Kementrian Lembaga: PGRI

  • Kejari Ponorogo Tuntut 14,5 Tahun Penjara untuk Terdakwa Korupsi Dana BOS SMK PGRI 2

    Kejari Ponorogo Tuntut 14,5 Tahun Penjara untuk Terdakwa Korupsi Dana BOS SMK PGRI 2

    Ponorogo (beritajatim.com) – Kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMK PGRI 2 Ponorogo memasuki babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo resmi membacakan tuntutan terhadap Syamhudi Arifin, terdakwa kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan dana BOS di sekolah tersebut. Tuntutan itu, dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (21/10/2025) kemarin.

    Kejaksaan Negeri (Kejari) Ponorogo menuntut hukuman berat terhadap Syamhudi Arifin. Jaksa menuntut terdakwa dengan pidana 14 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Selain hukuman pokok, jaksa juga menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar Rp25,83 miliar. Jumlah itu dikurangi dengan nilai pengembalian sebagian kerugian negara sebesar Rp3,175 miliar, sehingga masih tersisa kewajiban pembayaran sebesar Rp22,65 miliar.

    “Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Apabila tidak mencukupi, diganti pidana penjara selama 7 tahun 3 bulan,” terang Kasi Intel Kejari Ponorogo, Agung Riyadi, Rabu (22/10/2025).

    Agung menjelasakan barang bukti berupa uang tunai Rp3,175 miliar, 11 unit bus, tiga unit mobil Avanza, dan satu unit Pajero dirampas untuk negara serta diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti.

    “Tuntutan ini menjadi bagian dari komitmen Kejaksaan dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, khususnya yang merugikan dunia pendidikan dan keuangan negara,” tegasnya.

    Sidang pembacaan tuntutan berlangsung aman dan tertib di ruang Candra, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya. Agenda persidangan berikutnya dijadwalkan pada 4 November 2025, dengan agenda pledoi atau nota pembelaan dari penasihat hukum terdakwa.

    Agung menyebut, kasus ini bermula dari penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana BOS pada tahun anggaran 2019 hingga 2024 di SMK PGRI 2 Ponorogo. Berdasarkan hasil penyidikan, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

    “Penegakan hukum ini diharapkan memberi efek jera dan menjadi pembelajaran bagi seluruh pengelola dana pendidikan agar lebih transparan dan akuntabel,” pungkas Agung. (end/but)

  • Kemenbud Rayakan Hari Kebudayaan dengan Karnaval Budaya Nusantara

    Kemenbud Rayakan Hari Kebudayaan dengan Karnaval Budaya Nusantara

    Jakarta

    Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) Republik Indonesia menyelenggarakan Karnaval Bhinneka Tunggal Ika sebagai bagian dari perayaan Hari Kebudayaan 2025 yang jatuh setiap tanggal 17 Oktober. Kegiatan yang berlangsung di kawasan Museum Benteng Vredeburg hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta ini bertajuk ‘Beragam Budaya, Bersatu Jiwa untuk Indonesia.’

    Karnaval dibuka secara simbolis oleh Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Restu Gunawan, bersama jajaran pejabat Kemenbud dengan menerbangkan merpati putih. Simbol itu melambangkan kebebasan, kedamaian, serta semangat persatuan dalam keberagaman budaya Indonesia.

    “Karnaval Bhinneka Tunggal Ika menjadi bagian dari rangkaian Hari Kebudayaan 2025, yang diselenggarakan untuk memperkuat semangat kebersamaan, memperkenalkan keberagaman budaya Indonesia kepada masyarakat luas, serta menegaskan kembali makna semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ sebagai fondasi kebudayaan nasional,” demikian tertulis dalam keterangan resmi Kemenbud, Sabtu (18/10/2025)

    Sebelum karnaval dimulai, rangkaian kegiatan turut dimeriahkan dengan penampilan musik kolintang yang membawakan lagu Rayuan Pulau Kelapa, O Ina Nikeke, dan Gambang Suling, dilanjutkan dengan kolaborasi musik kolintang dan peragaan busana ‘Selendang Batik Nusantara,’ menampilkan 18 perempuan berkebaya yang diiringi lagu Kebaya Indonesia yang bertempat di Kawasan Titik Nol Kilometer.

