolinggo

    PT PPA Keberatan Penghentian Sementara Operasional Mie Gacoan Probolinggo

    Malang (beritajatim.com) – PT Pesta Pora Abadi (PPA), pengelola resto Mie Gacoan, resmi mengajukan keberatan atas Surat Keputusan Nomor 400.11.6/464/425.117/2025 yang memerintahkan penghentian sementara kegiatan usaha Mie Gacoan Probolinggo Suroyo mulai 22 September 2025.

    Keberatan tersebut disampaikan melalui surat yang ditandatangani Rian Alvin, Head of Legal PPA, yang menegaskan komitmen perusahaan dalam memenuhi seluruh persyaratan perizinan.

    “Kami telah menunjukkan itikad baik dan upaya nyata dalam memenuhi persyaratan perizinan yang diperlukan,” tulis Rian Alvin dalam surat keberatan yang diterima redaksi.

    Ia menjelaskan, PPA telah menunjuk konsultan untuk mengurus Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan berkas permohonannya telah diunggah melalui portal SimBG pada 1 September 2025. Selain itu, proses Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) juga sudah dimulai sejak 3 September 2025.

    Upaya Pemenuhan Perizinan dan Solusi Parkir

    PPA juga menawarkan sejumlah langkah untuk mengatasi persoalan parkir yang menjadi perhatian Pemerintah Kota Probolinggo.

    “Apabila diharuskan menggunakan lahan parkir museum sebagai syarat tersedianya kantong parkir dalam pengurusan Andalalin, kami siap memberikan seluruh pendapatan parkir tersebut sepenuhnya kepada Pemerintah Kota Probolinggo,” ungkap Rian Alvin. Tawaran itu sebelumnya telah disampaikan dalam rapat bersama Dinas Perhubungan (Dishub) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) pada 20 Agustus 2025.

    Selain itu, renovasi untuk menambah kantong parkir juga tengah dilakukan dan ditargetkan selesai pada 9 Oktober 2025. Sebagai solusi tambahan, PPA sudah bekerja sama dengan Subdenpom V/3-1 Probolinggo untuk menyediakan area parkir sementara.

    Langkah-langkah pengaturan lalu lintas juga telah diterapkan, seperti penempatan rambu larangan parkir di area rawan kemacetan dan koordinasi dengan juru parkir agar arus kendaraan lebih tertib. “Sebagai hasil dari upaya-upaya tersebut, beberapa waktu belakangan ini tidak terlihat kemacetan yang dikhawatirkan oleh Dinas Perhubungan Kota Probolinggo,” tulis PPA dalam suratnya.

    Dampak Ekonomi Jika Usaha Dihentikan

    PPA menilai keputusan penghentian operasional akan berdampak luas pada perekonomian lokal. “Penghentian kegiatan operasional Resto Mie Gacoan Probolinggo Suroyo akan mengakibatkan dampak negatif yang signifikan bagi masyarakat,” tegas Rian Alvin.

    Dampak tersebut mencakup hilangnya pendapatan pekerja lokal, berkurangnya penghasilan juru parkir, tukang sampah, pemasok bahan baku, hingga penurunan order ojek online. Selain itu, potensi penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak restoran dan retribusi parkir juga menjadi perhatian. PPA khawatir, situasi ini bisa memengaruhi iklim investasi di Kota Probolinggo.

    Permintaan Peninjauan Kembali

    Melalui surat keberatan tersebut, PPA meminta pembatalan Surat Keputusan penghentian sementara dan percepatan penerbitan izin Andalalin serta SLF.

    “Kami memohon agar diberikan kesempatan untuk melanjutkan operasional sambil menyelesaikan proses perizinan yang sedang berjalan,” tulis Rian Alvin.

    PPA menegaskan komitmennya untuk terus bekerja sama dengan Pemerintah Kota Probolinggo demi terciptanya lingkungan usaha yang tertib dan bermanfaat bagi masyarakat. “Kami berkomitmen untuk memenuhi segala persyaratan yang ditetapkan demi pertumbuhan ekonomi lokal,” tutupnya.

    Corporate Communications Manager PT Pesta Pora Abadi, Purnama Aditya, menegaskan pihaknya memahami keputusan pemerintah, namun berharap proses penegakan aturan juga mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi.

    “Kami sangat menyayangkan keputusan penghentian sementara operasional gerai kami. Kami memahami langkah tersebut diambil dalam kerangka penegakan aturan, namun akan berdampak langsung kepada karyawan yang mayoritas warga lokal serta para mitra ojek online yang sehari-hari bergantung pada aktivitas gerai. Kami berharap proses ini mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi di sekitar lokasi,” ujarnya, Selasa (…).