    Suasana semakin semarak dengan penampilan Tari Kolosal ‘Wanodya Indonesia’ yang dibawakan oleh 50 penari perempuan berkebaya, disusul dengan flash mob kebaya yang diiringi lagu Gugur Gunung.

    Karnaval Bhinneka Tunggal Ika menampilkan enam formasi tematik yang merepresentasikan kekayaan budaya dan alam Indonesia, yakni: Barisan Garuda Emas; Pelangi di Atas Cakrawala; Gemulai Ombak Seribu Sungai; Harmoni di Bumi Penuh Warna; Untaian Mutiara dari Timur; dan Simfoni Semesta Nusaraya.

    Rangkaian acara karnaval ditutup dengan Pagelaran Kolaborasi Wayang Kulit dan Ketoprak di Monumen Serangan Oemoem 1 Maret, menghadirkan Dalang Milenial dari Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) dengan bintang tamu Yati Pesek dan para seniman ketoprak Yogyakarta. Pertunjukan ini menjadi refleksi harmoni antara tradisi dan kreativitas generasi muda dalam melestarikan seni pertunjukan rakyat.

    (akn/ega)

  • 1
                    
                        Kepsek Dinonaktifkan Usai Tampar Siswa Merokok, DPR: Akan Seperti Apa Lembaga Pendidikan Kita?
                        Nasional

    1 Kepsek Dinonaktifkan Usai Tampar Siswa Merokok, DPR: Akan Seperti Apa Lembaga Pendidikan Kita? Nasional

    Kepsek Dinonaktifkan Usai Tampar Siswa Merokok, DPR: Akan Seperti Apa Lembaga Pendidikan Kita?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti kasus penonaktifan Kepala Sekolah (Kepsek) SMAN 1 Cimarga, Lebak karena menampar siswa merokok di sekolah.
    Cucun mempertanyakan nasib lembaga pendidikan kelak, jika setiap teguran keras yang diberikan tenaga pendidik justru direspons orangtua murid dengan membuat laporan polisi.
    “Ini kan harus jadi pemikiran kita bersama juga,” kata Cucun di Kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
    Ia pun mendesak adanya evaluasi serius usai adanya peristiwa ini. Dalam penyusunan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), menurutnya, perlu ada batasan (barier) yang jelas mengenai batasan kekerasan fisik dan verbal yang dapat membawa guru ke ranah hukum, meski hanya bertujuan untuk menegur.
    “Kalau misalkan setiap orang menegur dengan keras, kemudian juga nunjuk anak atau apapun, semua murid bisa melaporkan, akan seperti apa lembaga pendidikan kita ini?” sambungnya.
    Politikus PKB ini berpendapat, harus ada proteksi atau barrier antara guru dengan orangtua murid.
    Jika kejadian ini terus berulang, maka menurutnya, para orangtua tidak ingin anaknya memiliki karakter yang berakhlak.
    “Saya sendiri enggak mau ya, justru adanya pendidikan di kita,
    culture
    kita, kemudian
    attitude
    anak Indonesia ini sudah melebar jauh,” ujarnya.
    “Walaupun misalkan sekarang kondisi Indonesia ini kan sudah masuk pada
    upper middle income trap
    , sudah masuk dalam kelas negara yang menengah ke atas, tetapi tidak meninggalkan
    culture
    , tidak meninggalkan budaya,” kata Cucun.
    Cucun menyebut, saat ini budaya Indonesia asli masih terus bertahan, di mana semuanya harus bebas sesuai kemauan. Dia khawatir lembaga pendidikan jadi berantakan karena tidak adanya barrier atau batasan ini.
    “Makanya ini momentum ya, dalam penyusunan Undang-Undang Sisdiknas, ada batasan-batasan yang harus diatur di sini,” imbuhnya.
    Orangtua siswa SMAN 1 Cimarga, Lebak, berencana mencabut laporan dugaan penamparan murid merokok yang ditujukan kepada Kepala Sekolah Dini Pitria.
    Pencabutan laporan tersebut dijadwalkan berlangsung pada Kamis (16/10/2025) setelah acara islah antara orangtua siswa dan Dini di SMAN 1 Cimarga.
    Ketua PGRI Kabupaten Lebak, Iyan Fitriyana, menjelaskan, pertemuan islah akan dihadiri kepala sekolah, orangtua siswa, dan pengacara yang mewakili keluarga.
    “Kamis pagi jam sembilan di sekolah akan ada islah, saling memaafkan. Setelah itu pengacara akan ke Polres untuk menindaklanjuti proses hukum, laporan akan dicabut,” ungkap Iyan pada Rabu (15/10/2025).
    “Kami bersyukur situasi yang sempat kisruh selama tiga hari ini bisa mereda. Orangtua menyerahkan sepenuhnya kepada pengacara untuk menyelesaikan laporan di kepolisian,” ujar Iyan.
    Dengan kesepakatan ini, laporan dugaan kekerasan terhadap siswa yang sebelumnya ditangani Polres Lebak rencananya tidak akan dilanjutkan.
    Kasus ini mencuat setelah Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Pitria, diduga menampar seorang siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah, yang memicu aksi mogok sekolah oleh 630 siswa.
    Gubernur Banten, Andra Soni, kemudian menonaktifkan Dini dan menunjuk pelaksana harian kepala sekolah sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
    Pada Rabu (15/10/2025), Andra mempertemukan Dini dan orangtua siswa di ruang kerjanya untuk menyelesaikan persoalan secara damai.
    Dini juga dipastikan akan diaktifkan kembali sebagai Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Damai, Orang Tua Siswa SMAN 1 Cimarga Akan Cabut Laporan Penamparan Kepsek
                        Regional

    6 Damai, Orang Tua Siswa SMAN 1 Cimarga Akan Cabut Laporan Penamparan Kepsek Regional

    Damai, Orang Tua Siswa SMAN 1 Cimarga Akan Cabut Laporan Penamparan Kepsek
    Tim Redaksi
    LEBAK, KOMPAS.com
    – Orangtua siswa SMAN 1 Cimarga, Lebak, berencana mencabut laporan dugaan penamparan murid merokok yang ditujukan kepada Kepala Sekolah Dini Pitria.
    Pencabutan laporan tersebut dijadwalkan berlangsung pada Kamis (16/10/2025) setelah acara islah antara orangtua siswa dan Dini di SMAN 1 Cimarga.
    Ketua PGRI Kabupaten Lebak, Iyan Fitriyana, menjelaskan, pertemuan islah akan dihadiri kepala sekolah, orangtua siswa, dan pengacara yang mewakili keluarga.
    “Kamis pagi jam sembilan di sekolah akan ada islah, saling memaafkan. Setelah itu pengacara akan ke Polres untuk menindaklanjuti proses hukum, laporan akan dicabut,” ungkap Iyan pada Rabu (15/10/2025).
    Iyan menambahkan, perdamaian ini digelar setelah upaya mediasi antara Dini dan siswa yang difasilitasi oleh Gubernur Banten.
    Selain itu, di Lebak, juga dilakukan mediasi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Lebak, Ketua PGRI, anggota DPRD Banten, serta pengacara orangtua siswa.
    “Kami bersyukur situasi yang sempat kisruh selama tiga hari ini bisa mereda. Orangtua menyerahkan sepenuhnya kepada pengacara untuk menyelesaikan laporan di kepolisian,” ujar Iyan.
    Kapolres Lebak juga telah berkoordinasi dengan pengacara siswa agar perkara ini dapat diselesaikan demi menjaga marwah pendidikan.
    “Pak Kapolres sudah memiliki kesepahaman soal pentingnya menjaga tatanan dunia pendidikan,” kata Iyan.
    Perdamaian ini juga akan dihadiri oleh perwakilan Gubernur Banten dan perwakilan Bupati Lebak.
    “Alhamdulillah Pak Bupati memberi izin dan menugaskan kami hadir langsung. Pak Sekda juga akan menerima perwakilan dari Pemprov,” tambah Iyan.
    Dengan kesepakatan ini, laporan dugaan kekerasan terhadap siswa yang sebelumnya ditangani Polres Lebak rencananya tidak akan dilanjutkan.
    Kasus ini mencuat setelah Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Pitria, diduga menampar seorang siswa yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah, yang memicu aksi mogok sekolah oleh 630 siswa.
    Gubernur Banten, Andra Soni, kemudian menonaktifkan Dini dan menunjuk pelaksana harian kepala sekolah sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut.
    Pada Rabu (15/10/2025), Andra mempertemukan Dini dan orangtua siswa di ruang kerjanya untuk menyelesaikan persoalan secara damai.
    Dini juga dipastikan akan diaktifkan kembali sebagai Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPD apresiasi penyelesaian penataan non-ASN di Jateng