    Aditya menambahkan, seluruh perizinan operasional sebenarnya telah diproses ke dinas terkait. Pihaknya menghormati prosedur administrasi yang berlaku dan berkomitmen untuk memenuhi seluruh persyaratan.

    “Seluruh perizinan operasional telah kami proses ke dinas terkait. Kami menghormati prosedur administrasi yang berlaku dan memahami bahwa penyelarasan administrasi membutuhkan waktu. Kami berkomitmen melengkapi setiap persyaratan dan terus berkoordinasi dengan pihak terkait hingga tahapan perizinan dinyatakan tuntas,” jelasnya.

    Terkait masalah penataan lahan parkir, Aditya mengungkapkan hingga kini belum ada kesepakatan dengan Pemerintah Kota Probolinggo.

    “Syarat dan komponen biaya yang diajukan masih kami kaji karena dirasa cukup memberatkan operasional gerai. Kami tetap terbuka untuk mencari opsi yang sesuai ketentuan, proporsional dari sisi biaya, dan menjaga kenyamanan serta kelancaran lalu lintas di lingkungan sekitar,” paparnya.

    Purnama Aditya menegaskan PPA tetap menghormati Pemerintah Kota dan seluruh pemangku kebijakan yang terlibat dalam proses ini.

    “Kami menghormati Pemerintah Kota, dinas terkait, serta seluruh jajaran pemangku kebijakan di Kota Probolinggo dengan terus menerima serta mendengarkan masukan yang konstruktif,” pungkasnya.

    Langkah koordinasi ini diharapkan dapat mempercepat penyelesaian administrasi, sehingga operasional gerai Mie Gacoan di Probolinggo bisa kembali berjalan dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. (ted)

  • Kawasan Rebana Seperti Dua Sisi ‘Perempuan Seksi’

    Kawasan Rebana Seperti Dua Sisi ‘Perempuan Seksi’

    Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemprov Jawa Barat (DPMPTSP Jabar), Dedi Taufik Kurohman mengatakan kawasan Rebana seperti dua sisi ‘perempuan seksi’. Dengan adanya Patimban dan Kertajati, kawasan Rebana terlihat sangat menarik untuk investor.

  • Pejabat publik dan ujian integritas

    Pejabat publik dan ujian integritas

    Mataram (ANTARA) – Integritas pejabat publik adalah fondasi utama kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

    Di era digital, kepercayaan itu tidak hanya ditentukan oleh program pembangunan atau kebijakan besar, melainkan juga oleh hal-hal kecil seperti sikap, tutur kata, hingga gestur yang terekam kamera.

    Dunia maya yang serba cepat menjadikan setiap gerak-gerik pejabat sebagai konsumsi publik yang bisa dipuji, dikritik, atau bahkan dipelintir dalam hitungan detik.

    Kini, ruang untuk bersikap tanpa sorotan hampir hilang. Potongan video berdurasi singkat mampu menciptakan opini massal dan memicu polemik berkepanjangan.

    Fenomena ini bukan sekadar persoalan komunikasi, melainkan ujian etika bagi pejabat yang diharapkan menjadi teladan. Publik menuntut figur yang sabar, santun, dan mampu menjaga wibawa jabatan, bahkan dalam situasi sepele sekalipun.

    Fenomena itu mencuat di Nusa Tenggara Barat (NTB) setelah beredarnya video Kepala Kanwil Kemenag NTB, Zamroni Aziz. Dalam rekaman yang beredar luas sejak akhir pekan lalu, ia tampak menyingkirkan gagang mikrofon saat pelantikan Kepala Kemenag Dompu, Najamuddin, Jumat (19/9). Potongan gambar itu ditafsir berbeda-beda, bahkan ada yang menyebutnya sebagai aksi “melempar mikrofon” di hadapan hadirin.

    Bagi sebagian warga, gestur itu mencederai wibawa acara resmi. Walaupun Kemenag NTB segera mengklarifikasi bahwa mikrofon hanya disingkirkan karena menghalangi prosesi ucapan selamat, persepsi publik sudah telanjur terbentuk. Di era media sosial, gestur kecil bisa membesar menjadi simbol integritas yang dipertanyakan.

    Kasus ini menjadi pengingat bahwa integritas pejabat tidak hanya diukur dari kebijakan besar, tetapi juga dari sikap dan ekspresi spontan yang terekam kamera. Kepercayaan publik dapat runtuh bukan karena aturan yang dilanggar, melainkan karena etika dan kepatutan yang dianggap terabaikan.

    Belum reda isu mikrofon, publik NTB dikejutkan lagi oleh pelantikan Irnadi Kusuma sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) NTB. Nama Irnadi sempat jadi sorotan karena pernah diputus bersalah dalam kasus pidana dengan hukuman enam bulan penjara dan masa percobaan satu tahun.