    DPD apresiasi penyelesaian penataan non-ASN di Jateng

    Semarang (ANTARA) – Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dr. Muhdi mengapresiasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dinilai mampu menyelesaikan penataan tenaga non-ASN sesuai dengan tenggat waktu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

    “Kebijakan pemerintah dapat dijalankan dengan baik oleh Jateng. Dari total 13.594 non-ASN, seluruhnya sudah berproses, dan sekitar 82 persen sudah sampai tahap penerbitan NIP (nomor induk pegawai),” katanya, di Semarang, Rabu.

    Hal tersebut disampaikan senator asal Jateng tersebut usai melakukan kunjungan kerja ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jateng, didampingi Kepala Bidang Mutasi BKD Jateng Budi Santoso.

    Menurut dia, langkah tersebut merupakan bentuk implementasi nyata dari Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya terkait penyelesaian status tenaga non-ASN menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

    Ia menyebutkan sebanyak 13.121 tenaga non-ASN telah masuk dalam daftar nominatif R1 hingga R5 yang menjadi bukti komitmen Pemprov Jateng dalam menindaklanjuti amanat pemerintah pusat.

    Tenaga non-ASN yang lolos seleksi akan resmi berstatus ASN PPPK paruh waktu mulai 1 Januari 2026.

    Jadwal tersebut dipilih karena sebagian besar tenaga non-ASN masih terikat kontrak hingga 31 Desember 2025.

    “Saya memahami kenapa tidak dimulai Oktober atau November 2025, karena kontrak mereka baru berakhir di akhir tahun. Jadi begitu 1 Januari 2026, langsung beralih status tanpa jeda,” jelasnya.

    Selain penetapan status, Pemprov Jateng juga melakukan penataan dan relokasi pegawai untuk menyesuaikan kebutuhan dan kompetensi masing-masing tenaga sebagai bagian dari reformasi birokrasi agar penempatan pegawai lebih tepat sasaran.

    “Langkah ini sangat baik. Ada tenaga yang dipindahkan karena kelebihan di satu tempat, atau karena bidang kerjanya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Ini bagian dari penataan birokrasi yang lebih profesional,” katanya.

    Muhdi yang juga Ketua PGRI Jateng mengapresiasi proses pencantuman gelar akademik yang kini tengah berjalan dan ditargetkan selesai dalam 1-2 bulan ke depan.

    Ia berharap setelah penataan tersebut tidak ada lagi persoalan, seperti guru dengan jam mengajar nol atau tenaga kesehatan yang tidak sesuai dengan tugas pokoknya.

    “Kami berharap ke depan penataan pegawai bisa terus berlanjut, baik untuk PPPK paruh waktu maupun penuh waktu, agar tidak ada lagi sekolah yang kekurangan atau kelebihan guru,” katanya.

    Adapun penataan non-ASN di Jateng mencakup seluruh sektor, termasuk pendidikan, kesehatan, dan teknis perkantoran.

    “Ada sebagian kecil yang mundur karena ragu dengan istilah paruh waktu, atau sudah mendapatkan pekerjaan lain. Tapi secara umum, proses berjalan baik dan transparan,” katanya.

    Pewarta: Zuhdiar Laeis
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • JPU Segera Bacakan Tuntutan Kasus Korupsi BOS SMK PGRI 2 Ponorogo

    JPU Segera Bacakan Tuntutan Kasus Korupsi BOS SMK PGRI 2 Ponorogo

    Ponorogo (beritajatim.com) – Perkembangan kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMK PGRI 2 Ponorogo terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Setelah melalui sejumlah agenda pemeriksaan saksi, perkara yang disebut-sebut merugikan keuangan negara hingga Rp2,5 miliar itu kini memasuki tahap krusial, yakni penyusunan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    Kasi Intel Kejaksaan Negeri Ponorogo, Agung Nugroho, mengungkapkan bahwa penuntutan terhadap terdakwa SA dijadwalkan digelar pada Jumat pekan ini. Saat ini, tim JPU tengah mematangkan materi tuntutan berdasarkan fakta-fakta yang telah terungkap dalam persidangan.

    “Untuk perkara ini, minggu ini rencananya akan dilakukan penuntutan. Minggu kemarin telah selesai pemeriksaan saksi yang meringankan terdakwa,” jelas Agung, Selasa (14/10/2025).

    Menurut Agung, dalam sidang sebelumnya terdapat tiga saksi yang memberikan keterangan meringankan terdakwa. Namun, seluruh keterangan tersebut tetap akan ditimbang bersama dengan bukti-bukti kuat yang telah diajukan JPU sejak awal persidangan.

    “Saksi kemarin tiga orang. Nanti kita lihat setelah tuntutan akan ada pledoi atau pembelaan dari terdakwa, kemudian replik, duplik, baru putusan,” ungkapnya.

    Agung menjelaskan bahwa materi tuntutan yang sedang disusun JPU akan mengacu pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Kedua pasal tersebut berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan dan perbuatan memperkaya diri sendiri yang merugikan keuangan negara.

    “Intinya kami akan buktikan pasal 2 dan 3, dengan kecenderungan pada pasal yang paling sesuai dengan fakta persidangan,” terang Agung.

    Ia memperkirakan proses persidangan masih akan berlanjut sedikitnya tiga kali lagi sebelum sampai pada tahap putusan. Setelah majelis hakim membacakan putusan, pihak kejaksaan akan menentukan langkah hukum selanjutnya—apakah menerima atau mengajukan banding.

    “Dari putusan nanti kita lihat berapa persentase hasil dari tuntutan. Apakah mengajukan banding atau menerima, akan kita tentukan kemudian,” pungkasnya. (end/kun)

  • Air Mata Haru Sambut Pembukaan Sekolah Rakyat di Banyuwangi

    Air Mata Haru Sambut Pembukaan Sekolah Rakyat di Banyuwangi

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Suasana haru mewarnai pembukaan Sekolah Rakyat di Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) Muncar, Banyuwangi, Selasa (30/9/2025). Sebanyak 73 anak dari berbagai latar belakang diantar orang tua dan keluarganya untuk menempuh pendidikan berasrama di sekolah gratis yang digagas Presiden Prabowo Subianto.

    Di tengah riuh suasana, momen paling menyentuh datang dari Nur Wahidah (50), ibu tunanetra asal Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar. Air matanya menetes saat disapa Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang hadir meresmikan sekolah tersebut.

    Dengan suara lirih, Wahidah menceritakan perjuangannya membesarkan empat anak seorang diri. Anak sulungnya telah meninggal dunia, anak kedua sudah bekerja, anak ketiga masih duduk di bangku SMA, sementara yang ia antar ke Sekolah Rakyat adalah Rehan Meizi, anak bungsunya yang kini kelas 5 SD.

    “Sudah sembilan tahun saya kehilangan penglihatan. Untuk hidup, saya hanya bisa bekerja sebagai tukang pijat. Dengan adanya Sekolah Rakyat ini, saya merasa sangat terbantu. Semoga anak saya bisa maju, berkembang, dan menjadi orang yang sukses kelak,” tuturnya.