    Pemerintah Provinsi NTB menegaskan bahwa pengangkatan tersebut sah secara aturan. Kepala Dinas Kominfotik NTB, Yusron Hadi, menyebut proses seleksi sudah melewati uji kompetensi, penilaian kinerja, hingga pertimbangan teknis BKN. Menurutnya, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk berkontribusi sepanjang tidak ada aturan hukum yang melarang.

    Namun, legitimasi administratif tidak serta-merta menjawab pertanyaan moral. Publik mempertanyakan, apakah pantas seorang mantan terpidana memimpin jabatan strategis di birokrasi daerah?

    Celah hukum

    Secara hukum, memang tidak ada aturan tegas yang melarang mantan terpidana menduduki jabatan struktural setelah masa hukumannya selesai. Peraturan Pemerintah (PP) No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, yang diperbarui dengan PP No. 17 Tahun 2020, lebih banyak mengatur syarat administratif. Celah inilah yang membuat kasus Irnadi sah secara hukum, namun dipersoalkan dari sisi etika.

    Di negara lain, standar integritas pejabat jauh lebih ketat. Seorang pejabat publik dituntut bebas dari catatan pidana karena jabatan publik adalah simbol kepercayaan rakyat. Secara legal boleh, tetapi secara sosial kontraproduktif. Kepercayaan publik bisa terkikis, bahkan muncul stigma bahwa birokrasi mengabaikan kepatutan.

    Bila dikaitkan dengan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dalam UU No. 30 Tahun 2014, keputusan seperti ini berpotensi mengabaikan asas kepatutan dan kepentingan umum. Legitimasi moral yang tergerus dapat berakibat lebih fatal daripada sekadar polemik teknis kepegawaian.

    Dua peristiwa di NTB ini sesungguhnya berkelindan pada satu isu yakni integritas pejabat. Integritas tidak cukup diukur dari kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga simbol, teladan, dan persepsi publik.

    Gestur seorang pejabat yang tampak emosional dapat merusak citra. Begitu pula mengangkat mantan terpidana ke kursi penting bisa dianggap menurunkan standar moral birokrasi. Dalam kedua kasus, publik menilai nilai kepatutan telah diabaikan.

    Birokrasi bekerja bukan hanya secara teknis, tetapi juga dalam arena simbolik. Masyarakat menilai pejabat dari etika, wibawa, dan sikap sehari-hari, bukan hanya dari laporan kinerja. Retaknya integritas di satu sisi bisa menggerus legitimasi kebijakan di sisi lain.

    Ada contoh baik dari berbagai daerah maupun negara yang bisa dijadikan acuan. Sejumlah pemerintah daerah di Indonesia telah menyusun kode etik pejabat yang lebih ketat daripada aturan nasional. Bahkan, ada kepala daerah yang berani menolak calon pejabat berkasus meski secara administratif memenuhi syarat.

    Di tingkat global, negara-negara Skandinavia menetapkan standar tinggi. Transparansi rekam jejak pejabat bersifat wajib, sehingga publik bisa mengakses informasi lengkap. Prinsipnya sederhana adalah integritas tidak boleh ditawar.

    Pembinaan etika

    Kasus Zamroni dan Irnadi seharusnya menjadi alarm korektif bagi birokrasi NTB. Regulasi yang ada memberi ruang legal, tetapi masih kurang memperhatikan norma etik. Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh.

    Pertama, revisi regulasi dengan memperketat syarat pengangkatan pejabat dengan menambahkan kriteria “rekam jejak bersih”. Kedua, kode etik daerah, dimana Pemprov NTB dapat merumuskan kode etik pejabat yang menekankan aspek moral, bukan sekadar administratif.

    Ketiga, pembinaan karakter ASN yakni dengan menggelar pelatihan pejabat harus mencakup integritas, kepemimpinan etis, dan pengendalian diri. Keempat, transparansi publik yakni membuka akses informasi rekam jejak calon pejabat akan memperkuat akuntabilitas.

    Dua peristiwa yang hampir bersamaan di NTB menjadi cermin penting yakni integritas pejabat publik tidak bisa diremehkan. Dari mikrofon yang tersingkir hingga kursi jabatan yang diperebutkan, publik menilai semuanya sebagai ukuran moral.

    Kepercayaan masyarakat adalah modal utama birokrasi. Sekali retak, sulit dipulihkan. Karena itu, pejabat publik mesti menyadari bahwa setiap tindakan mereka adalah cermin negara.

    Pertanyaannya, apakah kita akan terus membiarkan celah hukum dan sikap simbolik merusak kepercayaan, atau berani menegakkan standar integritas yang lebih tinggi demi marwah pelayanan publik?

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.