    Mendengar kisah itu, Ipuk menguatkan. “Tetaplah semangat ngih Bu. InsyaAllah anak-anak ibu bisa menggapai cita-citanya. Bapak Presiden melalui Sekolah Rakyat ini ingin semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan,” ucapnya.

    Puluhan orang tua lain juga menyimpan asa yang sama. Tutik (54), warga Songgon, tampak bersemangat ketika mengantar anaknya, Hidayatur Ramadan, siswa kelas 2 SMA, untuk mulai bersekolah di Sekolah Rakyat.

    “Perasaan saya senang sekali setelah tahu tempatnya nyaman. Daripada di rumah main terus, di sini anak saya lebih terarah. Hati saya juga lega, apalagi semuanya gratis,” ujar Tutik, yang sejak sembilan tahun lalu berjuang sendiri menghidupi keluarga setelah suaminya meninggal dunia.

    Semangat serupa juga ditunjukkan Yesi, siswi SMA asal Siliragung. Ia sempat bersekolah di Tulungagung sebelum kembali ke Banyuwangi untuk merawat neneknya yang sakit. “Awalnya saya mau sekolah di SMK PGRI, lalu saya direkomendasikan pendeta saya bahwa ada sekolah program presiden. Saya tertarik, karena memang kami kurang mampu akhirnya saya memutuskan untuk sekolah di sini,” katanya.

    Yesi yang gemar menyanyi dan menari itu bertekad untuk serius belajar, melanjutkan kuliah, dan bercita-cita menjadi psikolog. Harapan tersebut diamini oleh Bupati Ipuk.

    “Semoga apapun cita-cita kalian mudah-mudahan bisa diwujudkan. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, jadikan Sekolah Rakyat ini langkah awal untuk mewujudkan harapan apapun di masa depan,” pesannya. [alr/beq]

  • Keracunan MBG Jadi Kasus KLB, Korban di Garut Capai Ratusan Siswa

    Keracunan MBG Jadi Kasus KLB, Korban di Garut Capai Ratusan Siswa

    Bisnis.com, GARUT- Pemerintah Kabupaten Garut menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) terkait puluhan orang mengalami keracunan usai menyantap makan bergizi gratis (MBG), Selasa (30/9/2025).

    Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin menyebutkan, keputusan tersebut lahir usai rapat darurat yang digelar di lokasi kejadian bersama jajaran pejabat terkait, termasuk Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas Kesehatan. 

    Syakur menegaskan, tingginya jumlah korban serta kebutuhan penanganan cepat membuat pemerintah tidak bisa menganggap kasus ini sebagai insiden biasa.

    “Karena kondisi korban sudah memerlukan penanganan khusus, maka kami tetapkan sebagai KLB. Dengan status ini, semua langkah darurat bisa dijalankan lebih cepat,” ucap Syakur, Rabu (1/10/2025).

    Dengan penetapan KLB, Pemkab Garut menjamin seluruh pembiayaan perawatan korban akan ditanggung melalui pos Belanja Tidak Terduga (BTT). Menurut Bupati, mekanisme ini dipilih agar keluarga korban tidak terbebani biaya tambahan saat mendapatkan layanan medis.

    “Tidak boleh ada korban yang menunda berobat hanya karena takut biaya. Semuanya kita tanggung penuh lewat BTT,” tegasnya.

    Selain soal biaya, Syakur juga menginstruksikan seluruh kepala desa untuk aktif mencari warga yang menunjukkan gejala keracunan. 

    Mereka diminta segera melapor ke puskesmas agar bisa dijemput tenaga medis. Langkah itu, menurutnya, untuk mencegah korban semakin banyak yang tidak tertangani.

    Keracunan akibat program makan bergizi gratis (MBG) di Kabupaten Garut, Jawa Barat kembali terjadi. Kali ini puluhan siswa dari tiga sekolah di Kecamatan Kadungora harus mendapatkan perawatan medis di Puskesmas Kadungora, Selasa (30/9/2025).

    Kepala Puskesmas Kadungora, Noni Cahyana, menyebutkan jumlah siswa yang ditangani semula hanya 19 orang. Namun hingga petang Rabu (1/10/2025) jumlahnya bertambah menjadi sebanyak 147 orang. 

    “Sementara data yang datang ke UGD 92 orang, sekarang ada penambahan orang lagi,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).

    Dari catatan medis, korban terdiri dari dua siswa sekolah dasar, delapan siswa SMP PGRI Kadungora, dan sisanya merupakan siswa SMP Negeri 1 Kadungora. 

    Selain siswa, satu orang guru juga ikut menjadi korban karena sempat mencicipi hidangan MBG yang disajikan di sekolah.

    Menurut Noni, tim medis puskesmas terus bersiaga karena masih ada kemungkinan penambahan pasien baru. Sejak siang hingga menjelang malam, korban keracunan berdatangan secara bergelombang. Gejala yang dikeluhkan meliputi pusing, mual, hingga sesak napas.

    Wiwin, salah satu orang tua siswa, mengisahkan kondisi anaknya yang mendadak drop setelah menyantap makanan MBG. “Tadi anak saya langsung sesak, tidak ingat,” ungkapnya.

    Situasi darurat ini membuat petugas medis bekerja ekstra. Di sisi lain, aparat kepolisian turun ke lokasi untuk mengamankan situasi serta meminta keterangan saksi-saksi, termasuk pihak sekolah dan penyedia makanan.

  • Keracunan Massal MBG di Garut, Pelajar Ungkap Gejala Setelah Minum Susu

    Keracunan Massal MBG di Garut, Pelajar Ungkap Gejala Setelah Minum Susu

    Bisnis.com, GARUT – Puluhan pelajar SMP diduga keracunan MBG karena mengonsumsi susu dan edamame, sehingga dilarikan ke rumah sakit.

    Suasana panik terjadi di Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Selasa (30/9/2025) sore. Puluhan pelajar SMP serta seorang penjaga sekolah harus dilarikan ke Puskesmas setelah mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Siswa SMP PGRI Kadungora, Rahmawati (14), menceritakan bagaimana tubuhnya tiba-tiba drop tak lama setelah mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. “Tiba-tiba sesak dada, engap, terus pusing. Saya sampai jatuh pingsan di sekolah,” ujar Rahma, Rabu (1/10/2025).

    Menurutnya, gejala itu muncul setelah dia meneguk susu bantal rasa cokelat dari paket MBG. Tak hanya siswa, Lili (33), penjaga sekolah, juga mengalami kondisi serupa. Awalnya ia hanya berniat mencicipi jatah makanan milik pelajar yang absen, namun dua jam kemudian tubuhnya ambruk.

    “Langsung lemas, mual, pusing. Tadi minum susu juga, sama makan kacang edamame,” ungkap Lili.

    Pantauan di Puskesmas Kadungora pada sore hari memperlihatkan suasana darurat. Korban keracunan berjejer di ranjang perawatan, sebagian masih terengah-engah menahan mual. 

    Orang tua murid tampak sibuk mendampingi anak-anak mereka, sementara petugas medis bekerja cepat dibantu aparat TNI, Polri, dan BPBD yang lalu-lalang mengantar pasien.

    Hingga pukul 17.06 WIB, jumlah korban yang mendapat perawatan diperkirakan mencapai 78 orang. Meski begitu, pihak Puskesmas maupun instansi terkait belum merilis data resmi jumlah korban maupun penyebab pasti keracunan.

    Kepala Puskesmas Kadungora, Noni Cahyana, menyebutkan jumlah siswa yang ditangani semula hanya 19 orang. Namun hingga petang Selasa petang jumlahnya bertambah menjadi sebanyak 29 orang. 

    “Sementara data yang datang ke UGD 19 orang, sekarang ada penambahan orang lagi,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).

    Dari catatan medis, korban terdiri dari dua siswa sekolah dasar, delapan siswa SMP PGRI Kadungora, dan sisanya merupakan siswa SMP Negeri 1 Kadungora. 

    Selain siswa, satu orang guru juga ikut menjadi korban karena sempat mencicipi hidangan MBG yang disajikan di sekolah.

    Menurut Noni, tim medis puskesmas terus bersiaga karena masih ada kemungkinan penambahan pasien baru. Sejak siang hingga menjelang malam, korban keracunan berdatangan secara bergelombang. Gejala yang dikeluhkan meliputi pusing, mual, hingga sesak napas

  • Lagi, Pelajar dan Guru di Garut Keracunan MBG, Korban Ada 147 Orang

    Lagi, Pelajar dan Guru di Garut Keracunan MBG, Korban Ada 147 Orang

    Bisnis.com, GARUT- Keracunan akibat program makan bergizi gratis (MBG) di Kabupaten Garut, Jawa Barat kembali terjadi. Kali ini puluhan siswa dari tiga sekolah di Kecamatan Kadungora harus mendapatkan perawatan medis di Puskesmas Kadungora, diduga keracunan MBG.

    Kepala Puskesmas Kadungora, Noni Cahyana, menyebutkan jumlah siswa yang ditangani semula hanya 19 orang pada Selasa (30/9/2025). Namun hingga petang Rabu (1/10/2025) jumlahnya bertambah menjadi sebanyak 147 orang, diduga karena mengonsumsi MBG.

    “Sementara data yang datang ke UGD 92 orang, sekarang ada penambahan orang lagi,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).

    Dari catatan medis, korban terdiri dari dua siswa sekolah dasar, delapan siswa SMP PGRI Kadungora, dan sisanya merupakan siswa SMP Negeri 1 Kadungora. 

    Selain siswa, satu orang guru juga ikut menjadi korban karena sempat mencicipi hidangan MBG yang disajikan di sekolah.

    Menurut Noni, tim medis puskesmas terus bersiaga karena masih ada kemungkinan penambahan pasien baru. Sejak siang hingga menjelang malam, korban keracunan berdatangan secara bergelombang. Gejala yang dikeluhkan meliputi pusing, mual, hingga sesak napas.

    Wiwin, salah satu orang tua siswa, mengisahkan kondisi anaknya yang mendadak drop setelah menyantap makanan MBG. “Tadi anak saya langsung sesak, tidak ingat,” ungkapnya.

    Situasi darurat ini membuat petugas medis bekerja ekstra. Di sisi lain, aparat kepolisian turun ke lokasi untuk mengamankan situasi serta meminta keterangan saksi-saksi, termasuk pihak sekolah dan penyedia makanan.

    Sebelumnya, sebanyak 657 orang mengalami gejala keracunan, mulai dari mual, pusing, hingga muntah akibat keracunan MBG.

    Kepolisian Resor Garut melalui Satuan Reserse Kriminal telah memintai keterangan dari 19 orang saksi. Dugaan awal mengarah pada makanan yang diproduksi oleh Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Al-Bayyinah 2. Polisi kemudian bergerak cepat mengamankan sampel dan memanggil berbagai pihak untuk dimintai keterangan.

    Kepala Satreskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin, menegaskan pemeriksaan berlangsung intensif. Dia menyebut saksi berasal dari beragam latar belakang, mulai dari pihak sekolah, petugas keamanan, korban pelajar, hingga pengelola dapur penyedia makanan. 

    Menurutnya, jumlah saksi masih mungkin bertambah seiring pendalaman kasus.

    “Proses klarifikasi masih berjalan. Setiap pihak yang dianggap mengetahui peristiwa ini akan dipanggil,” ujar Joko.

    Selain pemeriksaan saksi, polisi menunggu hasil uji laboratorium terhadap sejumlah sampel makanan dan bahan baku yang diamankan dari dapur penyedia. 

    Pemeriksaan dilakukan di laboratorium kesehatan di Bandung. Hasil tersebut menjadi kunci penentuan langkah hukum selanjutnya, termasuk potensi penetapan tersangka jika ditemukan unsur kelalaian dalam proses pengolahan atau penyajian.